Anda di halaman 1dari 5

Sistem Organisasi Perancang-Pembangun atau Perancang-Pengelola (Putar Kunci)

Beberapa ahli membedakan pengertian antara perancang-pembangun (perancang-


pengelola) dan putar kunci. Namun pada prakteknya kedua hal tersebut sering saling tertukar.
Dalam metode ini keseluruhan manajemen proyek yang meliputi konsep perencanaan,
perancangan, pelaksanaan kontruksi serta penyelesaian proyek biasanya ditangani oleh satu
perusahaan. Berdasarkan pengertian perancang-pembangun, pihak pembangun tidak bertindak
sebagai kontraktor utama. Pihak pembangun tidak mengedalikan pekerjaan dalam satu tangan
terhadap semua kontraktor. Ada suatu bentuk kontrak khusus yang dinegosiasikan antara
perancang- pembangun bersama dengan pemilik dalam mengelola proyek. Sedangkan menurut
pengertian perancang-pengelola, pelaksanaan kontruksi dikerjakan oleh sejumlah kontraktor bebas
menuru tata cara sesuai dengan konsep manajemen kontruksi profesional.

Gambar Struktur Organisasi Putar Kunci


Gambar Struktur Organisasi Perancang Pengelola ‘Putar Kunci’

Dengan menggunakan sistem perancang-pembangun atau perancang-pengelola, pelaksanaan


kontruksi dapat dilaksanakan dengan segera melalui program kontruksi bertahap yang bertujuan
untuk mempersingkat waktu pelaksanaan proyek. Cara untuk menyelesaikan proyek seperti ini
telah dipakai pada sebagian besar dari proyek-proyek indstri berat yang berorientasi pada proses,
sebagaimana yang telah dibangun di Negara Amerika Serikat pada beberapa desawarsa ini. Pada
proyek - proyek tertentu, pemilik proyek memiliki keterbatasan kemampuan teknis dan biaya
untuk merealisasikan suatu proyek. Untuk mengatasi masalah tersebut pemilik proyek
menyerahkaan tanggungjawab desain dan pelaksanaan konstruksi (termasuk pembiayaan) pada
suatu organisasi (investor / kontraktor), pengaturan seperti hal tersbut dinamakan organisasi
proyek turnkey. Ide dasar pembentukan organisasi turnkey didasarkan pada organisasi terpadu
(integration of organization) yang menyerahkan semua kegiatan (desain maupun pelaksanaan
konstruksi) pada satu pihak. Pada model organisasi ini kontraktor sekaligus sebagai konsultan
perencana sesuai dengan kontrak antara kontraktor dengan pemilik proyek. Tidak seperti
organisasi tradisional, pelaksanaan tahapan kegiaatan proyek pada organisasi semacam ini bisa
dilakukan overlapping sebab tanggungjawab desain dan pelaksanaan konstruksi berada pada satu
pihak saja.

Penerapan Pola Putar Kunci


Untuk mewujudkan dan melaksanakan pemenuhan target pembangunan tersebut akan
membutuhkan biaya pembangunan yang sangat besar. Pemerintah melalui studi/kajian yang
dilakukan. Sehingga diharapkan dengan penerapan pola Turnkey Project dan dengan adanya
partisipasi atau masukan dari masyarakat pengguna, khususnya pelaku usaha akan dapat diperoleh
pola Turnkey Project.
Ditinjau dari aspek bisnis property tentu penerapan pola turnkey project mempunyai peluang
besar yang dapat dipetik oleh para pelaku bisnis property, terlebih karena didukung oleh
kebijakan dan arah pembangunan nasional yang melandasinya. Dalam rangka itu pemerintah
bersama-sama dengan pelaku bisnis property dapat menjadikan beberapa produk hukum sebagai
acuan normatif dalam pelaksanaan pola turnkey project sesuai lingkup proyek yang dikerjakan.
Seperti Undang-Undang Dasar tahun 1945, Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang
Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Pemukiman,
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung, Undang-Undang Nomor 18
tahun 1999 tentang jasa konstruksi KEPPRES Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang dan asa Pemerintah, berikut peraturan-peraturan dibawahnya.

Ditinjau dari pihak yang disebut dalam pembangunan melalui pola Turnkey Project dibagi atas
Pengguna jasa dan Penyedia Jasa. Pengguna jasa adalah perseorangan atau badan sebagai pemberi
tugas atau pemilik pekerjaan atau proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Disisi lain
yang disebut Penyedia Jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya
menyediakan layanan jasa konstruksi. Hal ini menunjukkan bahwa subyek hukum dalam pola
Turnkey Project tidak selalu semata-mata Pemerintah disatu sisi berhadap-hadapan dengan
Perusahaan Swasta pada lingkup perdata disisi lainnya. Subyek hukum itu sendiri juga dapat
dilihat pada berbagai ketentuan acuan normatif sebagaimana disebut di atas.

Bahwa disamping itu, tidak selalu pola penerapan Turnkey Project hanya diterapkan pada bidang
pembangunan perumahan semata, karena dalam praktik ternyata banyak diterapkan pada bidang
pembangunan lainnya, seperti pembangunan jalan raya, lembaga pendidikan, pabrik, atau berbagai
fasilitas umum yang ada. Hal ini dikarenakan bahwa penerapan pola turnkey project itu sendiri
ruang lingkupnya merupakan bidang perdata yang dilaksanakan berdasarkan kesepakatan para
pihak baik pada awal hingga berakhirnya perjanjian sesuai kesepakatan para pihak. Hal mana dapat
dibuktikan dengan adanya Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam pelaksanaan proyek putar
kunci (Turnkey Project) itu sendiri.
Prinsip utama penerapan pola Turnkey Project adalah kebebasan berkontrak dengan sistem
pembagian keuntungan (Profit Sharing), dimana satu pihak dengan pihak lainnya menentukan
prestasi yang diharapkan dalam sebuah kontrak Turnkey Project dengan syarat-syarat yang telah
disepakati bersama baik mengenai sistem pembayarannya ataupun pekerjaan yang sesuai dengan
sistem turnkey project. Lalu bagaimana penerapannya di Indonesia, apakah betul proyek putar
kunci (turnkey project) selalu dikaitkan dengan pelaksanaan pembayaran dari pengguna jasa
kepada penyedia jasa setelah pekerjaan fisik proyek diselesaikan sepenuhnya oleh penyedia jasa,
sehingga penyedia jasa harus terlebih dahulu mendanai pelaksanaan proyek tersebut secara
besar-besaran.

Dalam tata hukum Indonesia, dikenal adanya jaminan yang lahir karena undang-undang dan
jaminan yang lahir karena perjanjian. Jaminan yang ditentukan oleh undang-undang adalah
jaminan yang adanya ditunjuk oleh undang-undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak,
sedangkan jaminan yang lahir karena perjanjian adalah hak-hak jaminan yang adanya
diperjanjikan lebih dahulu antara para pihak. Jaminan yang lahir karena perjanjian bisa
berbentuk jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Berbagai bentuk dan macam jaminan
dapat diperjanjian antara pengguna jasa dengan penyedia jasa. Sedangkan pengertian istilah
proyek putar kunci (turnkey project) berdasarkan pengertian terminologinya, tidak harus selalu
dikaitkan dengan masalah pembayaran proyek, karena pengertian istilah proyek putar kunci
(turnkey project) di sini lebih menitikberatkan kepada ruang lingkup pekerjaan dan tanggung
jawab yang diberikan oleh pengguna jasa untuk diemban oleh penyedia jasa.

Ditinjau dari difinisinya, Turnkey Project adalah suatu proyek dimana pelaksanaan pekerjaan
dimulai dari pra desain sampai dengan selesai bangunan fisik beserta seluruh kelengkapannya
(design & build), dan diserahkan kepada pengguna jasa atau penyedia jasa sedangkan
pembayaran seluruh biaya baik pra desain hingga konstruksi fisik dilakukan setelah proyek
selesai dikerjakan dan dapat diterima oleh pengguna jasa. Selanjutnya, proyek putar kunci
(turnkey project) dirumuskan dalam dua kontrak yang berbeda, yakni : Pertama, kontrak Turnkey
Project yang disepakati oleh kedua belah pihak baik pengguna jasa maupun penyedia jasa berikut
syarat-syarat yang disepakati bersama baik mengenai sistem pembayarannya ataupun pekerjaan
yang sesuai dengan sistem Turnkey Project, Kedua, kontrak kerja konstruksi yang memuat
keseluruhan dokumen dan mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa
dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Adapun yang dimaksud dengan sistem yang sesuai dengan pola Turnkey Project adalah
dilaksanakan dengan skema dilaksanakan melalui kontrak BOT (Build–Operate–Transfer) atau
BLT (Build-Lease-Transfer), dengan lingkup pekerjaan yang dapat berbeda, perhitungan biaya
dan tata cara pembayaran disesuaikan dengan kesepakatan yang dituangkan para pihak dalam
kontrak Turnkey Project atau kontrak kerja konstruksi yang bersangkutan pada awal perjanjian.

Skema pelaksanaan antar BOT dan BLT pada prinsipnya tidak jauh berbeda, kecuali hanya
dibedakan oleh kedudukan pengguna jasa (owner) berubah menjadi pihak penyewa bangunan yang
sudah selesai dibangun kepada penyedia jasa hingga batas waktu tertentu yang disepakati. Disisi
lain, dalam skema BOT Penyedia jasa berperan penuh dimulai dari kontrak membangun,
mengoperasikan, dan mengalihkan BOT, hingga pada berakhirnya masa pengelolaannya penyedia
jasa wajib mengembalikan atau mengalihkannya kepada pengguna jasa. Disinilah dibutuhkan
pengetahuan dan pengalaman dari masing-masing pihak untuk memilih skema paling tepat
baginya, serta mengetahui dan memahami betul segala aspek pendukung keberhasilan dari
pelaksanaan turnkey project itu sendiri. Seperti dimulai dari ; Pembebasan lahan, pra desain, detail
desain, sampai dengan pembangunan fisik secara keseluruhan lengkap dengan utilitasnya
termasuk prasarana penunjang sesuai kebutuhan yang dibutuhkan oleh pengguna jasa, dan semua
pekerjaan selesai sesuai dengan spesifikasi maupun syarat-syarat yang ditetapkan, serta tidak kalah
pentingnya adalah tepat waktu sebagaimana disepakati pada awal kontrak turnkey project atau
kontrak konstruksi oleh para pihak.
Ditinjau dari aspeknya, keberhasilan pembangunan dengan pola turnkey project tidak terlepas
dari ruang lingkup pelaksanaannya sebagai kesatuan integral yang tidak dapat dipisahkan, seperti
memperhatikan ; Aspek Hukum, Aspek Administratif dan Teknis suatu bangunan, Aspek
Lingkungan, Aspek sosial dan ekonomi, Aspek Investasi, dan Aspek Pasar. Untuk itu para pihak
penting memiliki atau setidak-tidaknya memiliki Sumber Daya Manusia yang memiliki
pengetahuan mendalam dan berpengalaman dibidangnya masing-masing. Sehingga berkat
kekayaan pengetahuan dan pengalaman para pihak tersebut para pihak dapat menentukan
pilihannya secara jeli dan teliti atas skema pelaksanaan turnkey project yang tersedia, berikut
skema harga dan pembiayaannya yang tepat. Adapun kekayaan pengetahuan yang dimaksud
adalah kekayaan pengetahuan yang secara komprehensif dapat bersumber dari ketentuan hukum
tertulis ataupun pengalaman individu atau para pihak terkait didalamnya. Dengan demikian
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam implementasiannya dapat diperkecil, demi tercapainya
tujuan dari bisnis property yang diinginkan sejak awal mula kontrak. Atau dengan kata lain
pelaksanaan pola turnkey project itu tidak lagi hanya berupa cek kosong yang berujung pada kesia-
siaan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan penerapan pola turnkey project
dalam setiap pembangunan sesuai jenisnya, dibutuhkan pengetahuan, pengalaman, dan ketelitian
berhitung khususnya dibidang hukum dan keuangan. Kehadiran konsultan berpengalaman
dibidangnya dapat dijadikan solusi baik bagi pengguna jasa maupun penyedia jasa, yang dapat
memperhitungkan dan merumuskan hal-hal penting didalamnya kedalam sebuah TOR. Sehingga
pembangunan melalui pola proyek putar kunci (Turnkey Project) dapat berjalan secara efektif dan
efisien, yang diganjar dengan keuntungan menjalankan bisnis property.

Anda mungkin juga menyukai