Anda di halaman 1dari 9

Konvensi Paris 1919

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Udara dan Ruang Angkasa

Disusun Oleh:

1. Sinta Puspa (0201128162113)

2. Nur Fathimah Azzahra Syafril (02011281621197)

3. Ayu Agustina (02011181621132)

Dosen Pengampu:

1. Fidelia, S.H.,M.H

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
1
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmaanirrahim.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas hidayah dan rahmat-Nya, penulis

dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Selama dalam proses

penyusunan makalah ini, tidak sedikit kendala yang dihadapi oleh penulis namun berkat bantuan

beberapa pihak, akhirnya penulisan makalah ini dapat penulis rampungkan walaupun penulis

mengakui bahwa masih terdapat sejumlah kekurangan di dalam makalah ini.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan

membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung mulai dari penyusunan makalah hingga

pemberian saran yang konstruktif khususnya kepada Tim Dosen pengasuh mata kuliah Hukum

Udara dan Ruang Angkasa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, yaitu kepada :

1. Fidelia, S.H., M.H

Demikian, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan

referensi bagi pembaca sekalian. Terima Kasih.

Indralaya, September 2019

Penulis

2
KONFERENSI PARIS 1910 DAN KONVENSI PARIS 1919

Moda transportasi udara baru lahir sejak permulaan abad ke-17, diawali dengan balon
udara dan berkembang menjadi pesawat udara. Pesawat udara dapat digunakan untuk
berbagai keperluan tidak hanya untuk keperluan transportasi udara tetapi dapat ppula
digunakan untuk keperluan militer untuk digunakan sebagai mata-mata tetapi pada saat itu
belum ada dasar hukum yang mengatur mengenai penerbangan dengan jelas. Prof. Ernest Nys
dalam laporannya kepada Institute of International Law tahu 1902 berpendapat masalahnya
bukan pada status udara melainkan terdapat pada penggunaan ruang udara. Ruangan dimana
terdapat udara yang menjadi tenaga dorong untuk pesawat dapat terbang.
Maka dari itu pada tanggal 10 Mei sampai 29 Juni 1910 diadakan Konferensi Paris
1990 yang dilatarbelakangi oleh banyaknya penerbangan di Eropa yang tidak
memperhatikan kedaulatan negara dibawahnya yang mana hal ini dapat membahayakan terlebih
jika pesawat udara yang digunakan pesawat militer untuk memata-matai yang dapat mengancam
keamanan negara dibawahnya. Dalam Konferensi ini Membahas masalah status hukum ruang
udara diatas wilayah daratan dan perairan suatu negara berdaulat. Konferensi ini terbatas pada
negara- negara Eropa. Agenda konferensi Paris ini beragendakan masalah-masalah teknis dan
operasional pesawat udara seperti perbedaan pesawat udara yang digunakan untuk militer dan
untuk sipil, navigasi penerbangan, pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara, dll. Mengenai
masalah mendasar mengenai ruang udara yang digunakan untuk penerbangan internasional
yang termasuk wilayah suatu negara sepakat tidak dibahas oelh Inggris dan Prancis karena hal
itu merupakan hak-hak prerogative untuk melakukan penerbangan dari suatu negara ke negara
lain.
Dalam konferensi Paris 1910 terdapat pendapat yang berbeda mengenai pengaturan
penerbangan Internasional dari Prancis, Jerman, dan Inggris. Prancis berpendapat bahwa
mengenai prinsip-prinsip abstrak sehubungan dengan hak-hak negara di atmosfer tidaklah terlalu
penting, pendirian Prancis berdasarkan prinsip teori kebebasan ruang udara yang dikemukan oleh
Fauchille dimana penerbangan diruang udara itu dapat dilakukan dengan bebas dan Negara tidak
dibenarkan untuk melakukan pembatasan apapun kecuali pembatasan tersebut diperlukan untuk
menjamin pertahanan dan keamanan Negara, melindungi penduduk serta harta benda mereka.
Namun dalam pendiriannya Prancis menganut kebebasan ruang udara yang pada hakikatya

3
hanya kebebasan semu karena kebebasan tersebut tetap dibatasi dan harus sesuai dengan
peraturan yang tercantum di Konvensi ini.
Jerman berprinsip bahwa negara memiliki kedaulatan penuh terhadap ruang udara yang
dapat digunakan (usable space) diatas daratan maupun diatas laut teritorialnya. Dalam konsep
yang diajukannya terdapat suatu pasal (pasal 11) yang mengatakan bahwa pesawat udara
negara anggota dibenarkan untuk tinggal landas, mendarat dan atau terbang melalui wilayah
udara negara anggota lainnya. Apabila pasal ini diterima maka merupakan penyangkalan
adanya hak lintas damai yang merupakan hukum kebiasaan internasional yang berlaku untuk
semua pesawat udara negara, karena konvensi hanya memberikan hak lintas damai kepada
pesawat udara negara anggota saja.
Inggris pada prinsipnya menyataakan bahwa pemilik tanah mempunyai hak-hak
keperdataan di ruang udara diatas wilayah secara penuh dan utuh terhadap ruang udara diatas
wilayahnya. Inggris bermaksud mengakui adanya kedaulatan yang penuh dan utuh terhadap
ruang udara yang dapat digunakan (usable space).
Konferensi Paris 1910 tidak berhasil mencapai pemecahan tentang peaksanaan
penyelesaian masalah mengenai ruang udara diatass wilayah Negara. Kegagalan tersebut
disebabkan :
a. Keberatan Inggris menerima usul perubahan undang-undang perdatanya khususnya
mengenai status hukum hak-hak milik perorangan dari si pemilik tanah di
ruang udara.
b. Tidak terdapat kata sepakat dalam konvensi untuk mengadakan perlakuan yang
sama kepada pesawat udara asing dan pesawat udara nasional.
c. Sebab yang paling penting adalah hal-hal yang bersifat teoritis.
Inggris, Jerman dan Prancis mengusulkan kompromi guna mencegah kegagalan Konferensi Paris
1910 tetapi hal tersebut tidak berarti. Sampai akhirnya Prancis berubah haluan dari penganut
teori kebebasan udara menjadi sependapat dengan jerman yang menyarankan hak-hak kedaulatan
negara terhadap ruang udara diatas wilayahnya. Pada umumnya negara peserta sependapat
tentang satu hal yaitu adanya hak-hak kedaultan negra terhadap ruang udara diatas
wilayahnya dan tidak satu negara yang menyangkal adanya hak untuk membatasi penerbangan
pesawat udara asing yang melintasinya. Hasil dari konferensi Paris 1910 adalah pokok- pokok
pembahasan mengenai:

4
a. Setiap negara mempunyai kedaulatan yang penuh dan utuh atas ruang udara
diatasnya.
b. Tidak ada hak lintas damai bagi segala macam pesawat udara asing di ruang
udara diatas wilayah negara.
Tindakan yang diambil oleh negara-negara di eropa setelah gagalnya Konferensi Paris 1910
adalah:
1. INGGRIS
Pemerintah Inggris melakukan tindakan sepihak melarang segala bentuk penerbangan
diatas wilayah udaranya termsuk daerah jajahan. Inggris mengeluarkan The Aerial
Navigation Act of 1911 yang melarang semua penerbangan dari dan atau ke wilayah
kedaulatan Inggris tanpa memperoleh izin terlebih dahulu.
2. PRANCIS
Prancis mengikuti tindakan sepihak Inggris, tanggal 21 November 1911 dikeluarkan
keputusan presiden yang melarang semua pesawat udara asing (sipil dan militer) terbang
diatas wilayah perancis tanpa izin dari pejabat yang berwenang terlebih dahulu.
3. JERMAN
Jerman juga menyataka berdaulat penuh diatas wilayah daratan maupun perairan di
samping itu jerman juga mengeluarkan The Air Navigation Bill of 1914 yang mengatur izin
pengangkutan penunmpang dan kargo komersial.
Negara-negara Eropa lainnya yang mengikuti jejak Inggris, Prancis dan Jerman
membuat peraturan mengenai kedaulatan terhadap ruang udara yang berada di wilayahnya.
Menjelang perang dunia pertama semua negara di Eropa tidak ada yang protes terhadap
tindakan sepihak yang mengatur ruang udara diatas wilayah Negara. Sampai pada pecahnya
perang dunia pertama semua negara di Eropa tidak protes terhadap tindakan sepihak yang
mengatur ruang udara di atas wilayahnya. Pecahnya perag dunia pertama menggangu
pembentukan dasr hukum penerbangan sipil internasional secara universal disamping itu
pertumbahan,produksi dan penggunaan pesawat udara kian meningkat. Setelah jerman dan
sekutunya dikalahkan pada November 1918 setengah tahun kemudian dibentuk komisi
perdamaian dengan tujuan utama menyiapkan konsep konvensi navigasi penerbangan
Internasional. Dan pada tahun 1919 diadakan Konferensi perdamaian komisi penerbangan
yang terdiri dari Amerika serikat,Prancis, Inggris Raya, Italia ditambah 2 perwakilan Jepang

5
dan 5 perwakilan dari berbagai kekuatan. Hasil dari konferensi ini adalah mengesahkan
beberapa aturan mengenai
a. Kedaulatan negara diatas daratan maupun perairan dan yurisdiksi diatas wilayah
udaranya
b. Pemberian maksimum kebebasan navigasi penerbangan
c. Perlakuaan khusus kapal perang dan pesawat udara negara
d. Hak lintas penerbangan tanpa mendarat dan melakukan pertolongan yang terjadi
dalam keadaan darurat
e. Pungutan bandara harus seragam tanpa diskriminasi
f. Kerjasama kompensasi antarnegara dalam hal kerugian disebabkan oleh pesawat
udara
g. Membentuk konvvensi yang tidak akan mengatur hak dan kewajiban negara
netral perang dunia pertama

Konvensi Paris 1919 berjudul Convention Relating to the Regulation og Aerial Navigation
ditandatangani tanggal 13 Oktober 1919 yng mengatur tentang :
1. Kedaulatan Wilayah Negara : terdapat dalam pasal 1 dimana pasal ini terbentuk
berdasarkan hukum kebiasaan internasional.
2. Penerbangan Lintas Damai : terdapat dalam pasal 2 yang menyetujui penerbangan
lintas damai pesawat udara yang sudah didaftarkan di Negara anggota lainnya,
ketentuan ini hanya berlaku bagi pesawat udara sipil negara anggota Konvensi
Paris.
3. Zona larangan terbang : terdapat dalam pasal 3 dan 4 dimana penetapan zona
larangan terbang atas pertimbangan kepentingan pertahanan dan kemanan nasional
dengan ancaman hukuman, peraturan ini tidak boleh diskrimansi terhadap pesawat
sipil nasional dengan pesawat sipil asing. NATO pernah menentapkan zona
larangan terbang (no flight zone) di Libya berdasarkan resolusi Dewan
Keamana PBB pada tahun 1973 dengan maksud melindungi kaum oposisi yang
melawan pasukan loyal Moammar Khadafi. Zona larangan terbang ang diatur pada
pasal 3 Konvensi Paris 1919 diubah dengan protocol yang ditandatangani tanggal
15 Juni 1929 dimana perubahan tersebut mengenai pemberian kekuasaan kepada

6
negara berdaulat utuk mengizinkan pesawt sipil nasional terbang di zona larang
terbang dalam keadaan darurat.
4. Zona larangan terbang juga diatur dalam Pasal 1 jo 9 KOnvensi Chicago 1944
dimana penetapan zona larangan terbang harus mempertimbangkan keamana
umum,pertimbangan militer, dilakukan dengan wajar,tidak bersifat
diskriminatif antara pesawat nasional dan asing dan tidak mengganggu
penerbangan nasional. Zona larang terbang harus diberitahukan kepada
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional dan negara anggota lainnya.
Apabila ada pesawat udara sipil yang kesasar di zona larangan terbang maka
pesawat udara negara yang mengejar tidak boleh menggunakan kekerasan apalagi
sampai menembak karena pesawat udara sipil tidak dipersenjatai sehingga
penembakan pesawat sipil tidak sesuai dengan ajaran hukum bela diri dan
merupakan pelanggaran HAM
5. Pedaftaran dan kebangsaan Pesawat Udara : pasal 5,6,7,8,9,10. Pesawat udara
harus mempunyai tanda pedaftaran dan kebangsaan dari tempat pesawat
didaftarkan. Sistem pendaftan yang digunakan adalah sistem tunggal guna
menghindari terjadinya kewargaan ganda karena setiap pesawat yang
didaftarkan akan mendapatkan kewarganegaraan. Sertifikat pendaftaran pesawat
udara dan peralatan radio (pasal 11-14)

Pasal 11: Mengatur tentang setiap pesawat yang melakukan penerbangan


internasioonal wajib menampilkan tanda pendaftaran, kebangsaan dan
alamat milik.
Pasal 13: mengatur tentang setiap pesawat yang melakukan penerbangan
internasional harus dilengkapi dengan sertifikat Kelaikudaraan yang
diterbitkan oleh negara pendaftar sesuai dengan Annex B Konvensi
Paris 1919 dan harus diakui oleh negara lain.
Pasal 14 : mengatur tentang peralatan radio dimana peralatan radio yang dibawa
harus dengan lisensi yang dikeluarkan oleh negara tempat pesawat
didaftarkan dan hanya dapat digunakan oleh awak pesawat yang
memiliki lisensi khusus.
6. Persetujuan Terbang (pasal 15-18)

7
Pasal 15 (1) : setiap sawat sipil negara anggota berhak melakukan penerbangan
diatas wilayah negara asing tanpa mendarat tetapi harus mengikuti
rute yang telah ditetapkan oleh negara dimana pesawat tersebut
melakukan penerbangan.
Pasal 16 : mengatur masalah keberatan dan pembatasan dimana setiap negara
berhak keberatan dan membatasi pengangkutan penumpang maupun
barang-barang berkenaan dengan kemanfaatan nasionalnya.
7. Keberangkatan dan Pendaratan (pasal 19-24)
Pasal 19 : pesawat udara yang melakukan penerbangan internasional harus
dilengkapi (i) sertifikat pendaftaran pesawat udara (ii) sertifikat
kelaikaudara (iii) sertifikat kecakapan kapten penerbangan (iv) sertifikat
awak pesawat (v) daftar nama penumpang bila mengangkut
penumpang (vi) kargo manifest bila mengangkut barang (vii) buku
catatan penerbangan
Pasal 21 : otoritas penerbangan berwenang melakukan pemeriksaan semua
dokumen penerbangan internasional pada saat keberangkatan maupun
pendaratan apabila penerbangan tidak dilengkapi dokumen yang
ldiperlukan maka otoritas penerbangan berwenang melakukan
tindakan pencegahan/menahan pesawat udara agar tiddak bisa
terbang.
Terdapat aturan diskriminatif dalam Konvensi Paris 1919 ini dimana hanya
diberlakukan untuk negara anggota konvensi seperti halnya bantuan dalam pendaratan
darurat yang hanya dapat diberikan kepada pesawat negara anggota.
Pasal 24 : setiap Bandar udara harus mempunyai tariff / pungutan yang
sama antara pesawat nasional dengan asing tetapi aturan ini hanya
berlaku untuk negara anggota konvensi paris 1919.
8. Larangan Pengangkutan (pasal 26-29)
Mengatur larangn pengangkutan bahan peledak,senjata dan amunisis, peralatan
fotografi dalam penerbangan internasional.

8
9. Klasifikasi pesawat udara (pasal 30-33)
Menurut pasal 30, pesawat udara terdiri dari 3 jenis yaitu pesawat udara
militer,pesawat udara yang digunakan dinas pemerintahan dan pesawat udara
lainnya. Selain pesawat udara militer,bea cukai dan kepolisian harus diperlakuakan
sebagai pesawat udara sipil. Pesawat militer hanya boleh terbang di wilayah negara
lain berdasarkan persetujuan terlebih dahulu
10. Komisi Navigasi Penerbangan Internasional (CINA)
Diatur dalam pasl 34 membentuk suatu komisi Internasional dibawah otoritas
LBB.
11. Pengumpulan dan penyebaran statistic (pasal 35)
Negara anggota harus berkerja sama untuk mengambil langkah-langkah pengumpulan
dan penyebarluasan statistic, infomasi meteorology terkini, mempublikasikan peta-peta
navigsi penerbangan dan penggunaan sarana telegrafi penerbangan serta
pengaturannya.

Anda mungkin juga menyukai