Anda di halaman 1dari 3

Nama : GHALI AMIYAMA NPM : 1006687581 Hukum Internasional A

Prof. Hikmahanto Juwana pada saat pengangkatan beliau menjadi guru besar berpidato tentang hukum internasional . Dalam konflik kepentingan negara berkembang dan maju, dalam pidatonya beliau mengatakan bahwa negara berkembang banyak muncul di dunia setelah perang dunia. Hukum internasional adalah produk hukum yang berasal dari negara maju. Hal ini berdasarkan dari fatwa yang muncul yang mengatakan bahwa hukum internasional berasal dari hukum yang berlaku di negara Eropa. Munculnya negara berkembang tersebut adalah untuk terbebas dari politik dan ketergantungan dari negara maju. Dalam hukum Internasional, ada suatu wilayah yang disebut wilayah bersama, yang ada diluar yurisdiksi Negara. Wilayah bersama di laut, terletak pada sea bed dan ocean floor yang dikenal dengan istilah area .Dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi wilayah bersama secara tradisional, prinsip yang berlaku adalah res communis. Pada wilayah yang tidak diakui kepemilikannya, hanya diperkenankan proses eksploitasi bagi siapa saja tanpa adanya klaim kedaulatan. Oleh karena itu dalam hal ini sangat menguntungkan bagi pihak negara maju yang mempunyai teknologi lebih maju, padahal negara berkembang juga ingin mengambil keuntungan dari tempat tersebut. CLS (Critical Legal Studies) merupakan aliran modern dalam teori hukum yang diperkenalkan pada tahun 1970-an di Amerika. Esensi pemikiran CLS terletak pada kenyataan bahwa hukum adalah politik. Teori dalam CLS sangat tepat untuk untuk menjelaskan upaya negara berkembang dalam mengubah wajah hukum internasional. Hukum internasional adalah produk politik dan sebagian merupakan hasil tarik ulur negara berkembang dengan negara maju. Kekuatan sering digunakan oleh negara maju tanpa sadar. Untuk melakukan delegitimasi terhadap doktrin hukum yang telah terbentuk, aliran CLS menggunakan metode trashing (menunjukkan kontradiksi dan kesimpulan yang bersifat sepihak), deconstruction (membongkar pemikiran hukum yang telah terbentuk), genealogy (penggunaan sejarah dalam melakukan argumentasi). Keberhasilan negara berkembang dalam mengubah wajah hukum internasional : Dalam hukum internasional ada satu wilayah yang merupakan wilayah yang berada di luar yurisdiksi negara, yang dalam bahasa inggris disebut commonage (wilayah bersama). Di wilayah bersama, negara dilarang mengklaim kedaulatan, bahkan tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk mengambil keuntungan. Dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi wilayah bersama, secara tradisional prinsip yang berlaku adalah prinsip res communis yang mengasumsikan bahwa semua pihak memiliki kemampuan yang sama baik di bidang teknologi, modal, dan keahlian. Dalam praktiknya, prinsip res communis akan memberi keuntungan bagi mereka yang memiliki kemampuan bila dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan. Bagi negara berkembang, menggunakan prinsip res communis sama saja
1

dengan tidak dapat menikmati keuntungan apapun dari wilayah bersama. Negara berkembang yang tidak memiliki kemampuan dari segi teknologi, modal, dan keahlian tidak akan mungkin mengeksploitasi wilayah bersama. Untuk itu negara berkembang memperkenalkan prinsip common heritage of all mankind yang pada prinsipnya mengatakan siapa yang dapat mengeksploitasi wilayah bersama maka ia wajib untuk membagi keuntungan yang didapat kepada yang lain. Dengan begitu negara berkembang akan ikut merasakan apapun keuntungan yang didapat. Dalam tiga dekade terakhir ini, konflik kepentingan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang terpusat pada masalah perdagangan antarnegara yang dipicu oleh perbedaan pandangan. Negara berkembang cenderung mengambil kebijakan yang menghambat masuknya barang dan jasa dari pelaku usaha asing utamanya dari negara maju dengan alasan untuk melindungi lapangan kerja, serta memperkuat pelaku usaha nasional. Sedangkan negara maju menghendaki agar tidak ada hambatan yang diberlakukan oleh negara berkembang. Hal ini dikarenakan konsumen di negara berkembang senang dengan barang dari negara maju serta jumlah penduduk yang sangat potensial. Dalam konflik kepentingan ekonomi negara maju dan negara berkembang, masalah lain yang mengemuka adalah kegiatan yang dilakukan oleh Transnational Corporation (TNC) atau Multinational Corporation (MNC) yaitu perusahaan yang mempunyai jaringan kerja yang mendunia. Masalah yang berkembang adalah kekhawatiran negara berkembang atas kekuatan dominan MNC yang dapat mengancam kedaulatan dan eksistensi negara. MNC kerap memaksa negara berkembang agar peraturan perundang-undangan yang dibuat menguntungkan mereka serta meminta pemerintahnya untuk membuat perjanjian internasional untuk melindungi kepentingan MNC. Menghadapi kekuatan besar yang dimiliki MNC, negara berkembang telah membentuk Un-draft Code of Conduct on Transnational Corporation (Code of Conduct).

Dalam perdagangan internasional, banyak organisasi perdagangan internasional yang pada mulanya ingin membantu perekonomian negara berkembang, namun pada tiga puluh tahun terakhir, terjadi konflik kepentingan ekonomi antar negara berkembang dan maju dimana telah terpusat pada masalah perdagangan antar negara dipicu oleh pandangan yang berbeda. Negara berkembang mengambil kebijakan yang menghambat masuknya barang dan jasa dari pelaku usaha asing, terutama dari negara maju. Negara maju pun menginginkan agar tidak ada hambatan. Tidak adanya hambatan disebut perdagangan bebas yang berarti tidak adanya diskriminasi dari mana barang dan jasa berasal.

PENDAPAT: Saya setuju dengan pendapat pidato Prof. Hikmahanto Juwana tersebut karena kepentingan ekonomi negara maju lebih dominan dan mewarnai wajah hukum internasional. Perjanjian internasional yang ada lebih banyak mengakomodir kepentingan negara maju.
2

Bahkan para pelaku usaha negara maju banyak mendapat perlindungan dari perjanjian internasional yang dinegosiasikan antara negara maju dan negara berkembang. Bagi negara berkembang dalam mengimplementasikan tentang perjanjian yang dikeluarkan oleh WTO yang lebih memihak negara maju karena salah satu pencetus WTO adalah negara-negara maju. Meskipun banyak pihak investor menanam modalnya di Indonesia sehingga membuat perekonomian indonesia stabil karena melihat dari menguatnya kurs rupiah. Teori CLS yang digunakan oleh negara-negara berkembang sudah cukup mampu membantu negara-negara berkembang untuk mengubah wajah hukum internasional yang dahulu sangat didominasi oleh kekuatan negara-negara maju. Walaupun usaha yang ditempuh belum seratus persen berhasil. Namun, negara-negara berkembang juga harus mempertimbangkan dengan seksama kebijakan yang akan mereka ambil terutama yang menyangkut negara maju. Karena tidak semua hal yang berhubungan dengan negara maju buruk adanya. Seperti yang dapat kita lihat dalam kasus mengenai MNC diatas, pada kenyataannya negara berkembang masih membutuhkan MNC terutama dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda negara berkembang. Namun tentunya negara berkembang juga tidak boleh tunduk dan menerima saja apapun kebijakan yang dibuat oleh negara-negara maju, terutama yang dapat merugikan kepentingan nasional dari negara-negara berkembang. Sudah sepatutnya di era masa kini penggunaan kekuatan yang dominan untuk mengeksploitasi suatu wilayah ditinggalkan Adanya investasi pihak asing tersebut dalam bentuk saham, membuat indonesia terlibat di kancah internasional. Namun goyangnya perekonomian menyebabkan pihak asing menjual sahamnya, hal ini menyebabkan lemahnya mata uang Indonesia di mata dunia. Dilain hal, SDA di Indonesia juga dikuasai oleh investor. Sehingga perekonomian indonesia tidak tertolong karena Indonesia hanya dapat memiliki sedikit hasil dari SDA. Indonesia membutuhkan negosiator yang handal sehingga negara kita tidak lagi mengalami perjanjian yang merugikan pihak Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai