PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjanjian Kerjasama dalam Kitab Undang-Undang Perdata
1. Pengertian Perjanjian Kerjasama
KUH Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian
untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata itu sendiri.
Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan kesepakatan, yang tidak
bertentangan dengan undang-undang, norma-norma kesusilaan yang berlaku. Perjanjian
lahir karena adanya kesepakatan, kesamaan kehendak (konsensus) dari para pihak.
Hal ini berarti bahwa perjanjian tidak diadakansecara formal saja, melainkan juga
secara konsensual.Dalam kehidupan sehari-hari, telah tercipta suatu anggapan bahwa
kontrak merupakan bentuk formal dari suatu perjanjian yang berlaku untuk suatu jangka
waktu tertentu yang dibuat dalam bentuk tertulis Ketentuan umum dari suratperjanjian
terdapat dalam KUH Perdata pada Buku III Bab II, sedangkan mengenai perjanjian-
perjanjian khusus diatur dalam Buku III Bab XVIII.
Pada Buku II Bab II KUH Perdata berjudul “Tentang perikatan yang dilahirkan dari
kontrak atau perjanjian”. Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa:“Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap 1 (satu) orang lainnya atau lebih.” Namun menurut Muhamad Abdul
Kadir, Pasal 1313 KUHPerdata mengandung kelemahan karena7.
Hanya menyangkut sepihak saja
Dapat dilihat dari rumusan "satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih lainnya. Kata "mengikatkan" sifatnya hanya sepihak, sehingga perlu
dirumuskan "kedua pihak saling mengikatkan diri" dengan demikian terlihat adanya
konsensus antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal balik.
Kata perbuatan "mencakup" juga tanpa konsensus
Pengertian "perbuatan" termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa
atau tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya digunakan
kata "persetujuan".
Pengertian perjanjian terlalu luas
Hal ini disebabkan karena mencakupjanji kawin (yang diatur dalam hukum
keluarga), padahal yang diatur adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam
lapangan harta kekayaan.
Tanpa menyebutkan tujuan
Rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tidak disebut tujuan diadakannya perjanjian,
sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak jelas untuk maksud apa.
Perjanjian memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat
para ahli yang satu dengan yang lain. Secara umum, perjanjian menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalahpersetujuan (baik lisan maupun
tulisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing berjanji
akan menaati apa yang disebut dalam persetujuan itu.
Menurut M. Yahya Harahap, Dari perjanjian tersebut maka timbullah
perikatan. Perikatan menurut Subekti merupakan suatu perhubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu hal yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban
untuk memenuhi kewajiban itu.8
Selain orang-perorangan (manusia secara biologis), para pihak dalam
perjanjian bisa juga terdiri dari badan hukum. Perseroan Terbatas (PT)
merupakan badan hukum yang dapat menjadi salah satu pihak atau
keduanya dalam perjanjian. Kedua-duanya merupakan subyek hukum,
yaitu pihak yangdapat melakukan perbuatan hukum, pihak yang
mengemban hak dan kewajiban. Suatu badan hukum segala perbuatan
hukumnya akan mengikat badan hukum itu sebagai sebuah identitas legal
(legal entity).
Meskipun perbuatan badan hukum itu diwakili pemimpinnya, misalnya
direktur dalam Perseroan Terbatas namun perbuatan itu tidak mengikat
pemimpin badan hukum itu secara perorangan, melainkan mewakili
perusahaan sebagai Legal entity.
16
Dalam pelaksanaannya, jika terjadi pelanggaran perjanjian, misalnya
salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya (wanprestasi) sehingga
menimbulkan kerugian pada pihak yang lain, maka pihak yang dirugikan
itu dapat menuntut pemenuhan haknya yang dilanggar.
Perjanjian dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut
harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320
KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu
perjanjian, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
17
c. Mengenai suatu hal tertentu
18
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
Undang-Undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertetu.
Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 330 KUH
Perdata, dinyatakan bahwa "belum dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum
kawin". Dalam pasal 330 KUHPerdata lebih tepatnya mengatur bagi
golongan Eropa, Timur asing, dan Bumi Putera yang tidak memiliki
peraturan dalam hukum adatnya. Dikarenakan masing-masing masyarakat
di Indonesia mempunyai hukum adat masing-masing yang telah
menentukan aturan kebelumdewasaan.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
telah menimbulkan suasana baru dalam hukum Keluarga Indonesia.
Karena undang-undang tersebut tidak hanya mengatur tentang bidang
perkawinan saja, tetapi juga bidang lain yang termasuk bidang Hukum
Keluarga, seperti status anak, kedewasaan, serta tanggung jawab orang tua
terhadap anak dan anak terhadap anak, dan tentang perwalian anak.
Meskipun pengaturan tentang Hukum Keluarga dalam Undang-
undangperkawinan hanya garis besarnya saja dan masih memerlukan
peraturan pelaksana yang akan mengaturnya lebih lanjut, tetapi dapatlah
dikatakan bahwa undang-undang tersebut telah mengatur dasar-dasar
19
hukum Hukum Keluarga Nasional terutama berkaitan dengan kedewasaan
secara yuridis sosial dan juga tentunya ranah filosofinya.
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 ini juga mengatur tentang
kedewasaan, yaitu pada Pasal 47 ayat (1) (2) dan pasal 50. Sebagaimana
juga KUHPerdata mengatur batas usia dewasa dalam Bab tentang Hukum
Keluarga, maka Undang-undang nomor 1 Tahun 1974, juga telah
menentukan batas usia dewasa tersebut.
Pasal 47 ayat (1) menegaskan bahwa, “Anak yang belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak
dicabut kekuasaannya”. Sedangkan pada pasal 47 ayat (2) menegaskan,
“Orang tua mewaili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di
dalam dan diluar pengadilan.
Pada Pasal 50 ayat (1) menjelaskan, “Anak yang belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua berada
dibawah kekuasaan wali”. Sedangkan pada Pasal 50 ayat (2) menerangkan,
Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta
bendanya
Dari penjabaran diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap perbuatan
hukum yang dilakukan anak dibawah usia 18 (delapan belas) tahun tanpa
diwakili orang tua atau walinya dapat dibatalkan. Disini dengan jelas dan
tegas peraturan ini mengatur perbuatan hukum seorang anak belum
20
dewasa. Jadi Pasal 47 ayat (1), (2) dan Pasal 50 ayat (1), (2), Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 telah mengatur tentang perbuatan hukum
seorang anak belum dewasa, karena ia dalam setiap perbuatan hukumnya
tidak dapat melakukannya sendiri melainkan harus selalu diwakili oleh
orang tua maupun walinya.
Dari penjelasan singkat tentang makna dewasa secara yuridis di atas,
dapat diambil satu garis besar, bahwa sesorang dapat dianggap dewasa
menurut hukum (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974) apabila
memenuhi kriteia yang ada dan jelas dalam undang-undang tersebut.
Kriteria tersebut ditetapkan agar setiap subyek hukum dapat
dipertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukannya.
2. Asas-Asas Perjanjian
22
c. Asas Konsesualisme (Concesualism)
Dimana hal ini dapat berarti bahwa itikad baik berarti keadaan
batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian, yaitu
harus jujur, terbuka dan saling percaya. Keadaan para pihak itu tidak
boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau
menutupi keadaan sebenarnya.
10
Subekti, Hukum pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2001, hal 43
23
membuatnya, perjanjian itu tidak dapat membawa rugi atau manfaat
kepada pihak ketiga, selain dalam hal yang diatur klaim Pasal 1317.
Oleh karena perjanjian itu hanya mengikat para pihak yang
membuatnya dan tidak dapat mengikat pihak lain.Maka asas ini
dinamakan asas kepribadian.
B. Klasifikasi Jenis Perjanjian Kerjasama
perikatan, yaitu:
24
Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang
telah dilampaukannya. Penjelasannya ini tertera pada Pasal 1243 sampai
dengan Pasal 1252 KUHPerdata.
Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
yaitu11:
11
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung,
2003, hlm.
82.
25
menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada
orang yang menghibahkan. .
3. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi
keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan
pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.
4. Perjanjian konsensuil, riil dan formil. Perjanjian konsensuil adalah
perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan
antarapihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian
yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan.
Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata dan
perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian
formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-
undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk
tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum
notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang
menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian
perkawinan dibuat dengan akta notaris. .
5. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama. Perjanjian
bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan
ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai
dengan bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah
dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak
26
diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perjanjian
leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.
Menurut R. Subekti terdapat beberapa macam jenis perjanjian jika dilihat
dari bentuknya, adapun jenis perjanjian jika dilihat dari bentuknya yakni12 :
12
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 52
27
yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan,
atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu
piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam belakangan ini,
sedikit sekali terdapat dalam praktek.
5. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi, apakah suatu
perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan
tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari
kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu
perjanjian. Persoalantentang dapat atau tidaknya dibagi suatu
perikatan, barulah tampil ke permukaan. Jika salah satu pihak dalam
perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana
biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia
digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya.
28
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut
berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut13:
13
Op-cit, Meriam darus Badrulzaman, hlm 9
29
4. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir
30
Terlepas dari bidang usaha yang dijalani, adapun macam-macam hubungan dan
kondisi bisnis tersebut yaitu sebagai berikut14:
32
3. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor, retailer/agen
penjualan.
Dalam hal perusahaan tidak melakukan penjualan langsung melalui
divisi pemasaran dan penjualannya, maka ia akan menunjuk pihak lain
yaitu distributor atau retailer atau agen penjualan. Biasanya disebut
Distribution Agreement dan Sales Representative Agreement.
4. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen atau debitur.
Dalam hal konsumen tidak mampu membayar tunai, maka
perusahaan dapat melakukan pembiayaan sendiri terhadap konsumen
yang bersangkutan dengan melakukan perjanjian jual beli dengan
cicilan (Purchase With Installment) atau sewa beli (Hire Purchase
Agreement).
5. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang saham.
Pada umumnya, dalam hal kondisi diluar dari penyertaan modal
yang sudah diatur dalam anggaran dasar, yaitu seperti Perjanjian
Hutang Subordinasi atau bila ada kesepakatan antara pemegang saham
lama dengan yang baru, yaitu Shareholder Agreement.
6. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang memberikan
fasilitas kredit atau pinjaman.
Pada umumnya dikenal dengan dengan Facility Agreement atau
Credit Agreement. Namun dari segi sifat hutang dan struktur transaksi
dapat merupakan macam ragam hubungan atau transaksi pinjaman,
misalnya, Syndicated Facility Agreement.
33
Secara konsepsional dikenal beberapa bentuk kerjasama antara pemerintah
dengan swasta, yaitu:
35
a. Pemerintah daerah memiliki asset (tanah dan bangunan)
b. Pihak ketiga merenovasi bangunan
c. Pihak ketiga mengelola dan mengoperasikan bangunan dan dengan
menyewakan dari pemerintah daerah untuk disewakan lagi pada
pihak lain atau dipakai sendiri
d. Pihak ketiga memberikan kontribusi dari hasil sewa dari
pemerintah daerah yang besarnya ditetapkan sesuai kesepakatan
e. Pihak ketiga menanggung biaya pemeliharaan dan asuransi
f. Risiko kerjasama sesuai kesepakatan.
36
untuk melakukan pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan persyaratan
perjanjian sebagaimana yang diisyaratkan dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Beberapa hal yang baru dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah:15
15
http://ahmaddamopolii.info/2015/1/23/perpres-4-tahun-2015-
perubahan-keempat-atas-perpres-54-tahun-2010/ diakses pada tanggal 7 Juni
2015
37
3. Persyaratan pemenuhan kewajiban perpajakan tahun terakhir
dikecualikan untuk pengandaan langsung dengan menggunakan bukti
pembelian atau kwitansi.
4. Pengumuman rencana umum pengadaan oleh pengguna anggaran
dilakakukan setelah rancangan peraturan daerah setelah disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD.
5. Tanda bukti perjanjian terdiri atas;
a. Kwitansi
b. Surat Perintah Kerja
c. Surat Perjanjian
d. Surat pesanan
38
menandatangani kontrak setelah penyedia barang/jasa meenjaminkan
menyerahkan jaminan pelaksanaan.
10. Pembayaran untuk pekerjaan konstruksi dilakukan senilai pekerjaan
yang telah terpasang.
11. Pemberian kesematan kepadapenyedia barang/jasa menyelesaikan
pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya
pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada melampaui tahun
anggaran maka dengan melakukan kontrak atas sumber pembiayaan
DIPA atas sumber-sumber pembiayaan tahun anggaran berikutnya.
12. Penegasan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan
secara elektronik.
13. Ketentuan pelaksanaan e-tendering untuk pengadaan jasa konsultasi.
Ketentuan pengadaan barang/jasa di desa diatur dengan pedoman yang
39
Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut
LKPP berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah “Lembaga
Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan
Pengadaan Barang dan Jasa sebagaimana yang dimaksud dalam Perpres Nomor
106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah sebagaimana diubah dengan peraturan presiden Nomor 157 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa.”
Penggunaan anggaran yang selanjutnya disebut PA dalam pasal 1 ayat 5
Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah “Pejabat pemegang kewenangan
penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/satuan kerja perangkat Daerah atau
pejabat yang disamakan pada Institusi pengguna APBD/APBN.”
Pejabat pengadaan dalam pasal 1 ayat 9 Perpres Nomor 4 Tahun 2015
adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung,
Penunjukan Langsung dan e-Purchasing.
40