RAUSHAN ALJUFRI
1706048734
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA
DEPOK
NOVEMBER 2019
I. Pendahuluan
Untuk analisis ini, saya menggunakan Putusan Mahkamah Agung No. 656 K/Pdt.Sus-
Pailit/2013, suatu perkara kepailitan, tetapi berhubungan erat dengan isu penyelundupan
hukum mengenai kepemilikan tanah oleh orang asing. Putusan ini merupakan suatu hasil kasasi
dari Putusan PN SURABAYA Nomor 21/Plw.Pailit/2013/PN.Niaga.Sby Tahun 2013. Putusan
tersebut pun merupakan perlawanan dari Penetapan Nomor 09/PAILIT/2013/PN.Niaga.sby,
suatu penetapan kepailitan oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
a. Persona In Standi
Terhadap
b. Kronologis Perkara
a. Kejadian-kejadian sebelum Perkara
1. Pelawan, Robert William Foreman, adalah seorang Warga Negara Irlandia yang
membangun suatu Villa di Bali (Villa Bala Dewa 2, Umalas 2, Jalan Bumbak Uang P.
Karimata, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung,
Provinsi Bali.)
2. Karena Pelawan Pelawan tinggal di Irlandia, maka pembangunan villa mulai dari
pengurusan ijin, kontraktor, bahan-bahan dan semua yang berkaitan dengan villa,
diserahkan dan diurus oleh pihak lain, namun segala pembiayaan adalah dari Pelawan
sebagai pemilik Villa.
3. Tanah dimana Villa dibangun diatasnya tersebut dibeli oleh Pelawan, menggunakan
uang Pelawan, tetapi dilakukan atas nama seorang lain, yaitu Siti Ristati Isja Sadar,
S.H (Sertifikat Hak Milik Nomor 8766/Kelurahan Kerobokan).
4. Pelawan dan ST. Ristati Isja Sadar, SH membuat beberapa perjanjian didepan notaris,
yaitu:
a. Akta Nomor 73, perjanjian sewa menyewa tanah, akta yang dibuat secara
notariil dengan objek sewa sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor
8766/Kelurahan Kerobokan atas nama ST. Ristati Isja Sadar, SH., dan
bangunan yang akan didirikan oleh dan atas biaya pelawan;
b. Akta Nomor 74, pengakuan hutang dengan memakai jaminan, dalam akta
yang dibuai secara notariil tersebut ST. Ristati Isja Sadar, SH., mengakui telah
menerima pinjaman dari Pelawan sebesar Rp2.750.000.000.00. Nilai pinjaman
tersebut adalah nilai harga pembelian tanah yang dibeli oleh Pelawan dan atas
nama ST. Ristati Isja Sadar. Tanah kemudian "dijaminkan"" kepada Pelawan.
c. Akta Nomor 75, perjanjian pernyataan dan kuasa, dalam akta yang dibuat
secara notariil tersebut. ST. Ristati Isja Sadar. SH., mengakui bahwa uang
pembelian tanah serta bangunan adalah uang Pelawan, karenanya memberikan
kuasa yang tidak dapat dicabut kembali kepada Pelawan untuk melakukan
segala tindakan hukum terhadap tanah dan bangunan tersebut;
d. Akta Nomor 76, perjanjian kuasa menyewakan, akta yang dibuat secara
notariil tersebut memberikan hak kepada Pelawan untuk menyewakan tanah
dan bangunan yang akan didirikan tidak terkecuali disewakan kepada Pelawan
sendiri.
5. Dalam Pasal 10 Akta Nomor 74 tersebut, juga disepakati bahwa “Apabila kelak ada
perubahan peraturan perundang-undangan mengenai kepemilikan tanah bagi orang
asing, maka ST. Ristati Isja Sadar, SH., berjanji dan mengikat diri untuk membantu
Pelawan mengalihkan haknya kepada Pelawan.”
6. Sertifikat Hak Milik Nomer 8766/Kelurahan Kerobokan yang asli juga selalu berada
dan dipegang oleh Pelawan, sejak pembelian hingga saat perkara.
7. Beberapa waktu kemudian, atas kemauannya sendiri, ST. Ristati Isja Sadar, SH
mengajukan permohonan agar dinyatakan pailit melalui Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Surabaya, karena berhutang ke pihak-pihak lain.
8. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, melalui Putusan No.
09/Pailit/2013/PN-Niaga.Sby. menyatakan ST. Ristati Isja Sadar, SH memang Pailit
dan menetapkan Albert Riyadi Suwono, SH.,M.Kn. (Terlawan) sebagai Kurator
dalam perkara.
9. Setelah itu, harta sebagaimana diuraikan dalam Sertifikat Hak Milik Nomer
8766/Kelurahan Kerobokan di serahkan secara sukarela untuk dijadikan ‘Harta Pailit’.
Harta tersebut lalu dicatat dan disegel.
10. Bahwa atas kejadian ini, Pelawan mengajukan perlawanan terhadap pelawan
mengenai penyegelan tersebut, karena Pelawan merasa bahwa dia adalah pemilik asli
dari aset tersebut, sehingga tidak bisa dijadikan Harta Pailit.
Dari Perkara ini, kita dapat menyimpulkan beberapa masalah hukum yang dapat dibahas
dan dilakukan diskusi lebih lanjut. Karena pembahasan dalam tulisan ini khusus membahas
permasalahan penyelundupan hukum berkaitan dengan kepemilikan tanah oleh orang asing,
saya tidak akan teralu membahas isu-isu mengenai hukum kepailitan yang muncul dalam
perkara ini.
Kita dapat melihat bahwa ada beberapa pertanyaan yang muncul dari perkara ini, yaitu:
1. Apakah Kepemilikan Perlawan (Robert William Foreman) atas bangunan Villa di
Bali sah dan dapat dipertegakkan?
2. Apakah Perjanjian dan upaya-upaya lain yang dilakukan oleh Robert William
Foreman dan ST. Ristati Isja Sadar, SH. Suatu penyelundupan hukum?
3. Apakah Mahkamah Agung benar dalam menerapkan hukum dalam putusan ini?
IV. Analisis
V. Penutupan
Menurut saya, Mahkamah Agung telah benar dalam menerapkan hukum yang
ada. Walaupun perkara ini secara prima facie terlihat sebagai suatu perkara dimana
telah terjadi suatu penyelundupan hukum, sebenarnya tidak. Walaupun sepertinya
terlihat bahwa pelawan memang mencoba untuk memiliki hak milik atas tanah,
sesuatu hal yang terlarang, akan tetapi hal-hal yang dia telah peroleh tidaklah sama
dengan yang aslinya. Kepemilikan Pelawan atas Villa diperbolehkan oleh peraturan
perundang-undangan, dan Asas Pemisahan Horizontal memungkinkan bahwa seorang
pemilik bangunan tidaklah sama dengan pemilik Hak Milik atas Tanah. Oleh sebab
itu, maka perkara ini tidak termasuk dalam ‘penyelundupan hukum’. Ini juga karena
secara yuridis formal, tidak ada yang bertentangan dengan Hukum, dan tidak ada
penggunaan hukum asing untuk menghindar suatu akibat dari hukum Indonesia.
Daftar Pustaka
Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Buku IV. (Jakarta :PT Kinta
Djakarta). 1964
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang – Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Jilid 1, Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Djambatan,
Edisi Revisi 2007.