Anda di halaman 1dari 50

PAPARAN KULIAH

Peradilan Tata Usaha Negara

Universitas Negeri Yogyakarta


Kekuasaan Kehakiman dilingkungan
Peradilan TUN

 Dilaksanakan oleh :
 Pengadilan Tata Usaha Negara (sebagai pengadilan
tingkat pertama, berkedudukan di Ibu Kota
Kabupaten/Kota);
 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (sebagai
pengadilan tingkat banding (dapat juga sebagai
Pengadilan tingkat pertama berdasarkan ketentuan
Pasal 51 (2)&(3)), berkedudukan di Ibu Kota
Provinsi);
 kekuasaan tersebut berpuncak pada MA sebagai
Pengadilan Negara Tertingi.
Pengertian Dasar

 PeradilanTata Usaha Negara: salah satu


pelaku kekuasaan kehakiman bagi rak-yat
pencari keadilan terhadap sengketa Tata
Usaha Negara.
Sengketa Tata Usaha Negara
adalah sengketa yang timbul dalam bidang
TUN antara orang/badan hukum perdata
dengan Badan/Pejabat TUN baik di pusat
maupun di daerah, sbg akibat
dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa
kepegawaian berdasrkan Pert. Per-UU-an
yang berlaku.
Tata Usaha Negara

adalah administrasi negara yang


melaksanakan fungsi penyelenggaraan
urusan pemerintahan baik di pusat maupun
di daerah (kegiatan yang bersifat eksekutif ).
Badan/Pejabat TUN

adalah Badan/Pejabat yang melaksanakan


urusan pemerintahan berdasar perUUan
yang berlaku.
Penggugat

Penggugat adalah Seseorang atau badan


hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan TUN dan oleh karenanya ia
mengajukan gugatan kepada Pengadilan yg
berwenang
Tergugat
 adalah Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan wewenang
yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya, yang digugat
oleh orang atau badan hukum
perdata.
Keputusan Tata Usaha Negara
adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum
Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ber-
laku, yang bersifat konkret, individual, dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
Tujuan dan Fungsi PTUN
 memberikan perlindungan terhadap
hak-hak rakyat yang bersumber dari
hak-hak individu;
 memberikan perlindungan terhadap hak-
hak masyarakat yang didasarkan kepada
kepentingan bersama dari individu yang
hidup dalam masyarakat tersebut.

(keterangan pemerintah pada Sidang


Paripurna DPR RI mengenai RUU PTUN
tanggal 29 April 1986)
• Tujuan PTUN : memberikan pengayoman hukum
dan kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun
bagi admiistrasi negara dalam arti terjaganya
keseimbangan kepentingan masyarakat dan
kepentingan individu (Scahran Basah).
• Fungsi PTUN : ”Sarana untuk menyelesaikan
konflik yang timbul antara pemerintah
(Badan/Pejabat TUN) dengan rakyat (orang
perorang/badan hukum perdata), selain upaya
administratif yang tersedia”.
Unsur-unsur PTUN

 adanya suatu instansi atau badan peradilan


yang netral dan dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan, sehingga mempunyai
kewenangan untuk memberikan putusan
 terdapatnya suatu peristiwa hukum konkret yang
memerlukan kepastian hukum;
 terdapatnya suatu peristiwa hukum yang
abstrak dan mengikat umum (Peraturan HAN);
 adanya sekurang-kurangnya dua pihak,
(Penggugat dan Tergugat),
 adanya hukum formal, (Hukum Acara PTUN)
Azas-Azas Hukum Acara PTUN
 “Asas praduga rechtmatig (benar menurut hukum,
presumptio iustea causa), asas ini menganggap
bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus
dianggap berdasarkan hukum (benar) sampai ada
pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda
pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1)
UU No.5 tahun 1986);
 “Asas pembuktian bebas”. Hakimlah yang
menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda
dengan ketentuan 1865 BW (lihat Pasal 101,
dibatasi ketentun Pasal 100;
 ”Asas keaktifan hakim (dominus litis)”. Keaktifan
hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan
para pihak yang tidak berimbang (lihat Pasal 58,
63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85)
 ”Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan
mengikat (erga omnes)”. Sengketa TUN adalah
sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan
pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya
bagi para pihak yang bersengketa;
 dan asas-asas peradilan lainnya, mislny : asas
peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,
obyektif.
Dasar Hukum PTUN
Pasal 10 UU No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman
TAP MPR Nomor : IV/MPR/1978 Tentang GBHN
menjamin eksistensi PTUN
UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara diundangkan (UU No.5 Tahun 1986
diubah dengan UU No.9 Tahun 2004 jo UU No. 51
Tahun 2009);
UU No.10 Tahun 1990 dan Kepres No.52 Tahun
1990 (tentang pembentukan pengadilan tinggi dan
pengadilan tata usaha negara);
PP No.7 Tahun 1991 tentang Penerapan UU No.5
Tahun 1986.
Obyek Sengketa Tata Usaha Negara

OBYEK SENGKETA TUN KTUN

KTUN (Pasal 1 angka 3)


penetapan tertulis;
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara;
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara
yang berdasarkan peraturan per-UU-an;
bersifat konkret, individual dan final;
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang.
KTUN
KTUN yang
yang dapat
dapat digugat
digugat di
di PTUN
PTUN adalah
adalah

(Pasal 1 angka 3 + Pasal 3) – (Pasal 2 + Pasal 49)

Tidak semua KEPUTUSAN dapat digugat di PTUN


Pasal 3
 Keputusan negatif (penolakan) & tidak berujud
atas suatu permohonan dianggap sbg KTUN;
 Jangka waktu permohonan berakhir (menurut
peraturan dasarnya) dianggap menolak;
 Apabila peraturan dasarnya tidak mengatur,
maka setelah lewat 4 bulan dari permohonan,
maka permohonan dianggap dianggap ditolak.
Pasal 2
 KTUN yang bersifat perdata;
 KTUN umum & mengatur;
 KTUN yg blm final (perlu persetujuan);
 KTUN yg didasarkan KUHP, KUHAP dan
peraturan Pidana lain.
 KTUN berdasar hasil pemeriksaan badan
Peradilan;
 KTUN tata usaha TNI;
 Kepts KPU ttg hasil Pemilu.
Pasal 49

• dalam waktu perang, keadaan


bahaya, keadaan bencana alam, atau
keadaan luar biasa yang
membahayakan;
• dalam keadaan mendesak untuk
kepen-tingan umum berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Subyek sengketa
Subyek sengketa TUN
TUN
Orang-perorang/Badan Hukum Privat yang terkena
atau merasa kepentingannya dirugikan KTUN

Orang Perorang atau Badan Penggugat


Hukum Perdata Pasal 53 (1)

Pasal 1 Angka 4

Badan atau Pejabat Tata Usaha Tergugat


Negara Pasal 1 angka 6

Yang mengeluarkan KTUN (Pemilik Atribusi,


Penerima Delegasi, Pemberi Mandat)
Penggugat

• Berdasarkan Pasal 53 (1), maka Penggugat :


– Hanya orang perorang/BH Perdata;
– Pejabat TUN tidak dapat menjadi Penggugat;
– Hanya orang yang dituju atau terkena akibat
KTUN (karenanya ia merasa dirugikan).
• Yurisprupensi membolehkan legal standing bagi
Orgs Lingk Hidup;
TERGUGAT
 Tergugat adalah Badan/Pejabat TUN yang melaksanakan
urusan pemerintahan (Eksekutif)
 Yang digugat adalah Pejabat yang mengeluarkan KTUN
berdasarkan wewenang yang ada padanya (atribusi) atau
yang dilimpahkan kepadanya (delegasi).
 Badan/Pejabat TUN berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang melaksanakan urusan pemerintahan,
dapat dianggap sebagai pejabat TUN.
 Acuan bukan kedudukan struktural organ atau pejabat
dalam jajaran pemerintahan, melainkan fungsi yang
dilaksanakan;
 Swasta yang melaksanakan urusan pemerintahan
menurut peraturan per-undang-undangan (publik service),
dapat dianggap sebagai Badan atau Pejabat TUN
(misalnya RS Swasta, PTS dsb)
Kompetensi PTUN
 Kompetensi Absolut :
 Kewenangan badan pengadilan dalam memeriksa jenis
perkara tertentu & secara mutlak tdk dpt diperiksa
badan pengadilan lain;
 K.A. PTUN : memeriksa sengketa TUN akibat
dikeluarkannya KTUN.
 Kompetensi Relatif :
 Kewenangan dari pengadilan sejenis untuk memeriksa,
mengadili dan memutus atas suatu perkara yang
bersangkutan;
 Pada prinsipnya K.R. PTUN adalah pengadilan tempat
kedudukan tergugat;
 Akan tetapi dengan pengecualian2 Pasal 51.
Alur Penyelesaian sengketa TUN
keberatan

Upaya Administratif

Sengketa Banding
TUN
Upaya Peradilan
Upaya administratif

 artinya upaya penyelesaian sengketa TUN


melalui Instansi atau Badan Tata Usaha Negara
(dilaksanakan dalam lingkungan pemerintahan);
 Prosedur ini terdiri atas dua bentuk, yaitu:
Keberatan (dilakukan sendiri oleh pejabat yang
mengeluarkan KTUN), dan
 Banding administratif (dilakukan oleh Instansi
atasan atau Instansi lain dari yang
mengeluarkan KTUN)
 lihat pasal 48 dan penjelasannya.
Upaya Peradilan
 Upaya penyelesaian sengketa TUN melalui
Badan Peradilan (PTUN, PT TUN, MA);
• Jika peraturan dasarnya menentukan adanya
upaya administratif, maka upaya peradilan baru
dapat ditempuh setelah upaya administratif
dilalui;
• Jika upaya administratif telah sampai pada
tahap banding administratif, maka pengajuan
gugatan langsung pada PT TUN sebagai
pengadilan tingkat I dan tingkat terakhir.
GUGATAN
 Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan
terhadap Badan/Pejabat TUN dan diajukan ke
pengadilan untuk mendapatkan keputusan;
 Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu
90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau
diumumkannya Keputusan Badan/Pejbat TUN;
 Jika KTUN fiktif (Pasal 3), maka tenggang waktu 90
hari dihitung sejak lewatnya waktu permohonan atau
setelah 4 bulan;
 Gugatan harus memenuhi syarat formil & materiil.
Syarat-syarat Gugatan
 Syarat Formil
Gugatan harus memuat nama, kewarganegaraan,
tempat tinngal, pekerjaan penggugat maupun
kuasanya (termasuk melampirkan surat kuasa jika
memakai kuasa) dan nama jabatan dan tempat
kedudukan tergugat (pasal 56).
 Syarat Materiil
Gugatan harus memuat posita (dasar atau alasan-
alasan gugatan) dan petitum (tuntutan baik tuntutan
pokok maupun tambahan (ganti rugi dan/atau
rehabilitasi))
Kerangka Surat Gugat
a. identitas para pihak (syarat formil):
1. Penggugat atau kuasanya : orang atau
badan hukum perdata,
2. Tergugat : Jabatan yang mengeluarkan
KTUN kedudukan hukum Badan atau
PejabatTUN atau kuasanya
b. Posita (Fundamentum Petendi)/alasan gugatan,
Pasal 53 ayat (2)
c. Tuntutan (Petitum)
d. Penutup;
e. dapat pula disertakan permohonan penundaan
pelaksanaan KTUN (Pasal 67 (2), (3) dan (4)),
permohonan beracara cepat (Pasal 98),
Alasan Gugatan
• Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam
gugatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 53
ayat (2) adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Dikatakan bertentangan dgn
Pert. Per-uu-an, jika:
 Bertentangan dengan ketentuan pert per-uu-an
yang bersifat prosedural/formalnya;
 Bertentangan dengan ketentuan pert per-uu-an
yang bersifat material;
 Dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN yang tidak
berwenang, baik karena :
 diluar kewenangan materiilnya (materiae);
 diluar wilayah kewenangannya (loci);
 Kewenangannya sudah lampau waktu, atau
kewenangannya belum mulai berlaku (temporis).
“AUPB” adalah meliputi asas:
Kapastian hukum; tertib penyelenggaraan
negara; keterbukaan; proporsionalitas;
profesionalitas; dan akuntabilitas.

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28


Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari KKN.

 Di dalam praktek pengadilan AUPB yang dijadikan alas an


untuk mengajukan gugatan ke peradilan dan dasar
pengujian oleh hakim tidak terbatas pada AUPB yang
dicantumkan pada ketentuan UU No 28 Tahun 1999
PEMERIKSAAN
 Terdiri dari :
– Pemeriksaan pendahuluan
– Pemeriksaan Persidangan
 Acara yang digunakan :
– Acara Singkat;
– Acara Cepat;
– Acara Biasa.
 Acara Singkat tidak memeriksa pokok
sengketa.
DISSMISSAL PEMERIK SIDANG MUSYAWAR PUTUSAN :
MAJELIS AH PS. 97 :(7)
GUGATAN PROSES SAAN HAKIM PUTUSAN DITOLAK
PS. 53 PS. 62 PERSIAP PS. 97 : (2) DIKABULKAN
AN TD. DITERIMA
PS. 63 GUGUR

GUGATAN TIDAK DITERIMA ACARA :


PS. 62 : (1) - PEMBACAAN GUGATAN
PS. 70 JO PS. 74 : (1)
- JAWABAN, PS. 74 : (1)
- REPLIK, PS. 75 : (1)
PERLAWANAN - DUPLIK, PS. 75 : (2)
PS. 62 : (3) a, 14 HARI -BUKTI DAN SAKSI,
PS. 62 : (3) DIAJUKAN PS. 100
SESUAI PS. 56 - KESIMPULAN, PS. 97 :
(1)

PEMERIKSAAN ACARA PERLAWANAN


SINGKAT, PS. 62 : (4) DIBENARKAN, PS. 62 : (5)

PUTUSAN PERLAWANAN TIDAK


DAPAT DIAJUKAN PERLAWANAN, PS
62 : (6)
Pemeriksaan Pendahuluan
 Penelitian Segi Administratif;
 Dilakukan oleh Panitera, hanya syarat2 formalnya
yang diperiksa.
 Rapat Pemusyawaratan (Pasal 62);
 Dilakukan oleh Ketua Pengadilan, untuk menyring
perkara;
 Tahap ini disebut juga dismissal proses;
 Pemeriksaan Persiapan (Pasal 63)
 Dilakukan oleh Majelis Hakim, untuk melengkapi
gugatan yang kurang jelas;
 jika permohonan acara cepat dikabulkan, maka tidak
ada tahap ini.
Acara Singkat
 prosedur acara yang digunakan untuk
memeriksa perlawanan dari penggugat terhadap
penetapan Ketua PTUN dalam tahap Rapat
Permusyawaratan (lihat pasal 62).
 Acara singkat ini digunakan untuk memeriksa
pemeriksaan perlawanan dan pemutusan
terhadap upaya perlawanan. Jika perlawanan
dibenarkan, maka penetapan dismissal Ketua
PTUN gugur demi hukum,
 selanjutnya pokok gugatan akan diperiksa
dengan menggunakan acara biasa. Terhadap
putusan ini tidak ada upaya hukum
Acara Cepat
 diatur dalam Pasal 98-99, dipimpin oleh hakim tunggal.
 Pemeriksaan dengan acara ini didahului oleh adanya
permohonan kepada ketua pengadilan dengan alasan
adanya kepentingan dari penggugat yang cukup
mendesak.
 Dalam waktu 14 hari setelah permohonan ketua
pengadilan mengeluarkan penetapan tentang
dikabulkan atau tidaknya permohonan.
 Jika dikabulkan, tujuh hari setelah penetapan oleh ketua
pengadilan harus sudah ditentukan waktu dan tempat
sidang tenpa pemeriksaan persiapan.
 Tenggang waktu jawab-jinawab tidak boleh melebihi
waktu 14 hari. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim
tunggal
Acara Biasa
 Pemeriksaan dengan acara biasa diatur mulai
Pasal 68.
 Jangka waktu pemeriksaan tidak boleh melebihi
waktu 6 bulan sejak registrasi perkara;
 Pemeriksaan dilakukan oleh tiga orang Hakim.
 Pemeriksaan diawali dengan adanya
pemeriksaan persiapan.
 Jangka waktu pemanggilan dengan
pemeriksaan tidak boleh kurang dari 6 hari.
Pembuktian
 Alat bukti, yaitu: surat atau tulisan; keterangan
ahli; keterangan saksi; pengakuan para pihak;
pengetahuan hakim (Pasal 100)
 Keadaan yang telah diketahui umum tidak perlu
dibuktikan;
 Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan,
beban pembuktian beserta penilaian
pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian
diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti
berdasarkan keyakinan Hakim (Pasal 107).
Orang yang tidak boleh didengar sebagai
saksi (Pasal 88)
 Keluarga sedarah atau semenda
menurut garis keturunan lurus keatas
atau kebawah sampai derajat kedua dari
salah satu pihak yang bersengketa;
 Isteri atau suami salah satu pihak yang
bersengketa, meskipun sudah bercerai;
 Anak yang belum berusia tujuh belas
tahun;
 Orang yang sakit ingatan
Putusan
• Dalam Hukum Acara PTUN dikenal adanya
dua macam putusan, yakni putusan akhir dan
putusan sela (Pasal 113 UU PTUN);
• Putusan Pengadilan diambil dalam Rapat
Permusyawaratan Majelis Hakim (Pasal 97);
• Putusan pengadilan dapat berupa:
– Gugatan ditolak;
– Gugatan dikabulkan;
– Gugatan tidak diterima;
– Gugatan gugur;
Lanjutan Putusan Peradilan

Jika gugatan dikabulkan, maka dalam putusan


Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban
yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan Tata
Usaha Negara.
Lanjutan
Kewajiban sebagaimana dimaksud berupa:
 Pencabutan keputusan Tata Usaha Negara
yang bersangkutan; atau
 Pencabutan keputusan Tata Usaha Negara
yang bersangkutan dan menerbitkan
Keputusan Tata Usaha Negara yang baru;
atau
 Penerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara
dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3.
Lanjutan
 Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
ayat (9) dapat disertai pembebanan ganti
rugi.
 Dalam hal putusan Pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (8)
menyangkut kepegawaian, maka di
samping kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam ayat (9) dan ayat (10),
dapat disertai pemberian rehabilitasi
Pelaksanaan Putusan

 Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh


kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak
dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat
atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadili dalam
tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari.
Pelaksanaan Putusan
 Dalam hal 4 bulan setelah putusan
Pengadilan yang telah memperoleh ke-
kuatan hukum tetap sebagaimana di-
maksud pada ayat (1) dikirimkan, Tergugat
tidak melaksanakan kewajibannya se-
bagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat
(9) huruf a, Keputusan Tata Usaha Negara
yang disengketakan itu tidak mempunyai
kekuatan hukum lagi.
Pelaksanaan Putusan
 Dalam hal Tergugat ditetapkan harus me-
laksanakan kewajibannya sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b
dan huruf c, setelah 3 bulan ternyata
kewajiban tersebut tidak dilaksanakan,
Penggugat mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan sebagaimana
agar Pengadilan memerintahkan Tergugat
melaksanakan putusan Pengadilan.
Pelaksanaan Putusan
 Dalam hal Tergugat tidak bersedia
melaksanakan putusan Pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, terhadap Pejabat yang
bersangkutan dikenakan upaya paksa
berupa pembayaran sejumlah uang
paksa dan/atau sanksi administratif.
Pelaksanaan Putusan
 Pejabatyang tidak melaksanakan putusan
pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diumumkan pada media massa
cetak setempat oleh Panitera sejak tidak
terpenuhinya ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat 3

Anda mungkin juga menyukai