Anda di halaman 1dari 4

Rangkuman Materi PPKN Kelas 12

Kurikulum Merdeka Bagian 4 NKRI

Unit 2 Sengketa Batas Wilayah Laut Natuna

1. Permasalahan yang Menyebabkan Sengketa Batas Wilayah Laut Natuna

Klaim Teritorial China: Salah satu permasalahan utama adalah klaim teritorial China
atas sebagian wilayah Natuna sebagai bagian dari teritorialnya, yang bertentangan
dengan klaim Indonesia.

Sumber Daya Alam: Sengketa ini juga terkait dengan potensi sumber daya alam yang
melimpah di perairan Natuna, terutama cadangan gas alam yang signifikan.

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE): Natuna berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Indonesia, yang menciptakan ketegangan karena klaim China yang melanggar hak
eksklusif Indonesia untuk eksploitasi sumber daya di wilayah tersebut.

2. Daya Tarik Pulau Natuna sebagai Wilayah yang Dipersengketakan

Kekayaan Sumber Daya Alam: Pulau Natuna memiliki cadangan gas alam yang
sangat besar, yang menjadi sumber daya ekonomi yang sangat bernilai.

Kedekatan dengan Laut China Selatan: Natuna terletak dekat dengan Laut China
Selatan, yang menjadi wilayah sengketa dengan banyak negara di kawasan, termasuk
China. Kedekatan ini membuat Natuna menjadi penting strategis.

Potensi Geostrategis: Pulau Natuna memiliki potensi geostrategis sebagai posisi


pengawasan dan kontrol terhadap lalu lintas maritim penting di Laut China Selatan,
yang memiliki dampak penting bagi stabilitas regional.

Sengketa Natuna mencakup masalah klaim teritorial, sumber daya alam yang kaya, dan
aspek geostrategis yang menjadikannya sebagai wilayah yang dipersengketakan di
antara Indonesia dan China.

Daya tarik sumber daya alam dan posisi strategis membuat sengketa ini menjadi salah
satu isu yang kompleks dalam hubungan internasional di kawasan tersebut.

Unit 2 Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan

1. Permasalahan yang Menyebabkan Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan

a. Perbedaan Pandangan Sejak Awal


Sengketa ini dimulai karena perbedaan pandangan
antara Indonesia dan Malaysia terkait status kedua pulau ini.

Kedua negara mengklaim Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai milik mereka masing-
masing, sehingga muncul sengketa kepemilikan.

b. Sejarah Kolonialisme

Sengketa ini juga terkait dengan sejarah kolonialisme, di mana Inggris pernah membuat
peraturan terkait perlindungan penyu di pulau-pulau ini dan menagih pajak dari
peternaknya. Sejarah ini menjadi dasar klaim Malaysia terhadap pulau-pulau tersebut.

c. Pandangan Berbeda Mengenai Status Quo

Meskipun pada tahun 1988 Indonesia dan Malaysia mencapai kesepakatan status quo
terkait kedua pulau ini, keduanya memiliki pandangan berbeda tentang apa yang
dimaksud dengan status quo. Hal ini memunculkan ketidaksepakatan lebih lanjut.

2. Akhir dari Penyelesaian Kasus Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan

a. Penyelesaian melalui Mahkamah Internasional

Pada tahun 1998, Indonesia dan Malaysia memutuskan untuk membawa kasus ini ke
Mahkamah Internasional (ICJ) untuk penyelesaian.

Kedua negara mengajukan argumen masing-masing di hadapan ICJ.

b. Keputusan ICJ

Pada tanggal 17 Desember 2002, ICJ mengeluarkan keputusan bahwa Pulau Sipadan
dan Ligitan menjadi milik Malaysia.

Keputusan ini didasarkan pada asas kedaulatan yang pernah dilakukan di pulau-pulau
tersebut sebelum perjanjian Juanda, terutama penarikan pajak oleh Inggris.

Dari 17 hakim ICJ, 16 mendukung putusan ini, sementara hanya satu yang menolak.

c. Penyerahan Pulau

Akibat keputusan ICJ, Indonesia harus merelakan kedua pulau tersebut jatuh ke
tangan Malaysia.

Meskipun demikian, hal ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya menjaga
kedaulatan wilayah negara.

3. Hikmah dari Kasus Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan

a. Peringatan Tentang Perlunya Perlindungan Wilayah


Kasus ini mengingatkan Indonesia dan negara-negara lain tentang pentingnya menjaga
kedaulatan dan perlindungan wilayah negara secara serius.

b. Penyelesaian Damai

Kasus ini menunjukkan pentingnya penyelesaian sengketa melalui jalur diplomatik dan
hukum internasional, seperti Mahkamah Internasional, sebagai alternatif dari konflik
bersenjata.

c. Kewaspadaan Terhadap Klaim Wilayah

Negara-negara harus tetap waspada terhadap klaim wilayah dari pihak lain dan
berupaya mempertahankan hak-hak kedaulatan mereka dengan bukti yang kuat dan
berlandaskan hukum.

Kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan memberikan pelajaran penting tentang
pentingnya menjaga kedaulatan wilayah negara dan penyelesaian damai sengketa
melalui lembaga hukum internasional.

Unit 3 Mengantisipasi Sengketa Batas Wilayah dan


Penegasan Indonesia sebagai Negara Kepulauan

a. Tindakan Preventif untuk Mengantisipasi Sengketa Batas Wilayah

Pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan: Pemerintah telah membentuk


Badan Nasional Pengelola Perbatasan di bawah Menteri Dalam Negeri, yang bertugas
untuk mengkoordinasikan berbagai aspek terkait perbatasan, termasuk penyelesaian
potensi sengketa.

Regulasi yang Tegas: Pemerintah telah mengeluarkan undang-undang, seperti


Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS
1982), untuk mengatur secara tegas masalah batas wilayah.

Kerjasama Regional: Indonesia telah berupaya menjalin kerjasama regional, terutama


melalui ASEAN, untuk mencari solusi bersama dalam penyelesaian sengketa batas
wilayah dengan negara-negara tetangga.

Promosi Dialog dan Diplomasi: Pemerintah mempromosikan dialog dan diplomasi


sebagai sarana utama penyelesaian sengketa, menghindari konflik bersenjata, dan
mencari solusi damai melalui negosiasi.

b. Membangun Zona Aman Batas Wilayah untuk Mencegah Sengketa

Joint Development Zone (Zona Pembangunan Bersama): Cara efektif dalam


mencegah sengketa adalah dengan menciptakan zona pembangunan bersama di
wilayah yang berpotensi sengketa.
Dalam zona ini, kedua belah pihak yang bersengketa dapat mengelola bersama dan
memanfaatkan sumber daya alam secara adil.

Kerjasama Ekonomi dan Sosial: Zona ini tidak hanya fokus pada aspek ekonomi,
tetapi juga sosial, budaya, dan lingkungan.

Kedua negara dapat bekerja sama dalam pengembangan infrastruktur, pendidikan,


budaya, dan pelestarian lingkungan di wilayah perbatasan.

Kesepakatan dan Perjanjian Bersama: Untuk memastikan keberlanjutan zona aman


batas wilayah, perlu dibuat kesepakatan dan perjanjian bersama yang mengatur semua
aspek kerjasama.

Hal ini harus dilakukan dengan itikad baik dan komitmen kuat dari kedua belah pihak.

Transparansi dan Komunikasi: Penting untuk menjaga transparansi dalam


pengelolaan zona aman dan berkomunikasi secara terbuka antara kedua negara.

Ini membantu menghindari ketidakpahaman dan meningkatkan kepercayaan.

Pembentukan zona aman batas wilayah yang berfokus pada kerjasama dan
pembangunan bersama adalah langkah penting dalam mencegah sengketa
antarnegara.

Dengan pendekatan ini, kedua negara dapat saling menguntungkan dan meminimalkan
potensi konflik.

Anda mungkin juga menyukai