Melawan :
1. Apakah penggugat yang berstatus sebagai anak angkat berhak atas harta waris?
1. Ya, karena dalam Hukum Adat maupun KHI memberikan hak pada anak
angkat untuk menerima sebagian dari harta waris
D. PERNYATAAN FAKTA
1. Bahwa dari perkawinan Pak Achmad Yakut dengan Ibu Siti Sabichis
mempunyai 2 (dua) orang anak laki-laki bernama :
1. Abdul Halim
2. Fatchul Isya’i
5. Bahwa Pak Ahmad Yakut, Ibu Siti Sabichis, Abdul Halim telah meninggal
dunia; Ibu Musyarofah masih hidup tetapi sudah bercerai; Museni tidak
diketahui keberadaannya sudah bercerai dan Jamilah masih hidup;
6. Bahwa Fatchul Isya’i telah meninggal dunia pada 24 Desember 1982, Ibu
Siti Chuzaima masih hidup;
7. Bahwa selama hidup Pak Achmad Yakut dan Ibu Siti Sabichis selain
meninggalkan ahli waris dan keturunannya tersebut di atas, juga
meninggalkan harta warisan berupa sebidang tanah sawah Buku Huruf C
Nomor 643 Persil Nomor 123, Kelas S.II, Luas ± 5.930 atas nama Mat
Yakut
8. Bahwa sejak meninggal Pak Ahmad Yakut dan Ibu Siti Sabichis belum
pernah dibagi waris baik kepada Abd. Halim maupun kepada Fatchul
Isya’i dan juga belum pernah dibagi waris kepada ahli warisnya, yaitu Para
Penggugat dan Tergugat;
9. Bahwa selama ini obyek sengketa telah dikuasai oleh para tergugat.
Penggugat telah mengupayakan penyelesaian secara kekeluargaan
mengenai pembagian harta warisan namun tidak berhasil;
E. ANALISIS
Hukum Waris Islam merupakan salah satu hukum waris yang berlaku di Indonesia
disamping adanya hukum waris barat/B.W dan Hukum Waris Adat. Salah satu
asas yang terdapat dalam Hukum Waris Islam adalah asas ijbari dimana asas ini
merupakan asas paksaan yang mengharuskan setiap orang islam tunduk dan patuh
terhadap ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya baik dari segi peralihan harta,
segi jumlah harta bagi masing-masing ahli waris, hingga penerimaan harta
peninggalan yang sudah ditentukan secara pasti. Hukum Waris Islam secara
normatif dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu Buku II tentang Kewarisan.
a. Ahli waris langsung (eigen hoofed) adalah ahli waris yang disebut dalam
Pasal 174 KHI;
Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam ditegaskan bahwa hak seorang ahli waris yang
telah meninggal dunia diberikan kepada keturunannya yang masih hidup sebagai
berikut:
a. Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris, maka
kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang
tersebut dalam Pasal 173;
b. Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris
yang sederajat dengan yang diganti.
Penggugat dalam kasus tersebut di atas adalah Agus Toha Fauzi yang merupakan
anak angkat dari pasangan suami-istri Fatchul Isya’i dan Siti Khuzaimah. Agus
Toha Fauzi diangkat sebagai anak oleh orangtua angkatnya sejak lahir dari
kandungan secara adat pada sebelum tahun 1982 yaitu sebelum Fatchul Isya’i
meninggal dunia. Fakta ini membantah alasan hukum hakim yang menyatakan
bahwa penggugat tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan terkait
harta waris karena pengangkatan anak tersebut tidak berdasarkan keputusan
pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 171 KHI huruf h. Pada kenyataannya
KHI disahkan dan berlaku mulai tahun 1991 sedangkan pengangkatan anak
tersebut terjadi pada tahun sebelum itu. Sehingga wajar apabila pengangkatan
anak secara adat dilakukan pada waktu itu sebagai hukum yang hidup dan berlaku
dalam masyarakat.
Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah kedudukan Penggugat merupakan anak
angkat dari Fatchul Isya’i. Hukum Islam tidak mengenal adanya pengangkatan
anak melainkan anak angkat hanya merupakan suatu bentuk kepedulian sosial di
mana status anak angkat tidaklah sama dengan anak kandung sehingga bukan
termasuk dalam ahli waris. Akan tetapi Hukum Waris Islam memberikan
ketentuan bahwa anak angkat berhak atas harta warisan yaitu melalui lembaga
hukum yang disebut dengan wasiat wajibah.
Wasiat wajibah adalah wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak
bergantung kepada kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia. Wasiat tetap
harus dilakukan baik diucapkan atau tidak diucapkan baik dikehendaki maupun
tidak dikehendaki oleh si yang meninggal dunia.. Jadi, pelaksanaan wasiat
tersebut tidak memerlukan bukti bahwa wasiat tersebut diucapkan atau ditulis atau
dikehendaki, tetapi pelaksanaannya didasarkan kepada alasan-alasan hukum yang
membenarkan bahwa wasiat tersebut harus dilaksanakan.
Dalam Kompilasi Hukum Islam orang tua angkat secara serta merta dianggap
telah meninggalkan wasiat (dan karena itu diberi nama wasiat wajibah) maksimal
sebanyak 1/3 dari harta yang ditinggalkan untuk anak angkatnya, atau sebaliknya
anak angkat untuk orang tua angkatnya, dimana harta tersebut dalam sistem
pembagiannya bahwa sebelum dilaksanakan pembagian warisan kepada para ahli
warisnya, maka wasiat wajibah harus ditunaikan terlebih dahulu.
F. KESIMPULAN