Anda di halaman 1dari 4

Nama : I Gusti Ngurah Agung Krishna Yudha

NIM : 2104551469
Kelas : H
Tanggal : Senin, 8 Januari 2024

UJIAN AKHIR SEMESTER


HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN TATA USAHA NEGARA

NO. 1
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah himpunan peraturan hukum yang
mengatur proses penyelesaian perkara Tata Usaha Negara melalui pengadilan, sejak pengajuan
gugatan sampai di keluarkannya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap1.
Pasal 4 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, menyinggung mengenai pengertian Peratun yang menyebutkan
bahwa “Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Menurut Rozali Abdulah,
Hukum Acara PTUN adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana
orang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum Tata
Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara)2.
Dengan kata lain dan adapun pemahaman saya megenai Hukum Acara dan Praktek
Peradilan Tata Usaha Negara dalah hukum yang mengatur tentang cara-cara bersengketa dan
norma-norma proses penegakan hukum di Peradilan Tata Usaha Negara serta mengatur hak
dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses penyelesaian sengketa tersebut.
Perbedaan Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara dengan Hukum Acara
Lainnya

Aspek Acara PTUN Acara Perdata Acara Pidana Acara MK


Tergugat
Pemohon
(Badan/ Pejabat Tersangka
Tergugat (Warga Negara)
Subjek Hukum Tata Usaha Terdakwa
(WargaNegara / Termohon
(Para Pihak) Negara Terpidana
BadanHukum) (Lembaga
Penggugat (WargaNegara)
Negara)
(Warga Negara)
PMH yang di Keputusan
Wanprestasi
lakukan oleh Pemilu Yudicial
Objek Hukum Perbuatan Perbuatan
(Badan/ Pejabat Review UU-
Sengketa Melawan Pidana
Tata Usaha UUD 1945
Hukum
Negara Pembubaran

1
Pradjudi Atmosoedirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta 1994, h. 21
2
Rozali Abdulah, 1994, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cetakan Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 1-2.
Parpol Sengketa
Kewenangan
Lembaga
Negara
Peranan Hakim bersifat Hakim bersifat Hakim bersifat Hakim bersifat
Hakim aktif pasif aktif aktif
Kedua belah Kedua belah Kedua belah Kedua belah
pihak pihak pihak pihak
Pembuktian
mengajukan alat mengajukan alat mengajukan alat mengajukan
bukti bukti bukti penjelasan
Tergugat tidak
dapat Tergugat dapat Termohon tidak
Istilah dalam
melakukan melakukan dapat
Gugatan pidana adalah
gugatan balik gugatan balik emnggugat
dakwaan
(tidak ada (rekovensi) balik pemohon
rekonvensi)

NO. 2
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Penyelenggaraan pelayanan publik dapat menyebabkan pergeseran atau
konflik antara kewajiban hukum penyelenggara pelayanan publik dan hak masyarakat.
Menurut terminologi hukum, ketiga hal inilah yang termasuk dalam kategori sengketa.Adapun
contoh dari upaya dan tahapan penyelesaian atas sengketa yang terdapat pada Nomor Perkara
215/G/2014/PTUN-JKT yaitu sebagai berikut:
Dalam analisis Putusan Nomor 215/G/2014/PTUN-JKT, Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, bersama dengan peraturan pendukung lainnya, digunakan. Putusan tersebut mengatur
sengketa terkait Keputusan Tata Usaha Negara yang mengutip Akta Perkawinan atas nama
Ludwig Erbgraf von Waldburg Wolfregg Waldsee dan Yesisca Iskandar. Penggugat
mengajukan gugatan ini pada tanggal 28 Oktober 2014 dan telah ditolak di Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta. Sehubungan dengan keadaan saat ini, gugatan dianggap melanggar
ketentuan yang berlaku, termasuk eksepsi bahwa objek gugatan telah kadaluwarsa. Penggugat
mengajukan gugatan pada tanggal 28 Oktober 2014, yang diregistrasi di Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta dengan Register Perkara Nomor: 215/G/2014/PTUN-JKT. Pada tanggal 13
November 2014, gugatan diperbaiki. Pihak tergugat kedua berpartisipasi dalam eksepsi dengan
menjawab gugatan dan membawa saksi, saudara kandung pihak tergugat kedua. Pada tahap
akhir, hakim memutuskan untuk menerima eksepsi tergugat dan tergugat II dan menghukum
penggugat.
NO. 3
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berfungsi sebagai pengadilan tingkat pertama
dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) berfungsi sebagai pengadilan tingkat
banding dalam model peradilan dua tingkat dalam penyelesaian sengketa di peradilan tata
usaha negara3. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang adil bagi
pihak yang terlibat dalam sengketa tata usaha negara, model ini digunakan. Namun, beberapa
masalah dapat muncul saat menerapkan ketentuan ini, seperti lamanya proses penyelesaian
karena ada dua tingkat peradilan, biaya yang harus dibayar, dan kemungkinan inkonsistensi
putusan antara PTUN dan PTTUN. Sebagai contoh, masalah dapat muncul saat PTUN dan
PTTUN berbeda dalam interpretasi hukum tentang cara menyelesaikan sengketa tata usaha
negara, yang dapat memperpanjang proses penyelesaian.
Sengketa yang diajukan ke PTUN dapat diselesaikan melalui upaya administratif dan
gugatan ke PTUN. Pada saat ini sistem penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara di Peradilan
Tata Usaha Negara dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Untuk Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Pejabat/Badan Pusat dan
keputusannya bersifat nasional, penyelesaiannya melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara Tingkat Pertama, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Khusus untuk
sengketa yang ada upaya administratif melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
sebagai Tingkat Pertama, selanjutnya Kasasi dan Peninjauan Kembali (Vide pasal 53-
132 Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 19896).
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang dibuat oleh Badan atau Pejabat Daerah dan berlaku
di wilayah yang bersangkutan diproses di dua tingkat sistem: Pengadilan Tata Usaha
Negara Tingkat Pertama dan Pengadilan Tata Usaha Negara Tingkat Terakhir (lihat
pasal 45 A ayat (2) huruf e UU Nomor 9 Tahun 2004).4
Analisis dan contoh dari ketentuan ini menunjukkan bahwa jumlah perkara yang masuk ke
Pengadilan Tata Usaha Negara di beberapa daerah seperti Palu, Kendari, Palangkaraya,
Samarinda, Bengkulu, dan sebagainya rata-rata tidak lebih dari 10 (sepuluh) perkara setahun,
bahkan kadang-kadang hanya 2 atau 5 perkara. Ini dapat diartikan sebagai kurangnya
kepercayaan para pencari keadilan untuk membawa sengketa Sengketa Tata Usaha Negara ke
pengadilan.
NO. 4
Pemohon Keberatan adalah pihak yang tidak menerima Putusan Komisi Informasi dan
karenanya mengajukan gugatan atau keberatan ke Pengadilan. Pasal 50 UU KIP menyebutkan
“Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dapat
mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari

3
Rumokoy, Nike K. Peran P.TUN dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara. Jurnal Hukum 20 no. 2, 2012:
137.
4
Dani, Umar. "Memahami Kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara Di Indonesia: Sistem Unity Of Jurisdiction
Atau Duality Of Jurisdiction? Sebuah Studi Tentang Struktur Dan Karakteristiknya/Understanding
Administrative Court In Indonesia: Unity Of Jurisdiction Or Duality Of Jurisdiction System? A Study Of Hierarchy
And Characteristic." Jurnal Hukum dan Peradilan 7.3 (2018): 405-424.
sejak diterimanya putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri”5. Permohonan
keberatan ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan. Pihak yang tidak setuju dapat
mengajukan keberatan ke pengadilan, dan mekanisme keberatannya diatur dalam peraturan
tersebut. Permohonan keberatan harus diajukan paling lambat 14 hari kerja sejak putusan
Komisi Informasi diterima.
Gambaran atas alur dan tahapan penyelesaian atas sengketa tersebut yaitu Setiap Pemohon
Informasi berhak mengetaui mekanisme penyelesaian pengaduan dan keberatan terkait
dengan pelayanan informasi. Berdasarkan pasal 37, 38, dan 39 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang prosesnya sebagai berikut:
Pasal 37 menyebutkan bahwa:
1. Jika tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam proses
keberatan tidak memuaskan Pemohon Informasi Publik, komisi informasi pusat,
provinsi, atau kabupaten/kota dapat melakukan upaya penyelesaian sengketa
informasi publik.
2. Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik harus diajukan dalam waktu paling
lambat empat belas (empat belas) hari kerja setelah tanggapan tertulis dari atasan
pejabat, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 36, ayat (2).
Pasal 38 menyebutkan bahwa:
1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik
melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dapat
diselesaikan dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.
Pasal 39 menyebutkan bahwa “Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan
melalui Mediasi bersifat final dan mengikat”

5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4846.

Anda mungkin juga menyukai