Anda di halaman 1dari 18

Kuliah III HUKUM BISNIS

(Perikatan)
Oleh
Ajarotni Nasution, S.H.,M.H
PERIKATAN
• Pasal 1233 KUHPer : “Tiap-tiap perikatan, baik karena persetujuan, baik
karena undang-undang”.

• Buku III KUHPer tidak memberikan rumusan tentang perikatan . Istilah perikatan
terjemahan bahasa Belanda “Verbintenis” = mengikat.

Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang
terjadi di antara dua orang atau lebih,/ yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan,/
di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi itu (Pitlo).

Mr.Dr. H.F. Vollmar mengatakan : “Ditinjau dari isinya ternyata bahwa perikatan itu ada
selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat
dipaksakan terhadap kreditur, kalau perlu dengan bantuan hakim”.

• Jika tuntutan debitur tidak dipenuhi, maka dapat menuntut secara prate executie
(langsung) atau melalui rieel executie (melalui hakim)
UNSUR-UNSUR PERIKATAN
Dari rumusan perikatan, terdapat 4 (empat) unsur-unsur, yaitu :
1. Hubungan hukum : hubungan, di mana hukum melekatkan hak
pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lainnya
2. Kekayaan : kriteria hubungan hukum itu harus dapat dinilai dengan uang.
3. Pihak-pihak : hubungan hukum itu harus terjadi antara dua orang atau
lebih. Pihak yang berhak atas prestasi/kreditur/berpiutang (aktif) dan
pihak yang wajib memenuhi prestasi/debitur /berutang (pasif)
4. Prestasi (objek hukum) : “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu “ (Pasal
1234 KUHPer)

Prestasi dibedakan atas : memberikan sesuatu (memberi uang, benda


untuk dipakai/menyewa); berbuat sesuatu ( membangun rumah); tidak
berbuatsesuatu (penjualan apotek untuk tidak menjalankan usaha apotek
dalam daerah yang sama)
Perikatan Pasal 1233 KUHPer

Perjanjian Pasal 1313 BW Undang-undang (Pasal 1352 BW)

Kewajiban Alimentasi (Pasal 321,


Undang-undang karena
322,328 KUHPer)
Perbuatan Manusia (Pasal
Keawajiban Mendidik dan Memelihara
1353) KUHPer
Anak (Pasal 104 KUHPer)

Perbuatan Menurut Hukum


(Zaakwarneming) Pasal 1354 Perbuatan Melawan Hukum
KUHPer (Onrechmachtige Daad) Pasal
Pembayaran tak Terhutang
(Onverschuldigde Betaling
1365 KUHPer
(Pasal 1359 (1) KUHPer)
PENJELASAN (I) :
Dalam Pasal 1233 KUHPer , dengan jelas menyatakan : “Tiap-tiap perikatan
lahir, baik karena perjanjian, baik karena undang-undang”.

Pasal 1313 KUHPer, mendefinisikan perjanjian adalah “Suatu perbuatan, di


mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau
lebih”.

Sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian, karena dalam


perjanjian para pihak bebas mengadakan segala jenis perjanjian sepanjang
tidak bertentangan dengan UU, kesusilaan, atau ketertiban umum

• Perikatan yang lahir karena Undang-Undang :


Pasal 1352 KUHPer, “Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-
undang saja atau akibat perbuatan orang”.

- Undang-undang saja :
Parikatan yang dengan terjadinya peristiwa tertentu, melahirkan suatu
hubungan tetentu (perikatan) di antara pihak-pihak yang bersangkutan,
terlepas dari kemauan-kemauan pihak-pihak tersebut.
PENJELASAN (II)

1. Kewajiban Alimentasi : misalnya, Pasal 321 KUHPer, “Tiap-tiap anak wajib


memberi nafkah kepada kedua orangtuanya dan para keluarga sedarahnya
dalam garis ke atas, apabila mereka dalam keadaan miskin”. Pasal 322
KUHPer, “Dalam hal-hal yang sama, tiap-tiap anak menantu, laki-laki atau
perempuan, berwajib memberi nafkah kepada ibu-bapak mertua mereka”.
Pasal 328 KUHPer, “Anak-anak luar kawin atau diakui menurut undang- ndang,
harus memberi nafkah kepada orangtua mereka”.

Kewajiban mendidik dan memelihara anak :


Pasal 104 KUHPer, “Suami dan istri dengan mengikatkan diri dalam suatu
perkawinan, terikatlah mereka dalam suatu perjanjian timbal balik, akan
memelihara dan mendidik anak mereka”.
2. Perikatan karena Perbuatan Manusia : Pasal 1353 KUHPer, “Perikatan-
perikatan yang dilahirkan dari undang-undang sebagai akibat perbuatan
PENJELASAN (III)
2. Perikatan karena Perbuatan manusia….. :
2.1. Mengurus kepentingan orang lain dengan sukarela (zaakwarneming), misalnya,

Pasal 1354 KUHPer, “Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat
perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa
pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk
meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang
diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu”.
Pembayaran tak terhutang (Onverschuldigde Betaling : misalnya, Pasal 1359 (1)
KUHPer, “Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu utang, apa
yang telah dibayarkan dengan tidak mewajibkan, dapat dituntut kembali. Pasal
1359 (2) KUHPer “Terhadap perikatan-perikatan bebas, yang secara sukarela
telah dipenuhi, tidak dapat dilakukan penuntutan kembali”.
2.2. Perbuatan melawan hukum (Onrechmachtige Daad) : misalnya, Pasal 1365
KUHPer, “Perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
orang laion, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
Asas-asas Hukum Perjanjian (I)
• Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang
untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian.
Kebebasan itu, antara lain, dalam menentukan apakah ia akan melakukan
perjanjian atau tidak, dengan siapa ia akan melakukan perjanjian, isi
penjanjian, bentuk perjanjian, dan kebebasan ialnnya yangb tidak
bertentangan dengan undang-undang.
• Asas Konsensualitas
Perjanjian sudah sah sejak detik tercapainya kesepakatan di antara pada
pihak dan tidak diperlukan suatu formalitas. Kalau pun perjanjian
dituangkan dxalam bentuk tertulis, itu hanya merupakan alat bukti saja,
bukan syarat terjadinya perjanjian.
• Asas Pacta Sunt Servanda
Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para
pembuatnya sebagai undang-undang. Hal ini berarti, larangan bagi semua
pihak untuk mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat secara sah oleh
• Asas Iktikad Baik
Dalam pelaksanaan perjanjian harus berjalan dengan mengindahkan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
Dalam hukum benda, iktikad baik, artinya kejujuran atau bersih.
Pembeli yang beriktikad baik adalah orang jujur, tidak mengetahui
adanya cacat-cacat yang melekat pada barang yang dibelinya.

• Asas Personalia
Perjanjian hanya akan melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
di antara para pihak yang membuatnya. Jadi, perjanjian yang dibuat
oleh para pihak tersebut, demi hukum, hanya akan mengikat para
pihak yang membuatnya.Seseorang tidak dapat mengikatkan
dirinya untuk kepentingan maupun kerugian pihak ketiga.
Syarat-syarat Sahnya Perjanjian (I)
Pasal 1320 KUHPer, menyebutkan empat syarat sahnya suatu
perjanjian :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
Kata sepakat adalah pertemuan atau persesuaian kehendak antara
para pihak di dalam perjanjian. Para pihak harus sepakat terhadap
segala hal yang terdapat di dalam perjanjian. Kesepakatan tidak sah,
apabila diberikan karena : salah pengrtian atau kekhilafan; paksaan
dan; penipuan.
2. Kecakapan
Kecakapan dikaitkan dengan kedewasaan seseorang yang menurut
Pasal 330 KUHPer, 21 tahun atau sudah kawin. Pasal 1330 KUHPer,
mengatakan “Tidak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan : (a) orang
yang belum dewasa; (b) mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; (c) orang-
orang perempuan ( berdasarkan SE MA no.3/1963, perempuan cakap melakukan
perjanjian)
Syarat-syarat Sahnya Perjanjian (II)

3. Suatu hal tertentu


Apa yang diperjanjikan kedua belah pihak adalah mengenai
apa yang mernjadi hak dan kewajibannya. Sesuatu yang
dimaksud harus ditentukan jenisnya, baik mengenai benda
berwujud maupun tidak berwujud.
4. Sebab yang halal
Hal ini terkait dengan isi perjanjian, artinya ada iktikat baik
waktu membuat perjanjian. Isi dan maksud perjanjian tidak
bertentangan dengan UU, misalnya, jual beli ganja,
membunuh orang lain (UU), jual beli budak, mengacaukan
agama tertentu (Ketertiban umum), membocorkan rahasia
perusahaan (kesusilaan).
Struktur Perjanjian(1)
• Pada umumnya, struktur perjanjian terdiri atas :
1. Judul atau Kepala;
2. Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai
para pihak atas permintaan siapa perjanjian itu dibuat;
3. Keterangan pendahuluan dan uaraian singkat mengenai maksud
dari pihak atau lazimnya disebut “premisse”;
4. Isi/batang tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan dari penjanjian yang disetujuai oleh pihak2
ybs;
5. Penutup perjanjian.

Selain struktur pada umumnya yang ada dalam perjanjian, ada unsur2
lain yang terdapat di dalamnya, yaitu unsur Esensialia, unsur Naturalia
dan unsur Aksidentalia
Struktur Perjanjian(2)
• Unsur Esensialia, adalah merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian.
Sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta. Seperti
persetujuan antara para pihak dan objek perjanjian. Dalam perjanjian jual-beli,
misalnya, unsur esensialia adalah “barang dan harga. Jika tidak ada unsur ini,
tidak akan ada perjanjian jual-beli.

• Unsur Naturalia, adalah unsur yang telah diatur dalam UU, sehingga apabila para
pihak tidak mengaturnya, maka UU yang akan mengaturnya, misalnya biaya akta
jual beli, materai dan biaya lainnya yang dibebankan kepada pembeli, kecuali jika
diperjanjikan lain.

• Unsur Aksidentalia adalah unsur yang ditambahkan ke dalam suatu perjanjian.


Misalnya dalam perjanjian sewa-menyewa rumah diperjanjikan bahwa jika pihak
penyewa terlambat menyerahkan sewa setelah jangka waktu kontrak berakhir
akan dikenakan denda Rp… /hari, dst. Ketentuan-ketentuan mengenai domisili
para pihak.
Prinsip Perjanjian Bisnis Internasional (1)
• Secara umum, perjanjian dapat diartikan sebagai kesepakatan
mengenai tindakan hukum antara dua atau lebih subjek hukum
sebagai pihaknya, yang masing2 pihak dituntut untuk melakukan atau
tidak melakukan prestasi, dengan atau tanpa timbal balik (adanya hak
dan kewajiban bagi para pihak).

• Lalu apa yang membedakan penjanjian pada umumnya dengan


Perjanjian Bisnis Internasional (PBI)?
- Pada hakikatnya, PBI memiliki dasar hukum dan pola pembuatan
serta implementasi yang sama dengan penjanjian lainnya.
- Bedanya, PBI fokus pada objek penjanjian yang bernilai bisnis atau
komersil dan memiliki unsur-unsur asing. Adanya para pihak yang
berbeda kewarganegaraan atau domisili pendirian (dalam hal badan
hukum) atau objek perjanjian yang menyangkut teritori di LN
Prinsip Perjanjian Bisnis Internasional (2)
• Perjanjian Bisnis Internasional harus dibedakan dengan Perjanjian
Internasional. Perjanjian Internasional termasuk bidang Hukum Publik
Internasional, subjek hukumnya negara. Sedangkan Perjanjian Bisnis
Internasional masuk dalam ranah Hukum Perdata Internasional, yang
individu ataupun badan hukumnya dapat menjadi pihak atau subjek
hukum.
• Negara memiliki dua sisi : di satu sisi negara sebagai subjek hukum
publik yang memiliki kapasitas mengatur negara ter dianggap sebagai
salah satu komunitas Internasional. Di sisi lain pemerintah atau negera
tidak luput dari membuat perjanjian bisnis atau perdata. Dalam hal
pemerintah atau negara melakukan perjanjian yang memiliki unsur
bisnis (objek di LN, atau salah satu pihak orang asing, atau tempat
pembuatan di LN), berarti perjanjian tersebut masuk dalam ranah
Hukum Perjanjian Bisnis Internasional.
Wanprestasi = Ingkar Janji

• Pihak yang tidak memnuhi kewajiban dinamakan


perbuatan wanprestasi. Wanprestasi timbul apabila si
debitur (pihak yang berutang) tidak memenuhi janji.
• Wanprestasi dapat dibagi kepada 4 kategori :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya.
2. melaksanakan apa yang dijanjikan, tapi tidak sesuai
dengan yang semestinya.
3. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat
4. Melakukan sesuatu yang menurut penjanjian tidak
boleh dilakukan.
Hak-hak kreditur kalau terjadi wanprestasi
• Hak menuntut pemenuhan perjanjian
• Hak menuntut pemutusan/pembatalan perikatan
• Hak menuntut ganti rugi.
• Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
• Hak menuntut pemutusan/pembatalan perikatan dengan ganti
rugi.

Debitur dapat membela diri dalam hal :


• Keadaan memaksa
• Kelalaian kreditur sendiri
• Kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.
Berakhirnya Perjanjian

• Perikatan berakhir karena :


1. Pelunasan;
2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan
3. Pembaruan utang;
4. Pertemuan utang atau kompensasi;
5. Pencampuran utang;
6. Pembebasan utang;
7. Musnahnya objek perjanjian;
8. Batal/pembatalan;
9. Berlakunya suatu syarat batal;
10. Lewat waktu

Anda mungkin juga menyukai