Kata sepakat disini artinya bahwa kedua pihak yang membuat perjanjian haruslah sepakat atau
menyetujui hal-hal yang diperjanjikan, yang dimana dalam ini kesepakatan tersebut tidak boleh terjadi
karena adanya unsur paksaan, penipuan ataupun kekhilafan. Namun jika terjadi penipuan maka
penipuan tersebut dapat menjadi alasan batalnya suatu perjanjian seperti yang di atur dalam pasal 1328
KUHPerdata
Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap. Namun, Pasal
1330 KUH Perdata memberikan pengecualian dengan penjelasan “ada beberapa orang yang tidak
cakap untuk membuat perjanjian”, yaitu:
Berarti dalam membuat suatu perjanjian harus ada hal yang diperjanjikan atau objek perjanjiannya
haruslah jelas. Dalam Pasal 1333 KUH Perdata ayat 1 menyatakan bahwa suatu perjanjian harus
mempunyai pokok suatu benda (zaak) yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya.
Artinya sahnya suatu perjanjian tidak boleh memperjanjikan sesuatu yang dilarang. Seperti yang
diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata menjelaskan bahwa “suatu sebab adalah terlarang, jika sebab
itu dilarang oleh undang-undang atau apabila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau
dengan ketertiban umum.” Contohnya itu seperti melakukan perjanjian jual beli barang haram
narkotika, atau perjanjian perdagangan orang/manusia.
08123751735
- Perikatan tugas dgn pertanyaan apakah legal anak dibawah umur melakukan jual beli online?
Pkoknya merujuk ke pasal 1320 kuhper tentang syarat sahnya perjanjian yaitu harus "cakap" apakah
anak di bawah umur bisa di katakan "cakap" dalam membuat suatu perjanjian?
Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat dua jenis syarat sah perjanjian yaitu syarat subjektif
dan syarat objektif. Untuk syarat kecakapan termasuk ke dalam syarat subjektif. Kecakapan di atur
dalam Pasal 330 KUHPerdata menyatakan bahwa seseorang cakap hukum apabila telah berusia
21 tahun. Apabila syarat subjektif ini tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak dapat meminta
agar perjanjian tersebut dibatalkan. Pihak yang meminta pembatalan, adalah pihak yang tidak cakap
atau pihak yang memberikan kesepakatan (perizinannya) secara tidak bebas. Perjanjian yang telah
dibuat akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak ada
pembatalan (oleh hakim) atas permintaan para pihak.
Apabila dikaitkan dengan fakta yang ada, maka apabila transaksi jual beli online dilakukan oleh anak
di bawah umur, maka perjanjian transaksi tersebut tidak memenuhi syarat subjektif. Sehingga,
perjanjian tersebut bukan batal demi hukum, melainkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan atas
kehendak salah satu pihak. Kemudian perjanjian tersebut bisa saja dilanjutkan apabila para pihak
berkehendak untuk melanjutkannya
A. Menurut Pasal 330 KUHPerdata, seseorang cakap hukum apabila telah berusia 21 tahun.
Konsekuensi tidak terpenuhinya syarat subjektif yaitu perjanjian dapat dibatalkan.
B. https://dntlawyers.com/jual-beli-online-oleh-anak-di-bawah-umur-apakah-sah-secara-hukum/
Pasal ini menjelaskan secara sederhana tentang menggambar adanya 2 pihak yang saling
mengikatkan dirinya (contoh : orang berpacara sudah mengikatkan diri (objeknya adalah
pacarana/perkawinan) (subjek hukumnya adalah suami dan istri) lalu di buatkan akte secara tertulis
mengapa harus tertulis? Karena sebagai alat bukti, alat bukti terkuat yang dapat di buktikan di
hadapan hukum
Prestasi adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu
Sampai di materi 1314 tentang perjanjian yang dilakukan Cuma-Cuma contohny adalah tukang pijet
yang mijet orang itu tidak mengharapkan adanya imbalan
Sesuai dengan catatan saya, yang sudah Bapak udiana jelaskan materinya di perkuliahan lalu ini bu :
Sumber perikatan dalam Pasal 1233 KUH Perdata. Bunyi Pasal 1233 KUH Perdata: “tiap-tiap
perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang”. Berdasarkan ketentuan ini
ada dua sumber perikatan yaitu
Pembahasan 1 (Perjanjian)
Persetujuan atau Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji untuk
melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa inilah timbul hubungan antara dua orang itu yang disebut
dengan perikatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu menerbitkan perikatan antara dua orang
yang membuatnya. Mengenai bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dituliskan (Subekti, 1995: 1).
Berdasarkan hal itu, maka hubungan antara perikatan dengan per- janjian adalah bahwa
perjanjian itu menerbitkan perikatan. Dengan kata lain, Perjanjian adalah sumber perikatan, di
samping sumber lain. Sumber lain dari suatu perikatan adalah undang-undang. Sumber ini dapat
dibedakan lagi menjadi undang-undang saja (semata-mata) serta undang-undang yang berhubungan
dengan akibat perbuatan manusia.
Pembahasan 2 (Undang-Undang)
Perikatan yang lahir karena semata-mata undang-undang (undang- undang saja) misalnya,
undang-undang meletakkan kewajiban kepada orang tua dan anak untuk saling memberi nafkah.
Begitu juga antara pemilik pe- karangan yang bertetangga, berlaku beberapa hak dan kewajiban yang
ber- dasarkan atas ketentuan undang-undang (Pasal 625 jo. Pasal 626 KUH Perdata). Hak yang
diperoleh dari undang-undang itu disebut Hak Alimentasi.
Perikatan yang lahir karena akibat perbuatan orang yang halal dijumpai dalam Pasal 1354
KUH Perdata yang berbunyi: “jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk
itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini maka secara diam-diam
mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut hingga orang yang diwakili
kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu ...”. Perikatan yang disebutkan dalam pasal itu
disebut zaakwaarneming.
Perikatan yang lahir karena akibat perbuatan melawan hukum dikenal dengan sebutan
onrechtmatige daad, contohnya diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Subekti dalam bukunya berjudul Hukum Perjanjian (hal. 1) membedakan pengertian perjanjian
dengan perikatan. Subekti menyatakan bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah
bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-
sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu.
Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di
mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.”
PRESTASI : Prestasi adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi debitur dalam suatu perjanjian
Bentuk Prestasi
a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu
JAWABAN
Perbuatan manusia dapat berupa perbuatan yang sah (rechtmatige) dan perbuatan yang melawan
hukum (onrechtmatige)
Perikatan yang bersumber dari Undang-undang sebagai akibat perbuatan orang maksudnya adalah
bahwa dengan dilakukannya serangkaian tingkah laku seseorang, maka Undang-undang melekatkan
akibat hukum berupa perikatan terhadap orang tersebut. Tingkah laku seseorang tadi di bedakan
menjadi 2 yaitu Perbuatan yang menurut hukum (dibolehkan Undang-undang)/ rechtmatig dan
Perbuatan yang tidak dibolehkan oleh Undang-undang (melawan hukum)/ onrechtmatige daad
Contoh
1. Perikatan yang lahir karena Undang-undang disertai dengan perbuatan manusia yang bersifat
rechtmatig (tidak melawan hukum) yaitu terdapat dalam Pasal 1354 KUHPerdata tentang
zaakwaarneming dan pembayaran yang tak terhutang (Pasal 1359 KUHPerdata)
2. Perikatan yang lahir karena Undang-undang disertai dengan perbuatan manusia yang bersifat
melawan hukum atau onrechtmatige daad, yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 1365
KUHPerdata
PERIKATAN YANG LAHIR DARI UNDANG – UNDANG