Anda di halaman 1dari 4

SENGKETA INDONESIA DAN MALAYSIA

PADA BAGIAN KALIMANTAN TIMUR (AMBALAT)


A. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan tentunya memiliki perairan yang berbatasan langsun
g dengan negara tetangga, ini berarti bahwa Indonesia harus segera menetapkan batas ma
ritim dengan negara-negara tetangga, hal ini sangat penting untuk segera diwujudkan, ka
rena berkaitan dengan penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia
di laut, pengelolaan sumber kekayaan alam dan pengembangan ekonomi kelautan serta u
ntuk mencegah terjadinya sengketa tentang penetapan batas maritim. Saat ini yang masih
menjadi sengketa perbatasan maritim adalah penentuan garis batas laut teritorial Indonesi
a di kawasan Ambalat dengan Malaysia.

Masalah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di kawasan Ambalat muncul sebenar
nya sudah melalui proses yang relatif panjang, yaitu pada tahun 1969 sudah mulai diadak
an perjanjian tentang garis batas landas kontinen, yang terletak di Selat Malaka, Laut Cin
a Selatan di sebelah timur Malaysia Barat dan Laut Cina Selatan bagian timur di lepas pa
ntai Serawak, kemudian sampai pada puncaknya, yaitu setelah Malaysia melalui perusah
aan minyaknya, Petronas, memberikan hak eksplorasi kepada perusahaan Shell untuk me
lakukan eksplorasi di wilayah perairan laut di sebelah timur Kalimantan Timur yang dibe
ri nama Blok ND 6 (Y) dan ND 7 (Z).

Mencuatnya kasus Ambalat kepermukaan, seperti telah diungkapkan di atas tentunya sud
ah melalui proses yang cukup lama dan disiapkan secara matang oleh Malaysia serta tida
k dapat dipungkiri bahwa kasus Ambalat adalah suatu kejutan yang sudah terjadi, karena
Malaysia secara tegas menyatakan bahwa "Ambalat " adalah hak milik mereka dan suda
h dijual kepada perusahaan asing.

Latar belakang pemilihan kasus ini dikarenakan Kawasan ambalat merupakan salah satu
wawasan nusantara yaitu meliputi Kawasan laut negara kesatuan republic Indonesia.
Sehingga sangat penting untuk dibahas lebih lanjut agar mengetahui lebih dalam seperti
kasus yang terjadi. Karena sudah sepatutnya kita sebagai warga Indonesia harus
mengetahui dan melek akan kejadian atau kasus yang menimpa negara tercinta ini. Penel
itian ini bertujuan untuk mengetahui factor–factor penyebab timbulnya persengketaan Ka
wasan ambalat serta Langkah hukum negara Indonesia dalam menghadapi klaim Malaysi
a atas Kawasan ambalat.
B. PEMBAHASAN
Indonesia dan Malaysia mempunyai masalah persengketaan yang cukup rumit, konflik k
edua negara terjadi mulai dari masalah perbatasan darat, pembalakan liar, Tenaga Kerja I
ndonesia (TKI), hingga masalah perbatasan laut, khusus untuk permasalahan perbatasan
laut Indonesia, cukup banyak sengketa yang terjadi diantara kedua negara ini salah satun
ya adalah sengketa mengenai Blok Ambalat. Kawasan ini memang mempunyai kandung
an minyak yang kaya, di wilayah perairan timur Kalimantan kandungan minyak hingga
mencapai 700 juta hingga satu miliar barel, sementara kandungan gas-nya diperkirakan l
ebih dari 40 triliun kaki kubik. Malaysia kembali melakukan klaim sepihak dengan berd
asarkan kepada Peta Nasional Malaysia (Peta Pentas Benua) tahun 1979.
Dasar hukum Malaysia dalam mengklaim kepemilikan Blok Ambalat yaitu peta yang dib
uat Tahun 1979 oleh Malaysia dan meletakkan batas terluar maritim secara eksesif di dae
rah Laut Sulawesi karena Malaysia menggunakan pulau Sipadan-Ligitan untuk menarik
garis pangkal terluar negaranya sedangkan Malaysia bukan merupakan negara kepulaua
n. Selain itu, Malaysia juga menggunakan pasal 121 UNCLOS’82
Indonesia tegas menyatakan Ambalat sebagai bagian dari wilayahnya sebab dari segi hist
oris, Ambalat merupakan wilayah Kesultanan Bulungan di Kalimantan Timur yang jelas
masuk Indonesia. Terlebih berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Ban
gsa yang telah diratifikasi RI dan tercantum pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 198
4, Ambalat diakui dunia sebagai milik Indonesia.
Adapun faktor-faktor penyebab timbulnya persengketaan blok perairan ambalat yaitu :
1. Masing-masing negara baik Indonesia maupun Malaysia mengklaim bahwa blok per
airan ambalat adalah wilayah teritorial kedaulatan negaranya.
2. Tidak adanya batas negara yang jelas dikawasan perairan ambalat.
3. Tidak adanya kesepakatan antar kedua negara atas batas negara.
4. Adanya sumber daya alam yang melimpah, yang terkandung dalam perut bumi di ka
wasan perairan ambalat yaitu minyak dan gas bumi.
C. PENYELESAIAN
Secara yuridis, Indonesia diuntungkan oleh adanya pasal 47 UNCLOS bahwa sebagai ne
gara kepulauan, Indonesia dapat menarik garis di pulau-pulau terluarnya sebagai patokan
untuk garis batas wilayah kedaulatannya. Paling tidak, ada empat langkah yang dapat dia
mbil untuk menyelesaikan sengketa wilayah Ambalat tersebut.
1. Perundingan bilateral, yaitu memberi kesempatan kedua belah pihak untuk menyam
paikan argumentasinya tentang wilayah yang disengketakan dalam forum bilateral.
Indonesia dan Malaysia harus secara jelas menyampaikan mana batas wilayah yang
diklaim dan apa landasan yuridisnya. Dalam hal ini, Malaysia tampaknya akan men
ggunakan peta 1979 yang kontroversial itu. Sementara Indonesia mendasarkan klai
mnya pada UNCLOS 1982. Jika gagal, maka perlu dilakukan cooling down
2. Menetapkan wilayah sengketa sebagai status quo dalam kurun waktu tertentu. Pada t
ahap ini, bisa saja dilakukan eksplorasi di Blok Ambalat sebagai sarana untuk menu
mbuhkan rasa saling percaya kedua belah pihak (confidence building measures). Pol
a ini pernah dijalankan Indonesia-Australia dalam mengelola Celah Timor.
3. Memanfaatkan organisasi regional sebagai sarana resolusi konflik, misalnya, melalu
i ASEAN dengan memanfaatkan High Council seperti termaktub dalam Treaty of A
mity and Cooperation yang pernah digagas dalam Deklarasi Bali 1976. Malaysia ak
an enggan menggunakan jalur ini karena takut dikeroyok negara-negara ASEAN lai
nnya. Sebab, mereka memiliki persoalan perbatasan dengan Malaysia akibat ditetap
kannya klaim unilateral Malaysia berdasarkan peta 1979, seperti Filipina, Thailand,
dan Singapura. Di samping itu, kedua negara juga bisa memanfaatkan jasa baik (goo
d office) negara yang menjadi ketua ARF (ASEAN Regional Forum) untuk meneng
ahi sengketa ini.
4. Membawa kasus itu ke Mahkamah Internasional (MI) sebagai langkah nonpolitical l
egal solution. Mungkin, ada keengganan Indonesia untuk membawa kasus tersebut k
e MI karena pengalaman pahit atas lepasnya Sipadan dan Ligitan. Tetapi, jika Indon
esia mampu menunjukkan bukti yuridis dan fakta-fakta lain yang kuat, peluang untu
k memenangkan sengketa itu cukup besar. Pasal-pasal yang ada pada UNCLOS 198
2 cukup menguntungkan Indonesia, bukti ilmiah posisi Ambalat yang merupakan ke
panjangan alamiah wilayah Kalimantan Timur, bukti sejarah bahwa wilayah itu mer
upakan bagian dari Kerajaan Bulungan, dan penempatan kapal-kapal patroli TNI-A
L adalah modal bangsa Indonesia untuk memenangkan sengketa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Donnilo, Potensi dan Nilai Strategis Batas Antarnegara: Ditinjau Dari Aspek Hukum
Perjanjian Internasional, Dalam Mengoptimalkan Peran dan Fungsi Survei Pemetaan
Dalam Pengelolaan Batas Wilayah, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
bekerjasama dengan Depdagri (Jakarta: Forum Komunikasi dan Koordinasi Teknis Ba
tas Wilayah, 2002)
Bachtiar, Aziz, “Penyelesaian Sengketa Antara Indonesia dan Malaysia Di Wilayah Ambalat
Menurut Hukum Laut Internasional”, Jurnal Hukum (Malang : Magister Ilmu Hukum
dan Kenotariatan Universitas Brawijaya, 2015).
Djiwohadi, Hak dan Kewajiban Indonesia sebagai Negara Pantai, dalam "Wawasan Nusantar
a" (Jakarta: Surya Indah, 1976).
Hartono, Dimyati, Hukum Laut Internasional (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1977).
Keputusan Mahkamah Internasional Tentang Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan (Press Release
2002/39), tanggal 17 Desember 2002.
Sudjatmiko dan Rusdi Ridwan, "Batas-Batas Maritim Antara RI Dengan Negara Tetangga", J
urnal Hukum Internasional (Jakarta: Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakul
tas Hukum Universitas Indonesia, 2004). Edisi khusus Desember 2004.

Anda mungkin juga menyukai