Anda di halaman 1dari 5

REVIEW

Konflik-Konflik Perbatasan Laut Indonesia Dengan Negara Lain


Dan
Alasan China Mengakui Perairan Natuna Sebagai Miliknya

YURNAIDI INDRI MANGOPO


D1A120065
KELAS B

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
A. Konflik-konflik perbatasan laut Indonesi dengan Negara lain

1. Indonesia dan Australia


Perbatasan laut antara Indonesia dan Australia yang membentang dari papua nugini di
sebelah timur hingga ke selat torres, laut arafuru, laut timur, dan berakhir di samudera hindia.
Australia dan Indonesia juga berbatasan laut di samudera hindia antar wilayah seberang laut
Australia pulau Christmas dan pulau jawa di Indonesia. Karakteristik unik dari perbatasan
maritime antara Australia dan Indonesia adalah dipisahkannya kepemilikan dasar laut dan
perairan yang masing-masing memiliki batas tersendiri. Kepemilikan atas dasar laut
memberikan kedua Negara ini hak untuk menguasai semua mineral di dasar laut, sedangkan
kepemilikan perairan memungkinkan kedua Negara untuk menangkap ikan dan sumberdaya
laut lainnya di wilayah yang mereka kuasai. Perbatasan Australian dan Indonesia ditetapkan
melalui tiga perjanjian, perjanjian yang pertama adalah perjanjian penetapan batas timur
wilayah perairan Indonesia dan Australia ditandatangani di Canberra pada tanggal 18 mei 1971.
Perjanjian kedua adalah menetapkan batas laut antara Indonesia dan Australia di sepanjang
laut arafuru dan laut timur, ditandatangani di Jakarta pada 9 oktober 1972. Dan perjanjian
ketiga yang dikenal dengan perjanjian persempadanan maritime Australia- Indonesia untuk
menetapkan batas perairan zona ekonomi eksklusif antar kedua Negara, yang di tandatangani
di perth pada 14 maret 1997 namun belum diratifikasi. Perjanjian yang mengatur mengenai
perbatasan maritime antara pulau Christmas dan pulau jawa di tandatangani pada tahun 1997.
Akan tetapi perjanjian ini belum diratifikasi dan tidak lagi berlaku setelah kemerdekaan timor
leste, perjanjian ini memerlukan amandemen sedangkan kesepakatan antara kedua Negara ini
masih tertunda.
Dengan ditandatanganinya perjanjian perbatasan maritime Australia – Indonesia 1997,
sebagian besar permasalahan perbatasan diantara kedua Negara dianggap telah terselesaikan.
Tidak hanya mencakup permasalahan kedaulatan atas dasar laut, tetapi juga kepemilikan atas
sumberdaya yang hidup di perairan di atas dasar laut. Persengketaan terakhir antara Australia
dan Indonesia sehubung dengan masalah perbatasan, yang dikenal dengan celah timur juga
berakhir setelah pemisahan dan kemerdekaan timor leste.

2. Indonesia dan Malaysia (2002)


Konflik perbatasan laut antar Indonesia dan Malaysia pada tahun 2002 yaitu, konflik pulau
Sipadan dan pulau ligitan (selat malaka, Sulawesi). Konflik ini sudah terjadi sejak tahun 1967,
ketika dalam pertemuan teknis hokum laut Indonesia dan Malaysia sama-sama memasukkan
pulau sipadan dan ligitan kedalam batas-batas wilayahnya. Sehingga pulau sipadan dan ligitan
dinyatakan dalam keadaan status quo (keadaan sebelum terjadinya konflik). Namun Indonesia
memiliki pemaham bahwa dalam status tersebut pulau sipadan dan ligitan tidak boleh
ditempati sampai persoalan atas kepemilikan pulau sipadan dan ligitan selesai. Sedangkan, dan
Malaysia memiliki pehaman bahwa pulau sipadan dan ligitan tetap berada di bawah Malaysia
sampai persoalan ini selesai. Awalnya Indonesia ingin membawa masalah ini melalui Dewan
Tinggi ASEAN namun pada akhirnya sepakat untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur
hokum Mahkamah Internasional (ICJ). Pada tahun 1998 masalah pulau sipada dan ligitan
dibawah ke ICJ (international court of justice), kemudian pada 17 desember 2002 ICJ
mengeluarkan keputusan tentang masalah pulau sipadan dan ligitan antara Indonesia dan
Malaysia. Dengan hasil dalam voting di ICJ dimenangkan oleh Malaysia, dengan dipihak oleh 16
hakim, sementara hanya 1 hakim yang berpihak kepada Indonesia. Kemenangan Malaysia oleh
karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari
perairan territorial dan batas-batas maritime.

3. Indonesia dan Malaysia (2004-2009)


Konflik perbatasan laut antara Indonesia dan Malaysia yang kedua yaitu penentuan garis
batas laut territorial Indonesia di kawasan Ambalat (Kalimantan timur) dengan Malaysia.
Ambalat sudah sejak dulu diklaim sebagai bagian dari wilayah perairan Indonesia. Masalah
perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di kawasan Ambalat sudah mulai sejak lama yaitu,
pada tahun 1969 sudah mulai diadakan perjanjian tentang garis batas landas kontinen, yang
terletak di selat malaka, laut cina selatan disebelah timur Malaysia barat, dan laut cina
selatanbagian timur di lepas pantai serawak, dan masalah ini sampai pada puncaknya saat
Malaysia melaui perusahaan minyaknya, petronas, memberikan hak eksplorasi
kepadaperusahaan shell untuk melakukan eksplorasi di wilayah perairan laut di sebelah timur
Kalimantan timur yang di beri nama Blok ND 6 dan ND 7. Malaysia menganggap blok ambalat
merupakan miliknya sejak kepemilikan pulau sipadan dan ligitan. Munculnya masalah ini, telah
disiapkan secara matang oleh Malaysia, sehingga menjadi kejutan untuk Indonesia karena
Malaysia secara tegas menyatakan bahwa Ambalat adalah hak milik mereka dan sudah dijual
kepada perusahaan asing.
Hukum dasar yang dapat digunakan oleh Indonesia atas kepemilikan wilayah tersebut adalah
Netherland And British Boundary Treaty In The Island Of Borneo 1891 (pasal IV). Kemudian,
Malaysia mengeluarkan peta yang mengklaim secara sepihak pada tahun 1979, menarik garis
yang tidak berpatokan kepada suatu dasar yang jelas, dan pada awal penetapan peta tersebut
mendapatkan banyak protes dari Negara-negara lain termasuk Indonesia, dan dipandang
controversial karena tidak mengindahkan garis batas Negara-negara lain di sekitarnya, yang
berakibat memasukkan beberapa bagian wilayah laut Negara lain ke dalam wilayah Malaysia,
sehingga peta tersebut tidak mengikat dan tidak membawa dampak hokum bagi Negara lain,
termasuk Indonesia.
Ditinjau dari hokum laut internasional, blok ambalat merupakan milik Indonesia berdasarkan
sejarah dimana sebelum lepasnya pulau sipadan dan ligitan menjadi milik Malaysia. Blok
ambalat sepenuhnya dikelola oleh Indonesia dengan bukti pemberian ijin kepada pihak asing.
Karena Malaysia tidak melakukan klaim kepada tindakan Indonesia atas kegiatan penambangan
dan eksploitasi di wilayah blok ambalat sejak tahun 1960 hingga pasca keluarnya peta Malaysia
tahun 1979 itu merupakan bukti pengakuan Malaysia terhadap wilayah blok ambalat dan
Indonesia memiliki hak berdaulat di wilayah tersebut.
Penyelesaian masalah Indonesia dan Malaysia mengenai blok ambalat yaitu dengan
memberikan kebebasan kepada Indonesia dan Malaysia untuk memilih prosedur yang
diinginkan selagi itu disepakati secara bersama. Indonesia dan Malaysia sepakat untuk
menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan metode negosiasi atau perundingan
diplomatis sebagai langkah awal untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sejauh ini, hasil dari
negosiasi tersebut adalah pengakuan Malaysia atas karang unarang sebagai milik Indonesia dan
masih akan terus dilakukan uoaya lain untuk mencapai kesepakatan batas Negara di laut
Sulawesi.

4. Indonesia dan singapura


Sejak berlakunya hokum laut, UNCLOS 1982, singapura melakukan reklamasi pantai yang
menjorok sejauh 12 mil ke wilayah perairan Indonesia yang mengganggu kesepakatan
Indonesia dan singapura atas putusan penetapan batas wilayah. Dengan reklamasi pantai yang
telah dilakukan, singapura berhasil memperluas cakupan wilayahnya dengan cepat. Reklamasi
pantai oleh singapura sendiri menjadi suatu alarm yang patut Indonesia waspadai untuk
mencegah terkikisnya daerah-daerah yang masih berada dalam cakupan Negara maupun
daerah sengketa dengan singapura.
Sengketa yang terjadi dalam batas maritime Indonesia dengan singapura dapat diselesaikan
secara damai dengan melalui perundingan untuk menetapkan garis batas laut masing-masing
Negara di wilayah selat singapura dengan berdasarkan pada lebar laut teritorial Indonesia dan
singapura. Urgensi Indonesia untuk melakukan diplomasi dalam penyelesaian batas maritime
dengan singapura pada dasarnya untuk mengetahui kedaulatan Negara dan untuk
mendapatkan kepastian hokum di Negara tersebut. Perundingan yang dilakukan adalah terkait
dengan penetapan perbatasan Indonesia-singapura di selat singapura, yang terbagi kedalam 3
bagian wilayah, yaitu bagian tengah (disepakati tahun 1973), bagian barat (disepakati tahun
2009), dan bagian timur (disepakati tahun 2014)

5. Indonesia dan Vietnam


Indonesia dan Vietnam menpunyai batas laut ZEE dengan klaim yang berbeda di laut Natuna
utara sehingga terjadinya perhimpitan klain pada ZEE di wilayah tersebut, sengketa yang terjadi
antar Indonesia dan Vietnam sudah terjadi dari tahun 1963 hingga sekarang. Permasalahan
tersebut adalah latar belakang klaim laut Natuna utara oleh Indonesia dan Vietnam dan
penyelesaian permasalahan kepemilikan Natuna utara antara Indonesia dan Vietnam
berdasarkan Ketentuan mengenai ZEE yang behadapan atau berdampingan diatur dalam pasal
72 UNCLOS 1982. Dari hasil penelitian Indonesia mengklaim laut Natuna utara berdasarkan
aturan UNCLOS 1982 yaitu penarikan garis pangkal kepulauan dikarenakan Indonesia adalah
Negara kepulauan. Dan, latar belakang Vietnam mengklaim laut Natuna utara adalah
berdasarkan sejarahnya ketika Vietnam sudah merdeka dari prancis dan mengklaim pulau
spratly dan paracel dan menganggap negaranya sebagai Negara kepulauan, sehingga membuat
Negara Vietnam menggunakan garis pangkal kepulauan dalam menentukan ZEE dan
penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Vietnam yang sudah dilakukan sebanyak 12 kali
perundingan dan belum ada keputusan yang mengikat antara kedua Negara mengenai ZEE.

6. Indonesia dan Filipina


Perbatasan Indonesia dan Filipina terdiri dari perbatasan laut di laut Sulawesi yang
memisahkan kedua Negara ini melalui kesepakatan yang di tandatangani kedua pihak pada
2014. Batas kedua Negara juga termasuk batas ZEE antara Indonesia dan Filipina, yang
ditentukan melalui delapan titik koordinat geografis.
Sengketa territorial muncul pada tahun 1906 ketika Gubernur Amerika Serikat (Provinsi
Moro), Leonard Wood pergi ke Pulau Miangas dan menemukan bahwa pulau tersebut termasuk
dalam wilayah Filipina sesuai Perjanjian Paris 1898. Tetapi ia juga menemukan bahwa dipulau
tersebut telah terpasang bendera Belanda, yang artinya wilayah tersebut telah diklaim sebagai
wilayah territorial Hindia Belanda. Pada tanggal 23 january 1925 kasus ini di ajukan oleh
belanda dan amerika serikat kepada Mahkamah Arbitrase Antarbangsa, dibawah penengah
tunggal Max Huber dari Swiss. Masalah ini diputuskan pada tanggal 4 April 1928 oleh Huber
bahwa pulau Miangas merupakan bagian dari wilayah Belanda secara keseluruhan. setelah
Indonesia bebas dari koloni dan berubah menjadi sebuah republic merdeka, pulau miangas
menjadi bagian dari wilayah Indonesia. Meskipun begitu, batas laut yang mengelilingi pulau
tersebut termasuk pula perbatasan antara Indonesia dan Filipina belum jelas karena alasan-
alasan teknis.
Indonesia dan Filipina juga ikut menandatangani konvensi PBB tentang Hukum Laut
(UNCLOS 1982). Sehingga berdasarkan UNCLOS, Indonesia berusaha mengklaim wilayah
territorial laut Filipina yang termasuk dalam perjanjian paris 1898. Indonesia berpendapat
bahwa batas garis persegi dalam perjanjian paris tidak mengikuti aturan UNCLOS. Filipina
memahami sengketa tersebut tapi Filipina cenderung untuk mematuhi perjanjian paris karena
tekanan internal. Dalam serangkaian negosiasi dari tahun 1994 sampai 2014 (20 tahun), pada
18 mei 2014 perjanjian penetapan batas maritime akhirnya di selesaikan, dengan komitmen
untuk menaati aturan hokum dan mewujudkan perdamaian dan pembagian kepentingan yang
adil di wilayah perairan.

B. Alasan mengapa china mengakui Natuna itu miliknya


1. China mengklaim bahwa Perairan Natuna, Kepulauan Riau, masuk dalam Nine Dash Line
(Merupakan sembilan titik imaginer yang menjadi dasar bagi china, dengan dasar historis,
untuk mengklaim wilayah Laut China Selatan. Titik-titik ini dibuat secara secara sepihak
oleh china tanpa melalui konvensi hokum laut internasional).
2. China berpendapat bahwa Perairan Natuna adalah wilayah penangkapan ikan tradisional
nelayan China sejak ribuan tahun lalu.
3. Kawasan Perairan Natuna kaya dengan potensi sumber daya alam, yang menarik
perhatian China.
4. Adanya kandungan minyak dan gas (migas) yang ada di dalam Perairan Natuna (sesuai
ketentuan UNCLOS 1982, Negara yang memiliki hak atas ZEE berhak memanfaatkan
sumber daya alam sampai ke dasar laut terutama bila terdapat kandungan migas.
5. Posisi Perairan Natuna sebagai jalur perdagangan yang strategis (diperkirakan menjadi
rute utama bagi sepertiga pelayaran dunia).

Anda mungkin juga menyukai