Anda di halaman 1dari 21

HUKUM LAUT

PENYELESAIAN SENGKETA AMBALAT DAN


KEDAULATAN NKRI

Kelompok 5 :

1. Rezki Yul Permatasari 4. Saiful Manabung


2. Wahyu Embarsari 5. Junaidi Hanafi
3. Harbun Fatmona 6. Susilawati Arman
SENGKETA AMBALAT INDONESIA -
MALAYSIA

Melalui pasal 1 Konvensi Montevideo, dalam pembentukan


suatu negara terdapat unsur-unsur pembentuknya, meliputi :
adanya penduduk, wilayah, kedaulatan, serta kemampuan
untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.

Wilayah merupakan salah satu unsur riil pembentuk negara,


dengan kata lain riil adalah dapat diamati secara fisik. Tak
jarang konflik antar negara yang terjadi pun berbau teritorial.
LATAR BELAKANG MASALAH

Blok Ambalat dengan luas 15.235 kilometer persegi, ditengarai


mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat
dimanfaatkan hingga 30 tahun.

Yang perlu digaris bawahi wilayah Ambalat adalah milik


Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
penandatanganan Perjanjian Tapal Batas Kontinen Indonesia-
Malaysia pada tanggal 27 Oktober 1969, yang ditandatangani di
Kuala Lumpur, telah diratifikasi pada tanggal 7 November 1969.

Hal ini kemudian menjadi dasar hukum bahwa Blok Ambalat


berada di bawah kedaulatan Indonesia.
Namun wilayah itu diklaim oleh Malaysia
melalui peta 1979 yang diterbitkan secara
sepihak. Malaysia membuat peta baru
mengenai tapal batas kontinental dan
maritim, Malaysia membuat perbatasan
maritimnya sendiri dengan memasukan
blok maritim Ambalat ke dalam
wilayahnya yaitu dengan memajukan
koordinat 4 10' arah utara melewati Pulau
Sebatik.
Malaysia memajukan koordinat 4 10' arah utara
melewati Pulau Sebatik masuk ke wilayah perairan
Sulawesi yang merupakan wilayah teritorial Indonesia.
Peta 1979 itu sudah diprotes Indonesia dan beberapa
negara Asia Tenggara lainnya. Sejak tahun 1980,
Pemerintah Indonesia terus menyampaikan protes
secara berkala, karena Malaysia telah melanggar
wilayah perairan yang berada di bawah kedaulatan dan
hak berdaulat Indonesia.
Pada 2005, dikagetkan kembali oleh pemberitaan
berbagai media massa yang memuat persoalan wilayah
perairan yang telah menjadi sengketa antara kedua
negara, Indonesia dan Malaysia. Wilayah yang
disengketakan tersebut tidak lain adalah di kawasan
Ambalat, sebelah timur kepala Pulau Kalimantan, yang
juga masih di perairan Laut Sulawesi. Negara Jiran itu
tiba-tiba mengklaim wilayah Indonesia merupakan
wilayah perairan mereka.
RUMUSAN MASALAH
Apa yang melatarbelakangi perilaku klaim Malaysia?

Apa saja yang menjadi dasar hukum bahwa blok


ambalat adalah milik Indonesia ?

Mengapa Indonesia tidak ingin membawa masalah


blok ambalat ke Mahkamah Internasional?

Bagaimana usaha yang dapat digunakan pemerintah


Indonesia untuk mempertahankan blok Ambalat
sebagai milik negaranya?
KERANGKA TEORI

Melalui United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun
1982, yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara. Negara - negara kepulauan
(Archipelagic States) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
seluas 200 mil laut di luar wilayahnya.
Hal ini kemudian telah dituangkan kedalam Undang-undang Nomor 17 tahun 1985
tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut).
Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) mencapai jarak 200 mil laut,
diukur dari garis dasar wilayah Indonesia ke arah laut lepas. Ketetapan tersebut
kemudian dikukuhkan melalui Undang undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS
1982) melahirkan delapan zonasi pengaturan (regime) hukum laut yaitu
:
I. Perairan Pedalaman (Internal Waters).
II. Perairan Kepulauan (Archiplegic Waters), termasuk di dalamnya
selat yang digunakan untuk pelayaran internasional.
III. Laut Teritorial (Teritorial Waters).
IV. Zona Tambahan ( Contingous Waters).
V. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusif Economic Zone).
VI. Landas Kontinen (Continental Shelf).
VII. Laut Lepas (High Seas).
VIII.Kawasan Dasar Laut Internasional (International Sea-Bed Area).
Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 mengatur pemanfaatan
laut sesuai dengan status hukum dari kedelapan zonasi pengaturan
tersebut.
Negara-negara yang berbatasan dengan laut, termasuk
Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah
perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut
territorial, sedangkan untuk zona tambahan, zona
ekonomi eksklusif dan landas kontinen, negara
memiliki hak-hak eksklusif, misalnya hak
memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di zona
tersebut. Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang
tidak dapat dimiliki oleh negara manapun, sedangkan
kawasan dasar laut internasional dijadikan sebagai
bagian warisan umat manusia.
A. Faktor yang mendasari Malaysia melakukan klaim atas
wilayah blok Ambalat
1. Segi Politik
Malaysia ingin memperluas wilayah negaranya, untuk mencapai kedaulatan
yang lebih atas wilayah tersebut. Dengan bertambahnya wilayah sehingga
meningkatkan kedaulatan, hal tersebut dapat meningkatkan pula harga diri
bangsanya di kancah Internasional.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa sistem hubungan internasional
bersifat anarki sehingga seperti tanpa aturan, siapa yang mempunyai power
(kekuatan) yang lebih besar ,maka dialah yang lebih berperluang
memperoleh keuntungan politik, dan tidak ada yang bisa mencegah suatu
negara untuk mencapai kepentingannya baik itu organisasi internasional
(PBB) ataupun hukum internasional (bagi negara mempunyai power yang
sangat besar), karena kepentingan nasional adalah segala-galanya bagi
negara ,tidak ada kepentingan lain selain mencapai kepentingan
nasionalnya.
Malaysia tergabung dalam British Common Wealth( negara- negara
persemakmuran Inggris) yang otomatis mem-back up pergerakan Malaysia
sendiri. Dan koalisi ini bisa dijadikan senjata politik tersendiri bagi
pertahanan Malaysia di dunia Internasional.
2. Segi Ekonomi

Keinginan Malaysia untuk memiliki kawasan perairan Ambalat adalah


karena di perairan tersebut terdapat sumber daya alam yang melimpah
yaitu minyak dan gas bumi yang diperkirakan masih sangat
menghasilkan dalam jangka waktu 30 tahun ke depan.
Di blok Ambalat, diperkirakan adanya kandungan minyak bumi 700 juta
sampai 1 miliar barel, serta gas bumi sekitar 40 triliun kaki kubik.
Kenyataan alam itu yang di perebutkan oleh Indonesia dan Malaysia.
Apabila kawasan itu jatuh ke tangan Malaysia , tentu saja membawa
keuntungan besar dari eksploitasi kawasan tersebut. Mereka juga dapat
menggunakan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar bagi negaranya
serta menjual dapat menjual pula ke perusahaan asing (shell). Dengan
begitu meningkatkan industrialisasi dan berdampak baik bagi
pendapatan domestik.
B. Dasar Hukum bahwa blok Ambalat adalah Milik
Indonesia
Adapun beberapa landasan maupun dasar hukum akan kepemilikin blok
Ambalat atas Indonesia. Antara lain:

1. Garis Pangkal Teritori menurut Konvensi Hukum Laut UNCLOS 1982


Seperti yang telah dijelaskan melalui kerangka teori, bahwa konvensi hukum
laut telah disepakati oleh negara- negara di PBB. Yang kemudian dituangkan
dalam UU No.17 Tahun1985.
Dalam KHL 1982, terdapat 3 cara penarikan garis pangkal laut teritorial atau
garis dari mana laut teritorial mulai diukur, yaitu cara penarikan garis
pangkal normal (normal baselines), cara penarikan garis pangkal lurus (
straight baselines), cara penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic
baselines).
Kemudian menjadikan luas wilayah perairan laut Indonesia bertambah
sekitar 2,7 juta Km2, menjadi 5,8 juta Km2. Indonesia memiliki sekitar
17.506 buah pulau dan dua pertiga wilayahnya berupa lautan
2. Garis Pangkal Kepulauan Indonesia menurut UU No.6 Tahun 1996
mengenai perairan Indonesia
Berdasar KHL 1982, Indonesia mengiplementasikannya melalui UU NO. 6
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Selanjutnya dalam pasal yang
menyatakan garis pangkal lurus yang menyatakan garis pangkal kepulauan
Indonesia tersebut dicantumkan dalam peta yang memadai untuk
menegaskan posisi Indonesia dengan dibuatnya titik- titik koordinat
geograis dan lebih lanjut diatur dalam PP.
PP tersebut tidak lain adalah PP No. 38 tahun 2002 tentang Daftar
Koordinat Geografis Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Karena adanya perubahan titik pangkal Pulau Sipadan dan Ligitan, Karang
Ungaran sebagai penggantinya, Karang Unarang terletak pada posisi 12 mil
di luar batas maritim Malaysia dan 12 mil di selatan Pulau Sipadan, batas
maritim klaim ini tidak pernah dibicarakan oleh Malaysia ke Indonesia.
Dengan dibangunnya mercusuar di atas Karang Unarang dapat menjadi
acuan bagi penarikan garis batas maritim laut teritorial , zona ekonomi
eksklusif , dan landasan kontinen. Sehingga Malaysia akan kehilangan
langkah untuk mengklaim Blok Ambalat yang mencakup landasan kontinen
dan perairannya sejauh 200 mil laut dari perbatasan maritim.
C. Penyebab Mengapa Indonesia Tidak Ingin Mengajukan Masalah Sengketa
Blok Ambalat ke Mahkamah Internasional

Sebenarnya masalah peng-klaiman blok Ambalat oleh Malaysia yang


seharusnya milik Indonesia bisa dikategorikan sebagai konflik sengketa
internasional. Karena Malaysia sudah melanggar perjanjian
internasional, melanggar hak , kepentingan dan kedaulatan negara lain,
yaitu Indonesia.
Alasan mengapa blok Ambalat tidak diajukan ke Mahkamah
Internasional adalah adanya trauma tersendiri semenjak lepasnya Pulau
Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002.
Lalu berlaku Yurisdiksi Eksekutif, dimana kewenangan negara untuk
mengatur undang-undang dan menerapkannya dan muncul sebagai
perlindungan terhadap laut yang hanya dapat dieksplorasi oleh
negaranya, serta bersifat eksklusif. Dalam pengertian tidak satupun pihak
yag dapat melakukan aktivitas demikian atau melakukan klaim atas
landas kontinen tersebut tanpa persetujuan dari negara pemilik
kewenangan.
D. Usaha yang Dapat Diterapkan Oleh Indonesia dalam Menyelesaikan
Konflik Ambalat

1. Melalui Departemen Luar Negeri (Kementerian Luar Negeri)


Penyelesaian mengunakan jalan diplomasi adalah cara yang tepat digunakan
dalam Ambalat, biasanya dengan menggunakan mediasi dan inquiry.
Pada dasarnya negosiasi hanya berpusat pada diskusi yang dilakukan pihak-pihak
yang terkait yaitu Indonesia dan Malaysia. Perbedaan persepsi yang dimiliki oleh
kedua negara yang diharapkan akan diperoleh jalan keluar dan menyebabkan
pemahaman atas inti persoalan menjadi lebih mudah untuk diselesaiakan.
Ada berbagai aspek dalam diplomasi luar negeri tersebut:
Pertama, departemen luar negri (DEPLU), peranan DEPLU diperlukan untuk
menjelaskan kepada pemerintah Malaysia bahwa blok Ambalat yang dianggap
milik negara asing itu ternyata adalah masuk kedalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
DEPLU menekankan pada soft diplomacy cara penyelesaian masalah secara
halus tetapi tetap mempertahankan misi dengan kuat tanpa merendahkan harga
diri bangsa indonesia.
Kedua, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) merupakan
komponen utama pertahanan negara yang berfungsi sebagai penegak hukum
laut. Peranan TNI AL menjaga kedaulatan negara dan integritas wilayah,
mempertahankan stabilitas dilaut, melindungi sumber daya alam dari berbagai
bentuk ganguan dan pelanggaran hukum di wilayah perairan yuridiksi nasional
Indonesia. Strategi yang dilakukan oleh TNI AL ialah menggelar operasi yang
di kategorikan sebagai tindakan preventif (pencegahan) dan resentif . Gelar
operasi pun dilancarkan pada wilayah perbatasan untuk menjaga agar kapal
Malaysia tidak melanggar kedaulatan Indonesia. Akan tetapi pihak Indonesia
lebih memilih cara diplomasi dalam menanggapi permasalahan ini, TNI AL pun
siap apabila memang di haruskan berperang melawan Malaysia untuk
mempertahankan perairan Ambalat tetap menjadi milik negara Indonesia.
Faktor eksternal eksternal peng-klaiman Malaysia yaitu ; menitik beratkan pada
hukum Internasional yang mengatur hukum laut. Peraturan yang terkait dengan
konflik Ambalat ini ialah UNCLOS. Yang menurut UNCLOS, zona maritim terbagi
atas beberapa zona dengan pengaturan dan hak yang berbeda. Zona teritorial adalah
zona Maritim yang ditarik 12 mil laut dan garis pangkal. Dalam kasus Indonesia,
garis pangkat yang digunakan adalah garis pangkal lurus kepulauan yang
merupakan hak Indonesia sebagai negara kepulauan. Diluar zona teritorial berlaku
sovereign rights, negara pantai untuk mengelola SDA wilayah tersebut. Letak
Sipadan dan Ligitan diutara laut sulawesi menimbulkan spekulasi kemungkinan
Malaysia dapat mengklaim atas kepemilikan zona maritim di wilayah peraira laut
Sulawesi (dimana Blok Ambalat berada). Namun spekulasi ini tidak dapat
dibenarkan, mengingat malaysia adalah negara pantai biasa bukan negara kepuluan.

Sejatinya menurut UNCLOS, dalam hal dua negara berhadapan dan terdapat klaim
tumpang tindih landas kontinen dan ZEE, negara-negara tersebut harus berunding
untuk menentukan batas-batas klaim masing-masing negara. Dalam hal ini tidak
dapat dibenarkan atas klaim Malaysia terhadap Ambalat dengan di perkuatnya
dasar hukum Indonesia berdasarkan ketentuan UNCLOS dan fakta empiris di
lapangan yang merujuk pembenaran bahwa Ambalat masih dalam wilayah
Indonesia.
KESIMPULAN

Demikian permasalahan mengenai konflik sengketa Ambalat antara


Malaysia dan Indonesia yang telah diulas. Ambalat memang patut untuk
dipertahankan. Dan Indonesia sebagai pemiliknya menurut landasan
hukum yang berlaku patut menjaganya. Lepasnya Pulau Sipadan dan
Ligitan menjadi pelajaran berharga bahwa, Indonesia harus lebih
memperhatikan pulau, perairan yang berada di kawasan perbatasan.
Sebagai aktor politik yang rasional Indonesia tidak mau secara gegabah
mengajukan permasalahan ini ke pada Mahkamah Internasional ataupun
memutuskan perang. Hal tersebut karena:
Melihat dukungan negara lain yang ada membantu Malaysia
Secara ekonomi Indonesia tidak siap bila harus bertarung lewat perang,
karena ada kebutuhan negara yang tak kalah pentingnya.
Membangun image di dunia Internasional bahwa Indonesia tidak arogan
dan ramah pada negara tetangga.
Akantetapi bukan berarti pemerintah Indonesia lepas tangan begitu saja
bila kedaulatan negara terancam. Melalui Deplu dan pertahanan militer
terbukti bahwa setidaknya ada upaya untuk mempertahankan wilayah
teritorial negara yang juga sebagai bentuk dari wilayah kedaulatan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai