Anda di halaman 1dari 70

PENGANTAR HUKUM

INDONESIA
 PENGANTAR
1. PENGERTIAN
PTHI : OBYEK STUDI : Hukum yang sedang berlaku di Indonesia ( ius constitutum)

PHI : Obyek lebih luas dari PTHI, tidak terbatas pada hukum positip Indonesia, tetapi juga hukum
yang pernah berlaku, hukum yang akan datang dan hukum yang masih merupakan cita cita (ius
constituendum)

2. HUKUM SEBAGAI PRANATA SOSIAL

ASAL KATA:
HUKM (BHS. ARAB)
RECHT (BHS BELANDA, JERMAN)
LAW (BHS. INGGRIS)
LE’I (BHS. PERANCIS)

PENGERTIAN UMUM:
NORMA, KAIDAH, PERATURAN, UU, PATOKAN YANG MENGIKAT

Ibi ius ubi society : Dimana ada hukum disitu masyarakat

Individu Masyarakat Hukum

3. HUBUNGAN PHI DAN PIH


a. PENGANTAR ILMU HUKUM ; Mata kuliah dasar menunjukkan jalan kea arah cabang
cabang ilmu hukum yang sebenarnya, Memberikan pandangan umum secara ringkas
tentang seluruh Ilmu Pengetahuan Hukum, kedudukan Ilmu Pengetahuan Hukum, Tentang
pengertian pengertian dasar . asas asas dan penggolongan cabang hukum .seperti melihat
peta dunia dalam skala kecil yang dengan sekali pandang maka terlihat dunia

b. PENGANTAR HUKUM INDONESIA ; Mata kuliah dasar yang berkenaan dengan


pengetahuan ringkas tentang hukum yang berlaku di Indonesia secara keseluruhan,
Mempelajarai seluruh cabang ilmu hukum yang berlaku di Indonesia tetapi hanya secara
garis besar .seperti melihat peta Indonesia dalam skala kecil

Baik PIH maupun PHI keduanya merupakan m k dasar. PIH memberikan gambaran secara umum tentang
seluruh ilmu hukum, sedang PHI memberikan gambaran secara umum seluruh hukum yang berlaku di
INDONESIA
 SISTEM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
1. PENGERTIAN SISTEM DAN SISTEM HUKUM
Sistem adalah suatu susunan terfiri dari komponen yang berhubungan, melengkapi, mempengaruhi dan
bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Hukum sebagai suatu sistem adalah suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup,
dimana keseluruhan bagian atau komponennya berkaitan satu dengan lainnya

SISTEM HUKUM DI DUNIA


a. CIVIL LAW / Eropa Kontinetal – Yurisprudensi tidak mengikat, menganut asas legalitas
Eropa daratan : Jerman, Belanda, Perancis, Italia, Amerika Latin, Indonesia dll
Sumber Hukum :memiliki kekuatan mengikat karena berwujud peraturan yang berbentuk UU
dan tersusun secara sistematis dalam kodifikasi atau kompilasi (peraturan tertulis)
b. COMMON LAW / Anglo Saxon – Yurisprudensi mengikat , menganut asas the binding of
percedent
Amerika Serikat, Kanada, Persemakmuran Inggris, Australia.
Sumber utama: Putusan hakim/peradilan (judicial decisions) / yurisprudensi kebiasaan,
peraturan tertulis (UU) dan peraturan administrasi
c. ISLAM
Awalnya Timur tengah, kemudian menyebar pada negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika
secara individual atau kelompok. Sumber hukum : Al-Quran, Hadis, Akal Pikiran
d. GEREJA
Kitab Hukum Kanonik Terdiri dari 7 buku: Tentang norma-norma umum, Tentang umat Allah,
Tentang tugas gereja mengajar, Tugas gereja menguduskan, Tentang harta benda duniawi
gereja, Tentang hukuman dalam gereja atau sanksi-sanksi dalam gereja, Tentang proses atau
hukum acara
2. KOMPONEN SISTEM HUKUM INDONESIA
 Hukum tertulis / peraturan perundang-undangan, yaitu hukum yang diciptakan oleh
badan/instansi pemerintah yang berwenang
UU 10 TAHUN 2004 UU 12 TAHUN 2011
UUD 1945 UUD 1945
UU / PERPU TAP MPR
PERATURAN PEMERINTAH UU/PERPU
PERATURAN PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH
PERATURAN DAERAH PERATURAN PRESIDEN
PERDA PROVINSI
PERDA KABUPATEN

 Yurisprudensi, yaitu hukum yang diciptakan melalui putusan/penetapan pengadilan


diikuti oleh hakim selanjutnya mempunyai kekuatan hukum teta[ dan menjadi sumber hukum
formal

 Hukum adat adalah hukum yang berasal langsung dari masyarakat bumi putra dan
memiliki sanksi / kebiasaan hukum yang berasal dari kebiasaan masyarakt bukan bumi putera.

3. KONFLIK HUKUM ; idelanya tidak terjadi konflik hukum, jika terjadi maka harus diselesaikan
dengan asas asas hukum

Macam-macam konflik yang mungkin terjadi


1. Konflik diantara sesama peraturan perundang-undangan
 LEX SUPERIOR DEROGAT LEX INFERIORI (Hukum yang tinggi tingkatnya
mengesampingkan yang rendah ; hirearki)
 LEX SPECIALIS DEROGAT LEX GENERALIS (Hukum khusus mengesampingkan hukum
umum)
 LEX POSTERIORI DEROGAT LEX PRIORI (Hukum yang baru mengesampingkan hukum
lama yang tidak dicabut secara tegas oleh hukum)
2. Konflik antara peraturan perundangan dengan putusan pengadilan
3. Konflik antara putusan pengadilan dan hukum adat
Konflik yang berkaitan dengan putusan pengadilan maka menggunakan asas RES YUDICATA
PRO VERITATE HABITUR berarti putusan pengadilan yang dianggap benar sehingga ketentuan
hukum lain harus dikesampingkan

4. Konflik antara peraturan perundangan dengan hukum adat dan hukum kebiasaan
a. Untuk penyelesaiannya harus memperhatikan sifat hukum : apabila peratutan
perundangannya bersifat imperatif (memaksa) maka hukum adat yang
dikesampingkan, berarti tidak mempunyai kekuatan mengikatdan yang berlaku
peraturan perundangan
b. Apabila peraturan perundangan bersifat mengatur (aanvullenrecht) peraturan
perundangan yang dikesampingkan berarti tidak mempunyai kekuatan mengikat
dan yang berlaku hukum adatnya

5. KEKUASAAN KEHAKIMAN
Berdasar UU 4 TAHUN 2004 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 yaitu :
Kekuasan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.

Berdasar UUD 1945 BAB IX : KEKUASAAN KEHAKIMAN Pasal 24 yaitu :


(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan. ***)
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. ***)
(3) Badan badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undangundang.****)

Mahkamah Agung Mahkamah Konstitusi


Mengadili Tingkat Kasasi Mengadili tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat Final
Menguji peraturan perundang-undangan di bawah Menguji undang-undang terhadap Undang-
undang-undang terhadap undang-undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Wewenang lain diberikan oleh UU Menyelesaikan sengketa PEMILU
Memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Membubarkan Partai Politik dan Memberi putusan
atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum:
PERBEDAAN KEWENANGAN

 POLITIK HUKUM
1. Pengertian ;
Meneliti perubaha yang ada untuk memenuhi kebutuhan, merumuskan arah perkembangan tertib
hukum dari ius constitutum, berdasar kerangka landasan terdahulu maka politik hukum berupaya
menyusun ius constituendum

Kebijakan di bidang hk; siapa mendpt apa, kapan dan bilamana yg diatur oleh hk; pembagian nilai
ekonomis yg ada dlm masy scr otoritatif yg diatur dlm hk; kemampuan utk mengendalikan dan
memanipulasi tingkah laku orang yg diatur oleh hk

2. Bentuk Hukum ; Tertulis (dikodifikasi dan tidak) dan Tidak tertulis


3. Corak Hukum ; Unifikasi, Dualisme, Plularisme
4. Politik Hukum Nasional
o Pada tiap negara, pada umumnya tertuang dalam UUD
o Tidak terdapat dalam UUD 45, dengan berdasar aturan peralihan, maka ditemukan
dalam UUDS 1950
Pasal 102 UUDS 1950: “hukum perdata dan dagang, hukum pidana sipil dan hukum pidana militer,
hukum acara perdata dan hukum acara pidana, susunan kekuasaan pengadilan, diatur oleh undang-
undang dalam kitab kitab hukum, kecuali jika perundang-undangan menganggap perlu untuk mengatur
beberapa hal dalam undang-undang tersendiri”

SEJARAH POLITIK HUKUM NASIONAL


1. Sebelum Belanda Datang ; Bentuk tertulis & tidak tertulis , Corak dualisme
(ada hukum adat di desa, ada hukum kerajaan), Kondisi Ekonomi Sosial Politik tergantung raja,
kepala desa/suku/ketua adat

2. Setelah Belanda Datang


a. Masa VOC (1622-1799)  hukum digunakan utk menunjang perdag.
b. Masa Penjajahan Pemerintah Belanda
i. Masa Besluiten Regerings (1814-1855)
ii. Masa Regerings Reglement (1855-1926)
iii. Masa Indische Staatsregeling (1926-1942)

3. Penjajahan Jepang ; belum sempat mengatur hukum yang digunakan di daerah


jajahannya, mengggunakan psl peralihan, hukum pidana dan lembaga-lembaga peradilan diatur
oleh Jepang bentuk: tertulis, corak: pluralism- kecuali pidana & peradilan adalah unifikasi

4. Kemerdekaan ; hukum tetap  menggunakan pasal peralihan, kecuali pidana &


perburuhan, ada perubahan kostitusi: UUDS & RIS, bentuknya: tertulis dan tidak tertulis,
coraknya: pluralisme
a. zaman Bung Karno  hukum untuk melawan imperialisme/kolonialisme
b. zaman Pak Harto  hukum untuk menunjang pembangunan ekonomi
c. zaman reformasi  hukum masih masih dalam perubahan menuju pada
kesejahteraan rakyat banyak

 PEMBEDAAN GOLONGAN PENDUDUK


 MASA AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia)
Dasar Hukum : pasal 6 – 10 AB
Pembagian : 4 golongan Penduduk (Golongan Eropa, Golongan yang dipersamakan dengan
golongan Eropa, Golongan Bumi Putera, Golongan yang dipersamakan dengan golongan Bumi Putera)
 MASA RR (Regelings Reglement)
Dasar Hukum : pasal 109 RR
Pembagian : terbagi atas 4 golongan penduduk yaitu: Golongan Eropa, Golongan yang disamakan
dengan golongan Eropa, Golongan Bumi Putera, Golongan yang disamakan dengan golongan Bumi
Putera

 Ketentuan lain :
o pasal 109 (4) RR : Bumi Putera (kristen) masuk Gol. Bumi Putera
o Orang Amerika, Afrika,Australia dan Persia (kristen) termasuk golongan yang
dipersamakan dengan Golongan Eropa
o Untuk orang asing lain : Tionghoa, Pakistan, India tidak diatur secara tegas,
akibatnya timbul 2 pendapat: masuk gol. Eropa yang disamakan , masuk gol. Bumi
Putera yang disamakan ukuran agama

Akibat : pasal 109 RR ditinjau kembali : berdasarkan Stb. 1919 : 622 pasal 109 RR (lama) diubah menjadi
pasal 109 RR (baru)

 MASA IS IS (Indische Staatsregeling)


Dasar Hukum : pasal 163 IS (merupakan salinan pasal 109 RR baru)
Pembagian : ada 3 golongan penduduk ; (golongan Eropa, golongan Bumi Putera, golongan Timur Asing)

 PERLUASAN HUKUM PERDATA


1. Berdasarkan Aturan
a. Paksaan ; Politik hukum pem. Kolonial Belanda untuk melindungi kepentingan orang Eropa dan
menjamin kepastian hukum ; Dilakukan dengan “PAKSA”, karena kepada BP dan TA setuju maupun tidak
setuju harus tunduk pada hukum perdata barat

b. Sukarela ; Politik hukum pemerintah Belanda yang tidak ada unsur paksaan
Dasar hukum: Pasal 131 (4) IS: “bagi orang BP dan TA sepanjang mereka belum diletakkan di bawah satu
peraturan dengan golongan Eropa diperbolehkan menundukkan diri kepada hukum yang berlaku untuk
golongan Eropa”
Tujuan: memberikan keamanan dan keuntungan bagi orang Belanda apabila melakukan perjanjian
dengan gol. Lain, karena kepastian hukum pada hukum tertulis. Pada mulanya hanya berlaku untuk yang
beragama Kristen
i. PENUNDUKAN DIRI PADA SELURUH HUKUM PERDATA BARAT (PASAL 1-17 STB. 1917:12) ;
Mengajukan permohonan kepada pemerintah setempat denganSyarat:
1. Cakap bertindak hukum (dewasa, tidak dibawah pengampuan, perempuan yang tidak terikat
perkawinan)
2. Mempunyai seorang istri (monogami)
3. Bagi yang telah beristri harus dengan persetujuan istrinya

Apabila dikabulkan, berakibat hukum:


1. Bagi ybs, istri dan anak yang belum dewasa serta keturunannya selanjutnya tunduk dan atau
berlaku hukum perdata barat (hukum orang, keluarga, kekayaan dan waris testamen dan ab
intestato/tanpa wasiat)
2. Penundukan diri pada seluruh hukum perdata barat TIDAK menyebabkan beralihnya golongan
penduduk (bedakan dengan persamaan hak, yang beralih menjadi gol. Eropa)
3. Penundukan diri secara sukarela hanya berlaku untuk hukum privat (hukum perdata barat),
TIDAK termasuk hukum publik (bedakan dengan persamaan hak, yang berlaku untuk hukum
publik dan privat)

ii. PENUNDUKAN DIRI PADA SEBAGIAN HUKUM PERDATA BARAT (PASAL 18-25 STB. 1917:12) ;
Sebagian: hukum kekayaan barat dan hukum waris testamen barat; Tidak berlaku untuk TA (lihat stb
1855 no. 79 dan Stb 1917:129, bagi TA berlaku seluruh hukum perdata); Mengajukan permohonan,
syarat:
1. Cakap bertindak dalam hukum
2. Ada persetujuan dari istri atau istri-istrinya

Akibat hukum:
1. Ybs, istri, anak-anak yang belum dewasa serta keturunan selanjutnya berlaku hukum kekayaan
barat dan hukum waris testamen barat.
2. Di luar hukum tersebut berlaku hukium adat
iii. PENUNDUKAN DIRI PADA PERBUATAN HUKUM TERTENTU (PASAL 26 STB 1917: 12) ;
Tidak harus ada permohonan; Cukup adanya kata sepakat dengan pihak yang melakukan per buatan
hukum tertentu; Terbatas pada hukum kekayaan
1. 2 orang BP melakukan perbuatan jual beli atau sewa dengan menggunakan KUHPerdata
2. TIDAK BOLEH: laki-laki dan perempuan BP sepakat tunduk pada hukum perkawinan barat

iv. PENUNDUKAN DIRI SECARA DIAM-DIAM/ANGGAPAN (PASAL 29 STB. 1917:12)


Pasal 29 Stb. 1917:12 ; “Jika orang dari golongan BP melakukan suatu perbuatan hukum yang tidak
dikenal oleh hukum adatnya, maka dianggap secara diam-diam menundukkan diri kepada hukum
perdata barat”; Terbatas pada hukum kekayaan (di luar hukum kekayaan, walau tidak dikenal dalam
hukum adat tidak diperbolehkan)
Contoh: Pembuatan wessel dan cek, Mendirikan PT, Menghadap notaris untuk membuat akta,
Mengadakan asuransi

2. Hukum Perantara
3. Peralihan Golongan ; Beralihnya atau berpindahnya orang-orang yang semua termasuk dalam
satu golongan tertentu ke golongan penduduk lainnya apabila telah memenuhi syarat-syarat
Ada tiga macam peralihan golongan penduduk yaitu :

1. Persamaan (GELIJKSTELLING)  TA + BP = E
Dasar hukum : 109 RR, diubah dengan 109 RR baru, dioper 131 IS
Pengertian : perpindahan golongan penduduk dari BP atau TA ke golongan Eropa
Cara : mengajukan permohonan persamaan hak kepada Gubernur Jenderal, Diumumkan
dalam berita negara (staatblad), Ybs disebut “ORANG EROPA STAATBLAAD”
Syarat :
 RR – 1893  Beragama Kristen, Fasih bercakap dan menulis dalam bahasa
Belanda, Berpendidikan dan beradat istiadat belanda, Mempunyai kecakapan
bergaul dengan masyarakat Eropa
 1894 – 1913  Mempunyai kecakapan bergaul dengan masyarakat Eropa
 Setelah 1914  Kebutuhan hukum dari ybs menghendaki
Akibat Hukum : Ybs beserta anak-anaknya yang lahir kemudian (semua BP atau TA) termasuk ke dalam
go. Eropa (istri dan anak-anak yang lahir terdahulu golongan tidak berubah). Berlaku hukum privat
(perdata) barat dan hukum publik barat

2. Peleburan(OPPLOSING)  E + TA = BP
Pengertian : Peralihan golongan penduduk dari gol. Eropa atau TA ke gol BP ; Tidak
memerlukan permohonan; Dianggap telah terjadi apabila ybs telah memenuhi
syarat peleburan
Syarat : Beragama Islam (tidak mutlak), Hidup dalam masyarakat BP, Meniru kebiasaan
BP, merasa dirinya sebagai orang BP (lisan)
Akibat Hukum :Tunduk kepada hukum adat BP

3. Peralihan  “Melalui peristiwa hukum” TA/BP = E dan TA/E = BP


 NATURALISASI ; Diperolehnya status warga negara tertentu karena dikabulkannya permohonan
kewarganegaraan, Hanya diperoleh dari negara selain Indonesia
 PENGAKUAN ANAK ; Anak di luar kawin yang diakui oleh ayahnya sebagai anak Pengakuan
menyebabkan peralihan hanya terjadi bila gol. penduduk ayahnya berbeda dengan gol. penduduk
ibunya
 PENGESAHAN ANAK ; Anak luar kawin yang diakui oleh ayahnya sebagai anak dan diikuti dengan
perkawinan kedua orangtuanya
 PENGANGKATAN ANAK ; Anak dari suatu keluarga diangkat sebagai anak oleh keluarga lain 
Pengangkatan menyebabkan peralihan hanya terjadi bila gol. Penduduk orang tua kandung berbeda
dengan gol. Penduduk orang tua angkat
 PERKAWINAN CAMPURAN; Perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada
hukum yang berlainan  Pengesahan menyebabkan peralihan hanya terjadi bila gol. penduduk ayah
berbeda dengan gol. penduduk
 UU 1 Tahun 1974: perkawinan campuran adalah perkawinan yang
dilakukan oleh orang yang berbeda kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia
 Pasal 2 Stb. 1898:158: “seorang perempuan yang melakukan
perkawinan campuran selama perkawinan berlangsung mengikuti status hukum
atau kedudukan suaminya baik dalam lapanga privat maupun public
 PEMBIDANGAN HUKUM

 HUKUM PIDANA
1. PENGERTIAN
Hukum Pidana adalah hukum yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau
sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb. Disebut Criminal Act
menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan. Disebut Criminal Liability/
Criminal Responsibility)

Menurut MEZGER hukum pidana dapat didefinisikan sebagai berikut : “aturan hukum, yang mengikatkan
kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat- syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana”.
Jadi definisi itu hukum pidana berpokok pangkal pada : perbuatan yang memenuhi syarat tertentu;

Pidana ; penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang
memenuhi syarat- syarat perbuatan itu. Pengertian “hukum pidana” tersebut juga dikenal dengan “Ius
poneale”.

Pengertian “ hukum pidana” tersebut juga dikenal dengan Ius poneale. Di samping Ius poneale ada Ius
puniendi.

Ius puniendi dapat diartikan secara luas dan sempit.


Dalam arti luas : Hak dari negara atau alat- alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau
mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu.
Dalam arti sempit : Hak untuk menuntut perkara- perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan
pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.
Jadi hak puniendi adalah hak mengenakan pidana, dan ius puniendi harus berdasarkan ius poneale.

Fungsi hukum pidana


Dapat dibedakan dua fungsi dari hukum pidana yaitu:
a. Fungsi yang umum ; Oleh karena hukum pidana itu merupakan sebagian dari keseluruhan
lapangan hukum, maka fungsi hukum pidana sama juga dengan fungsi hukum pada umumnya, ialah
mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat.
b. Fungsi yang khusus ; Fungsi yang khusus dari hukum pidana ialah melindungi kepentingan
hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosannya, dengan sanksi yang berupa pidana yang
sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang – cabang hukum yang
lainnya.
SUMBER HUKUM ;
 KUHP (beserta UU yang merubah & menambahnya) ;
o Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 – ps 103) Pasal 103  Ketentuan-ketentuan
dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh
ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh
undang-undang ditentukan lain
o Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488)
o Buku III : Pelanggaran (ps 489 – 569)

 UU Pidana di luar KUHP


o UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963 (Sudah dihapus)
o UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 20/2001 jo UU No. 31/1999
o UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 7/drt/1955
o me
o UU Money Laundering
 Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang-undangan non-pidana
o UU Lingkungan
o UU Pers
o UU Pendidikan Nasional
o UU Perbankan
o UU Pajak
o UU Partai Politik
o UU pemilu
o UU Merek
o UU Kepabeanan
o UU Pasar Modal

2. MACAM DELIK
Asal kata : delictum (latin); delict (Jerman); delit (Perancis); delict (Belanda).
KBBI (Kamus Bebas Bahasa Indonesia)  Delik = tindak pidana
PROF. MOELJATNO  delik = perbuatan pidana
E.UTRECHT  delik = peristiwa pidana
MR. TIRTAAMIDJAJA  delik = pelanggaran pidana
Para pakar hukum pidana yg lain : VAN HAMEL, SIMONS  delik = strafbaar feit
3. PEMIDANAAN
Di dalam KUHP yang sekarang berlaku jenis-jenis pidana yang dapat diterapkan seperti yang tercantum
pada pasal 10 KUHP, yaitu dalam hukuman pokok dan hukuman tambahan:
 Pidana Pokok
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Pidana kurungan
d. Pidana bersyarat
e. Pidana denda

 Pidana Tambahan
a. pencabutan hak2 ttt
b. perampasan barang ttt
c. pengumuman putusan hakim

Beberapa pengertian atau makna tentang sanksi pidana sebagai berikut:


a. Sanksi hukum pidana mempunyai pengaruh preventif( pencegahan) terhadap
terjadinya pelanggaraan- pelanggaran norma hukum. Pengaruh ini tidak hanya ada bila sanksi
pidana itu benar- benar diterapkan terhadap pelanggaran yang konkrit tetapi sudah ada, karena
sudah tercantum dalam peraturan hukum. Perlu diingat bahwa sebagai alat kontrol, fungsi
hukum pidana adalah subsider artinya hukum pidana hendaknya baru diadakan apabila usaha-
usaha lain kurang memadai.
b. Sanksi yang tajam dalam hukum pidana membedakannya dari lapangan hukum yang
lainnya. Hukum pidana sengaja mengenakan penderitaan dalam mempertahankan norma-
norma yang diakui dalam hukum. Oleh karena itu mengapa hukum pidana harus dianggap
sebagai ultimum redium yaitu obat terakhir apabila sanksi atau upaya- upaya pada cabang
hukum lain tidak mempan.
c. Dalam sanksi hukum pidana terdapat suatu tragis( sesuatu yang menyedihkan)
sehingga hukum pidana dikatakan sebagai mengiris dagingnya sendiri atau sebagai pedang
bermata dua. Maksud dari ucapan itu adalah bahwa hukum pidana yang melindungi benda
hukum ( nyawa, harta, benda, kehormatan) dalam pelaksanaannya ialah apabila terdapat
pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru mengadaan perlukaan terhadap benda
hukum si pelanggar sendiri.
d. Hukum pidana itu merupakan hukum sanksi belaka. Hukum pidana tidak memuat
norma- norma baru, Norma- norma yang ada dalm cabang hukum lainnya dipertahankan
dengan ancaman pidana. Oleh karena itu hukum pidana disebut sebagai accesoir terhadap
hukum lainnya.

4. ASAS
 ASAS LEGALITAS (PASAL 1 KUHP)
Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada sebelumnya.
Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan .
 ASAS TIDAK BERLAKU SURUT
 ASAS LARANGAN PENGUNAAN ANALOGI

5. ALASAN
ALASAN PEMBENAR ; Yaitu alasan yg menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa
yg dilakukan o/ terdakwa lalu mjd perbuatan yg patut & benar.
Biasanya dalam titel 3 Buku Pertama yg dipandang orang sbg alasan pembenar adalah pasal2 sbb :

 49 (1), mengenai pembelaan terpaksa (noodweer);


 50, mengenai melaksanakan ketentuan UU;
 51 (1), melaksanakan perintah atasan;
 48, mengenai daya paksa (overmacht).

ALASAN PEMAAF ; Yaitu alasan yg menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yg dilakukan o/


terdakwa tetap bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak
dipidana, karena tidak ada kesalahan.
Biasanya dalam titel 3 Buku Pertama yg dipandang orang sbg alasan pemaaf adalah pasal2 sbb :
 49 (2), mengenai pembelaan yg melampaui batas;
 51 (2), penuntutan pidana tentang perintah jabatan yg tanpa wenang
 48, mengenai daya paksa (overmacht).

ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN ; Dikarenakan pemerintah menganggap bahwa a/ dasar utilitas


atau kemanfaatannya kpd masyarakat, sebaiknya tdk diadakan penuntutan. Kalau perkaranya tdk
dituntut, tentunya yg melakukan perbuatan tak dapat dijatuhi pidana.
Alasan penghapus pidana dibagi mjd : alasan penghapus pidana yg umum titel 3 Buku Pertama; alasan
penghapus pidana yg khusus  ex : Ps. 310 (3).

6. KRIMINOLOGI
MOELJATNO :
Kriminologi adalah Ilmu tentang kejahatannya sendiri

KANTER & SIANTURI :


Kriminologi mempelajari sebab2 timbulnya suatu kejahatan & keadaan2 yg pd umumnya
turut mempengaruhinya, serta mempelajari cara2 memberantas kejahatan tsb.
 Kriminologi mengartikan kejahatan sbg gejala dlm masyarakat yg tdk pantas & tidak/belum
terikat kpd ketentuan2 yg telah tertulis

PEMBAGIANNYA ;
 Etiologi Kriminil (Criminal Etiology) mempelajari sebab2 timbulnya suatu
kejahatan (aethos = sebab2).
 Pemberantasan atau pencegahan kriminil (penology atau criminal policy atau
criminele politiek)  menemukan cara2 memberantas kejahatan

SUTHERLAND AND CRESSEY :


Kriminologi adalah himpunan pengetahuan mengenai kejahatan sbg gejala masyarakat

PEMBAGIANNYA ;
 Ilmu kemasyarakatan dr hukum atau pemasyarakatan hukum (the sociology of law)
yaitu usaha u/ menganalisa keadaan secara ilmiah yg akan turut memperkembangkan hukum
pidana;
 Etiologi kriminil  yaitu penelitian scr ilmiah mengenai sebab2 dr kejahatan; dan
 Pemberantasan atau pencegahan kejahatan (control of crime).

 HUKUM PERDATA
1. PENGANTAR
Pengertian :
Ketentuan hukum materiil yang mengatur hubungan antara orang/ individu yang satu dengan yang lain.

Sumber :
Aturan- aturan hukum adat, Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPdt)/ Burgerlijk Wetboek/ BW,
Kompilasi Hukum Islam
DALAM PEMBERLAKUANNYA SEKARANG INI TIDAKLAH SECARA UTUH DIKARENAKAN SEMA NO 3
TAHUN 1963 YANG MENCABUT BERAPA PASAL YAITU 108, 110, 1238, 1460, 1579,1603, 1683  YANG
DIANGGAP MEMBAWA KETIDAK ADILAN, DAN PERUPAHAN STATUS ISTRI MENJADI CAKAP HUKUM.

BUKU KE-1 MASIH BERLAKU KECUALI BAGIAN PERKAWINAN YANG TELAH DIATUR DALAM UU
PERKAWINAN NO 1 TAHUN 1974

BUKU KE-2 MASIH BERLAKU KECUALI TANAH YANG TELAH DIATUR BERDASAR UUPA YAITU UU NO 5
TAHUN 1960, DAN UU NO 4 TAHUN 1946 MENGENAI HAK TANGGUNGAN

2. ASAS (Orang, Keluarga, Benda, Perikatan, Waris)


 ASAS HUKUM ORANG
Orang ada dua macam : Secara Alamiah/ Naturlijke Persoon, Secara Hukum/ Recht Persoon

Hukum orang, mengatur tentang :


 Kapan orang itu menjadi subyek hukum  Subyek Hukum : Pengemban hak dan
kewajiban ; Manusia sejak lahir (bahkan masih di dalam kandungan jika kepentingan hukumnya
memerlukan) sampai meninggal dunia.
 Kapan orang itu cakap melakukan perbuatan hukum ; Seseorang dikatakan cakap
hukum jika: Sudah dewasa (H.Adat  Sudah Kerja, H. Islam Baligh, H. Nasional  18 tahun
atau telah menikah, BW 21 tahun) dan sehat akalnya serta tidak dilarang oleh undang-undang
untuk melakukan perbuatan hukum tertentu.

 ASAS HUKUM KELUARGA


Diatur dengan UU No 1 Th 1974 ttg Perkawinan ; Mengatur tentang hubungan antar anggota keluarga
(Suami- isteri, orang tua- anak)

Perkawinan : Ikatan lahir batin antara pria dan wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Asas dalam hukum keluarga : Asas Monogami tapi tidak mutlak (pasal 3 dan pasal 4 UU No. 1/ 1974),
Asas Proporsional(Pasal 31 UU No.1/1974), Asas Alimentasi (Pasal 104 KUHPdt, baca lebih lanjut dalam
KUHPdt dan UU No. 1/ 1974)

 ASAS HUKUM BENDA


1. Benda bergerak : Barang siapa yang menguasai benda bergerak maka secara hukum dia
diangggap sebagai pemiliknya sebelum ada yang dapat membuktikan sebaliknya.
2. Benda tetap : Kepemilikannya harus dibuktikan dengan bukti otentik.
 ASAS HUKUM PERIKATAN
Pengertian :
hubungan/ ikatan antara orang yang satu dengan yang lain dalam lingkup hukum harta kekayaan.
Sumber perikatan : UU, Perjanjian

PERJANJIAN  Persetujuan antara dua pihak yang melahirkan hak dan kewajiban diantara keduanya
dalam lapangan hukum kekayaan.
Syarat sahnya Perjanjian, Pasal 1320 BW :
 Sepakat
 Cakap Syarat Subjektif

 Obyek tertentu
Syarat Objektif
 Causa yang halal
Jika syarat subjektif tidak dipenuhi maka dapat dibatalkan melalui permohonan, jika syarat objektif
tidak terpenuhi maka dibatalkan demi kepentingan hukum.

Asas Hukum Perjanjian ; Asas Konsensualisme, Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Iktikad Baik, Asas
Kepribadian

PERIKATAN PERJANJIAN
HUBUNGAN HUKUM ABSTRAK HUBUNGAN HUKUM KONKRIT
BELUM TENTU PERJANJIAN MERUPAKAN PERIKATAN

 ASAS HUKUM WARIS


Apabila seseorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian
ahli warisnya  “asas Le mort saisit le vif”

Tiap orang, meskipun bayi yg baru lahir, adalah cakap untuk mewarisi, kecuali apabila orang tsb
onwaardig (tidak patut menerima warisan).

Mengatur hubungan antara pewaris, harta warisan, ahli waris dan proses peralihannya.
Proses peralihannya :
1. Waris testamentair  Berdasarkan surat wasiat (testament)
Isi testament dapat berupa : erfstelling  penunjukan 1 / beberapa orang mjd a.w. yg
akan mendapat seluruh atau sebagian warisan, legaat  suatu pemberian kpd
seseorang
Terhadap suatu erfstelling atau legaat, dpt disertai/digantungkan suatu : beban (last);
syarat (voorwaarde); ketetapan waktu
Macam-macam testament : Openbaar testament, Olographis testament, Testament
tertutup / rahasia

2. Waris ab intestato  Menurutu ketentuan UU


A.W. golongan I ; anak-anak beserta turunan-turunan dalam gurus lurus ke bawah dan
suami/istri pewaris (Ps. 852 KUHPdt)
A.W. golongan II ; orang tua dan saudara-saudara kandung si pewaris (Ps. 854 KUHPdt)
A.W. golongan III ; sekalian keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, baik dari garis
ayah maupun ibu (Ps. 853 KUHPdt)
A.W. golongan IV ; sekalian keluarga sedarah dalam garis menyimpang / menyamping,
baik dari garis ayah maupun ibu (Ps. 858 KUHPdt)
Waris Adat :
1. Individual
2. Kolektif

 KUHAPER
1. PENGERTIAN
“Rangkaian kaidah hukum yang mengatur tata cara yang harus ditempuh untuk mengajukan suatu
perkara perdata ke muka badan peradilan serta cara- cara hakim memberikan putusan”

“hukum yang mengatur cara melaksanakan dan mempertahankan hukum perdata materiil, mulai dari
pengajuan tuntutan hak, cara memeriksa, memutus sampai pada pelaksanaan putusan”

Dalam Hukum Acara Perdata dikenal 2 macam kewenangan :


 Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie)  menyangkut pembagian
kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut
pemberian kekuasaan u/ mengadili (attributie van rechtsmacht)
 Kewenangan relatif (Relative Competentie)  mengatur pembagian kekuasaan
mengadili antara pengadilan yg serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat  Ps.
118 HIR  azas “Actor Sequitur Forum Rei”  yg berwenang adalah PN tempat tinggal
tergugat

2. SUMBER
 HIR (Het Herziene Indonesische Reglement)/ RIB (Reglemen Indonesia Baru)
 RBg (Rechts Reglement Buitengewesten)
 Buku ke IV BW
 UU No 4 Th 2004,
 UU No 14 th 1985 Jo UU No 5 th 2004
 UU No 2 th 1986 Jo UU no 8 th 2004
 UU no 5 th 1986 Jo UU no 9 th 2004
 UU No 20 th 1947
 UU No 1 th 1974
 B. Rv (Burgelijke Rechts Veordering)
 Ilmu Pengetahuan
 Jurisprudensi

3. ASAS
a. Asas Hakim bersifat menunggu hakim tidak berbuat apa- apa, karena :
 Inisiatif melakukan gugatan dan acara perdata diserahkan kepada para pihak yang
berkepentingan.
 Hakim dilarang menolak perkara

b. Asas Hakim Pasif


 Para pihak mempunyai kekuasaan untuk menghentikan acara (pemeriksaan yang tengah
berlangsung) sebelum hakim memutuskan perkara.
 Luas pertikaian yang diajukan pada pertimbangan hakim bergantung kepada para pihak
 Hakim dilarang memutus perkara di luar yag diminta para pihak
 Banding atau tidak tergantung para pihak.
c. Asas Terbuka dalam peradilan ; Dengan cara hakim membuka sidang untuk umum,
sebagai kontrol sosial, dalam hal hal tertentu sidang tertutup untuk umum tapi tetap
pembacaan putusannya bersifat terbuka. (Pasal 19 dan 20 UU No 4 th 2004)

d. Asas Mendengar kedua belah pihak (Audit et alteram partem); Untuk memberikan
putusan yang adil hakim harus mendengar dari kedua belah pihak agar para pihak dapat
mengemukakan jawaban, bantahan, serta bukti yang menguatkan kedudukannya
masing- masing. (Pasal 5 (1) UU N0 4 th 2004) : Pengadilan mengadili menurut hukum
dengan tidak membedakan orang.
Jika tergugat sudah dipanggil secara patut, tapi tidak mau hadir, maka hakim dapat
memutuskan secara verstek. Jika penggugatnya yang tidak hadir, maka gugatannya
dinyatakan gugur.

e. Asas dikenakan biaya ; Tidak bebas dari biaya acara yang dipikul oleh para pihak dalam
berperkara : biaya pendaftaran, biaya pemanggilan saksi, administrasi lainnya.Bagi yang
tidak mampu, dapat beracara secara gratis atau prodeo. Dasar hukum : Pasal 4 (2), 5(2)
UU 4/ 2004, Pasal 182 HIR, Psl 237 HIR/ 273 Rbg.

f. Asas tidak ada keharusan mewakilkan ; Dapat secara lisan atau tulisan, tapi sekarang
lebih ke arah yang tertulis. Pemeriksaan dilakukan secara langsung, kalau diwakilkan
dengan surat kuasa khusus (Psl 123 HIR/ 147 Rbg)
g. Asas putusan hakim memiliki alasan ; Pemberian dasar dalam putusan hakim, baik
secara fakta maupun hukum, yang dijadikan pertimbangan bagi hakim untuk
menjatuhkan putusan, dan bagi para pihak, merupakan pedoman untuk melakukan
upaya hukum berikutnya atau tidak.

4. TAHAPAN
1) Pendahuluan ; Pencatatan, Pentetapan Biaya, Penetapan Hari Sidang, Pemanggilan, Sita Jaminan
Untuk pemanggilan berdasar Ps 121, 122, 388, 390 HIR.
Secara patut  berita acara pemanggilan (relaas) ; dilakukan juru sita, yang bersangkutan bertempat
tinggal diam, tenggang waktu 3 hari kerja
Untuk Sita Jaminan ;
 CB (Conservatrir Beslaag)  Sita terhadap barang milik tergugat baik bergerak mapun
tetap dengan tujuan pelaksanaan putusan
 RB (Re-Vindicatsir Beslaag)  Sita terhadap barang milik penguggat yang merupakan
benda bergerak yang dikuasai tergugat
 Marital Beslaag  Sita terhadap harta akibat pernikahan
 Pand Beslaag  Sita terhadap barang milik menyewa dalam perjanjian sewa menyewa

2) Penentuan atau Pemeriksaan ;


 Putusan Gugur & Versteek
Suatu perkara perdata dpt diputus scr :
1) contradictoir (kedua belah pihak hadir)
2) di luar hadirnya salah 1 pihak yg berperkara. merealisir asas : “audi et alteram partem”
kepentingan kedua pihak harus diperhatikan

 PUTUSAN GUGUR
Apabila penggugat tdk datang pd hari sidang yg ditetapkan & tdk pula mengirim wakilnya
menghadap meski telah dipanggil scr patut o/ Juru Sita, maka dapat dilakukan pemanggilan kedua. (Ps.
126 HIR; Ps. 150 Rv)
Apabila setelah pemanggilan kedua, penggugat/wakilnya tdk hadir sedang tergugat hadir, maka
u/ kepentingan tergugat, haruslah dijatuhi putusan. Dalam hal ini gugatan penggugat dinyatakan gugur
serta dihukum membayar biaya perkara (Ps. 124 HIR; Ps. 148 Rbg).
Dlm putusan gugur, isi gugatan tdk diperiksa, shg putusan gugur itu tdk mengenai isi gugatan.
Kpd penggugat diberi kesempatan u/ mengajukan gugatan lg dgn membayar biaya perkara.
Apabila penggugat pd hr pertama sidang hadir, tp pd hr sidang berikutnya tdk hadir, mk perkara
diperiksa scr contradictoir.

 PUTUSAN VERSTEEK (PUTUSAN DILUAR HADIR)


Apabila tergugat tidak hadir setelah dipanggil secara patut, mk gugatan dikabulkan dgn putusan
diluar hadir atau verstek, kecuali kalau gugatan itu melawan hak atau tidak beralasan.
Kapan boleh dijatuhkan putusan verstek ? Ps. 125 HIR; Ps. 149 Rbg  ada 2 pendapat :
pd hr sidang pertama; tdk hanya pd hr sidang pertama;

Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rbg  memberi peluang pemanggilan kedua.
“HIR tidak mewajibkan tergugat untuk datang di persidangan.”

Putusan verstek tidak berarti selalu dikabulkannya gugatan penggugat. Krn pd hakekatnya
lembaga verstek bertujuan merealisir asas “audi et alteram partem”, sehingga seharusnya secara ex
officio hakim harus mempelajari isi gugatan.
 Jika gugatan tdk bersandarkan hukum, yaitu apabila peristiwa2 sbg dasar
tuntutan tdk membenarkan tuntutan, mk gugatan akan dinyatakan tdk diterima.
Putusan tdk diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara, shg
di kmd hr penggugat masih dpt mengajukan lg gugatannya.
 Jika gugatan tdk beralasan, yaitu apabila tdk diajukan peristiwa2 yg
membenarkan tuntutan, mk gugatan akan ditolak. Penolakan mrpk putusan stl
hakim mempertimbangkan pokok perkara, shg tdk terbuka lg kesempatan u/
mengajukan gugatan tsb u/ kedua kalinya kpd hakim yg sama (nebis in idem).
Dlm putusan verstek dimana penggugat dikalahkan, penggugat dpt mengajukan banding.
Dalam putusan verstek, kalau tergugat hadir pd sidang pertama tp tdk hadir pd sidang berikutnya, mk
perkaranya diperiksa scr contradictoir.

 Perdamaian
Apabila pd hr sidang pertama kedua belah pihak hadir, maka hakim harus berusaha mendamaikan
mereka (Ps. 130 HIR; Ps. 154 Rbg)
Demi perdamaian ini, hakim akan mengundur sidang, & pada hari sidang berikutnya apabila
terjadi perdamaian, maka harus dinyatakan dalam surat perjanjian dibawah tangan yang ditulis di atas
kertas bermeterai. Demikian sebagai dasar bagi hakim menjatuhkan putusan, yg isinya menghukum
kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamaian yg telah dibuat diantara para pihak.
Apabila tjd perdamaian, mk tdk dimungkinkan untuk dilaksanakan banding. Usaha perdamaian
terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.

 Jawaban Rekovensi (Gugatan balik) Eksespsi(Keberatan tergugat terhadap kompetensi


relative dari gugatan)

 Perubahan Gugatan & Kumulasi Pembuktian (asas pembuktian 163 HIR/ 1864 BW),
Putusan (Pernyataan hakim didepan persidangan sebagai pejabar negara yang diberi
wewenang guna mengakhiri perkara)

Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1 Rbg), jenis – jenis putusan :
 Putusan akhir adalah putusan yg mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu
tingkatan peradilan ttt.
o Putusan Condemnatoir adalah putusan yg bersifat menghukum pihak yg
dikalahkan u/ memenuhi prestasi.
o Putusan Constitutif adalah putusan yg meniadakan atau menciptakan suatu
keadaan hukum, misal : pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pemberian
pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian, dsb.
o Putusan Declaratoir adalah putusan yg isinya bersifat menerangkan atau
menyatakan apa yg sah, misal : putusan dalam sengketa mengenai anak sah.

Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir maupun constitutif bersifat declaratoir.


 Putusan yg bukan putusan akhir/putusan sela/putusan antara adalah putusan yg
fungsinya tdk lain u/ memperlancar pemeriksaan perkara.  Putusan sela tetap harus
diucapkan di dalam persidangan tdk dibuat scr terpisah, tetapi ditulis dlm berita acara
persidangan. (Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg), Putusan sela hanya dapat dimintakan
banding bersama-sama dengan permintaan banding thd putusan akhir. (Ps. 190 ayat 1 HIR; Ps.
201 ayat 1 Rbg)
o Putusan Praeparatoir adalah putusan sbg persiapan putusan akhir, tanpa
mempunyai pengaruh a/ pokok perkara atau putusan akhir, misal : putusan u/
menggabungkan 2 perkara, putusan u/ menolak diundurkannya pemeriksaan
saksi.
o Putusan Interlocutoir adalah putusan yg isinya memerintahkan pembuktian,
misal : putusan ini dpt mempengaruhi putusan akhir, misal : putusan u/
dilaksanakannya pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat (rekonstruksi).
o Putusan Insidentil adalah putusan yg berhubungan dgn insident, yaitu peristiwa
yg menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dgn
pokok perkara.
o Putusan Provisionil adalah putusan yg menjawab tuntutan provisionil, yaitu
permintaan pihak ybs agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna
kepentingan salah 1 pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.
Tabel 1; Ketika Putusan Bersifat Sementara

3) Pelaksanaan Putusan ; Aanmaning, Sita Eksekutorial, Pelaksanaan


 Pelaksanaan Putusan/Eksekusi pd hakekatnya adalah realisasi drpd kewajiban pihak ybs
u/ memenuhi prestasi yg tercantum dlm putusan tsb.
 Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan u/ dilaksanakan apa
yg ditetapkan dalam putusan itu secara paksa o/ alat2 negara.
“Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”
 Hanya putusan Condemnatoir sj yg dapat dilaksanakan scr paksa o/ pengadilan. Putusan
declaratoir & constitutif tdk memerlukan sarana pemaksa dlm melaksanakannya, krn
tdk memuat hak a/ suatu prestasi.

Jenis Pelaksanaan ;
 Eksekusi putusan yg menghukum pihak yg dikalahkan u/ membayar sejumlah uang. (Ps.
196 HIR; Ps. 208 Rbg)
 Eksekusi putusan yg menghukum orang u/ melakukan suatu perbuatan. Orang tdk dpt
dipaksakan u/ memenuhi prestasi yg brp perbuatan. Akan tetapi pihak yg dimenangkan
dpt meminta kpd hakim agar kepentingan yg akan diperolehnya dinilai dgn uang. (Ps.
225 HIR; Ps. 259 Rbg)
 Eksekusi Riil, mrpk pelaksanaan prestasi yg dibebankan kpd debitur o/ putusan hakim
scr langsung. (Ps. 1033 RV; Ps. 200 ayat 11 HIR; Ps. 218 ayat 2 Rbg)
 Eksekusi langsung (Parate Executie), tjd apabila seorang kreditur menjual barang2 ttt
milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial (Ps. 1155. 1175 ayat 2 KUHPerdata)
 KUHAP
1. PENGERTIAN
Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana atau menyelenggarakan
Hukum Pidana Material, sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu
harus dilaksanakan

Diatur dalam undang-undang yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
yakni Undang-Undang No.8/1981, berlaku sejak 31 Desember 1981

ISTILAH :
• Tersangka, adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan
bukti permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Tersangka belumlah dapat
dikatakan sebagai bersalah atau tidak (presumption of innocence) azas praduga tak
bersalah
• Terdakwa, adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili dipersidangan
pengadilan.
• Terpidana adalah yang dijatuhi hukuman oleh Pengadilan pidana

2. ASAS
 Insonamia/ Equality before the law : Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka
hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
 Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan
perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan
dengan cara yang diatur dengan UU
 Praduga Tak Bersalah/ Pressumtion of innocent : setiap orang yang disangka, ditangka,
ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap
 Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan UU atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib
diberi ganti rugi dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak
hukum yang dengan sengaja atau karena lalai menyebabkan asas hukum itu dilanggar,
dituntut, dipidanakan dan dikenakan hukuman administrasi
 Peradilan harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur
dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekwen dalam seluruh tingkat peradilan.
 Setiap Orang yang tersangkut perkara pidana wajib diberi kesempatan memperoleh
bantuan hukum.
 Kepada seorang tersangka, sejak dilakukan penangkapan, dan atau penahanan selain
wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib
diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasehat
hukum.
 Pengadilan memeriksa perkara dengan hadirnya terdakwa
 Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang
diatur dalam UU
 Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh ketua pengadilan negeri
ybs.

3. TAHAPAN
1) Sumber tindakan :
a. Laporan ; (Pasal 1;21) Pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena
hak atau kewajiban berdasarkan UU kepada pejabat yang berwenang ttg telah
atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana, Pihak yang berhak
mengajukan laporan dipasal 103. Pengaduan ; (Pasal 1;25) Pemberitahuan
disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang
berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan
tindak pidana aduan yang merugikannya, Pihak yang berhak membuat
pengaduan (Pasal 108)
b. Tertangkap tangan ; (Pasal 1;19) Tertangkapnya seorang pada waktu sedang
melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat TP itu
dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda
yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan TP itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu.

2) Tindakan
a. Penyelidikan ; serangkaian tindakan penyelidik untuk : Mencari dan menemukan
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, Menentukan dapat tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang ditentukan KUHAP.
Penyelidik  pejabat polisi negara RI yang diberi wewenang oleh UU untuk
melakukan penyelidikan, semua polisi mulai pangkat terendah sampai yang
tertinggi.
b. Penyidikan ; Serangkaian tindakan penyidik untuk : mencari serta
mengumpulkan barang bukti, dengan bukti itu membuat terang tentang pidana
yang terjadi , menemukan tersangkanya
Penyidik Pejabat POLRI dalam pangkat tertentu (dulu Serma s/d Serda),
Pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU.

3) Tindakan dalam Penyidikan :


a. Pemanggilan
b. Pemeriksaan
c. Penangkapan ; Suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila didapat cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
d. Penahanan ; Penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal
serta menurut cara yang diatur KUHAP.
e. Penggeledahan ;
Rumah  Tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk
melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan menurut KUHAP.

Badan Tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk
mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.
f. Penyitaan ; (Pasal 1;16) serangkaian tindakan penyidik mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktiaan dalam
penyidikan, penuntutan dan peradilan.
g. Pengurusan benda sitaan
h. Pemeriksaan surat- surat

4) Praperadilan ; Tindakan penyidikan dan penuntutan sesuai KUHAP, jika menyimpang


dapat dimintakan pra peradilan.
Wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam UU,
tentang :
 Sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka
 sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
 Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak
lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan

5) Pemeriksaan Perkara Koneksitas

6) Penuntutan ; Tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke


pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU
ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
7) Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

8) Upaya Hukum ; Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan PK dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
a. Upaya hukum biasa: Banding, Kasasi
b. Upaya Hukum Luar Biasa: Pemerksaan kasasi demi kepentingan umum,
Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
9) Pelaksanaan Putusan Pengadilan. (KUHAP mengatur pelaksanaan putusan pengadilan
pasal 270 – 276) ; Pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang
dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
 Putusan bebas (Vrijspraak) pasal 191 (1) KUHAP Tidak terbukti adanya
kesalahan, Tidak adanya 2 alat bukti, Tidak adanya keyakinan hakim,
Tidakterpenuhinya unsur tindak pidana
 Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum (onslaag van alle) pasal 191 (2)
KUHAP Terbukti, tetapi bukan tindak pidana. Adanya alasan pemaaf, pembenar
atau keadaan darurat
 Putusan Pemidanaan dijatuhkan oleh hakim jika ia telah memperoleh
keyakinan, bahwa terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan dan ia
menganggap bahwa perbuatan dan terdakwa dapat dipidana

 HTN
1. PENGERTIAN
“sekumpulan peraturan hukum yang mengatur Organisasi Negara, Hubungan antar alat kelengkapan
negara dalam garis horisontal dan vertikal, serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya”.

ISTILAH ; Constitutional Law (State Law) (bahasa Inggris), Droit Contitutionalle (bahasa Perancis),
Staatrecht (bahasa Belanda)

HUBUNGAN HTN DAN ILMU NEGARA


Ilmu Negara merupakan dasar dalam penyelenggaraan praktek ketatanegaraan yang diatur dalam
Hukum Tata Negara

HUBUNGAN HTN DAN ILMU POLITIK


Ilmu Politik melahirkan manusia-manusia Hukum Tata Negara sebaliknya Hukum Tata Negara
merumuskan dasar dari perilaku politik/kekuasaan

HUBUNGAN HTN DAN HAN


Hukum Tata Negara membahas negara dalam keadaan diam sedangkan Hukum Administrasi Negara
membahas negara dalam keadaan bergerak. Pengertian bergerak di sini memang betul-betul bergerak,
misalnya mengenai sebuah Keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan itu harus diserahkan/dikirimkan
dari Pejabat Tata Usaha Negara kepada seseorang

2. SUMBER
 Hukum Tertulis ; (UU No 10 Tahun 2004 pasal 7)
 Hukum Adat/Kebiasaan
 Yurisprudensi  Kumpulan keputusan pengadilan mengenai persoalan ketatanegaraan
 Ajaran-ajaran tentang Hukum Tata Negara

3. RUANG LINGKUP
 Bentuk Negara (Kesatuan atau Federasi)
 Bentuk Pemerintahan (Kerajaan atau Republik)
 Sistem Pemerintahan (Presidentil, Parlementer, Monarki absolute)
 Corak Pemerintahan (Diktator Praktis, Nasionalis, Liberal, Demokrasi)
 Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara (Desentralisasi, meliputi jumlah, dasar, cara
dan hubungan antara pusat dan daerah)

4. ASAS
 ASAS NEGARA KESATUAN
Negara Kesatuan yaitu  suatu bentuk negara dimana untuk mengatur daerah berada di tangan pusat,
terdapat hubungan antara pusat dan daerah kepala negara dan konstitusi hanya tunggal kedalam dan
keluar merupakan satu kesatuan

Azas-azas Umum Negara Kesatuan :


 Desentralisasi ; penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. (Ps. 1 Angka 7 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah)
 Dekonsentrasi ; pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu. (Ps. 1 Angka 8 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah)
 Tugas Pembantuan (Medebewind) ; penugasan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta
dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. (Ps. 1
Angka 9 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah)

 ASAS NEGARA HUKUM


 ASAS DEMOKRASI

 HAN
1. PENGERTIAN
Menurut VAN WIJK KONIJNENBELT, Hukum Administrasi adalah : “Hukum administrasi mrpk instrumen
yuridis yg memungkinkan masyarakat berpartisipasi dalam pengendalian tsb dgn tujuan terdapatnya
suatu perlindungan hukum”

HAN: himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi atau bereaksi,
maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan antara tiap-tiap warga negara dengan
pemerintahnya (De la Bassecour Caan).

Rangkaian aturan-aturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara
menjalankan tugasnya (Hartono Hadisoeprapto)

ISTILAH HAN
Civil Law berasal dr kata “Administratief Recht” atau “Bestuurs Recht”
Common Law  berasal dr kata “Administrative Law”
Administratief  Bestuurs; lingkungan kekuasaan/kegiatan atau tindakan pemerintahan di luar
kegiatan/kekuasaan atau tindakan yg bersifat legislatif dan yudisiil.
HUBUNGAN HAN DAN HTN
 VVH  badan2 kenegaraan memperoleh wewenang dr HTN & menggunakan
wewenangnya harus berdasar pd HAN
 ROMEYN  HTN menyinggung dasar2 dr negara HAN mengenai pelaksanaan
tehnisnya
 HAN & HTN sama2 mempelajari negara, akan tetapi HAN scra khusus
mempelajari negara dlm kedaan bergerak, sedangkan HTN mempelajari negara dlm
keadaan diam.
 Dr segi historis, bahwa sebelum abad ke 19, HAN menyatu dgn HTN, akan tetapi
setelah abad ke 19, HAN berdiri sendiri.
PERBUATAN PEMERINTAH
o Golongan yg bukan perbuatan hukum (Feitelijke Handelingen)
Adalah suatu tindakan penguasa (pemerintah) thd masyarakat yg tdk mempunyai akibat hukum.
Misal : Walikota mengundang masyarakat menghadiri HUT kotanya; Presiden mengunjungi panti
asuhan

o Golongan perbuatan hukum (Rechts Handelingen)


Suatu tindakan/perbuatan administrasi yg dilakukan o/ pemerintah dgn maksud menimbulkan
akibat hukum.

Terdiri dr 2 golongan :
 Perbuatan hukum bersifat privaat; ada 2 pendapat :
PAUL SCHOLTEN  badan/pejabat TUN tdk bs menggunakan hk privat dlm menjalankan tgs
pemerintahan, krn sifat hk. Privat mengatur hub. Hk antara 2 pihak yg bersifat perorangan & seimbang
kedudukannya, misal : JB, TM, SM, dll
KRANENBURG, KRABBE, VEGTING, DONNER, HUART  badan/pejabat TUN dapat menggunakan hk
privat dlm menjalankan tgs pemerintahan ttt.


administrasi atau tata usaha negara yg dilakukan oleh badan/pejabat TUN, & bukan
perbuatan/tindakan hukum publik laiinya, misal tindakan dlm hk. Pidana.
ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK
Di Indonesia pertama kali diperkenalkan o/ Prof. Kuntjoro Purbopranoto, yg tdr dr 13 asas :
Asas kepastian, Asas keseimbangan, Asas kesamaan, Asas bertindak cermat, Asas motivasi, Azas jangan
mencampuadukkan kewenangan, Asas fair play, Asas keadilan dan kewajaran, Azas menangapi
pengharapan yang wajar, Azas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal, Azas perlindungan
atas pandangan hidup, Azas kebijaksanaan, Azas penyelenggaraan kepentingan umum

PRINSIP GOOD GOVERNANCE


Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan ataukehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan
keadilan sosial
Kedua, aspek-aspek fungsional dan pemerintahan yang efektif dan eficien dalam pelaksanaan tugas-
tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu tersebut

Prasyarat Implementasi ;
 Pertama, perubahan internal organisasi, yang meliputi:

atan kompetensi dan profesionalisme aparatur

 Kedua, keterlibatan institusi-institusi kemasyarakatan baik secara langsung


MENURUT UNDP : ada 10 (sepuluh)PRINSIP GOOD GOVERNANCE; Participation, Law enforcement,
Transparancy, Equality, Responsiveness, Accontability, Eficiency and, Efectiveness, Professionalism,
Vision, Supervision

DALAM GD Diperlukan 3 pilar yaitu Pemerintah, Civil society, Swasta

ASAS-ASAS UMUM PENYELENGGARA NEGARA : Psl. 3 UU 28/1999 tentang PENYELENGGARA NEGARA


YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME ;
Asas Kepastian Hukum; Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; Asas Kepentingan Umum; Asas
Keterbukaan; Asas Proporsionalitas; Asas Profesionalitas; dan Asas Akuntabilitas.
2. SUMBER
Sumber Hukum Dalam Arti Materiil
dipengaruhi beberapa faktor:
a. Faktor Sosiologis
b. Faktor Filosofis
c. Faktor Historis

Sumber Hukum Dalam Arti Formil


a. Peraturan Per-UU-an
b. Yurisprodensi ; Keputusan-keputusan Hakim terdahulu yang selalu diikuti hakim
kemudian dalam perkara yang sama. Dalam hal ini Keputusan Hakim TUN/HAN
c. Konvensi ; Kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktek ketatanegaraan
d. Hukum Kebiasaan/Hukum Adat ; Hukum Kebiasaan, dalam hal ini yang sering digunakan
dalam praktek oleh pejabat administrasi negara (tidak tertulis). Hukum Adat (tertulis
dan tidak tertulis) dalam bidang admnistrasi negara
e. Hukum Internasional
f. Doktrin ; Pendapat pakar di bidang HAN. Doktrin berlaku jika diterima masyarakat dan
tidak berlaku jika sudah tidak diterima masyarakat. Jadi tidak perlu diundangkan dan
dicabut keberlakuannya.
g. Keputusan TUN ; Unsur (Penetapan tertulis, Dikeluarkan oleh Pejabat TUN, Berisi
tindakan TUN, Berdasarkan Per-UU-an yang berlaku, Bersifat Kongkrit,Individual dan
final, Menimbulkan akibat Hukum Bagi orang/Badan Hukum Perdata)

3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup HAN bergantung pd perkembangan sistem pemerintahan sejak zaman terdahulu sampai
saat ini, atau dr pendapat para sarjana dlm bidang hk. Administrasi.

Setiap negara berbeda dlm mengatur ruang lingkup HAN, disebabkan o/ ide negara yg dianutnya yg akan
mewujudkan bentuk negara & sistem pemerintahan
RUANG LINGKUP HAN DI INDONESIA
Dasar :
o Pembukaan UUD 1945 alinea IV
o Indonesia menganut prinsip Negara Hukum yg dinamis atau “Welfare State”
(Negara kesejahteraan), dgn kewajiban menjamin kesejahteraan sosial
masyarakat;
o Prinsip keadilan sosial bg seluruh rakyat Indonesia.
 Ps. 33 & 34 UUD 1945
o Pemerintah menjamin setinggi-tingginya kemakmuran rakyat serta memelihara
fakir miskin & anak terlantar juga BARA-K yg terkandung didalamnya serta yg
mjd hajat hidup orang banyak dikuasai o/ negara dlm menjalankan tugas
membangun kesejahteraan sosial.

Ruang lingkup HAN berdasar UUD 1945 :


 pemerintah melakukan pengaturan dlm kegiatan2 masyarakat mell. Pemberian ijin,
lisensi, dispensasi, dll, termasuk pencabutan HAT u/ kepentingan umum, serta
melakukan “Freies Ermessen” (tindakan spontanitas dlm rangka melaksanakan asa
kebijakan)
 Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), sbg lembaga yg mengadili apabila tjd
perbenturan kepentingan antara pemerintah dgn masyarakat.

4. ASAS
 ASAS HUKUM TERTULIS
o Asas legalitas  setiap perbuatan administrasi negara berdasarkan hukum 
ini berdasarkan asas negara hukum.
o Asas persamaan hak  semua warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat
(1) UUD 45)
o Asas Kebebasan  khusus untuk eksekutif diberikan kebebasan untuk
menyelesaikan atas inisiatif sendiri tanpa menunggu adanya undang-
untuk menjalankan fungsi administrasinya, yakni menyelenggarakan
kesejahteraan umum  asas freis ermessen (pasal 22 ayat (1) UUD 45).
 ASAS HUKUM NASIONAL
o Asas nasionalisme ada di hukum agraria (pasal 21 ayat (1) UUPA)  hak milik itu
merupakan hak turun-temurun terkuat, terpenuh yang dapat dipunyai oleh
orang atas tanah.
o Asas domein negara pasal 1 Agrarisch Besluit SB 1870-118 Semua tanah yang
tidak terHukti hak eigendomnya merupakan Kepunyaan negara  UUPA
Mengubah asas ini.
o Asas perlekatan (natreking beginsel)  benda tetap adalah pekarangan-
pekarangan dan apa yg didirikan di atasnya. pipa-pipa dan got-got untuk saluran
air dari rumah/pekarangan menjadi satu dengan rumah atau pekarangannya
o Asas pemisahan horisontal horizontale scheidins beginsel ; Kedudukan hukum
benda-benda dipisah dengan tanahnya (hk adat)
o Asas non diskriminasi sesuai dengan asas persamaan hak.

 ASAS HUKUM TIDAK TERTULIS


o Asas tidak boleh menggunakan wewenang/kekuasaan (tidak boleh melakukan
deteournement de pouvoir
o Asas tidak boleh mengambil wewenang badan administrasi negara yang satu
oleh yang lainnya (asas exes de pouvoir)
o Asas upaya pemaksa atau asas bersanksi

Berapa asas lain dalam HAN; Kepastian hukum, Keseimbangan, Kesamaan dalam pengambilan
keputusan, Bertindak cermat, Motivasi/alasan, Larangan mencampur-adukkan kewenangan, Perlakuan
yang jujur, Keadilan atau kewajaran , Penghargaan yang wajar,Meniadakan akibat keputusan yang batal
Perlindungan atas pandangan/cara hidup, Kebijaksanaan, Penyelenggaraan kepentingan umum
 HUKUM INTERNASIONAL
1. PENGERTIAN
Menurut Mochtar Kusumaatmadja Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
 negara dengan negara;
 negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu
sama lain

Menurut J.G. Starke, Hukum Internasional dirumuskan sebagai kumpulan (body law) yang sebagian
besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antara negara-negara satu
sama lain, yang juga meliputi;
 Peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga dan
organisasi itu masing-masing serta hubungannya dengan negara-negara dan individu-
individu.
 Peraturan-peraturan hukum tersebut mengenai individu-individu dan kesatuan-
kesatuan bukan negara, sepanjang hak-hak atau kewajiban-kewajiban individu dan
kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional

Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan
perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para
pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.

Sedangkan Hukum Internasional (publik) adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat
perdata.

Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara
(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).

Istilah : Hukum Bangsa Bangsa (Law of Nations, droits de gens, Voelkerrecht) , Hukum Antar Bangsa
atau Hukum Antar Negara (Inter State Law), Hukum Dunia (World Law), Hukum Internasional
(Internasional Law)
SIFAT HAKEKAT MENGIKATNYA HI
 TEORI HUKUM ALAM (NATURAL LAW THEORIE)
Tokoh : HUGO GROTIUS, EMMERICH VATTEL
Hk. Alam diartikan sbg hk. ideal yg didasarkan a/ hakikat manusia sbg makhluk yg berakal atau kesatuan
kaidah yg diilhamkan alam pd akal manusia.
Ajaran :

masyarakat bangsa2.

mrpk bagian dr hk. yg lebih tinggi yaitu hk. Alam.


Kelemahan/keberatan a/ teori ini : apa yg dimaksud dgn hk. Alam itu sangat samar &
bergantung kpd pendapat subyektif dr ybs mengenai keadilan, kepentingan masyarakat internasional dll
konsep yg serupa.
Kelebihan a/ teori ini : ajaran ini krn idealisme nya yg tinggi telah menimbulkan keseganan thd
HI & telah meletakkan dasar moral & etika yg berharga bg HI, jg bg perkembangannya selanjutnya.

 TEORI KEHENDAK NEGARA (VOLUNTARIS THEORIE)


Tokoh : HEGEL, GEORGE JELLINECK, ZORN
Ajaran :
hukum, & HI itu mengikat krn a/ kemauan
negara itu sendiri u/ mau tunduk pd HI.

staatsrecht).
erkembang di
benua Eropa trtm Jerman pd abad ke-19.

kehendak negara mempunyai titik pertemuan dgn teori alam ttg perjanjian.

Kelemahan/keberatan a/ teori ini :


mrk tdk dpt menerangkan dgn memuaskan bagaimana caranya HI yg
bergantung kpd kehendak negara dpt mengikat negara itu.
dalam masyarakat internasional sudah terikat o/ HI lepas dr mau atau tdk maunya ia
tunduk padanya.

 TEORI KEHENDAK BERSAMA (VEREINBARUNGS THEORIE)


Tokoh : TRIEPEL
Merupakan penyempurnaan a/ Teori Kehendak Negara (Voluntaris Theorie)

Ajaran : berusaha membuktikan bahwa HI itu mengikat bg negara, bukan krn kehendak mereka 1 per 1
u/ terikat, melainkan krn adanya suatu kehendak bersama (vereinbarung) yg lebih tinggi dr kehendak
masing2 negara u/ tunduk pd HI

 TEORI NORMA HUKUM

Ajaran :
-lah yg mrpk dasar terakhir kekuatan mengikat HI.

didasarkan pula pd suatu kaidah yg lebih tinggi lg & demikian seterusnya, hingga akhirnya
sampailah pd puncak piramida kaidah hukum yaitu tempat terdapatnya kaidah dasar
(Grundnorm) yg tdk dpt lg dikembalikan pd suatu kaidah yg lebih tinggi, melainkan harus
diterima adanya sbg suatu hipotese asal (Ursprungshypothese) yg tdk dpt diterangkan scr hk.
sar (Grundnorm) HI.

Kelemahan/keberatan a/ teori ini : ajaran ini memang dpt menerangkan scr logis drmn kaidah HI
itu memperoleh kekuatan mengikatnya, tetapi tdk dpt menerangkan mengapa kaidah dasar itu sendiri
mengikat.
SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL
 Negara
 Takhta Suci (Vatican)
Peninggalan atau sejarah jaman dahulu ketika Paus bukan hanya merupakan kepala
gereja Roma tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Tahta suci merupakan subyek
Hukum Internasional yang setara dengan negara. Entitas ini hanya diakui oleh beberapa
negara sebagai subyek Hukum Internasional
 Palang Merah Internasional
Dikarenakan unik karena awalanya merupakan organisasi nasional (Swiss) dalam bidang
kemanusiaan yang kemudian mendapat tanggapan positif sehingga didirikan di berbagai
negara. PMI berdiri mandiri sebagai subyek HI. PMI Disebut juga organisasi internasional
non-pemerintah.
 Organisasi Internasional
o organisasi internasional itu merupakan suatu persekutuan antar negara –negara
yang bersifat permanen, dengan tujuan yang sesuai atau tidak bertentangan
dengan hukum yang berlaku, serta dilengkapi dengan organ-organnya ;
o adanya suatu pemisahan atau pembedaan dalam kewenangan hukum maupun
maksud dan tujuan dari organisasi internasional itu sendiri pada satu pihak
dengan negara – negara anggotanya ;
o adanya suatu kekuasaan hukum yang dapat dilaksanakan oleh organisasi
internasional itu sendiri, tidak saja dalam hubungannya dengan sistem hukum
nasional dari satu atau lebih negara – negara, tetapi juga pada tingkat
internasional
 Orang Perorangan (Individu)
Dapat diperlakukan sebagai subyek Hukum Internasional, apabila :
o sebagai penjahat kemanusiaan
o sebagai penjahat perang
o sebagai perusak perdamaian
 Pemberontak & Pihak dalam sengketa (Belligerent)
Kaum pemberontak yang memiliki pribadi sebagai subyek Hukum Internasional, dengan
syarat :
o kaum pemberontak itu terorganisir secara teratur di bawah pimpinan
yang bertanggung jawab
o mereka memakai tanda-tanda pengenal yang jelas dapat dilihat
o membawa senjata secara terang-terangan
o mengindahkan cara-cara berperang yang sudah lazim (mengikuti kaidah
hukum perang/hukum humaniter internasional)
o menguasai suatu wilayah secara efektif.

Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional


1. Teori Monisme
Teori ini memandang bahwa hukum nasional dengan Hukum Internasional merupakan satu bagian dari
satu sistem hukum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. Artinya tidak dapat dipisahkan antara
hukum nasional dengan Hukum Internasional. Pokok pikiran dari teori ini adalah :
o Semua hukum merupakan satu kesatuan yang mempunyai kekuatan mengikat.
o Baik Hukum Internasional maupun hukum nasional tidak berbeda satu sama lain, karena
memiliki subyek yang sama yaitu individu.
Monisme yang mengutamakan Hukum Internasional ; Aliran ini berpendapat bahwa Hukum
Internasional adalah merupakan sumber dari hukum nasional dan oleh karena itu hukum nasional
tunduk pada Hukum Internasional. Hukum Internasional mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
daripada hukum nasional.
Monisme yang mengutamakan hukum nasional ; Aliran ini memandang Hukum Internasional itu
bersumber pada hukum nasional dan Hukum Internasional itu hanyalah merupakan lanjutan saja dari
hukum nasional.

2. Teori Dualisme
Memandang bahwa Hukum Internasional dan hukum nasional adalah merupakan dua bidang hukum
yang berbeda dan berdiri sendiri satu dengan yang lainnya. Perbedaan antara Hukum Internasional
dengan hukum nasional adalah :
o subyek hukum nasional berbeda dengan Hukum Internasional. Hukum
Internasional subyeknya negara kalau hukum nasional subyeknya indvidu.
o Ruang lingkup hukum nasional berlaku dalam batas-batas wilayah negara,
sedangkan Hukum Internasional berlaku antar negara.
o Sumber hukum nasional adalah kehendak negara sedangkan Hukum
Internasional bersumber pada kesepakatan antar negara

3. Teori Transformasi
Menurut teori ini peraturan-peraturan Hukum Internasional untuk dapat berlaku dan dihormati
sebagai norma hukum nasional harus melalui proses transformasi atau alih bentuk, baik secara
formal maupun substansial. Secara formal maksudnya mengikuti bentuk sebagaimana peraturan
perundang-undangan nasional. Sedangkan secara substansial artinya materi dari Hukum
Internasional itu harus sesuai dengan materi dari hukum nasional negara yang bersangkutan.

4. Teori Delegasi
Implementasi dari Hukum Internasional diserahkan kepada negara – negara atau hukum
nasional itu masing-masing.

5. Teori Harmonisasi
Hukum Internasional dan hukum nasional harus diartikan sedemikian rupa bahwa antara
keduanya itu terdapat keharmonisan.

2. SUMBER
a. Sumber Hukum Formil
Prosedur hukum dan metode bagi pembentukan mengenai aturan untuk pengenaan secara umum
mengikat secara hukum kepada pihak-pihak yang dituju (Pasal 38 Piagam Mahkamah
Internasional),yaitu:
1. Perjanjian internasional (international convention), baik yang bersifat umum maupun
khusus yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersengketa. Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.

2. Kebiasaan internasional (international custom). Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan


internasional itu merupakan sumber hukum, perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
 harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum dan diterapkan berulang dari masa ke masa
 kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum

3. Prinsip-prinsip hukum umum (the general principles of law recognized by civilized


nations) ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern, dalam hal ini sistem hukum
positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar
didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Adanya asas hukum umum ini sangat penting
bagi dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Dengan adanya asas
sumber hukum ini mahkamah tidak dapat menyatakan ”non liquet” yaitu menolak mengadili
perkara karena tidak ada hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.

4. Sumber hukum tambahan: Putusan-putusan pengadilan dan pendapat para sarjana


terkemuka di dunia. Artinya putusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukakan
untuk membuktikan adanya kaidah hukum internaisonal mengenai suatu persoalan yang
didasarkan atas sumber primer yaitu perjanjian internasional, kebiasaan dan asas hukum umum.
Putusan pengadilan dan pendapat para sarjan itu tidak mengikat, artinya tidak dapat
menimbulkan suatu kaidah hukum

b. Sumber Hukum Materiil


Sumber hukum dalam pengertian asal mula atau asal-usul hukum itu sebenarnya, yaitu materi atau
bahan-bahan yang membentuk atau melahirkan kaidah atau/ dan norma tersebut, sampai dinamakan
hukum yang mempunyai kekuatan mengikat.

Misal: traktat, Resolusi Majelis Umum, putusan hukum, proposal dari the International Law Commision ,
sebuah restatement yang dinyatakan oleh sekelompok orang terpelajar dan lain-lain

3. ASAS
 ASAS TERITORIAL
Menurut azas ini negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di
wilayahnya sedangkan terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut, berlaku
hukum asing (internasional) sepenuhnya.
 ASAS KEBANGSAAN
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asas ini setiap warga
negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini
mempunyai kekuatan ekstrateritorial, artinya hukum negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga
negaranya, walaupun ia berada di negara lain.

 ASAS KEPENTINGAN UMUM


Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalan
kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan
peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum.

 PACTA SUNT SERVANDA


Merupakan asas yang dikenal dalam perjanjian Internasional. Artinya perjanjian yang dibuat berlaku dan
mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Asas ini menjadi kekuatan hukum dan moral bagi semua
negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian internasional.

 EGALITY RIGHTS yaitu pihak yang saling mengadakan hubungan memiliki kedudukan
yang sama.

 RECIPROSITAS yaitu tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal,
baik tindakan yang bersifat negatif ataupun positif.

 COURTESY Asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.

 ASAS PERSAMAAN DERAJAT


yaitu hubungan antar bangsa hendaknya didasarkan pada asas bahwa negara yang berhubungan adalah
Negara yang berdaulat.

 ASAS KETERBUKAAN
Dalam hubungan antar bangsa yang berdasarkan hukum internasional diperlukan adanya kesediaan
masing-masing untuk memberikan informasi secara jujur dan dilandasi rasa keadilan. Sehingga masing-
masing pihak mengetahui secara jelas manfaat, hak, serta kewajiban dalam menjalin hubungan
internasional

 ASAS NEBIS IN IDEM


o Tidak seorang pun dapat diadili sehubungan dengan perbuatan kejahatan yang
untuk itu orang bersangkutan telah diputus bersalah atau dibebaskan
o Tidak seorangpun dapat diadili di pengadilan lain untuk kejahatan dimana orang
tersebut telah dihukum atau dibebaskan oleh pengadilan pidana Internasional.

 INVIOLABILITY dan IMMUNITY


Dikenal dalam Hukum Diplomatik dan Konsuler. Dalam Pedoman tertib Diplomatik dan Prootokoler,
Involability merupakan terjemahan dari istilah Inviolable yang artinya seorang penjabat diplomatic tidak
dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan negara penerima dan sebaliknya negara penerima
berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi mencegah serangan atas kehormatan dan
kekebalan dari pribadi penjabat diplomatik yang bersangkutan.

 H. ISLAM
1. PENGERTIAN
Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam.

ASLAMA / ASLAMTU: ALI IMRON 20  BERSERAH DIRI


SALIMA (KATA KERJA TRANSITIF YANG MEMERLUKAN OBJEK) MENYELAMATKAN,
MENENTRAMKAN, MENGAMANKAN (+ OBJEK )
SALAMA (KATA KERJA TANPA OBJEK KE LUAR TETAPI KE DALAM)  PENYELAMAT,
PENENTRAM
Pengertian Hukum Islam mempunyai dua makna yaitu sebagai Syari’ah atau Fiqih. Dimana pengertian
syari’ah Hukum Islam bersifat absolute, tidak akan berubah. Sedangkan dalam pergertian sebagai fiqih
merupakan penjabaran lebih lanjut dari syari’ah, dapat berubah dan berkembang selama tidak
bertentangan dengan syari’ah.
ISLAM SEBAGAI AGAMA MEMENUHI 3 ASPEK :
 Hubungan Vertikal dgn Allah (Habluminallah); Tunduk, Patuh, Berserah diri
 Hubungan Horizontal dengan makhluk AllaH; Menyelamatkan, Mententramkan
 Hubungan kedalam jiwa ; Kedamaian, Ketenangan (Nafsun Mutmainah)

ISLAM SEBAGAI SISTEM :


 AKHLAK (Ethical System,Norma, Ikhsan) = Ilmu Tasawuf
 AQIDAH (Theologycal System, Agama, Iman) = Ilmu Kalam , Tauhid, Ushuluddin
 SYARIAH (Legal system, Hukum, Islam)  Ibadah ; Hub Vertikal (Asas Haram) ,
Muamalah ; Hub Horizontal (Asas Mubah) = Ilmu Fiqh

SIFAT HUKUM ISLAM


 TAKAMUL: BULAT, UTUH
 WASATHIYAH: HARMONIS, SEIMBANG
 HARAKAH: BERGERAK, FLEKSIBEL

HUKUM TAKLIFI ; AL AHKAM AL KHAMSAH Hukum yang mengandung wajib, sunah, mubah/ jaiz/
ibahah, makruh dan haram yaitu :

1. Perintah yang wajib dilakukan


2. Anjuran untuk dilakukan karena jelas manfaatnya
3. Kewenangan terbuka ; kebebasan utk memilih melakukan atau tidak melakukan
4. Kaidah yang seyogyanya tidak dilakukan karena tidak berguna dan merugikan orang lain
5. Larangan untuk dilakukan

MAQASIDUL AHKAM = 5 TUJUAN HUKUM

 MEMELIHARA AGAMA (HIFZH AD-DIEN


 MEMELIHARA JIWA (HIFZH AN-NAFS
 MEMELIHARA AKAL (HIFZH AL-AQL)
 MEMELIHARA KETURUNAN (HIFZH AN-ASL)
 MEMELIHARA HARTA (HIFZH AL-MAAL)

2. SUMBER
Berdasarkan hadis pecakapan rasul dengan Mu’az bin Jabal disimpulkan bahwa sumber hukum Islam
ada tiga, yaitu : Al – Quran, As – Sunnah, Akal Pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk beritjtihad
disebut juga dengan istilah ar-ra’yu atau pendapat orang yang memenuhi syariat untuk menentukan
nilai dan norma.

Berdasarkan Imam Syafi’I dalam buku Kitāb al- Risāla fi Usūl al fiqh yang berlandaskan dari surat An –
Nisa ayat 59 :

Maka terdapat empat sumber hukum Islam yaitu : Al – Quran, As – Sunnah atau Al – Hadis, Al – Ijmā, Al
– Qiyās
Kesimpulannya Sumber Hukum Islam adalah :
 Al – Quran (Kitab Suci Umat Islam)
 As – Sunnah / Al – Hadis (Perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah), dan
sikap diam (sunnah taqririyah) Rasul yang tercatat dan menjadi penjelasan otentik Al-Quran
dimana
o Banyaknya yang meriwayatkan As – sunnah / Al – Hadist ;
MutawatiR, Masyhur, Ahad
o Kualitas pribadi yang meriwayatkan; Sahih, Hasan, Da’if
 Akal Pikiran (Ra’yu) yang memenuhi syarat untuk berikhtiar untuk memahami kaedah
hukum fundamental dalam al-quran dan kaedah hukum umum dalam as-sunnah kemudian
merumuskan garis hukum untuk kasus tertentu atau garis hukum yang pengaturannya tidak di
dua sumber utama hukum islam. Dimana memiliki metode ijtihad didalamnya yaitu : ijmak
(persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli disuatu masa), qiyas (menyamakan hukum
dengan dua sumber utama hukum islam), istidal (menarik kesimpulan), al – masālih al –
mursalah (menemukan hukum dengan pertimbangan kepentingan umum), istihsān
(menyimpang dari ketentuan demi keadlian dan kepentingan sosial dimana mengesampingkan
analogi), istihāb (menetapkan hukum menurut keadaan yang terjadi sebelumnya), ‘urf (adat-
istiadat yang tidak bertentangan dengan hukum islam).

3. RUANG LINGKUP
 Hukum Perdata Islam adalah munakāhāt mengatur segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya ; wirāsah mengatur masalah
mengenai pewaris, ahli waris, harta peninggalan sera pembagian warisan. Hukum
kewarisan Islam ini disebuh juga hukum farā’id ; muamālat dengan arti khusu mengatur
masalah kebendaan dan hak hak atas benda, hubungan manusia dalam masalah jual –
beli, sewa – menyewa, pinjam – meminjam, dll.
 Hukum Publik Islam adalah jināyat memuat aturan mengenai perbuatan yang diancam
dengan hukuman baik dalam jarīmah hudūd maupun jarīmah ta’zir. Maksud dari jarīmah
adalah perbuatan pidana dimana jarīmah hudūd batas hukumnya adalah Al-Quran dan
Sunah Nabi Muhammad dan jarīmah ta’zir bentuk sanksinya ditentukan oleh penguasa
sebagai pelajaran bagi pelaku pidana ; ah-ahkām as-sulthāniyah mengenai hubungan
kepala negara, pemerintahan, tentara, pajak, dsb. ; siyār mengenai perang dan damai,
tata hubungan pemeluk agama dan negara lain ; mukhasamat mengatur soal peradilan,
kehakiman, dan hukum acara.

4. ASAS
Asas Hukum Islam adalah landasan yang digunakan dalam penegakan dan pelaksanaan hukum islam
dimana menurut Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional Departement
Kehakiman dalam laporannya tahun 1983/1984 menyebutkan asas hukum islam yaitu :
1. Asas Umum ; Asas keadilan, Asas kemanfaatan, Asas kepastian hukum
2. Asas Hukum Pidana ; Asas legalitas, Asas larangan memindahkan kesalahan kepada
orang lain, Asas praduga tidak bersalah
3. Asas Hukum Perdata ; Asas kebolehan atau mubah, Asas kemaslahatan hidup, Asas
kebebasan dan kesukarelaan, Asas menolak mudarat dan mengambil manfaat, Asas
kebajikan, Asas kekeluargaan, Asas adil dan berimbang, Asas mendahulukan kewajiban
dari hak, Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain, Asas kemampuan berbuat,
Asas kebebasan berusaha, Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa, Asas
perlindungan hak, Asas hak milik berfungsi social, Asas yang beritikad baik harus
dilindungi, Asas risiko dibebankan pada benda atau harta, tidak pada tenaga atau
pekerja, Asas mengatur sebagai petunjuk, Asas perjanjian tertulis atau diucapkan
didepan saksi, Asas dalam hukum perkawinan (Kesukarelaan, Persetujuan kedua belah
pihak, Kebebasan memilih, Kemitraan suami-istri, Untuk selama-lamanya, Monogami
terbuka), Asas dalam hukum kewarisan, Ijbari/ wajib dilaksanakan(Bilateral, Individual,
Keadilan yang berimbang, Akibat kematian)

 H. ADAT
1. PENGERTIAN
Soekanto (1955) mengemukan bahwa “hukum adat adalah kompleks adat-adat yang tidak dikitabkan,
tidak dikodifisir dan bersifat paksaan, jadi mempunyai akibat hukum.

Menurut teori keputusan dari Ter Haar


Hukum adat adalah adat istiadat yang hidup dalam masyarakat Indonesia dan memiliki sanksi dimana
sanksi dalam hukum adat dapat ditemui dari putusan-putusan penguasa dalam persekutuan adat
mengenai masalah atau persoalan sosial yang pernah terjadi dalam persekutuan hukum adat tersebut
dan diselesaikan oleh penguasa adat (diambil melalui rapat desa, kepala desa, lurah dll). Keputusan
tersebut dipertahankan penguasa adat karena membuat ketertiban di masyarakat adat.

Menurut teori Receptio in Complexu dari Van Den Berg


Bahwa adat istiadat dan hukum suatu golongan hukum masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari
agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Teori ini banyak ditentang

Menurut teori Receptie dari Snouck Hurgronye dan Van Vollen Hoeven
Tidak semua Hukum Agama diterima/ diresepsi dalam hukum adat, hanya bagian tertentu saja dari
hukum agama yang mempengaruhi Hukum Adat terutama bagian hukum keluarga.

Sifat Hukum Adat :


 HUKUM ADAT ADALAH HUKUM NON STATUTAIR (TIDAK TERTULIS).
DJOJODIGOENO : “Sumber Hk. Adat Indonesia adalah urgeran2 (norma2 kehidupan
sehari2) yg langsung timbul sbg pernyataan kebudayaan orang Indonesia asli, tegasnya
sbg pernyataan rasa keadilannya dlm hub. pamrih (hub. pamrih=hub. antar orang dgn
sesamanya guna usaha memenuhi kepentingan, misal : business relations, zakelijke
verhoudingen).”

 HUKUM ADAT TIDAK STATIS.


SOEPOMO : “Hk. Adat terus menerus dlm keadaan tumbuh & berkembang seperti hidup
itu sendiri.”

 VAN VOLLEN HOVEN :

perkembangan.”

2. SUMBER
 Adat atau kebiasaan yang merupakan tradisi masyarakat
 Kebudayaan tradisional
 Ugeran
 Perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat
 Pepatah adat
 Yurisprudensi adat
 Dokumen yang hidup di waktu sesuatu yang memuat ketentuan hukum tertentu
 Kitab – kitab hukum yang pernah dikeluarkan oleh raja
 Doktrin tentang hukum adat
 Hasil penelitian tentang hukum adat nilai yang tumbuh dan berlaku dalam
masyarakat.

3. RUANG LINGKUP
Menurut van Vollenhoven ruang lingkup hukum adat adalah :
 Bentuk – bentuk masyarakat hukum adat
 Tentang pribadi
 Pemerintahan dan peradilan
 Hukum keluarga
 Hukum perkawinan
 Hukum waris
 Hukum tanah
 Hukum utang piutang
 Hukum delik
 Sistem delik

Menurut Ter Haar didalam Beginselen en Stelsel van het Adat – Recht ruang lingkup hukum adat :
 Tata masyarakt
 Hak – hak atas tanah
 Transaksi – transaksi tanah
 Transaksi – transaksi dimana tanah tersangkut
 Hukum utang piutang
 Lembaga / yayasan
 Hukum pribadi
 Hukum kekeluarga
 Hukum perkawinan
 Hukum delik
 Pengaruh lampau waktu

Soepomo dalam Het Adatprivaatrech van West Java (1933)


 Hukum keluarga
 Hukum perkawinan
 Hukum warisHukum tanah
 Hukum utang – piutang
 Hukum pelanggaran
4. ASAS

 Asas Kebersamaan
Setiap individu dalam masyarakat adalah keluarga. Sehingga selalu menyediakan dirinya dan hartanya
untuk kesejahteraan masyarakat, mempunyai rasa senasib seperjuangan, segala tugas dipikul bersama.

 Asas Totaliteit
Segala tingkah laku harus dilakukan sedemikian rupa sehingga perhubungan yang harmonis antara
masyarakat dengan semesta (termasuk alam ghaib) tetap terpelihara.

 Asas Kelumrahan dalam Pengertian dan Pemikiran


Setiap pengertian dan pemikiran harus dapat dipahami dengan pengalaman bersama. Asas ini
menimbulkan dua sistem, yaitu :
o Hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulangnya perhubungan
hidup yang kongkrit.
o Bersifat sangat visuil : perhubungan hukum dianggap hanya terjadi jika diikat
oleh tanda yang kelihatan atau dapat dilihat.
 H. AGRARIA
1. PENGERTIAN
merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yg masing-masing mengatur hak-hak penguasaan
atas Sumber Daya alam yang berkaitan dgn bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam.

2. SUMBER
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang disahkan di Jakarta dan
diundangkan pada tanggal 24 September 1960, Lembaran Negara No. 104 tahun 1960, atau dikenal
dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dengan tujuan :
 meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi
Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan
makmur.
 meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum
pertanahan.
 meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanah bagi rakyat seluruhnya.

Sebelum 24 September 1960, hukum agrarian bersumber pada :


 Hukum adat ( Hukum Agraria Adat)
 Kitan Undang – Undang Hukum Sipil ( Hukum Agraria Barat)

3. ASAS
 Asas nasional dalam ps.1 UUPA
pasal 1 (1)
seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai
Bangsa Indonesia

pasal 1 (2)
Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam
wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa
bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional
pasal 1 (3)
Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam ayat (2) pasal ini
adalah hubungan yang bersifat abadi

 Asas hak menguasai dari negara, terdapat dalam ps. 2 UUPA


Hak menguasai dari Negara ini sebagai pengganti dari asas Domein Verklaring yang ada pada hukum
agraria barat. Penyelenggaraannya yang berupa mengatur, memimpin penguasaan dan penggunaan
BARA-K dikuasakan pada negara Republik Indonesia, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

 Asas pengakuan hak ulayat masyarakat hukum adat


Hak ulayat merupakan seperangkat wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang
berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya
Tdp dlm : Ps. 3; Ps. 5, Penjelasan Umum angka III (1), Penjelasan Ps. 5 & 16; Ps. 56 & 58

 Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi social, terdapat dalam 6 UUPA
hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan
dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya,. Penggunaan
tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.

 Asas perlindungan
Ps. 9 (1) jo. pasal 21 ayat 1 :
Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan
ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.

Ps. 11 (2) :
Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap
kepentingan golongan yang ekonomis lemah.
Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang
(pasal 26 ayat 2). Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang luasnya terbatas

Badan Hukum yang pada tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah, tetapi mengingat akan keperluan
masyarakat yang sangat erat hubungannya dengan faham keagamaan, sosial dan hubungan
perekonomian, maka diadakanlah suatu "escape-clause" yang memungkinkan badan-badan hukum
tertentu mempunyai hak milik berdasarkan penunjukan dari pemerintah

 Asas tanah untuk pertanian


Pasal 12.
(1) Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka
kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.
(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan
agraria.

Pasal 13.
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa,
sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3)
serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat
manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan
perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat
diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan,
dalam usaha-usaha di lapangan agraria.

 Asas tata guna tanah


Pasal 7 :
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui
batas tidak diperkenankan.
Pasal 10 (1) :
Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya
diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara
pemerasan.

Pasal 11 (1) :
Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa serta
wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan
yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain
yang melampaui batas.

 Asas persamaan hak antara laki dan perempuan


Ps. 9 (2) : "Tiap-tiap warganegara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi
diri sendiri maupun keluarganya".

HAK MILIK
Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah
Dasar Hukum : 20 s.d. 27 UUPA
Sifat :
-menurun, terkuat dan terpenuh

n pembebanannya dengan hak-hak lain harus


didaftarkan

Subyek HM :
(1) warga negara Indonesia (2) badan-badan hukum yang memenuhi ketentuan PP 38/1963 tentang
PENUNJUKAN BADAN BADAN HUKUM YANG DAPAT MEMPUNYAI HAK MILIK ATAS TANAH, yi :
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara);
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yg didirikan berdasar UU 79/1958;
c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah
mendengar Menteri Agama;
d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria, setelah mendengar
Menteri Kesejahteraan Sosial.

Hak milik hapus bila :


1. tanahnya jatuh kepada negara,
a. karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18 UUPA;
b. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
c. karena diterlantarkan;
d. karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2) UUPA ttg tdk terpenuhinya
syarat selaku subyek HM.
2. tanahnya musnah

HAK GUNA USAHA


Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam
jangka waktu ttt, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Dasar Hukum : 28 s.d. 34 UUPA jo. Ps. 2 s.d. 18 PP 40/1996
Sifat :

& perpanjangan berakhir dapat diberikan pembaharuan HGU di atas tanah yang sama.

peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan

Subyek HGU :
(1) Warga Negara Indonesia; (2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.

Hak Guna Usaha hapus karena :


1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangannya;
2. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir
karena:
a. tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
b. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
3. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
4. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961;
5. ditelantarkan;
6. tanahnya musnah;
7. ketentuan Pasal 30 ayat (2) UUPA ttg tdk terpenuhinya syarat selaku subyek HGU

HAK GUNA BAGUNAN


Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri.
Dasar Hukum : 35 s.d. 40 UUPA jo. Ps. 19 s.d. 38 PP 40/1996
Sifat :
 ada jangka waktunya, yi maks 30 th & dapat diperpanjang maks 20 th; & setelah jangka
waktu & perpanjangan berakhir dapat diberikan pembaharuan HGU di atas tanah yang
sama.
 dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
 setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan
 dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan

Subyek HGB :
(1) Warga Negara Indonesia; (2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.

HGB hapus karena :


1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangannya;
2. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir
karena;
a. tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
b. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
3. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
4. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961;
5. ditelantarkan;
6. tanahnya musnah;
7. ketentuan Pasal 36 ayat (2) UUPA ttg tdk terpenuhinya syarat selaku subyek HGB

HAK PAKAI
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian
dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA
Dasar Hukum : 41 s.d. 43 UUPA jo. Ps. 39 s.d. 56 PP 40/1996
Sifat :

jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. ;
& setelah jangka waktu & perpanjangan berakhir dapat diberikan pembaharuan HGU di atas
tanah yang sama.

n, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan

Subyek HP :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
d. Badan-badan keagamaan dan sosial;
e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
g. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.
HP hapus karena :
1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
2. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang
Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena:
a. tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51 dan
Pasal 52; atau
b. tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak
Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau
c. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
3. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
4. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 1961;
5. ditelantarkan;
6. tanahnya musnah;
7. ketentuan Pasal 40 ayat (2) PP 40/1996 ttg tdk terpenuhinya syarat selaku subyek HP

Anda mungkin juga menyukai