SUMMARY KASUS
B. PUTUSAN
Kasus Pulau Sipadan dan Ligitan dibawa ke Mahkamah Internasional pada tahun
1998. Kemudian pada tanggal 17 Desember 2002, Mahkamah Internasional
mengeluarkan putusan atas sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia.
Berdasarkan keputusan tersebut, Mahkamah Internasional memberikan kedaulatan Pulau
Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia. Mahkamah Internasional memberikan keputusan
tersebut atas dasar tiga pertanyaan yang dijadikan dasar kedua negara untuk menyatakan
klaim terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan. Pertanyaan pertama adalah apakah Indonesia
berhak atas Pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh penjajah
kedua negara tersebut yaitu Inggris dan Belanda pada tahun 1891? Pertanyaan pertama
inilah yang diargumentasikan secara kuat oleh Indonesia untuk mempertahankan hak
klaim atas kedua pulau tersebut. Kesimpulan Mahkamah Internasional atas pertanyaan
tersebut adalah bahwa Indonesia tidak berhak atas klaim kedua pulau tersebut
berdasarkan perjanjian 1891. Menurut MI, penafsiran Pasal IV dan perjanjian 1891 dalam
bentu peta tidak dapat dijadikan dasar pemberian kedaulatan.
Hasil atas sidang tersebut merupakan voting diberikan oleh 17 Hakim Mahkamah
Internasional yang dipimpin langsung oleh Presiden Mahkamah Internasional yaitu
Gilbert Guillame dengan komposisi yaitu 15 Hakim tetap dari Mahkamah Internasional,
satu hakim pilihan Malaysia, dan satu hakim lagi merupakan pilihan Indonesia. Sebanyak
16 Hakim berpihak kepada Malaysia dan 1 Hakim berpihak kepada Indonesia. Pada
dasarnya, keputusan Mahkamah Internasional atas sengketa kedua pulau tersebut
didasarkan pada effectifities yang menjadi poin krusial. Namun sayangnya Indonesia
tidak memiliki cukup bukti tentang peraturan dan tindakan nyata dari Belanda pada kedua
pulau tersebut untuk memenangkan kasus ini.
C. ANALISIS PUTUSAN
Menurut analisis kelompok kami, penyelesaian kasus sengketa yang terjadi antara
Indonesia dengan Malaysia untuk memperebutkan pulau sipadan-ligitan telah sesuai
dengan apa yang ada dalam peraturan peraturan hukum internasional seperti yang tertulis
pada statuta hukum internasional pada pasal 36 menyatakan bahwa secara prosedural
penyelesaian melalui Mahkamah Internasional harus didahului dengan kesepakatan dari
para pihak negara yang bersengketa bahwa mereka setuju untuk menyelesaikan perkara
di mahkamah internasional sebagaimana diatur dalam kasus sengketa internasional ini
bahwa kedua belah pihak yaitu Indonesia dan Malaysia telah setuju untuk membawa
perkara ke mahkamah internasional dalam perjanjian yang diberi nama special agreement
for submission to the international court of justice of the dispute between indonesia and
malaysia concerning sovereignty over pulau ligitan and pulau sipadan (special
agreement)
Penyelesaian mahkamah internasional atas perkara sengketa pulau sipadan dan
ligitan juga telah sesuai dengan pasal 38 ayat (1) ICJ yang menerangkan bahwa dalam
penyelesaian perkara perjanjian internasional dan prinsip hukum umum dapat dijadikan
sumber hukum untuk dijadikan dasar dalam memutuskan perkara, mahkamah
internasional telah mempertimbangkan perjanjian-perjanjian internasional di masa lalu
yang terjadi antara penjajah indonesia dan malaysia dalam memutuskan sengketa yang
walaupun pada akhirnya menghasilkan status quo, sumber hukum berupa prinsip umum
hukum daluwarsa lah yang akhirnya dijadikan landasan oleh mahkamah internasional
dalam mengambil keputusan yaitu ketika pihak lain dapat memperoleh hak atas wilayah
tersebut karena wilayah tersebut ditelantarkan oleh pemilik aslinya untuk kurun waktu
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
17 December 2002,
https://www.hukumonline.com/berita/a/icj-memutuskan-sipadanligitan-kembali-ke-malay
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/digest/article/download/48638/19622/.