PERADILAN TATA
USAHA NEGARA
O
Syarat formil dan Gugatan
B
materiil guguatan
Y
E
K
Asas
G PTUN : Rapat Asas Peradilan
khusus
U Permusyawaratan secara umum
PTUN
G
A
T
A Pemeriksaan
N Tergugat Persiapan
Penggugat Pemeriksaan
Putusan Pelaksanaan
persidangan
Hakim putusan Hakim
di PTUN
Upaya
hukum
biasa
KEKUASAAN KEHAKIMAN
( PS 24)
MAHKAMAH MAHKAMAH
AGUNG KONSTITUSI
PERADILAN
PERADILAN PERADILAN PERADILAN TATA USAHA
UMUM AGAMA MILITER NEGARA
KOMPETENSI ABSOLUT
PTUN
MAHKAMAH
AGUNG
PU PA PM PTUN
kompeTENSI
(Sjachran Basah. Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti,
hlm. 65.)
JENIS KOMPETENSI
Ada 2, yaitu:
Kompetensi
Kompetensi Absolut
Relatif
Kewenangan Kewenangan
mengadili mengadili
berdasarkan berdasarkan atas
pokok sengketa wilayah hukum yang
atau pokok menjadi kewenangan
KOMPETE
NSI
Kompetensi: pemberian kekuasaan, kewenangan atau hak kepada badan
dan atau pengadilan yang melakukan peradilan.
PTUN
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang Pernah Berlaku di Indonesia
• UU No. 19 / 1964
• UU No. 14 / 1970
• UU No. 35 / 1999
• UU No. 4 / 2004
UU yang berlaku saat ini adalah
UU No. 48/ 2009 tentang kekuasaan
Kehakiman
UU KEKUASAAN KEHAKIMAN
UU No. 19/1964
1. Ps. 3: Pengadilan mengadili menurut hukum sebagai alat Revolusi
berdasarkan Pancasila menuju masyarakat sosialis Indonesia
2. Ps. 19 Demi kepentingan Revolusi, kehormatan Bangsa dan Negara,
Presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal peradilan.
3. Penjelasan umum UU: Negara tidak lagi menganut Trias Politika,
sehingga Presiden/ Pemimpin Besar Revolusi harus dapat melakukan
campur tangan soal Peradilan.
UU No. 14/1970
1. Ps. 11 ayat (1): Badan-badan yang melakukan peradilan berdasar Ps 10
ayat (1), secara organisatoris, administratif dan finansiil berada di bawah
kekuasaan masing-masing Departemen yangbersangkutan.
2. Ps. 11 ayat (2): Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi
dan keuangan sendiri.
UU KEKUASAAN KEHAKIMAN
UU No. 35/ 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 14/1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
Ps. 11 diubah sbb: Badan-badan Peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(1) secara organisatoris, administratif dan finansiil berada di bawah Mahkamah Agung.
Ps 11 ayat (2): Ketentuan mengenai organisasi, administrasi dan finansial untuk masing-
masing lingkungan peradilan diatur lebih lanjut dengan undang-undang sesuai dengan
kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.
PTUN
(Sjachran Basah: Eksitensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung: Alumni)
PERADIL
AN
Sjachran Basah:
[ Istilah ‘pengadilan’ ditujukan kepada badan atau wadah yang
memberikan peradilan;
[ ‘peradilan’ : menunjuk kepada proses untuk memberikan
keadilan dalam rangka menegakkan hukum atau “het
rechtspreken”
Jadi, pengadilan berhubungan erat dengan peradilan. Tetapi
pengadilan bukan satu-satunya tempat untuk
menyelenggarakan peradilan.
(Sjachran Basah: Eksitensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung: Alumni)
PERADIL
AN
Sudikno Mertokusumo:
Peradilan adalah segala sesuatu yang bertalian
dengan tugas Hakim dalam memutus perkara,
perdata maupun pidana, untuk mempertahankan
atau menjamin ditaatinya hukum materiil.
(Sudikno Mertokusumo: Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya di Indonesia sejak 1942. Dan apakah
kemanfaatannya bagi kita bangsa Indonesia?)
(Sjachran Basah. Ibid)
Unsur Peradilan Secara Umum
Rochmat Soemitro:
1.Adanya suatu aturan hukum yang abstrak, mengikat
umum, yang dapat diterapkan pada suatu persoalan.
2. Adanya suatu perselisihan hukum yang konkrit.
3. Ada sekurang-kurangnya dua pihak.
4. Adanya suatu aparatur peradilan, yang berwenang
memutuskan perkara.
Unsur Peradilan Secara Umum
Sjachran Basah:
1.Adanya aturan hukum yang dapat diterapkan pada suatu
persoalan.
2.Adanya suatu sengketa hukum yang konkrit.
3.Ada sekurang-kurangnya 2 pihak.
4.Adanya badan peradilan yang berwenang memutus sengketa.
5.Adanya hukum formal dalam rangka menerapkan hukum
(rechtstoepassing) dan menemukan hukum rechtsvinding) “in
concreto” untuk menjamin ditaatinya hukum materiil di atas.
Peradilan Administrasi
Pendapat para ahli:
1.Rochmat Soemitro
Peradilan administrasi adalah peradilan yang memiliki 4
unsur peradilan umum, dan harus memenuhi unsur khusus
yaitu:
a.peraturan yg harus diterapkan terletak dalam lapangan
hukum tata negara dan hukum administrasi negara.
b. salah satu pihak yang berperkara adalah administrasi,
karena perbuatan salah seorang pejabat dalam batas
wewenangnya.
PERADILAN ADMINISTRASI
2. Van Praag
Peradilan Administrasi menerapkan suatu peraturan
hukum pada suatu perselisihan konkrit, yang salah satu
pihaknya adalah administrasi negara. Lebih menekankan
pada: pihak yang bersengketa.
3. Sjachran Basah
Menyetujui ada unsur khusus dalam peradilan administrasi,
dan yang menjadi pangkal sengketa adalah: ketetapan
tertulis (beschikking).
PENYELESAIAN SENGKETA TUN
SENGKE
TA TUN
JALUR
JALUR
ADMINISTRATI
F PERADILAN
HARUS DILIHAT PERATURAN DASAR KELUARNYA
KEPUTUSAN TUN ( OBYEK SENGKETA) -APAKAH
DI PERATURAN DASAR MENYEBUTKAN
PENYELESAIAN SENGKETA TUN , HARUS MELALUI
PERADILAN ATAU JALUR ADMINISTRATIF.
Peradilan Administrasi
Peradilan Administrasi Semu atau UPAYA ADMINISTRATIF :
1.Yang memutus perkara adalah instansi yg lbh tinggi secara jenjang
vertikal, atau lain daripada yang memberikan putusan pertama.
2.Meneliti “doelmatigheid” dan “rechtsmatigheid” dari keputusan
administrasi.
3.Dapat mengganti, merubah atau meniadakan keputusan administrasi
yang pertama.
4.Dapat memperhatikan perubahan keadaan sejak saat diambilnya
keputusan, bahkan juga dapat memperhatikan perubahan yang terjadi
selama prosedur berjalan.
5.Badan yang memutus dapat di bawah pengaruh badan lain, walaupun
Peradilan Administrasi
Peradilan Administrasi Murni :
1.Yang memutus adalah Hakim
2.Penelitian terbatas pada “rechtsmatigheid” keputusan
administrasi
3.Hanya dapat meniadakan keputusan administrasi, dapat
memberi hukuman berupa ganti rugi. Tetapi tidak
membuat keputusan pengganti.
4.Terikat pada pertimbangan fakta dan keadaan hukum saat
diambilnya keputusan tsb., dan atas itu dipertimbangkan
“rechtsmatigheid”.
5.Badan atau lembaga yang memutus bersifat bebas dari
PENYELESAIAN SENGKETA
TUN
JALUR
ADMINISTRATIF
KEBERA BANDING
ADMINIST
TAN RASI
PTTUN
Keputusan TUN
Keputusan TUN
Ditolak Dikabulkan
Asas praduga keabsahan (vermoeden van rechtmaTigheid,
presumptio justae causa)
Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya
Keputusan TUN serta tindakan Badan/Pejabat TUN yg digugat.
(Ps 67 UU No.5 / 1986).
PTUN
Peradilan Tata Usaha Negara
Para pihak yang bersengketa:
Tergugat:
Pejabat atau Badan
Penggugat: Tata Usaha Negara di
Individu atau Badan Tingkat Pusat maupun
Hukum Perdata Daerah (Pasal 1
Angka 6 UU
PIHAK YANG BERSENGKETA
Dengan pertimbangan :
Masuknya pihak ketiga JARANG
kepentingan pihak ketiga tersebut
berdasarkan penetapan Majelis DILAKUK
sangat penting, namun domisili
Hakim AN
hukumnya tidak diketahui.
KEPENTINGAN
Menurut Van Wijk, dua regim yang timbul dari adanya hak gugat
dan kepentingan:
1.ACTIO POPULARIS : setiap orang dapat mengajukan gugatan.
Semua subyek hukum memiliki kepentingan dengan
pelaksanaan wewenang pemerintah yang sesuai hukum.
2.TIGHT STANDING : Hak mengajukan gugatan hanya diberikan
kepada pihak yang dialamatkan oleh keputusan TUN, yang
ditujukan untuk menjaga ketepatan dan kepastian hukum.
(Sumber : “Kepentingan Menggugat Pada Peradilan Administrasi” – Dr. Irfan Fachruddin, S.H.,MH.,CN- dalam Bunga
Rampai Peradilan Administrasi Kontemporer, hlm. 168– Genta Publishing)
KEPENTINGAN
Dalam hukum positif, kepentingan tercantum:
1. Ps 53 ayat (1) UU No. 5 / 1986: “Orang atau badan hukum perdata
yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan TUN
dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang
berwenang.”
2. Ps 83 ayat (1) UU No. 5/1986 : “...seseorang yang berkepentingan
dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan...”
Konkrit Final
Pasal 2 UU No 5/ 1986
jo UU No 9 / 2004
Pasal 2 UU NO. 5 / 1986
Tidak termasuk pengertian Keputusan TUN yg dapat digugat menurut
UU:
a. Keputusan TUN yg merupakan perbuatan hukum perdata.
b. Keputusan TUN yg merupakan pengaturan yang bersifat umum.
c. Keputusan TUN yg masih memerlukan persetujuan.
d. Keputusan TUN yg dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP atau
KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yg bersifat hukum
pidana.
e. Keputusan TUN yg dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
PERUBAHAN ISI PASAL 2
Pasal 2 UU No. 5 / 1986
Pemeriksaan
Gugatan
Pelaksanaan
Putusan
GUGATAN
Syarat formil: Syarat materiil:
Pasal 55
Pasal 53 UU No. 5/
Pasal 56
Pasal 54 86 jo UU No. 9 /
UU No. 5 / 1986 2004
Mendaftar gugatan
ke PTUN
Nomer
Syarat Formil gugatan
¤ Pasal 54 ayat (1) – (5)
¤ Pasal 55: gugatan hanya dapat diajukan
dalam tenggang waktu 90 hari sejak saat
diterima atau diumumkannya Keputusan
Badan / Pejabat TUN.
¤ Pasal 56: ayat (1) dan ayat (2)
SYARAT FORMIL GUGATAN
Gugatan harus berisi:
1. Identitas Penggugat dan Tergugat. Harus dijelaskan
secara jelas, kedudukan hukum (legal standing).
2. Posita: peristiwa – peristiwa maupun dalil-dalil yang
menjadi latar belakang tuntutan.
3. Petitum: segala sesuatu yang diinginkan Penggugat
untuk diputus oleh Hakim.
Syarat Materiil Gugatan
Ps 53 ayat (2) UU No. 9/2004:
a. Keputusan TUN yg digugat
Ps 53 ayat (2) bertentangan dgn peraturan perundang-
undangan yg berlaku.
UU No. b. Keputusan TUN yg digugat
5/1986 bertentangan dgn Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik (UU No.
28/1999)
W. Riawan Tjandra : PTUN Mendorong Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa. Hlm. 91
Hal penting tentang PTUN
1. Tidak ada gugat balik / rekonvensi
2. Tenggang waktu pengajuan gugatan: 90 hari
3. Pihak Tergugat: Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
4. Asas-asas khusus dalam Sistem PTUN
5. Tidak berlaku putusan serta merta
Perbedaan Pemeriksaan Upaya Administratif dan
Pengujian di PTUN
1. UPAYA ADMINISTRATIF yang memeriksa adalah: Badan atau
Pejabat TUN
2. PENGUJIAN bersifat EX-NUNC, artinya:pengujian dilakukan secara
lengkap, sesuai dengan situasi pada saat pengujian dilaksanakan. Juga
diperhatikan dan diperhitungkan adanya keadaan-keadaan baru yang
timbul sesudah dikeluarkannya keputusan tsb. Keadaan baru tsb dapat
berupa: perubahan peraturan yang berlaku, perubahan situasi hukum
dan situasi kepentingan yang berkaitan dengan keputusan yang
disengketakan.
Pengujian di Peradilan TUN
1. Yang memeriksa : Hakim Pengadilan TUN
2. Pengujian bersifat EX-TUNC. Artinya: hanya mengenai
segi penerapan hukumnya saja. Dilakukan menurut
situasi pada saat keputusan TUN yang digugat itu
dikeluarkan. Artinya, didasarkan atas peraturan
perundangan yg berlaku dan digunakan sebagai dasar
hukum dalam proses penetapan suatu Keputusan TUN.
W. Riawan Tjandra : PTUN Mendorong Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Hlm 95. 110
PEMERIKSAAN PERSIDANGAN
Pemeriksaan sengketa TUN:
1.Acara Singkat
2.Acara Biasa
3.Acara Cepat
4.Acara Cuma-cuma
Acara Singkat:
Digunakan untuk memeriksa upaya
Perlawanan yang diajukan Penggugat,
terhadap Penetapan oleh Ketua PTUN,
pada tahap Rapat Permusyawaratan
Acara Cepat:
Tergantung pada alasan-alasan yang
diajukan Penggugat dalam
permohonannya. Dicantumkan: adanya
kepentingan penggugat yang “cukup dan
sangat mendesak” agar pemeriksaan
dilakukan dgn acara cepat. Pasal 98, 99 UU
No. 5 /1986
PEMERIKSAAN ACARA CEPAT
KETUA PTUN DLM WKT 14 HR
KEPENTINGAN SETELAH PERMOHONAN
MENDESAK DITERIMA : PENETAPAN
PENGGUGAT DIKABULKAN ATAU TIDAK
ACARA CEPAT :
1.TIDAK KETUADIKABULKAN
PTUN DLM WKT 7
MELALUI HR SETELAH PENETAPAN,
TAHAP MENENTUKAN : HARI,
PEMERIKSAAN TEMPAT, DAN WAKTU
PERSIAPAN SIDANG.
ACARA CEPAT: TENGGANG
(PSL 63). WAKTU JAWABAN DAN
PUTUSA
2.HAKIM PEMBUKTIAN BAGI P & T: N AKHIR
TUNGGAL MASING2X TIDAK MELEBIHI
14 HARI
ACARA BIASA: PASAL 68 –
97
2. Conviction – Raisonee.
Dalam sistem ini, keyakinan Hakim dibatasi dan harus
didukung oleh alasan-alasan yang jelas. Hakim harus
menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan yang
mendasari keyakinannya. Keyakinan Hakim dibatasi
oleh reasoning yang bersifat logis dan dapat diterima
akal.
PEMBUKTIAN
W. Riawan Tjandra : PTUN Mendorong Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa. (Hlm 98-99)
Ajaran Pembuktian Bebas dalam PTUN
Menurut ajaran Pembuktian Bebas, Hakim diberi
kebebasan untuk mencari kebenaran materiil, yang
dalam implementasinya sbb :
1. Pembebanan Pembuktian. Hakim menentukan “siapa”
yang harus dibebani pembuktian dan “hal apa” yang
harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara, serta hal
apa yang harus dibuktikan sendiri oleh Hakim.
2. Hakim dapat menentukan “apa” yang harus dibuktikan.
AJARAN PEMBUKTIAN BEBAS
DALAM PTUN
3. Hakim menentukan “alat bukti” mana saja yang
diutamakan untuk digunakan dalam pembuktian.
4. Hakim menentukan “kekuatan alat bukti” yang telah
diajukan oleh para pihak.
Menurut S.F. Marbun, tujuan akhir dari pembuktian dalam
PTUN adalah: untuk mempertemukan, menyerasikan,
menyeimbangkan dan menyelaraskan kepentingan orang
perorangan(Penggugat) dengan kepentingan publik yang
diwakili oleh Badan/ Pejabat TUN (Tergugat).
PEMBUKTIAN
PENGUJIAN EX-
TUNC = Penerapan
hukum
●
Putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap harus
Kekuatan Eksekutorial
dapat dilaksanakan sehingga memiliki kekuatan eksekutorial.
●
Putusan PTUN memiliki kekuatan pembuktian yang sifatnya
Kekuatan Pembuktian sejajar dengan akta otentik, sehingga selalu diakui kebenaran
dan legalitasnya sepanjang telah berkekuatan hukum tetap.
Jenis Putusan Akhir (Ps 97 angka (7) UU No. 5/1986)
GUGATAN DIKABULKAN:
GUGATAN DITOLAK:
Berarti tidak membenarkan atau
Berarti memperkuat atau
menyatakan tidak sah keputusan
menyatakan sah / legal
TUN, baik seluruhnya atau sebagian.
Keputusan TUN yang
Pasal 97 ayat (8) dan (9),
dikeluarkan oleh Badan /
menetapkan kewajiban yang harus
Pejabat TUN
dilakukan
GUGATAN oleh Tergugat
GUGUR:
GUGATAN TIDAK
Apabila pihak Penggugat maupun
DITERIMA:
kuasa hukumnya tidak hadir dalam
Gugatan yang diajukan tidak
persidangan yang telah ditentukan,
memenuhi syarat-syarat yang
tanpa alasan hukum yang dapat
ditentukan baik formil
dibenarkan, meskipun telah
maupun materiil.
Penerapan floating execution
ternyata tidak diikuti dengan adanya
kesadaran untuk menerapkan
prinsip self respect.
Pasal 116
UU No. 5 /
1986
SELF
RESPECT
Pasal 116 UU No. 5/1986
Presiden
Atasan PTUN
Tergugat
TERGUGAT Penggugat
Pelaksanaan Putusan PTUN
Pelaksanaan putusan PTUN yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap, diatur Pasal 116.
Menurut W. Riawan Tjandra:
Proses pelaksanaan putusan berdasar Pasal 116 UU No. 5/1986
menggunakan teori Floating Execution. Penerapan teori
floating execution berkaitan dengan asas-asas HAN, yang juga
mengharuskan adanya self respect, yaitu ada kepatuhan atau
kesadaran badan/pejabat TUN untuk melaksanakan putusan
PTUN berdasar political will Pemerintah.
PELAKSANAAN PUTUSAN PTUN
Pasal 116 UU No. 9/2004
Perubahan substansi pasal.
Digunakan model fixed execution.
Model fixed execution : pelaksanaan putusan PTUN melalui penerapan
uang paksa, sanksi administrasi dan publikasi melalui media massa.
Pasal 116 UU No. 51/2009
Ditambahkan: (6) Ketua PTUN harus melaporkan kepada Presiden
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk memerintahkan pejabat
tersebut melaksanakan putusan pengadilan.
Ada pengawasan dari DPR untuk melaksanakan putusan PTUN.
UU No. 9 / 2004
Perubahan dalam UU No.9/2004 selain yang dicantumkan
dalam penjelasan, ada perubahan lainnya, yaitu:
1. Pasal 2 yang isinya diubah.
2. Penambahan Pasal 9A. : “ Di lingkungan PeradilanTata
Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur
dengan undang-undang”. Penjelasan: pengkhususan
adalah deferensiasi atau spesialisasi di lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya Pengadilan
UU NO.9/2004
Pasal 1:
1. Ganti rugi: pembayaran sejumlah uang kepada orang atau
badan hukum perdata atas beban Badan Tata Usaha Negara
berdasarkan putusan PTUN karena adanya kerugian
materiil yang diderita oleh penggugat.
GANTI RUGI DAN REHABILITASI
Pasal 2
(1)Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha
Negara Pusat, dibebankan pada APBN.
(2) Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata
Usaha Negara Daerah, dibebankan pada APBD.
(3) Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata
Usaha Negara di luar ketentuan ayat (1) dan (2), menjadi
beban keuangan yang dikelola oleh badan itu sendiri
GANTI RUGI DAN REHABILITASI
Pasal 3
(1)Besarnya ganti rugi: paling sedikit
Rp.250.000.Paling banyak: Rp 5.000.000., dengan
memperhatikan keadaan yang nyata.
(2)Ganti rugi yang telah ditetapkan dalam putusan
PTUN jumlah adalah tetap dan tidak berubah
sekalipun ada tenggang waktu antara tanggal
ditetapkan dengan waktu pembayaran ganti rugi
*KOMPENSASI
Pasal 9:
Dalam hal putusan PTUN yang menyangkut rehabilitasi
tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna
dilaksanakan, maka Badan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan dalam waktu 30 hari sejak diterimanya
putusan Pengadilan, memberitahukan hal tersebut kepada
PTUN yang memutus tingkat pertama dengan tembusan
kepada penggugat.
Pasal 10 - 12