Anda di halaman 1dari 112

HUKUM ACARA

PERADILAN TATA
USAHA NEGARA
O
Syarat formil dan Gugatan
B
materiil guguatan
Y
E
K
Asas
G PTUN : Rapat Asas Peradilan
khusus
U Permusyawaratan secara umum
PTUN
G
A
T
A Pemeriksaan
N Tergugat Persiapan

Penggugat Pemeriksaan
Putusan Pelaksanaan
persidangan
Hakim putusan Hakim
di PTUN

Upaya
hukum
biasa
KEKUASAAN KEHAKIMAN
( PS 24)
MAHKAMAH MAHKAMAH
AGUNG KONSTITUSI

PERADILAN
PERADILAN PERADILAN PERADILAN TATA USAHA
UMUM AGAMA MILITER NEGARA
KOMPETENSI ABSOLUT
PTUN
MAHKAMAH
AGUNG
PU PA PM PTUN
kompeTENSI

Kompetensi berasal dari bahasa Latin “competentia”


yang berarti: apa yang menjadi wewenang seseorang.
Dalam bhs Ind, sering diartikan: kewenangan atau
kekuasaan atau hak yang dikaitkan dengan badan yang
menjalankan fungsi peradilan.
Sehingga badan tersebut menjadi “competence”.

(Sjachran Basah. Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti,
hlm. 65.)
JENIS KOMPETENSI
Ada 2, yaitu:
Kompetensi
Kompetensi Absolut
Relatif

Kewenangan Kewenangan
mengadili mengadili
berdasarkan berdasarkan atas
pokok sengketa wilayah hukum yang
atau pokok menjadi kewenangan
KOMPETE
NSI
Kompetensi: pemberian kekuasaan, kewenangan atau hak kepada badan
dan atau pengadilan yang melakukan peradilan.

Kompetensi Absolut: Kompetensi Relatif:


Kewenangan jenis Menetapkan pembagian
pengadilan Kekuasaan di antara
(R. Soebekti dan R. badan-badan pengadilan
Tjitrosoedibio) dari satu jenis.
KOMPETENSI RELATIF PTUN
PTUN PTUN
SURABAYA SEMARANG
PTTUN
SURABAYA PTUN PTUN
YOGYAKARTA DENPASAR

PTUN
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang Pernah Berlaku di Indonesia

• UU No. 19 / 1964
• UU No. 14 / 1970
• UU No. 35 / 1999
• UU No. 4 / 2004
UU yang berlaku saat ini adalah
UU No. 48/ 2009 tentang kekuasaan
Kehakiman
UU KEKUASAAN KEHAKIMAN
UU No. 19/1964
1. Ps. 3: Pengadilan mengadili menurut hukum sebagai alat Revolusi
berdasarkan Pancasila menuju masyarakat sosialis Indonesia
2. Ps. 19 Demi kepentingan Revolusi, kehormatan Bangsa dan Negara,
Presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal peradilan.
3. Penjelasan umum UU: Negara tidak lagi menganut Trias Politika,
sehingga Presiden/ Pemimpin Besar Revolusi harus dapat melakukan
campur tangan soal Peradilan.
UU No. 14/1970
1. Ps. 11 ayat (1): Badan-badan yang melakukan peradilan berdasar Ps 10
ayat (1), secara organisatoris, administratif dan finansiil berada di bawah
kekuasaan masing-masing Departemen yangbersangkutan.
2. Ps. 11 ayat (2): Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi
dan keuangan sendiri.
UU KEKUASAAN KEHAKIMAN
UU No. 35/ 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 14/1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
Ps. 11 diubah sbb: Badan-badan Peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(1) secara organisatoris, administratif dan finansiil berada di bawah Mahkamah Agung.
Ps 11 ayat (2): Ketentuan mengenai organisasi, administrasi dan finansial untuk masing-
masing lingkungan peradilan diatur lebih lanjut dengan undang-undang sesuai dengan
kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.

UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman


1. Pasal 1: Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Pancasila
2. Pasal 2: Penyelenggara kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan lembaga
peradilan yang berada di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
UU No 48/2009
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Untuk membangun sistem peradilan yang terpadu
(integrated justice system)

Untuk memenuhi putusan MK No. 005/PUU/2006,


yang salah satu amarnya adalah membatalkan Pasal
34 UU No. 4 /2004, juga telah membatalkan
ketentuan yang terkait dengan pengawasan hakim
oleh Komisi Yudisial UU No. 22 / 2004 tentang
Komisi Yudisial
SEJARAH PERADILAN TATA USAHA NEGARA
1. Periode tahun 1946-1949
Mr. Wirjono Prodjodikoro membuat RUU tentang
acara pemeriksaan perkara tata usaha Pemerintahan.
RUU ini tidak berhasil diundangkan sebagai UU
Peradilan Administrasi Negara.
RUU tentang Peratun dirumuskan dan dipublikasikan
oleh LPHN tahun 1967.
Tetapi, belum sempat diajukan oleh Pemerintah
kepada DPRGR.
SEJARAH PERADILAN TATA USAHA NEGARA
2. Periode tahun 1964
Dikeluarkan UU No.19 tahun 1964 tentang
Ketentuan – Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Namun dengan adanya Ketetapan MPRS No.
XIX/MPRS/1966 yang memerintahkan peninjauan
kembali produk legislatif negara di luar produk
MPRS yang tidak sesuai dengan UUD 1945,
dihubungkan dengan UU Nomer 6 tahun 1969, maka
UU No. 19 tahun 1964 dianggap menyimpang dari
UUD 1945, sehingga dicabut.
SEJARAH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

3. Untuk mewujudkan pembentukan Peratun,


maka dirumuskan dalam Ketetapan MPR No.
IV/MPR/1978 tentang GBHN yang
memerintahkan “mengusahakan terwujudnya
Peradilan Tata Usaha Negara”.
SEJARAH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

4. RUU Peratun disahkan menjadi UU Peratun


oleh Presiden tanggal 28 Desember 1986,
menjadi UU No. 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (LN 1986
No.77 dan TLN No. 3344).
SEJARAH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

5.Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7/1991


tentang Penerapan Undang-undang No. 5/1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
dinyatakan mulai diterapkan secara efektif di
seluruh wilayah Indonesia sejak berlakunya
peraturan tersebut.
Undang-Undang tentang Peradilan
Tata Usaha Negara
1. UU No. 5 /1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

2. UU No. 9/2004 tentang Perubahan Atas UU No. 5/1986


tentang Peradilan Tata Usaha Negara

3. UU No. 51/2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.


5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
PERBEDAAN PTUN DENGAN
OMBUDSMAN
Kedudukan lembaga
Ombudsman: Lembaga
Negara yang bersifat mandiri
dan tidak memiliki hubungan
PTUN: Salah satu
organik dengan lembaga
pelaksana kekuasaan
negara dan instansi
kehakiman yaitu
pemerintahan lainnya, serta
lembaga peradilan yang
dalam menjalankan tugas dan
berada di bawah MA
wewenangnya bebas dari
campur tangan. (Pasal 2 UU
PERBEDAAN PTUN DENGAN
OMBUDSMAN
TUGAS, FUNGSI
Ombudsman:
Berfungsi mengawasi penyelenggaraan
PTUN: pelayanan publik yang diselenggarakan
Memeriksa, oleh Penyelenggara Negara dan
memutus dan pemerintahan baik di pusat maupun di
menyelesaikan daerah termasuk yang diselenggarakan oleh
sengketa di bidang BUMN, BUMD dan Badan Hukum Milik
tata usaha negara Negara serta badan swasta atau
(Pasal 47 UU No. 5 perseorangan yang diberi tugas
Tahun 1986) menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu. (Pasal 6 UU No. 37 Thn 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia)
KEWENANGAN
OMBUDSMAN
Kewenangan
Kewenangan Ombudsman
Ombudsman
diatur dalam Pasal 8 ayat (2)
diatur dalam
UU No. 37/2008
Pasal 8 ayat (1)
UU No. 37 /2008 Merupakan kewenangan yang
Lebih sering berkaitan dengan praktek
digunakan untuk pengawasan yang dilakukan
penyelesaian dalam wujud kegiatan
laporan pemeriksaan inisiatif (on
SISTEM PERADILAN TATA USAHA NEGARA
BEKERJANYA SISTEM PERADILAN TATA USAHA NEGARA
ASAS PERADILAN SECARA UMUM
UU No 48 Tahun 2009

PTUN

ASAS KHUSUS PERADILAN TATA


USAHA NEGARA
Peradilan
Rochmat Soemitro:
hPeradilan (rechtspraak): suatu proses penyelesaian sengketa
hukum di hadapan badan pengadilan menurut hukumnya.
hPengadilan: cara mengadili atau usaha memberikan
penyelesaian hukum yang dilakukan oleh badan pengadilan.
hBadan Pengadilan: suatu badan, dewan, hakim atau instansi
pemerintah yg berdasarkan peraturan perundang-undangan
diberikan wewenang untuk mengadili sengketa hukum.

(Sjachran Basah: Eksitensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung: Alumni)
PERADIL
AN
Sjachran Basah:
[ Istilah ‘pengadilan’ ditujukan kepada badan atau wadah yang
memberikan peradilan;
[ ‘peradilan’ : menunjuk kepada proses untuk memberikan
keadilan dalam rangka menegakkan hukum atau “het
rechtspreken”
Jadi, pengadilan berhubungan erat dengan peradilan. Tetapi
pengadilan bukan satu-satunya tempat untuk
menyelenggarakan peradilan.
(Sjachran Basah: Eksitensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung: Alumni)
PERADIL
AN
Sudikno Mertokusumo:
Peradilan adalah segala sesuatu yang bertalian
dengan tugas Hakim dalam memutus perkara,
perdata maupun pidana, untuk mempertahankan
atau menjamin ditaatinya hukum materiil.

(Sudikno Mertokusumo: Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya di Indonesia sejak 1942. Dan apakah
kemanfaatannya bagi kita bangsa Indonesia?)
(Sjachran Basah. Ibid)
Unsur Peradilan Secara Umum

Rochmat Soemitro:
1.Adanya suatu aturan hukum yang abstrak, mengikat
umum, yang dapat diterapkan pada suatu persoalan.
2. Adanya suatu perselisihan hukum yang konkrit.
3. Ada sekurang-kurangnya dua pihak.
4. Adanya suatu aparatur peradilan, yang berwenang
memutuskan perkara.
Unsur Peradilan Secara Umum
Sjachran Basah:
1.Adanya aturan hukum yang dapat diterapkan pada suatu
persoalan.
2.Adanya suatu sengketa hukum yang konkrit.
3.Ada sekurang-kurangnya 2 pihak.
4.Adanya badan peradilan yang berwenang memutus sengketa.
5.Adanya hukum formal dalam rangka menerapkan hukum
(rechtstoepassing) dan menemukan hukum rechtsvinding) “in
concreto” untuk menjamin ditaatinya hukum materiil di atas.
Peradilan Administrasi
Pendapat para ahli:
1.Rochmat Soemitro
Peradilan administrasi adalah peradilan yang memiliki 4
unsur peradilan umum, dan harus memenuhi unsur khusus
yaitu:
a.peraturan yg harus diterapkan terletak dalam lapangan
hukum tata negara dan hukum administrasi negara.
b. salah satu pihak yang berperkara adalah administrasi,
karena perbuatan salah seorang pejabat dalam batas
wewenangnya.
PERADILAN ADMINISTRASI

2. Van Praag
Peradilan Administrasi menerapkan suatu peraturan
hukum pada suatu perselisihan konkrit, yang salah satu
pihaknya adalah administrasi negara. Lebih menekankan
pada: pihak yang bersengketa.

3. Sjachran Basah
Menyetujui ada unsur khusus dalam peradilan administrasi,
dan yang menjadi pangkal sengketa adalah: ketetapan
tertulis (beschikking).
PENYELESAIAN SENGKETA TUN
SENGKE
TA TUN

JALUR
JALUR
ADMINISTRATI
F PERADILAN
HARUS DILIHAT PERATURAN DASAR KELUARNYA
KEPUTUSAN TUN ( OBYEK SENGKETA) -APAKAH
DI PERATURAN DASAR MENYEBUTKAN
PENYELESAIAN SENGKETA TUN , HARUS MELALUI
PERADILAN ATAU JALUR ADMINISTRATIF.
Peradilan Administrasi
Peradilan Administrasi Semu atau UPAYA ADMINISTRATIF :
1.Yang memutus perkara adalah instansi yg lbh tinggi secara jenjang
vertikal, atau lain daripada yang memberikan putusan pertama.
2.Meneliti “doelmatigheid” dan “rechtsmatigheid” dari keputusan
administrasi.
3.Dapat mengganti, merubah atau meniadakan keputusan administrasi
yang pertama.
4.Dapat memperhatikan perubahan keadaan sejak saat diambilnya
keputusan, bahkan juga dapat memperhatikan perubahan yang terjadi
selama prosedur berjalan.
5.Badan yang memutus dapat di bawah pengaruh badan lain, walaupun
Peradilan Administrasi
Peradilan Administrasi Murni :
1.Yang memutus adalah Hakim
2.Penelitian terbatas pada “rechtsmatigheid” keputusan
administrasi
3.Hanya dapat meniadakan keputusan administrasi, dapat
memberi hukuman berupa ganti rugi. Tetapi tidak
membuat keputusan pengganti.
4.Terikat pada pertimbangan fakta dan keadaan hukum saat
diambilnya keputusan tsb., dan atas itu dipertimbangkan
“rechtsmatigheid”.
5.Badan atau lembaga yang memutus bersifat bebas dari
PENYELESAIAN SENGKETA
TUN
JALUR
ADMINISTRATIF
KEBERA BANDING
ADMINIST
TAN RASI
PTTUN

DASAR HUKUM: PASAL 48, PASAL 51 (3) UU No. 5 /1986


UPAYA ADMINISTRATIF (PS 48)
KEBERATAN

Keputusan TUN

Pejabat atau Badan Tata Usaha


Negara yang mengeluarkan
Keputusan TUN
UPAYA ADMINISTRATIF
BANDING ADMINISTRATIF

Keputusan TUN

Instansi Atasan dari Pejabat atau


Badan Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan TUN
PENYELESAIAN SENGKETA
TUN
MA
JALUR
PERADILAN PTTUN
PTUN
ASAS PTUN
ASAS
ASAS PTUN (KHUSUS):
PERADILAN 1.Asas praduga keabsahan (vermoeden van
SECARA recthmatigheid, presumptio justae causa). Ps
UMUM: 67 ay (1) UU No.5/1986.
UU NO. 48 / 2.Asas pembuktian bebas yang terbatas. Ps 107
2009 UU No.5/1986.
3.Asas keaktifan Hakim (dominus litis, actieve
rechter) Ps.58, 63 ayat 1,2, 80, 85 UU
No.5/1986.
4.Asas putusan pengadilan mempunyai
kekuatan erga omnes.
W. Riawan Tjandra : Peradilan Tata Usaha Negara Mendorong Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan
Berwibawa
ASAS PRADUGA KEABSAHAN Pasal 67 UU No 5/
1986( VERMOEDEN VAN RECHTMATIGHEID ,
PRESUMPTIO JUSTAE CAUSA)
Asas ini berarti : Keputusan TUN harus selalu dianggap sah atau
rechtmatig sampai ada pembatalan oleh Pengadilan atau Pejabat yang
berwenang .

Gugatan tidak menunda atau menghalangi pelaksanaan keputusan TUN


dan / atau tindakan Badan dan/atau Pejabat TUN yang digugat (Pasal 67
ayat 1 UU No 5 Tahun 1986)

RECHTMATIG : BENAR MENURUT HUKUM


ASAS PRADUGA KEABSAHAN
Penggugat dapat mengajukan permohonan penundaan pelaksanaan
keputusan TUN yang digugat, berdasarkan alasan-alasan yang diajukan
kepada Majelis Hakim . (Pasal 67 ayat 2 UU No 5 / 1986)
Permohonan
Diajukan ke Majelis Hakim Penetapan oleh Majelis dalam bentuk Penetapan.
penundaan oleh
berdasarkan alasan yang sah Karena merupakan tindakan prosesuil.
Penggugat

Ditolak Dikabulkan
Asas praduga keabsahan (vermoeden van rechtmaTigheid,
presumptio justae causa)
Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya
Keputusan TUN serta tindakan Badan/Pejabat TUN yg digugat.
(Ps 67 UU No.5 / 1986).

Asas ini mengandung makna: bahwa Keputusan TUN harus selalu


dianggap sah atau rechtmatig sampai ada pembatalannya.
RECHTMATIG: BENAR MENURUT HUKUM
Penundaan pelaksanaan keputusan TUN yang digugat dalam bentuk
penetapan, karena merupakan tindakan prosesual.
Asas Pembuktian
Pasal 100 UU No. 5 / Bebas Terbatas
Pasal 107 UU No. 5 / 1986
1986
Hakim bebas untuk
(1) Alat bukti adalah:
menentukan:
1.Surat atau tulisan Hakim 1.Siapa yang harus dibebani
2.Keterangan Ahli ptun pembuktian.
3.Keterangan saksi Terbatas: 2.Apa yang harus dibuktikan
4.Pengakuan para
Ps 100 oleh pihak yang berperkara
pihak
3.Alat bukti mana saja yang
5.Pengetahuan Hakim
Hakim harus diutamakan untuk
PTUN digunakan
(2) Keadaan yang telah
4.Kekuatan pembuktian
diketahui oleh umum Bebas:
yang diajukan
tidak perlu Ps 107.
PEMBUKTIAN

Pengetahuan Hakim : dalam melakukan


penilaian terhadap bukti tertulis maupun
pengakuan saksi , sepenuhnya menjadi
kewenangan Hakim menyangkut kaitan bukti
dengan saksi atau kaitan keduanya dengan
obyek sengketa, dll.
Asas Hakim Aktif (Dominus Litis, Actieve Rechter)
Normativasi dari asas ini, tercantum dalam Pasal 58, 63, 80, 85 UU
No. 5 / 1986.
2 pertimbangan yang mendasari asas tersebut:
1. Keputusan TUN adalah bagian dari hukum positif yang harus
sesuai dengan tertib hukum yang berlaku. Sehingga Hakim di
bebani tugas untuk mencari kebenaran materiil.
2. Untuk menyeimbangkan kedudukan penggugat terhadap tergugat.
Tergugat lebih memiliki kelengkapan data, informasi, serta adanya
kewenangan tata usaha negara yang melekat pada jabatan tata
usaha
W.Riawan negara.
Tjandra: PTUN Mendorong Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa: Univ.Atma Jaya
Yogyakarta, hlm.71-72
Konsekuensi terjauh digunakannya asas hakim aktif adalah: hakim
ptun melakukan ultra petita yang dapat mengarah pada tindakan
reformatio in peius.
Ultra petita: Hakim
Reformatio in
PTUN memutus
peius: putusan
melebihi tuntutan
Hakim dapat
penggugat. Tujuannya
Asas membawa
untuk menyelesaikan
Penggugat pada
Hakim sengketa.
kondisi yang
Aktif Melalui putusan
merugikan atau
Kasasi: 5 K/TUN/1992.
mengurangi
MA pertama kali
kedudukan /
mengintrodusir
kepentingan hukum
lembaga ultra petita
penggugat.
Asas Erga Omnes
Sengketa TUN adalah sengketa di bid.hukum publik,
sehingga putusan PTUN berlaku bagi siapa saja, tidak
hanya bagi pihak yang bersengketa (inter partes).
Daya berlaku putusan tersebut mengikat secara publik,
artinya mengikat bagi siapapun diluar pihak-pihak yang
bersengketa, selain juga mengikat para pihak yang
bersengketa.

W. Riawan Tjandra : hlm. 73


Peradilan Tata Usaha Negara

Keputusan Tata Usaha Negara sebagai


obyek sengketa.
Penggugat KONKRIT, INDIVIDUAL, FINAL,
Tergugat
PENETAPAN TERTULIS dan
MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM

PTUN
Peradilan Tata Usaha Negara
Para pihak yang bersengketa:
Tergugat:
Pejabat atau Badan
Penggugat: Tata Usaha Negara di
Individu atau Badan Tingkat Pusat maupun
Hukum Perdata Daerah (Pasal 1
Angka 6 UU
PIHAK YANG BERSENGKETA

Ps. 53 ayat (1) jo Psl 83 (1),(2),(3) UU No. 5/1986


Penggugat: “Setiap orang Tergugat: Badan atau
individu/badan hukum yang Pejabat Tata Usaha
perdata berkepentingan.. Negara
Pengguga .”
t Tergugat
Karena permintaan salah Intervensi
Intervensi
Pihak ketiga satu pihak (P atau T),
dengan kemauan dengan maksud agar Masuknya
sendiri ingin pihak ketiga selama pihak ketiga
mempertahankan/ proses berlangsung dapat atas prakarsa
membela hak dan bergabung untuk Hakim.
kepentingannya memperkuat posisi
MASUKNYA PIHAK KETIGA

Untuk memperoleh penetapan


Masuknya pihak ketiga karena : Membuat Majelis Hakim
1. Alasan sendiri ( untuk permohonan dan ( Ditolak atau diterima)
membela kepentingannya diajukan ke Majelis
sendiri) Hakim secara
2. Ditarik oleh salah satu pihak tertulis
( Penggugat atau Tergugat)

Dengan pertimbangan :
Masuknya pihak ketiga JARANG
kepentingan pihak ketiga tersebut
berdasarkan penetapan Majelis DILAKUK
sangat penting, namun domisili
Hakim AN
hukumnya tidak diketahui.
KEPENTINGAN

Menurut Van Wijk, dua regim yang timbul dari adanya hak gugat
dan kepentingan:
1.ACTIO POPULARIS : setiap orang dapat mengajukan gugatan.
Semua subyek hukum memiliki kepentingan dengan
pelaksanaan wewenang pemerintah yang sesuai hukum.
2.TIGHT STANDING : Hak mengajukan gugatan hanya diberikan
kepada pihak yang dialamatkan oleh keputusan TUN, yang
ditujukan untuk menjaga ketepatan dan kepastian hukum.

(Sumber : “Kepentingan Menggugat Pada Peradilan Administrasi” – Dr. Irfan Fachruddin, S.H.,MH.,CN- dalam Bunga
Rampai Peradilan Administrasi Kontemporer, hlm. 168– Genta Publishing)
KEPENTINGAN
Dalam hukum positif, kepentingan tercantum:
1. Ps 53 ayat (1) UU No. 5 / 1986: “Orang atau badan hukum perdata
yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan TUN
dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang
berwenang.”
2. Ps 83 ayat (1) UU No. 5/1986 : “...seseorang yang berkepentingan
dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan...”

UU tidak memberikan penjelasan tentang arti


kepentingan.
PENGGUGAT
Apakah gugatan perwakilan dimungkinkan dalam sistem PTUN?
PERMA No. 1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok, Pasal 1 huruf a:
Gugatan Perwakilan Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan
gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili
kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka
sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang
jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar
hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang
dimaksud.
GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK
Putusan No. 088/G/1994/Piutang/PTUN Jakarta (9 Desember
1994):
Organisasi Lingkungan Hidup dapat bertindak sebagai Penggugat
dengan mengatasnamakan kepentingan umum jika organisasi
lingkungan hidup memenuhi kriteria:
1. Tujuan dari organisasi tersebut memang melindungi
lingkungan hidup atau menjaga kelestarian alam, tujuan mana
harus tercantum dan dapat dilihat dalam Anggaran Dasar
organisasi yang bersangkutan.
GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK

2. Organisasi yang bersangkutan harus berbentuk badan


hukum atau yayasan.
3. Organisasi tersebut harus secara berkesinambungan
menunjukkan adanya kepedulian terhadap perlindungan
lingkungan hidup yang secara nyata di masyarakat.
4. Organisasi tersebut harus cukup representatif.
Kriteria diatas dikemukakan oleh Paulus Effendi Lotulung.

R. Wiyono. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, hlm. 52-54


Obyek Sengketa
• Pasal 1 Angka 3 UU No. 5 / 1986
• Keputusan TUN yang dapat digugat, harus memenuhi unsur:

Penetapan Tertulis Individual

Konkrit Final

Menimbulkan Akibat Hukum


PEMBATASAN KEPUTUSAN TUN YANG TIDAK DAPAT DIGUGAT
Pembatasan Pembatasan karena
karena sifat atau keadaan atau kondisi
maksudnya dikeluarkannya
memang tidak keputusan TUN.
dapat
digolongkan
dalam
pengertian
Keputusan TUN Pasal 49 UU
berdasar UU No No 5 / 1986
5/ 1986

Pasal 2 UU No 5/ 1986
jo UU No 9 / 2004
Pasal 2 UU NO. 5 / 1986
Tidak termasuk pengertian Keputusan TUN yg dapat digugat menurut
UU:
a. Keputusan TUN yg merupakan perbuatan hukum perdata.
b. Keputusan TUN yg merupakan pengaturan yang bersifat umum.
c. Keputusan TUN yg masih memerlukan persetujuan.
d. Keputusan TUN yg dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP atau
KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yg bersifat hukum
pidana.
e. Keputusan TUN yg dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
PERUBAHAN ISI PASAL 2
Pasal 2 UU No. 5 / 1986

Pasal 2 UU No. 9/2004


PERUBAHAN HURUF:
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha TNI
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat
maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum
Pasal 49 UU No. 5 / 1986
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa TUN tertentu dalam hal keputusan
yang disengketakan itu dikeluarkan:
a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam,
atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem Peradilan Tata Usaha Negara
Memasukkan
Gugatan

Pemeriksaan
Gugatan

Pelaksanaan
Putusan
GUGATAN
Syarat formil: Syarat materiil:
 Pasal 55
Pasal 53 UU No. 5/
 Pasal 56
 Pasal 54 86 jo UU No. 9 /
 UU No. 5 / 1986 2004

Mendaftar gugatan
ke PTUN
Nomer
Syarat Formil gugatan
¤ Pasal 54 ayat (1) – (5)
¤ Pasal 55: gugatan hanya dapat diajukan
dalam tenggang waktu 90 hari sejak saat
diterima atau diumumkannya Keputusan
Badan / Pejabat TUN.
¤ Pasal 56: ayat (1) dan ayat (2)
SYARAT FORMIL GUGATAN
Gugatan harus berisi:
1. Identitas Penggugat dan Tergugat. Harus dijelaskan
secara jelas, kedudukan hukum (legal standing).
2. Posita: peristiwa – peristiwa maupun dalil-dalil yang
menjadi latar belakang tuntutan.
3. Petitum: segala sesuatu yang diinginkan Penggugat
untuk diputus oleh Hakim.
Syarat Materiil Gugatan
Ps 53 ayat (2) UU No. 9/2004:
a. Keputusan TUN yg digugat
Ps 53 ayat (2) bertentangan dgn peraturan perundang-
undangan yg berlaku.
UU No. b. Keputusan TUN yg digugat
5/1986 bertentangan dgn Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik (UU No.
28/1999)

UU No. 30 / 2014 ttg Administrasi Pemerintahan


Tenggang waktu pengajuan gugatan 90 hari sejak saat diterima
atau diumumkan keputusan tun (PS 55)
1. Teori Penerimaan (ONTVANGSTHEORIE)
Tenggang waktu ditentukan sejak hari diterimanya surat
keputusan TUN.
2. Teori Pengiriman (VERZENDTHEORIE)
Tenggang waktu dihitung sejak saat penyerahan atau
pengiriman oleh Kantor Pos. Menggunakan atau melihat
stempel pos sebagai patokan. Teori ini sedapat mungkin
dihindari, krn penerima akan lebih banyak dirugikan.
(S.F.Marbun.Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, hlm.190-193)
Pemeriksaan Pendahuluan
• Pemeriksaan Pendahuluan dalam Sistem PTUN :
Rapat
Permusyawaratan
(Pasal 62)Pemeriksaan
Persiapan
• Dilakukan di luar ruang Sidang (Pasal 63)
*TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN GUGATAN
Untuk keputusan TUN yang melalui upaya administratif, maka penghitungan
90 hari dihitung sejak saat keputusan dari instansi atau badan atau
pejabat TUN menyelesaikan upaya administratif.
SEMA No 2 / 1992 ttg pedoman penghitungan 90 hari :
1. Penghitungan tenggang waktu terhenti atau ditunda pada waktu gugatan
didaftarkan ke Kepaniteraan PTUN.
2. Gugatan baru hanya dapat diajukan dalam sisa waktu sebagaimana
dimaksud pada angka 1.
3. Bagi pihak yang tidak dituju oleh Keputusan TUN, tetapi merasa
kepentingannya dirugikan, maka penghitungan 90 hari dihitung secara
kasuistis sejak ia merasa kepentingannya dirugikan dan mengetahui adanya
keputusan tersebut.
RAPAT PERMUSYAWARATAN
Gugatan yang sudah RAPAT PERMUSYAWARATAN
didaftar, mendapat (DISMISSAL PROCESS) Pasal 62
nomer perkara

Gugatan dinyatakan tidak


Gugatan dinyatakan diterima
diterima dengan Penetapan
oleh Ketua PTUN (Ps 62 ayat dengan Penetapan oleh Ketua
1,2) PTUN

Perlawanan thd Tidak ada PEMERIKSAAN


Penetapan (Ps 62 upaya hukum. PERSIAPAN (Ps
ayat 3, 4, 5) (Ps 62 ayat (5)) 63)
RAPAT PERMUSYAWARATAN
Pemeriksaan
Rapat
Penetapan yang Persiapan
Permusyawaratan
menyatakan yang
dipimpin oleh
gugatan diterima dipimpin
Ketua PTUN
Hakim
Penggugat Perlawanan
Penetapan yang mengajukan diperiksa
menyatakan gugatan perlawanan, dgn
dengan
tidak diterima dengan tenggang waktu 14
hr stl diucapkan Acara
alasan (Ps 62 ayat (1) Penetapan Singkat
huruf a-e) Perlawanan ditolak.
Perlawanan dibenarkan Pengadilan, maka
Tidak ada upaya hukum.
penetapan gugur demi hukum. Pokok gugatan
diperiksa dan diputus, diselesaikan dgn acara Harus memasukkan
RAPAT PERMUSYAWARATAN
UPAYA PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL
OLEH KETUA PTUN
Gugatan Pemeriksaan gugatan
Gugatan perlawanan
diajukan perlawanan dilakukan
diajukan 14 hari sejak
sesuai oleh Majelis Hakim
penetapan di
syarat dalam dengan ACARA
beritahukan
Ps. 56 SINGKAT
Gugatan perlawanan ditolak oleh
Majelis, maka Penetapan dismissal Gugatan perlawanan
memiilki kekuatan tetap. dibenarkan oleh Majelis,
maka: penetapan dismissal
Pemeriksaan gugatan dilakukan tidak dapat dibenarkan /
sesuai acara biasa tidak berdasar.
RAPAT PERMUSYAWARATAN
Gugatan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal:
1. Pokok-pokok gugatan tidak termasuk wewenang PTUN (misal: Ps. 2)
2. Syarat gugatan tidak dipenuhi oleh Penggugat, sekalipun sudah
diperingatkan/diberitahu (misal: Penggugat tidak dapat dengan pasti
menyebutkan nama maupun tempat kedudukan Badan/Pejabat TUN)
3. Gugatan tidak didasarkan alasan yang sah (misal: dalam tuntutan/posita
tidak menunjukkan keseriusan penggugat)
4. Apa yg dituntut dalam gugatan, sebenarnya sudah terpenuhi oleh
Keputusan TUN (misal: penggugat menuntut dibatalkannya SK pemecatan
dirinya sbg PNS, tetapi ternyata SK tersebut sdh dicabut oleh Tergugat)
5. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya. (tenggang
waktu pengajuan gugatan adalah 90 hari, sejak putusan diberitahukan
kepada: Penggugat).
INDROHARTO Usaha Memahami UU ttg PTUN Buku II Beracara di PTUN (hlm. 150-151)
PEMERIKSAAN PERSIAPAN (Ps 63)
Dipimpin oleh Penggugat diberi Hakim memutuskan
Hakim waktu 30 hari utk gugatan dinyatakan
Asas Hakim melengkapi GUGATAN TIDAK
Aktif gugatan DAPAT DITERIMA
1.Wajib memberi
nasehat kpd Gugata
Penggugat utk n TIDAK ADA
memperbaiki gugatan lengkap
UPAYA HUKUM
dan melengkapi data Pemeriksaan
yg diperlukan. Pokok
2.Dapat meminta Perkara oleh Memasukkan
penjelasan kepada Majelis gugatan baru
Pemeriksaan Persiapan
HAK
Fungsi IM Fungsi
Penasehatan Penyeimbangan posisi
Hakim (Pasal 63 para pihak dalam
sengketa (Ps 63 ayat
ayat (2) huruf a)
(2) huruf b)
Tujuan: Untuk meletakkan sengketa Kegunaan: agar
sesuai peta, mengenai obyek serta pemeriksaan di
fakta dan problem hukum yang depan sidang
harus dijawab berjalan lancar
Dalam Praktek Peradilan TUN

• Hakim seringkali melakukan fungsi perujukan sebelum


persidangan dilaksanakan.
• Wujud dari rujuknya para pihak di luar sidang (out of
court settlement): pencabutan gugatan oleh penggugat
dan ditindaklanjuti dengan saling dilaksanakannya hak
dan kewajiban masing – masing pihak yang telah
disepakati bersama pada Pemeriksaan Persiapan.

W. Riawan Tjandra : PTUN Mendorong Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa. Hlm. 91
Hal penting tentang PTUN
1. Tidak ada gugat balik / rekonvensi
2. Tenggang waktu pengajuan gugatan: 90 hari
3. Pihak Tergugat: Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
4. Asas-asas khusus dalam Sistem PTUN
5. Tidak berlaku putusan serta merta
Perbedaan Pemeriksaan Upaya Administratif dan
Pengujian di PTUN
1. UPAYA ADMINISTRATIF yang memeriksa adalah: Badan atau
Pejabat TUN
2. PENGUJIAN bersifat EX-NUNC, artinya:pengujian dilakukan secara
lengkap, sesuai dengan situasi pada saat pengujian dilaksanakan. Juga
diperhatikan dan diperhitungkan adanya keadaan-keadaan baru yang
timbul sesudah dikeluarkannya keputusan tsb. Keadaan baru tsb dapat
berupa: perubahan peraturan yang berlaku, perubahan situasi hukum
dan situasi kepentingan yang berkaitan dengan keputusan yang
disengketakan.
Pengujian di Peradilan TUN
1. Yang memeriksa : Hakim Pengadilan TUN
2. Pengujian bersifat EX-TUNC. Artinya: hanya mengenai
segi penerapan hukumnya saja. Dilakukan menurut
situasi pada saat keputusan TUN yang digugat itu
dikeluarkan. Artinya, didasarkan atas peraturan
perundangan yg berlaku dan digunakan sebagai dasar
hukum dalam proses penetapan suatu Keputusan TUN.

W. Riawan Tjandra : PTUN Mendorong Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Hlm 95. 110
PEMERIKSAAN PERSIDANGAN
Pemeriksaan sengketa TUN:
1.Acara Singkat
2.Acara Biasa
3.Acara Cepat
4.Acara Cuma-cuma
Acara Singkat:
Digunakan untuk memeriksa upaya
Perlawanan yang diajukan Penggugat,
terhadap Penetapan oleh Ketua PTUN,
pada tahap Rapat Permusyawaratan
Acara Cepat:
Tergantung pada alasan-alasan yang
diajukan Penggugat dalam
permohonannya. Dicantumkan: adanya
kepentingan penggugat yang “cukup dan
sangat mendesak” agar pemeriksaan
dilakukan dgn acara cepat. Pasal 98, 99 UU
No. 5 /1986
PEMERIKSAAN ACARA CEPAT
KETUA PTUN DLM WKT 14 HR
KEPENTINGAN SETELAH PERMOHONAN
MENDESAK DITERIMA : PENETAPAN
PENGGUGAT DIKABULKAN ATAU TIDAK
ACARA CEPAT :
1.TIDAK KETUADIKABULKAN
PTUN DLM WKT 7
MELALUI HR SETELAH PENETAPAN,
TAHAP MENENTUKAN : HARI,
PEMERIKSAAN TEMPAT, DAN WAKTU
PERSIAPAN SIDANG.
ACARA CEPAT: TENGGANG
(PSL 63). WAKTU JAWABAN DAN
PUTUSA
2.HAKIM PEMBUKTIAN BAGI P & T: N AKHIR
TUNGGAL MASING2X TIDAK MELEBIHI
14 HARI
ACARA BIASA: PASAL 68 –
97

1.Pemanggilan para pihak.


2.Pembacaan surat gugat dan jawaban.
3.Pembuktian
4.Kesimpulan
5.Putusan
ACARA BIASA
Pemanggilan para pihak :
1. Pasal 64 ayat (1) , (2).
2. Pasal 65
3. Pasal 66 ayat (1) –(3)
4. Pasal 71 ayat (1), (2).
5. Pasal 72 ayat (1) – (3).
Hakim Ketua Sidang memutuskan gugatan gugur: apabila penggugat
atau kuasanya tidak hadir tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, meskipun telah dipanggil secara patut sebanyak
2 kali, dan membayar biaya perkara.
Tidak ada upaya hukum, harus memasukkan gugatan baru.
PEMBUKTIAN
Ada 4 teori sistem pembuktian yg diuraikan oleh Sudikno, sbb :
1. Conviction in – time.
Bahwa untuk menentukan sah atau tidaknya keputusan TUN,
semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan Hakim. Hakim
menarik kesimpulan berdasarkan keyakinan saja, yg dapat
diperoleh dan disimpulkan dari alat-alat bukti yang diperiksa
dalam persidangan. Kesimpulan juga dapat ditarik Hakim dengan
mengacu pendapat para pihak (P & T). Dalam sistem ini,
keyakinan Hakim sangat dominan.
PEMBUKTIAN

2. Conviction – Raisonee.
Dalam sistem ini, keyakinan Hakim dibatasi dan harus
didukung oleh alasan-alasan yang jelas. Hakim harus
menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan yang
mendasari keyakinannya. Keyakinan Hakim dibatasi
oleh reasoning yang bersifat logis dan dapat diterima
akal.
PEMBUKTIAN

3. Pembuktian menurut UU yang bersifat positif


(affirmatif).
Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan
alat-alat bukti yang ditentukan oleh UU. Untuk
menentukan putusannya, Hakim semata-mata
mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah tanpa
diperlukan adanya keyakinan Hakim.
PEMBUKTIAN
4. Pembuktian menurut UU secara negatif.
Merupakan perpaduan antara teori pembuktian menurut
UU secara positif dengan sistem pembuktian menurut
keyakinan hakim (conviction-in time). Dalam sistem ini,
Hakim hrs memutus berdasarkan alat bukti yang sah dan
mengikuti prosedur dalam UU dengan didukung oleh
keyakinan Hakim.
• Sistem Pembuktian di PTUN
masuk dalam: Teori pembuktian
menurut UU secara negatif.
• Hal ini tercermin dari Pasal 100 jo
Pasal 107 UU No. 5 /1986.

W. Riawan Tjandra : PTUN Mendorong Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa. (Hlm 98-99)
Ajaran Pembuktian Bebas dalam PTUN
Menurut ajaran Pembuktian Bebas, Hakim diberi
kebebasan untuk mencari kebenaran materiil, yang
dalam implementasinya sbb :
1. Pembebanan Pembuktian. Hakim menentukan “siapa”
yang harus dibebani pembuktian dan “hal apa” yang
harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara, serta hal
apa yang harus dibuktikan sendiri oleh Hakim.
2. Hakim dapat menentukan “apa” yang harus dibuktikan.
AJARAN PEMBUKTIAN BEBAS
DALAM PTUN
3. Hakim menentukan “alat bukti” mana saja yang
diutamakan untuk digunakan dalam pembuktian.
4. Hakim menentukan “kekuatan alat bukti” yang telah
diajukan oleh para pihak.
Menurut S.F. Marbun, tujuan akhir dari pembuktian dalam
PTUN adalah: untuk mempertemukan, menyerasikan,
menyeimbangkan dan menyelaraskan kepentingan orang
perorangan(Penggugat) dengan kepentingan publik yang
diwakili oleh Badan/ Pejabat TUN (Tergugat).
PEMBUKTIAN
PENGUJIAN EX-
TUNC = Penerapan
hukum

PROSEDUR WEWENANG SUBSTANSI


PEMBUKTIAN
Pengujian meliputi surat keputusan yang disengketakan
dan keseluruhan proses pembuatan keputusan dalam
segala tingkatannya.
1. Segi Prosedur
Apakah sudah sesuai dengan ketentuan perundangan
mengenai prosedur diterbitkannya surat keputusan
tersebut?.
PEMBUKTIAN
2. Segi wewenang badan atau pejabat tata
usaha negara yang bersangkutan:
Apakah badan atau pejabat tata usaha negara
yang bersangkutan memiliki wewenang
sesuai peraturan perundangan yang berlaku
untuk menerbitkan obyek sengketa ?
PEMBUKTIAN

3. Segi substansi keputusan:


 Apakah substansi / materi obyek sengketa
sudah sesuai dengan peraturan perundangan
yang menjadi dasar terbitnya obyek
sengketa ?
PEMBUKTIAN
4. keputusan:
 Apakah perumusannya sudah cukup jelas?
 Apakah pertimbangannya didasarkan atas fakta-fakta yang tepat dan
relevan, serta secara konkret mengenai suatu hal atau keadaan yang
diatur?
 Apakah sudah (atau tidak) diumumkan keputusan yang bersangkutan?
 Apakah sudah (atau tidak) diberitahukan kepada yang bersangkutan?
 Apakah bagi pihak ketiga sudah (atau tidak) ada publikasi ?
PUTUSAN
Dalam PTUN ada 2 macam putusan:
1.Putusan Akhir: adalah putusan yang
mengakhiri suatu sengketa dalam tingkatan
Peradilan.
2.Putusan Sela: fungsinya untuk memperlancar
pemeriksaan perkara
Putusan Hakim

Putusan Hakim mempunyai kekuatan mengikat, sehingga wajib untuk dipatuhi dan
dilaksanakan.
Kekuatan Mengikat ●
Putusan bersifat ERGA OMNES: dapat berlaku bagi publik, tidak hanya mengikat
para pihak yang bersengketa.


Putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap harus
Kekuatan Eksekutorial
dapat dilaksanakan sehingga memiliki kekuatan eksekutorial.


Putusan PTUN memiliki kekuatan pembuktian yang sifatnya
Kekuatan Pembuktian sejajar dengan akta otentik, sehingga selalu diakui kebenaran
dan legalitasnya sepanjang telah berkekuatan hukum tetap.
Jenis Putusan Akhir (Ps 97 angka (7) UU No. 5/1986)
GUGATAN DIKABULKAN:
GUGATAN DITOLAK:
Berarti tidak membenarkan atau
Berarti memperkuat atau
menyatakan tidak sah keputusan
menyatakan sah / legal
TUN, baik seluruhnya atau sebagian.
Keputusan TUN yang
Pasal 97 ayat (8) dan (9),
dikeluarkan oleh Badan /
menetapkan kewajiban yang harus
Pejabat TUN
dilakukan
GUGATAN oleh Tergugat
GUGUR:
GUGATAN TIDAK
Apabila pihak Penggugat maupun
DITERIMA:
kuasa hukumnya tidak hadir dalam
Gugatan yang diajukan tidak
persidangan yang telah ditentukan,
memenuhi syarat-syarat yang
tanpa alasan hukum yang dapat
ditentukan baik formil
dibenarkan, meskipun telah
maupun materiil.
Penerapan floating execution
ternyata tidak diikuti dengan adanya
kesadaran untuk menerapkan
prinsip self respect.
Pasal 116
UU No. 5 /
1986
SELF
RESPECT
Pasal 116 UU No. 5/1986

Presiden

Atasan PTUN
Tergugat

TERGUGAT Penggugat
Pelaksanaan Putusan PTUN
Pelaksanaan putusan PTUN yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap, diatur Pasal 116.
Menurut W. Riawan Tjandra:
Proses pelaksanaan putusan berdasar Pasal 116 UU No. 5/1986
menggunakan teori Floating Execution. Penerapan teori
floating execution berkaitan dengan asas-asas HAN, yang juga
mengharuskan adanya self respect, yaitu ada kepatuhan atau
kesadaran badan/pejabat TUN untuk melaksanakan putusan
PTUN berdasar political will Pemerintah.
PELAKSANAAN PUTUSAN PTUN
Pasal 116 UU No. 9/2004
Perubahan substansi pasal.
Digunakan model fixed execution.
Model fixed execution : pelaksanaan putusan PTUN melalui penerapan
uang paksa, sanksi administrasi dan publikasi melalui media massa.
Pasal 116 UU No. 51/2009
Ditambahkan: (6) Ketua PTUN harus melaporkan kepada Presiden
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk memerintahkan pejabat
tersebut melaksanakan putusan pengadilan.
Ada pengawasan dari DPR untuk melaksanakan putusan PTUN.
UU No. 9 / 2004
Perubahan dalam UU No.9/2004 selain yang dicantumkan
dalam penjelasan, ada perubahan lainnya, yaitu:
1. Pasal 2 yang isinya diubah.
2. Penambahan Pasal 9A. : “ Di lingkungan PeradilanTata
Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur
dengan undang-undang”. Penjelasan: pengkhususan
adalah deferensiasi atau spesialisasi di lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya Pengadilan
UU NO.9/2004

3. Penambahan Pasal 39A: Pada setiap


Pengadilan Tata Usaha Negara ditetapkan
adanya Juru Sita.
4. Pasal 53 diubah. Perhatikan UU No. 30 /2014
tentang Administrasi Pemerintahan.
UU No. 51 / 2009
Penambahan Pasal yang penting:
1. Pasal 51 A. Berhubungan dengan Keterbukaan Informasi
Publik.
2. Pasal 107A.
3. Pasal 144 A, 144 B, 144 C, 144 D.
4. Pasal 9A.

Perubahan Pasal 116: tentang Pelaksanaan Putusan


Pengadilan.
GANTI RUGI DAN REHABILITASI
PP No. 43 / 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara
Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara

Pasal 1:
1. Ganti rugi: pembayaran sejumlah uang kepada orang atau
badan hukum perdata atas beban Badan Tata Usaha Negara
berdasarkan putusan PTUN karena adanya kerugian
materiil yang diderita oleh penggugat.
GANTI RUGI DAN REHABILITASI

Pasal 2
(1)Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha
Negara Pusat, dibebankan pada APBN.
(2) Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata
Usaha Negara Daerah, dibebankan pada APBD.
(3) Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata
Usaha Negara di luar ketentuan ayat (1) dan (2), menjadi
beban keuangan yang dikelola oleh badan itu sendiri
GANTI RUGI DAN REHABILITASI

Pasal 3
(1)Besarnya ganti rugi: paling sedikit
Rp.250.000.Paling banyak: Rp 5.000.000., dengan
memperhatikan keadaan yang nyata.
(2)Ganti rugi yang telah ditetapkan dalam putusan
PTUN jumlah adalah tetap dan tidak berubah
sekalipun ada tenggang waktu antara tanggal
ditetapkan dengan waktu pembayaran ganti rugi
*KOMPENSASI
Pasal 9:
Dalam hal putusan PTUN yang menyangkut rehabilitasi
tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna
dilaksanakan, maka Badan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan dalam waktu 30 hari sejak diterimanya
putusan Pengadilan, memberitahukan hal tersebut kepada
PTUN yang memutus tingkat pertama dengan tembusan
kepada penggugat.
Pasal 10 - 12

Badan Tata PTU


Usaha Negara PENGGUGAT
N
Apabila tidak tercapai kesepakatan, setelah
mempertimbangkan kepentingan keduabelah pihak,
Ketua PTUN menetapkan besarnya kompensasi
Pasal 14
(1) Besarnya kompensasi: paling sedikit: Rp. 100.000. Paling
banyak Rp 2.000.000, dengan memperhatikan keadaan yang
nyata.
(2) Besarnya kompensasi yang telah ditetapkan oleh Ketua PTUN
atau Mahkamah Agung, jumlahnya tetap dan tidak berubah
sekalipun ada tenggang waktu antara tanggal ditetapkannya
ketetapan tersebut dengan waktu pembayaran kompensasi.
BANDING
1. Pemeriksaan di tingkat Banding: Pasal 122 – 130
2. Tenggang waktu pengajuan banding: 14 hari setelah putusan
pengadilan diberikan kepada para pihak secara sah.
3. Para pihak dapat menyerahkan memori banding dan / atau
kontra memori banding serta surat keterangan dan bukti kepada
Panitera PTUN, dengan ketentuan salinan memori dan/atau
kontra memori banding diberikan kepada pihak lainnya dengan
perantaraan Panitera Pengadilan.
KASASI
Pemeriksaan di tingkat Kasasi: Pasal 131 UU No.
5/ 1986
Sesuai ketentuan Pasal 55 ayat 1 UU No. 14 /
1985 tentang Mahkamah Agung

Anda mungkin juga menyukai