Anda di halaman 1dari 4

Universitas Bung Karno

Fakultas / Kelas : Hukum/ 2IHP1


Kelompok 2 :
 Kevin Sugiantoro ( Ketua Kelompok/Kordinator )
 Rahmat Makky
 Julianto
 Siga Ali Tamher
 Nour Nadya
 Sava Ayu
 Mawarni Sinambela
 Silvia Debora

1. Apa pertimbangan perjanjian tidak harus tertulis ?


Perjanjian menurut KUHPerdata Pasal 1313 adalah  "suatu perbuatan dimana satu orang
atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih". Sepanjang perjanjian itu
dilakukan dengan tidak melanggar Undang-undang maka perjanjian itu adalah sah. Hal ini
terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian yang
harus dipenuhi yaitu 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk
membuat suatu perikatan; 3. suatu pokok persoalan tertentu; 4. suatu sebab yang tidak
terlarang.
Oleh karena perjanjian adalah suatu janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan, maka suatu perjanjian harus menyebutkan
apakah perjanjian itu dilakukan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Terhadap
perjanjian dengan memberatkan maka perlu disebutkan dan dijelaskan apa saja yang harus
diberikan, dilakukan atau tidak dilakukan. Hal ini dapat kita lihat pada pasal 1319
KUHPerdata "Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan.
Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan
memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu
persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk
memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu"
Suatu perjanjian sebaiknya dilakukan dengan tertulis meskipun suatu perjanjian
tidak harus dilakukan dengan tertulis. KUHPerdata tidak mengatur apakah suatu
perjanjian harus dilakukan dengan tertulis atau tidak tertulis sehingga KUHPerdata
memberikan kebebasan bagi mereka yang mengikatkan diri untuk melakukan suatu
perjanjian dengan tertulis atau tidak dengan tertulis. Bedanya pada pembuktian
namun ada beberapa perjanjian yang harus tertulis kalua tidak ada batal contoh
perjanjian kerja,perjanjian kawin,perjanjian hibah,perjanjian perdamaian
Perjanjian tidak tertulis adalah sah sepanjang memenuhi ketentuan dalam KUHPerdata
Pasal 1320 mengenai syarat sahnya suatu perjanjian. Akan tetapi perjanjian tidak tertulis ini
akan mengalami kesulitan dalam hal pembuktian terhadap gugatan yang diajukan ke
pengadilan manakala  pihak yang digugat tidak mengakui adanya perjanjian tersebut (ingkar)
dihadapan hakim (Pasal 1927 KUHPerdata "Suatu pengakuan lisan yang diberikan di luar
sidang pengadilan tidak dapat digunakan untuk pembuktian, kecuali dalam hal pembuktian
dengan saksi-saksi diizinkan."). Hal mengenai pengakuan yang dapat dijadikan sebagai
pembuktian ini dapat kita lihat pada KUHPerdata Pasal 1923 s/d Pasal 1928. Disamping tidak
adanya pengakuan dari pihak yang digugat, kendala yang mungkin akan dihadapi adalah
saksi-saksi (lebih dari satu orang) yang mendengar dan melihat langsung ketika perjanjian itu
diadakan (Pasal 1905 KUHPerdata "Keterangan seorang saksi saja tanpa alat pembuktian
lain, dalam Pengadilan tidak boleh dipercaya"). Hal tentang pembuktian dengan saksi ini
terdapat pada Pasal 1906 s/d Pasal 1912 KUHPerdata. Secara keseluruhan mengenai
pembuktian ini dapat kita lihat pada KUHPerdata Buku ke IV (keempat) tentang Pembuktian
dan Kedaluwarsa, yaitu 1) Pembuktian dengan Tuliasan, 2) Pembuktian dengan saksi-saksi,
3) Pembuktian dengan Persangkaan, 4) Pembuktian dengan Pengakuan dan 5) Sumpah
dihadapan Hakim. Kesulitan dan kendala serta minimnya alat bukti yang diajukan dalam
pembuktian di pengadilan akan berakibat ditolaknya gugatan tersebut.

2. Mengapa dalam BW tidak diatur pengertian perikatan ?

a. Persetujuan adalah bertemunya 2 kehendak


b. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Perjanjian terjadi ketika terbentuk persetujuan.
c. Perikatan akan muncul ketika perjanjian sudah ada atau terbentuk
Alasan mengapa pengertian perikatan tidak diatur dalam BW
a. Jadi dari perjajian timbulah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang
disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.  
Perjanjian adalah sumber perikatan.
b. Berdasarkan buku hukum perjanjian prof subekti mengatakan bahwa perikatan itu
suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau
suatu peristiwa
c. Seperti yang kita ketahui bahwa BW/KUHPerdata Indonesia merupakan hukum yang
berasal dari belanda yang diberlakukan di Indonesia, pada waktu itu mungkin belum
ada istilah mengenai perikatan melainkan hanya perjanjian saja Karena seringnya
perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat pada waktu itu. Sehingga belum ada
pengertian,penjelan,aturan tentang perikatan dalam BW melainkan hanya membuat
pengertian,penjelasan,aturan tentang perjanjian saja.

3. Mengapa somasi hanya diperlukan untuk no 2 wanprestasi yang lain tidak


perlu?
Menurut prof subekti
Apabila si berhutang tidak melakukan apa yang djanjikannya maka dikatakan ia
melakukan wanprestasi. Ia alpa/lalai atau ingkar janji atau juga ia melanggar perjanjian bila ia
melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukannya
Macam- macam wanprestasi
a. Tidak melaksanakan sama skali prestasi yang dijanjikan
b. Terlambat melaksanakan prestasi
c. Melaksanakan prestasi tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan
d. Melaksanakan apa yang dilarang dalam perjanjian
Mengenai perjanjian untuk menyerahkan suatu barang/untuk melakukan suatu perbuatan
jika dalam perjanjian tidak ditetapkan batas waktu nya tapi si brhutang akan dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang ditentukan ,pelaksanaan prestasi itu harus ditagih lebih dahulu
kpada debitur itu harus diperingatkan bahwa kreditur menghendaki pelaksaan perjanjian.
Kalau prestasi dapat seketika dilakukan misalnya dalam jual beli suatu barang tertentu yang
sudah di tangan penjual maka prestasi tadi(dalam hal ini menyerahkan barang
tersebut)tentunya juga dapat dituntut seketika. Apabila prestasi tidak seketika dapat
dilakukan,maka si berhutang perlu diberikan aktu yang pantas, misalnya dlm jual beli barang
yang belum berada di tangan penjual,pembayaran kembali uang pinjaman dan lain
sebagainya. Tentang bagaimana cara mempeingatkan seorang debitur pada pasl 1238
KUHPdt.
Apabila seorang debitur sudah diperingatkan dengan tegas ditagih janjinya maka jika ia
tidak tetap melaksanakan prstasinya ia berada dalam keadaan lalai dan terhadapap di adapt
diperlakukan sanks-sanksi seperti ganti rugi ,pembatalan perjanjian,peralihan risiko
Alasan somasi hanya berlaku untuk wanprestasi point 2 adalah karena prestasi belum
dilaksanakan sehingga perlu diperingati atau somasi terlebih dahulu karena prestasi tersebut
belum tentu gugur atau batal. Jika ia melakukan prestasi setelah diperingatkan atau somasi
diberikan kepadanya maka prestasi tersebut tidak gugur. Sedangakan poin 1,3,4 sudah pasti
merupakan kelalaian atau wanprestasi sehingga tidak perlu somasi atau peringatan melainkan
berlakunya sanksi-sanksi sebagai akibat wanprestasi. Misalnya ketika kedua orang atau lebih
melakukan perjanjian membangun suatu gedung,kemudian bahan bangunan yang dipakai
tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan maka tidak mungkin gedung tu dirobohkan lagi
melaikan pihak pembangun harus membayar ganti rugi yang sesuai

4. Mengapa di Indonesia tidak bisa dibuat undang-undang yang bersifat


monolistik (satu hukum)?
Karena Indonesia merupakan negara yang pluralistik hal ini disebabkan factor ethnis dan
factor yuridis yaitu seperti pasal 163 IS dan 131 IS(island staat reglement)
Keadaan hukum perdata di Indonesia
a. Hukum perdata yang bersumber pada BW
b. Hukum perdata yang bersumber pada hukum adat
c. Hukum perdata yang bersumber pada hukum islam
Jadi Indonesia merupakan negara yang terdiri dari suku, agama,ras,adat yang beraneka
ragam dimana setiap suku mememilik sub suku-suku lagi dan memiliki sub-sub adat atau
agama masing- masing yang berbeda-beda maka dari itu Undang-undang yang besifat
monolistik tidak relevan atau tidak cocok dengan Indonesia. Misalnya adat orang batak yang
mengatur alur keturunan memakai patrilineal atau garis bapak sedangkan orang Minangkabau
memakai matrilineal atau garis keturunan ibu

5. Apa tujuan dari pembuktian dalam suatu sengketa atau perkara hukum?
Pada hakekatnya tujuan pembuktian adalah untuk menghasilkan suatu putusan, yang
menyatakan salah satu pihak menang, pihak yang lain kalah (jika merupakan peradilan yang
sebenarnya), atau untuk menghasilkan suatu penetapan (jika pengadilan voluntair atau
peradilan semu). Jadi, tujuan pembuktian adalah putusan hakim yang didasarkan pada
pembuktian itu.
Segi yang kalah dalam perkara perdata tentunya secara formal yuridis menjadi pihak
yang merugi atau menjadi pihak yang di kenakan hukuman. Sama halnya jika terdakwa
dalam perkara pidana terbukti bersalah, akan dijatuhi sanksi pidana.
Sehubungan dengan hal tersebut, apakah dihukumnya pihak itu merupakan akibat dari
perbuatan hukum yang pernah dilakukannya? Dengan perkataan lain apakah perbuatan yang
dilakukan dengan hukuman yang diterimanya merupakan suatu hubungan sebab akibat?
Mengenai permasalahan ini, hans kelsen mengemukakan salah satu teori yang terkenal
sebagai “ toerekeningstheoris” (teori pertanggung jawab).
Menurut teori hans kelsen yang kemudian diikuti oleh paul Scholten itu, tindakan
yang dilakukan seseorang sehingga ia dihukum, bukan merupakan hubungan sebab akibat.
Artinya bahwa hukuman yang diterimanya bukanlah akibat dari perbuatannya,
melainkan bahwa hukuman itu merupakan pertanggung jawaban atau perbuatannya sendiri.
Oleh karena itu, pembuktian adalah putusan hakim yang didasarkan pada pembuktian
itu, maka disini terbukti lagi betapa besarnya peranan hukum pembuktian didalam
menentukan kalah menangnya pihak-pihak yang berperkara.
Sebagai tujuan akhir dari pembuktian itu tentu saja sejalan dengan tujuan dari hukum
pada umumnya, di sini kita harus ingat lagi, bahwa hukum pembuktian hanya subsistem dari
sistem hukum secara keseluruhan.
Apakah tujuan hukum itu? Tujuan hukum adalah:
a. Gerachtgkeit (keadilan)
b. Zwegkmassigkeit (kemanfaatan)
c. Rechtsicherheit (kepastian hukum)
Hukum itu timbul pada hakikatnya disebabkan karena terjadinya konflik diantara
berbagai kepentingan manusia (conflict of human interest). Akibat konflik antar-kepentingan
itu sehingga menghendaki adanya penyelesaian fungsi hukum.
Khususnya hukum acara perdata, tujuan pembuktian di dalamnya untuk
menyelesaikan persengketaan antara pihak yang berperkara. Kita selalu harus ingat, bahwa
proses perdata
adalah proses penyelesaian persengketaan antara dua pihak. Berbeda dengan proses pidana,
dimana tidak terdapat persengketaan antara jaksa dan terdakwa.
Karena itulah selaras dengan tujuan hukum pada hakikatnya, maka dengan
pembuktian dalam proses perdata, bertujuan menyelesaikan persengketaan antara pihak yang
berperkara, dengan jalan yang seadil-adilnya, dengan memberi kepastian hukum baik bagi
pihak yang berperkara maupun terhadap masyarakat pada umumnya, dengan tidak melupakan
kemanfaatan putusan hakim itu terhadap masyarakat pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai