Anda di halaman 1dari 7

Pertanyaan Hakim

1. Sudah berapa kali Saudara dihadirkan sebagai Ahli dalam persidangan dan
apakah Saudara pernah memberikan pendapat dalam perkara yang sama
seperti perkara ini?
Jawab :
Sudah 4 kali Pak dan Saya juga sudah pernah beberapa kali memberikan
pendapat dalam perkara yang sama seperti perkara ini.
2. Sudah berapa lama Saudara mendalami bidang keilmuan Saudara?
Jawab :
Saya mulai mempelajari terkait ilmu hukum perdata sejak saya menjadi
mahasiswa hukum Saya mulai mendalaminya sejak Saya mengambil konsentrasi
hukum perdata hingga akhirnya Saya memutuskan untuk menjadi Dosen di
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dimana Saya khusus mengajar mengenai
hukum perdata. 
3. Bisa Saudara sebutkan judul disertasi Saudara?
Jawab :
Judul disertasi Saya adalah “Analisa Terhadap Adanya Pembatalan Perjanjian Jual
Beli Tanah Sebab Adanya Penipuan Data di Hadapan Notaris Berdasarkan
Putusan Perdata No. 161/Pdt.G/2007 PN Mdn.”
4. Bisa Saudara Ahli jelaskan mengenai hubungan tindak pidana penipuan atau
penggelapan apabila ditinjau dalam ranah hukum perdata?
Jawab :
Secara sederhana, hubungan tindak pidana penipuan atau penggelapan dengan
hukum perdata itu biasanya terletak pada objeknya, yang mana dalam kasus
tindak pidana penipuan ataupun penggelapan besar kemungkinan objeknya ialah
objek dari berbagai macam jenis perjanjian. Selain itu yang mulia Hakim, tindak
pidana penipuan ataupun penggelapan ini seringkali berhubungan secara
langsung dengan wanprestasi.
5. Lalu apa yang membedakan antara penipuan atau penggelapan dengan
wanprestasi?
Jawab : 
perbedaannya terletak pada niat debitur untuk melakukan prestasi. Maka unsur
yang harus dipenuhi apabila perkara perdata berupa wanprestasi dapat
dilaporkan pidana penipuan apabila perjanjian telah dibuat dengan memakai
nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan.
6. Berdasarkan keilmuwan saudara, bisa saudara ahli jelaskan apa itu prestasi?
Jawab : 
Baik yang mulia Hakim, berdasarkan keilmuwan saya, prestasi menurut
ketentuan pasal 1234 KUH Perdata adalah setiap perikatan untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
 
Pertanyaan JPU
1. Saudara Ahli bisa dijelaskan bagaimana hubungan antara perbuatan pidana
dengan suatu perkara perdata?
Jawab :
Apabila suatu perbuatan terindikasi memiliki suatu unsur perdata atau dapat
diselesaikan secara perdata, maka perbuatan tersebut akan diselesaikan dulu
secara perdata, melalui somasi, mediasi ataupun alur litigasi dalam penyelesaian
perkara perdata. Apabila dalam penyelesaian perkara dengan ranah perdata
tersebut tidak menimbulkan titik terang dan ditemukan adanya unsur pidana
maka perkara dan perbuatan tersebut akan diselesaikan secara hukum
berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku. Hal ini juga sesuai dengan salah
satu asas dalam hukum yakni asas ultimum remedium dimana pidana adalah
jalan terakhir. artinya, apabila suatu perkara atau perbuatan masih dapat
diselesaikan melalui jalur selain pidana, jalur itulah yang seharusnya dipilih dan
diutamakan.
2. Apakah bisa saudara ahli jelaskan, batas pembeda antara tindak pidana
penipuan ataupun penggelapan dengan wanprestasi?
Jawab : 
Bisa Ibu Jaksa Penuntut Umum, untuk batas pembeda antara wanprestasi dan
penipuan terletak pada tempus delicti ketika kontrak itu ditutup/ditandatangani.
Apabila setelah (post factum) kontrak ditutup, diketahui adanya tipu muslihat,
keadaan palsu atau rangkaian kata bohong dari salah satu pihak, maka
perbuatan itu merupakan wanprestasi. 
3. Menurut saudara ahli, bilamana terjadi pengingkaran perjanjian, hal
tersebut termasuk perbuatan melawan hukum atau wanprestasi?
Jawab :
Biasanya seseorang dikatakan wanprestasi jika melanggar suatu perjanjian yang
telah disepakati dengan pihak lain sedangkan seseorang dikatakan melakukan
perbuatan melawan hukum jika perbuatannya bertentangan dengan hak orang
lain atau dengan kewajiban hukumnya sendiri atau bertentangan dengan
kesusilaan.
4. Lalu, dalam perkara ini apakah terdakwa melakukan wanprestasi?
Jawab : 
Dalam perkara ini, terdakwa dengan korban membuat perjanjian utang-piutang
secara lisan yang mana tidak diatur dalam perjanjian tersebut bahwa terdakwa
tidak boleh menjual surat yang dijaminkan dalam jangka waktu perjanjian utang
piutang itu berlangsung. Sehingga tindakan terdakwa bukan termasuk
wanprestasi karena tidak adanya kesepakatan yang mendahului antara terdakwa
dengan korban. Namun, terdakwa tetap melakukan perbuatan melawan hukum
yang mana terdakwa menjual kembali SHM yang masih menjadi hak korban.

Pertanyaan PH
1. Saudara ahli, menurut keilmuan saudara apakah perkara pidana yang terjadi
ini meliputi urusan keperdataan?
Jawab :
Iya Pak, berdasarkan keilmuan saya, perkara pidana yang mana meliputi tindak
pidana penipuan atau penggelapan ini juga meliputi urusan keperdataan, yakni
dalam prosesnya terdapat perjanjian.
2. Bisa saudara jelaskan, jenis perjanjian apa yang terjadi?
Jawab :
Bisa Pak, dalam perkara ini terdapat perjanjian utang-piutang antara terdakwa
dengan korban.
3. Perjanjian utang piutang itu seperti apa?
Jawab : 
Perjanjian utang piutang sama dengan perjanjian pinjam meminjam, telah diatur
dan ditentukan dalam Bab Ketiga Belas Buku Ketiga KUHPerdata, dalam Pasal
1754 KUHPerdata yang secara jelas menyebutkan bahwa, “Perjanjian Pinjam-
meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.
4. Selanjutnya, bisa saudara ahli jelaskan apa yang menjadi objek perjanjian
utang piutang?
Jawab :
Objek dalam perjanjian pada umumnya sama, yakni berupa barang yang dapat
diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata), barang yang dapat ditentukan
jenisnya ( Pasal 1333 KUH Perdata) Tidak menjadi masalah jika untuk sekarang
jumlahnya tidak bisa ditentukan, yang jelas dikemudian hari jumlahnya dapat
ditentukan, dan barang-barang yang akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 ayat
(2) KUH Perdata) 
5. Kapan perjanjian utang piutang tersebut dikatakan telah terjadi?
Jawab :
Ketika sudah ada kata sepakat dan sudah ada penyerahan barang dari kreditur
ataupun debitur, maka perjanjian hutang piutang tersebut bisa dikatakan telat
terjadi.
6. Siapa saja para pihak dalam perjanjian tersebut? 
Jawab :
Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian utang-piutang yaitu adanya Kreditur
dan Debitur. Kreditur atau yang sering juga disebut dengan pihak yang memberi
pinjaman utang (pihak yang berpiutang). Dalam Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
pada Pasal 1 angka 2 telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kreditur
adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang
yang dapat ditagih di muka pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan
debitur atau yang sering disebut dengan pihak yang menerima pinjaman utang
(pihak yang berutang), dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada Pasal 1 angka 3
telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Debitur adalah orang yang
mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di
muka pengadilan.
7. Baik, bisa saudara jelaskan syarat sah dan unsur dari perjanjian tersebut
seperti apa?
Jawab:
Secara garis besar unsur-unsur perjanjian itu sama, yakni adanya kata sepakat
dari dua pihak atau lebih, kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada
para pihak, keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum,
akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban yang lain atau
timbal balik, dan dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan.
8. Jadi, menurut saudara apakah terdakwa ini secara sah melakukan perjanjian
hutang piutang dengan korban?
Jawab : 
Iya betul Pak, terdakwa dan korban secara sah dan memenuhi unsur-unsur
melakukan perjanjian hutang piutang.
9. Menurut saudara ahli apakah perjanjian yang terjadi antara terdakwa
dengan korban telah memenuhi syarat sah dan unsur perjanjian utang
piutang?
Jawab:
10. Lalu apa yang terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya
dalam suatu perjanjian berdasarkan hukum perdata?
Jawab :
Jika salah satu pihak sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang
dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi, dan/atau melakukan
apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan, maka pihak tersebut telah
lalai atau melakukan wanprestasi.
11. Bisa Saudara Ahli jelaskan bagaimana suatu perbuatan dapat dikatakan
sebagai wanprestasi?
Jawab :
Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji
atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena tidak melaksanakan apa
yang telah diperjanjikan maupun malah melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukan. pada umumnya, seseorang dinyatakan lalai atau
wanprestasi karena ia sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang
dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan melakukan apa
yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan. Dalam hal ini, suatu perbuatan
dapat dikatakan sebagai wanprestasi apabila para pihak tidak melakukan apa
yang seharusnya dilakukan dan disepakati dalam perjanjian.
12. Bisa Saudara Ahli jelaskan batasan antara perbuatan melawan hukum dan
wanprestasi?  
Jawab :
Batasannya antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi ini dapat dilihat
dari beberapa hal, seperti dasar hukum, timbulnya hak menuntut, dan tuntutan
ganti rugi. Ditinjau dari sumber hukumnya, wanprestasi diatur dalam Pasal 1243
BW dan timbul dari persetujuan (agreement) dan untuk perbuatan melawan
hukum diatur dalam Pasal 1365 BW dan timbul akibat perbuatan seseorang.
sementara itu, dalam wanprestasi hak menuntut ganti rugi timbul dari Pasal
1243 BW yang pada prinsipnya membutuhkan pernyataan lalai (somasi)
sedangkan pada perbuatan melawan hukum hak menuntut ganti rugi karena
perbuatan melawan hukum tidak memerlukan somasi sehingga kapan saja
terjadi perbuatan melawan hukum, pihak yang dirugikan langsung mendapat hak
untuk menuntut ganti rugi. Selain itu, batasannya dapat dilihat dalam tuntutan
ganti rugi yakni dalam wanprestasi telah diatur tentang jangka waktu
perhitungan ganti rugi yang dapat dituntut, serta jenis dan jumlah ganti rugi yang
dapat dituntut dalam wanprestasi sedangkan dalam perbuatan melawan hukum
tidak diatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi, dengan demikian dapat
digugat ganti rugi nyata dan kerugian immaterial. Yang terakhir, dalam
wanprestasi penggugat tidak dapat menuntut pengembalian pada keadaan
semula (restitutio in integrum) sedangkan dalam perbuatan melawan hukum
penggugat dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula.
13. Lalu, menurut saudara ahli, dalam kasus tindak pidana yang dilakukan
terdakwa bagaimana penyelesaian dengan kasus perdata yang juga terjadi?
Jawab : 
Berdasarkan keilmuwan saya, perkara pidana seharusnya ditunda terlebih dahulu
prosesnya, hingga gugatan perdata yang diperiksa memiliki putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Anda mungkin juga menyukai