Anda di halaman 1dari 2

 Kasus ambalat Indonesia-malaysia

 Isu pelanggaran wilayah


 Isu ancaman hilangnya ambalat oleh Malaysia
 Ambalat yang dimaksud dalam kaitannya dengan Malaysia adalah konsesi minyak Blok
Ambalat seluas sekitar 1.990 kilometer persegi, dengan jarak beragam. Jarak terdekat
terletak di dalam Laut Wilayah Indonesia, yang terjauh berada 40 km-50 km dari batas
Laut Wilayah yang ditarik menggunakan garis pangkal kepulauan. Dengan demikian, hak-
hak Indonesia di dasar laut Ambalat ini beragam, mengikuti zona maritim yang berlaku.
Apabila di Laut Wilayah, Indonesia memiliki kedaulatan penuh. Sementara jika di zona
ekonomi eksklusif (ZEE) dan landas kontinen, Indonesia hanya memiliki hak berdaulat
terhadap pengelolaan sumber daya alam yang berada di kolom air dan di dasar laut serta
tanah di bawahnya. Sementara pihak asing bebas untuk berlayar, terbang, memasang
kabel, dan memasang pipa di atasnya.

 mencuatnya konflik Malaysia-Indonesia di Perairan Sulawesi disebabkan oleh cara


Malaysia dalam melakukan penarikan garis pangkal (baseline) pascasidang kasus
Sipadan-Ligitan.Sejak beralihnya kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan, pihak
Pemerintah Malaysia menempatkan dirinya sebagai negara kepulauan (archipelagic
state), yang kemudian menggunakan garis pangkal lurus kepulauan (straight
archipelagic baseline) dalam penentuan batas wilayahnya sehingga wilayah
perairannya menjorok jauh ke selatan, mengambil wilayah perairan Indonesia.
 permasalahan Blok Ambalat pada pokoknya merupakan persoalan delimitasi perbatasan
maritim di Laut Sulawesi yang belum selesai dirundingkan antara Indonesia dan
Malaysia. Di Laut Sulawesi ini, kedua negara masih perlu menetapkan segmen Laut
Wilayah (kedaulatan) dan ZEE serta landas kontinen (hak berdaulat). Hukum nasional
Indonesia dan Konvensi Hukum Laut Internasional PBB (UNCLOS 1982) mewajibkan
Indonesia merundingkan batas-batas negaranya apabila berhadapan atau berimpitan
dengan batas negara lain.

 Perbedaan mendasar Sampai sejauh ini masih terdapat perbedaan yang mendasar di
kedua belah pihak. Di satu sisi, Peta 1979 yang digunakan Malaysia telah menuai protes
dari Singapura, Brunei, Filipina, dan beberapa negara lain. Hal yang kontroversi pada Peta
1979 adalah penggunaan metode garis pangkal lurus untuk penarikan garis batas
maritim, padahal Malaysia tak berhak menggunakan metode itu sesuai UNCLOS 1982.
Sebagai negara pantai, Malaysia seyogianya menggunakan garis pangkal biasa. Di sisi
lain, posisi Indonesia sebagai negara kepulauan sesuai UNCLOS 1982 dapat menarik
garis pangkal kepulauan. Namun, kondisi ini masih belum diterima Malaysia, padahal
Malaysia telah mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan dengan disepakatinya
perjanjian antara Indonesia dan Malaysia tentang Rezim Hukum Negara
Nusantara/Negara Kepulauan tahun 1982.

Anda mungkin juga menyukai