Anda di halaman 1dari 2

Bagaimana kenaikan muka air laut mengancam

status ‘negara kepulauan’ Indonesia


Diterbitkan: Januari 20, 2023 11.43am WIB

Penulis Dita Liliansa

Laporan Panel antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) terbaru menyatakan bahwa muka air laut global terus
meningkat.

Tahun lalu, Badan Riset dan Inovasi Nasional pun memprediksi setidaknya ada 115 pulau di Indonesia yang akan
tenggelam pada tahun 2100 akibat kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah. Riset terbaru juga menemukan
92 pulau terluar di Indonesia berpotensi tenggelam karena muka air laut yang naik.

Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17 ribu pulau dengan 80 ribu kilometer garis pantai, Indonesia harus
mewaspadai laporan ini. Pasalnya, kenaikan muka air laut dapat menjadi ancaman bagi keutuhan wilayah Indonesia
sebagai negara kepulauan (archipelagic state).

Negara kepulauan adalah konsep hukum internasional hasil upaya diplomasi Indonesia beserta negara kepulauan
lainnya selama puluhan tahun. Pada 1982, konsep negara kepulauan tersebut akhirnya diakui dan diadopsi dalam
Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa Bangsa (UNCLOS).

Beberapa pulau terluar di tanah air mungkin tidak berpenghuni. Namun, pulau-pulau tersebut memegang nilai strategis
yang penting karena menjadi patokan dalam penentuan batas wilayah perairan Indonesia.

Pertanyaannya, ketika sejumlah pulau terluar Indonesia tenggelam, apakah Indonesia masih bisa mempertahankan
keutuhan wilayahnya sebagai negara kepulauan?

Pentingnya status negara kepulauan

Konsep negara kepulauan amat menguntungkan Indonesia. Pasalnya, UNCLOS membolehkan Indonesia mengklaim
kedaulatan terhadap seluruh wilayah perairan yang berada di antara belasan ribu pulau-pulaunya. Artinya, dengan
kedaulatan tersebut, Indonesia memiliki hak eksklusif terhadap seluruh sumber daya di dalam ataupun di dasar
perairan tersebut.

Sebelum UNCLOS, perairan di antara pulau-pulau Indonesia adalah perairan internasional, di mana warga negara
lainnya memiliki kebebasan di laut (freedom of the high seas) untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kawasan
tersebut.

Pulau Maratua, salah satu pulau terluar yang menjadi patok perbatasan wilayah
negara kepulauan Indonesia. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur

Adapun titik awal penentuan batas wilayah suatu negara kepulauan ditandai
dengan penentuan garis khusus yang disebut archipelagic baseline (garis pangkal
kepulauan). Garis ini dibuat dengan menghubungkan titik-titik terluar yang
disebut basepoints. Titik tersebut haruslah berada di pulau ataupun karang
(drying reefs) terluar.

Selain itu, basepoints juga bisa berada di elevasi surut (low-tide elevation), yakni suatu wilayah yang terbentuk secara
alami yang muncul saat air laut surut, tapi terendam kala pasang. Karena itulah, suatu negara tak bisa sembarangan
menentukan basepoints-nya. Titik tersebut tidak bisa diletakkan di sembarang titik di laut atau di atas fitur yang
tenggelam secara permanen. Jarak antartitik juga – dengan pengecualian tertentu – tidak boleh melebihi 100 mil laut
(sekitar 185,2 km).

Selain untuk menentukan luas wilayah perairan Indonesia, archipelagic baseline juga menjadi dasar untuk
menentukan zona-zona perairan negara kepulauan, misalnya laut teritorial maupun zona ekonomi eksklusif.
Nah, jika muka air laut naik, maka basepoints yang semula berada di atas permukaan air laut bisa tenggelam sebagian
ataupun seluruhnya. Situasi tersebut dapat memperpanjang jarak antartitik hingga melampaui batas 100 mil laut yang
ditentukan dalam UNCLOS. Skenario terburuknya, apabila suatu basepoint tenggelam, maka Indonesia perlu mencari
titik alternatif, atau membangun kembali titik yang telah tenggelam tersebut agar tetap berada di atas muka air laut.

Dalam kasus ekstrem, kenaikan muka air laut bahkan dapat menghilangkan teritori suatu negara, termasuk
menghilangkan baseline dan zona maritim yang diukur darinya. Ancaman ini tengah dialami Kiribati, sebuah negara
kepulauan kecil di Samudra Pasifik. Pasalnya, negara ini berada di kawasan atol atau gugusan karang berketinggian
dua meter di atas pemukaan laut.

Indonesia memang tidak menggunakan elevasi surut (low-tide elevation) sebagai basepoints untuk menarik garis
pangkal kepulauannya. Namun, Indonesia banyak menggunakan pulau kecil dan karang – yang kemungkinkan besar
akan terendam apabila air laut naik. Banyak dari ketinggian basepoints Indonesia sejauh ini belum terpublikasi, karena
itu nasibnya belum bisa diprediksi.

UNCLOS juga memuat syarat bahwa negara kepuluan harus memenuhi rasio luas perairan dan daratan (water-to-land
ratio) yang telah ditentukan. Jika luas perairan bertambah karena kenaikan muka air laut, maka rasio tersebut dapat
berubah hingga melewati batas yang ditentukan dalam UNCLOS. Hal ini turut mengancam status ‘kepulauan’
Indonesia.

Komisi Hukum Internasional (International Law Commission) – sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
berisi pakar hukum yang mengemban tugas perihal kodifikasi dan perkembangan progresif hukum internasional –
tengah mempelajari dampak hukum yang terjadi akibat kenaikan muka air laut.

Di tengah proses tersebut, International Law Association (ILA), suatu organisasi nirlaba internasional dengan status
konsultatif dengan beberapa badan khusus PBB, menyimpulkan bahwa pergerakan garis pantai akan mengubah letak
baseline.

Jika keberadaan baseline ini berubah sesuai kesimpulan ILA, maka naiknya muka air laut dapat mengancam status
Indonesia sebagai negara kepulauan.

Apa yang bisa dilakukan?

Indonesia perlu menaksir dampak kenaikan muka air laut terhadap pulau-pulau beserta karang-karang terluar yang
menjadi patok batas wilayah kepulauannya. Kita juga memerlukan lebih banyak penelitian untuk mengetahui
ketinggian basepoints di atas permukaan laut, dan seberapa besar dampak kenaikan air laut terhadap basepoints
tersebut.

Anak-anak melihat masjid yang terendam sebagian di Jakarta karena penurunan tanah
dan perubahan iklim. Wilander/UNICEF

Pada tahun 2020, Indonesia mendesak PBB untuk menegakkan stabilitas perjanjian
perbatasan, terlepas adanya pergerakan garis pantai karena kenaikan muka air laut.

Indonesia juga dapat mempertimbangkan untuk mendeklarasikan bahwa archipelagic


baseline yang telah ditentukan dan diumumkannya berlaku final, meski air laut naik.

Guna melindungi keutuhan wilayah, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya yang terancam kenaikan
muka air laut juga dapat menyepakati deklarasi bersama yang menegaskan stabilitas baseline atau garis pangkal
mereka, termasuk hak-hak maritim yang ditimbulkannya.

Maklumat ini mengikuti langkah yang ditempuh negara-negara Pasifik. Pada 2015, tujuh pemimpin negara Polynesia
menerbitkan Deklarasi Taputapuātea tentang Perubahan Iklim. Mereka menyepakati baseline yang permanen
sekalipun muka air laut berubah. Indonesia harus mengambil momen sebagai Ketua ASEAN tahun ini untuk
mengikuti ikhtiar negara Pasifik dalam menyikapi kenaikan muka air laut secara bersama-sama.

https://theconversation.com/bagaimana-kenaikan-muka-air-laut-mengancam-status-negara-kepulauan-indonesia-
198077 diunduh tanggal 6 Maret 2023

Anda mungkin juga menyukai