1
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011
ABSTRACT
International Court of Justice Decision established Sipadan and Ligitan islands as a part of
Malaysia’s souverign. This decision gives significant influenced for Indonesia and Malaysia,
pariculary for Indonesia’s souvereignity. It’s important for Indonesia to made change of the
position of archipelagic baselines were previously located for these two island.
The changing of basilines position has influenced for Indonesia’s rules of territorial sea
boundary, contiguous zone, exclusive economic zone, continental shelf, archipelagic waters
and internal waters. Based on UNCLOS 1982, the exact position of each boundaries is still
need to resolved further by both countries, because its should not be set unilaterally.
Billateral cooperation between these two countries give oppurtunity to solved this problem
equally.
hakekatnya telah merubah cara penetapan terdapat diluar garis dasar lurus atau berada
laut territorial Indonesia dari suatu cara di luar laut territorial Indonesia.
penetapan laut territorial selebar 3 mil yang Oleh karena itu, sesuai hasil
diukur dari garis air rendah (low water line) penelitian dan laporan Dinas Hidrografi
menjadi laut territorial selebar 12 mil diukur Angkatan Laut di atas, maka pulau-pulau
dari garis pangkal lurus (straight base lines) yang seharusnya menjadi wilayah perairan
yang ditarik dari ujung ke ujung pulau Indonesia (termasuk Pulau Sipadan dan
terluar Indonesia. Pulau Ligitan yang menjadi sumber
Akibat dari ditetapkannya cara sengketa Indonesia-Malaysia) memang telah
penarikan garis tersebut adalah : berada di luar laut territorial Indonesia yang
1. Laut territorial Indonesia yang baru berjarak 12 mill laut dari garis pangkal.
melingkari Indonesia. Kelemahan yang cukup mendasar
2. Perubahan status perairan yang terletak dalam Undang-undang ini salah salah
pada sebelah dalam garis pangkal dari satunya adalah metode penarikan garis
laut lepas menjadi perairan pedalaman. pangkal. Undang-Undang No.4 Prp. Tahun
Perubahan ini diimbangi dengan 1960 kurang lengkap dibandingkan dengan
pemberian hak hak lintas damai bagi Konvensi Jenewa tahun 1958 berkaitan
kapal asing. dengan penetapan cara penarikan garis
Dalam perkembangannya setelah pangkal dan kurang teliti dalam menetapkan
wilayah perairan Indonesia diundangkan garis-garis pangkal perairan Indonesia.
dalam Undang-Undang No.4 Prp. Tahun Undang-undang ini hanya mengenal
1960 tersebut, ternyata beberapa pulau atau cara penetapan garis pangkal menurut sistem
bagian pulau terluar yang seharusnya straight base lines from point to point (garis
menjadi wilyah perairan Indonesia tidak pangkal lurus). Berdasarkan Konvensi
terdaftar dan tidak termasuk dalam wilayah Jenewa 1958 tentang Laut Territorial dan
perairan Indonesia atau berada di luar garis- Jalur Tambahan Pasal 4 ayat 1 penetapan
garis perairan Indonesia. Hal ini berdasarkan sistem straight base lines from point to point
penelitian Dinas Hidrografi Angkatan Laut dapat dilakukan pada:
terhadap ketentuan undang-undang Perairan 1) Tempat dimana pantai banyak berliku-
Indonesia tersebut, telah tercatat beberapa liku tajam atau laut masuk jauh ke
pulau yang berada di luar garis-garis dasar dalam, atau
perairan Indonesia termasuk pulau Sipadan 2) Apabila terdapat deretan pulau yang
dan pulau Ligitan. letaknya tidak jauh dari pantai.
Hasil penelitian Dinas Hidrografi Undang-undang Nomor 4 Tahun
Angkatan Laut menunjukkan bahwa faktor 1960 tidak mengadopsi sistem penerapan
yang menyebabkan keadaan tersebut garis pangkal lainnya yang juga diatur dalam
terutama karena penerapan sistem point to Konvensi Jenewa 1958, yaitu normal base
point theory melalui Undang-Undang No.4 lines (garis pasang-surut). Undang-Undang
Prp. Tahun 1960 itu dalam pelaksanaannya ini juga tidak memasukkan pasal-pasal lain
tidak didukung oleh data-data hidrografis dalam Konvensi Jenewa 1958 yang
yang teliti yang mana itu menimbulkan berkaitan dengan sistem penetapan garis
keadaan yang bertentangan dengan tujuan pangkal, yang antara lain dimungkinkan
penerapan garis-garis dasar lurus dalam suatu negara untuk mengkombinasikan
ketentuan Undang-undang tersebut. Dengan kedua sistem ini dalam penetapan garis
kata lain adanya data hidrografis yang pangkal negaranya. Dengan hanya
kurang teliti akan menyebabkan garis lurus dikenalnya satu cara penetapan garis
yang ditarik dapat memotong daratan suatu pangkal pada Undang-Undang No.4 Prp
pulau bahkan dapat terjadi suatu pulau Tahun 1960, serta kekurang telitian
mengukur titik koordinat pulau-pulau terluar
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 6
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011
dalam wilayah Indonesia, maka Pulau mana yang dimaksud perlu diperjelas
Sipadan dan Pulau Ligitan memang tidak sampai dimana yurisdiksi nasional. Untuk
termasuk dalam wilayah Indonesia itu diperlukan adanya peta yang dengan jelas
berdasarkan Undang-Undang No.4 Prp menentukan titik-titik serta garis-garis yang
Tahun 1960. dijadikan dasar untuk mengukur laut.
Perkembangan hukum laut yang Dengan demikian, kejelasan posisi
pesat dengan dikeluarkannya UNCLOS garis pangkal dalam mengatur batas laut
1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia antar negara menjadi sangat penting. karena
mengakibatkan Undang-Undang No.4 Prp dalam Pasal 48 UNCLOS 1982 menetapkan
Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia tidak bahwa pengukuran lebar laut wilayah, zona
sesuai lagi dengan rejim hukum laut yang tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif dan
baru dengan dimuatnya pengaturan rejim Landas Kontinen diukur dari garis pangkal.
hukum negara kepulauan dalam bab Masing-masing negara hampir dapat
tersendiri. Oleh karena itu, Indonesia dipastikan berusaha membuat titik-titik
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 dasar pulaunya sebagai dasar penetapan
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia garis pangkal semaksimal mungkin. Dalam
sebagai penggantinya sekaligus mencabut artian bahwa dicari posisi garis pangkal
keberadaan Undang-undang yang lama. yang akan memperlebar posisi laut
Undang-undang yang baru ini territorial, jalur tambahan, landas kontinen
mengakui garis pangkal lurus kepulauan, dan Zona Ekonomi Eksklusif. Apalagi bagi
disamping garis pangkal biasa dan garis negara Indonesia sebagai negara kepulauan
pangkal lurus sebagai cara pengukuran garis akan memiliki arti yang signifikan dengan
pangkal kepulauan Indonesia. Hal ini karena posisi garis pangkal yang signifikan tadi.
Undang-undang yang baru menyesuaikan Dalam kaitannya dengan sengketa
dengan UNCLOS 1982 yang telah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kita dapat
mengatur secara khusus tentang negara melihat bahwa dalam Daftar Koordinat
kepulauan. Undang-undang ini tidak lagi Geografis titik-titik Garis Pangkal Negara
hanya menggunakan satu sistem penarikan Kepulauan Indonesia di Laut Sulawesi di
garis pangkal tapi merupakan kombinasi sekitar garis 4˚ Lintang Utara dan 118˚
dari ketiga cara penarikan garis pangkal Bujur Timur, kita temukan ada 3 titik yang
yang ada dalam UNCLOS 1982. menggunakan pulau sebagai titik-titik
Garis-garis pangkal yang digunakan pengukuran garis pangkal. Tepatnya adalah
Indonesia secara resmi tertuang dalam sebagai berikut :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 1) Pulau Ligitan pada 04˚ 10’ 00” Lintang
Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Utara 118˚ 53’ 50” Bujur Timur
Koordinat Titik-titik Geografis Garis 2) Pulau Ligitan pada 04˚ 08’ 03” Lintang
Pangkal Kepulauan Indonesia sebagai Utara 118˚ 53’ 01” Bujur Timur
peraturan penjelas dari Undang-undang 3) Pulau Sipadan pada posisi 04˚ 06’ 12”
Nomer 6 Tahun 1996 tentang Perairan Lintang Utara 118˚ 38’ 02” Bujur Timur
Indonesia. Selain jenis-jenis garis pangkal, Posisi Pulau Sipadan dan Pulau
Peraturan Pemerintah ini juga memuat Ligitan memang cukup jauh dari pulau
titik-titik dasar pengukuran garis pangkal. induk yakni Pulau Sebatik. Sehingga, posisi
Secara yuridis, apa yang dibicarakan garis pangkal yang ditarik melalui titik-titik
mengenai cara penarikan garis pangkal dasar kedua pulau tersebut jelas menguntungkan
memberikan petunjuk kepada kita tentang bagi Indonesia.
apa yang dimaksud dengan laut wilayah dan Pulau Sipadan yang berjarak 42 mil
perairan pedalaman. Namun, dalam praktek laut dari pantai timur Pulau Sebatik, yang
penyelenggaraan negara dan dalam masih jauh dari batas panjang maksimal
hubungan internasional yang nyata, batas garis pangkal 100 mil laut ataupun garis
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 7
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011
panjang maksimal garis pangkal 125 mil laut Lebar laut territorial yang
sebanyak 3% dapat menjadi titik terluar dari seharusnya diukur maksimal 12 mil laut
kepulauan Indonesia. Sehingga posisi pulau dari Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
Sipadan tentu akan sangat signifikan dalam tersebut menjadi bukan hak Indonesia
menambah zona-zona laut Indonesia yang lagi. Luas wilayah laut yang didasari
nota bene-nya diukur dari garis pangkal Undang-Undang Nomer 6 Tahun 1996
kepulauan ini. dan peraturan penjelasnya menjadi
Namun, hasil resmi putusan berkurang. Kondisi ini membuat
Mahkamah Internasional menjadikan Indonesia menjadi dirugikan karena
Indonesia berpeluang kecil untuk berkurangnya kepemilikan terhadap luas
menjadikan kedua pulau tersebut sebagai wilayah laut.
titik dasar pengukuran garis pangkal Pasal 2 Konvensi menentukan
kepulauan. Dikarenakan Malaysia juga bahwa kedaulatan negara pantai meliputi
berkepentingan untuk menjadikan kedua laut territorialnya, termasuk ruang udara
pulau tersebut sebagai titik dasar diatasnya dan dasar laut serta tanah di
pengukuran garis pangkal negaranya. bawahnya. Dalam hukum laut baru inipun
Indonesia harus menggunakan titik kedaulatan negara tetap dibatasi dengan
garis pangkal yang selama ini ada dalam hak lintas damai bagi kapal asing (pasal 7
peraturan perundang-undangannya dengan Konvensi).
menghapus posisi Pulau Sipadan dan Pulau Pada wilayah laut territorialnya,
Ligitan. Sehingga garis pangkal ditarik dari negara pantai mempunyai kedaulatan
ujung-ujung pulau terluar di sekitar Pulau penuh. Selain membuat peraturan-
Sipadan dan Pulau Ligitan yang masih peraturan, kedaulatan negara mempunyai
termasuk wilayah Indonesia. akibat lain dalam hukum, yakni
Dengan tidak boleh ditariknya garis wewenang untuk melakukan penuntutan
pangkal dengan menggunakan kedua pulau atas pelanggaran-pelanggaran ketentuan
tersebut sebagai titiknya maka jelas bahwa perundang-undangan umum negara
perairan Indonesia yang ada dalam Undang- pantai baik dibidang pidana maupun
undang Nomor 6 Tahun 1996 sebagai tindak perdata. Wewenang untuk memaksakan
lanjut peratifikasian UNCLOS 1982 pentaatan terhadap hukum demikian
mengalami perubahan. Karena yang dinamakan yurisdiksi yang bisa berupa
dimaksud dengan perairan Indonesia yurisdiksi kriminal dan perdata.
adalah laut territorial Indonesia beserta 2) Perairan Kepulauan Indonesia dan
perairan kepulauan dan perairan Perairan Pedalaman Indonesia
pedalamannya. Kedaulatan negara kepulauan
Pengaruh perubahan posisi garis meliputi perairan yang dikelilingi oleh
pangkal ini juga akan berpengaruh pada garis-garis pangkal tersebut, termasuk
pengaturan batas laut yang lain yang udara di atasnya serta dasar laut di
masing-masing diuraikan sebagai berikut : bawahnya (Pasal 49). Namun tidak dapat
1) Wilayah Laut Territorial disimpulkan bahwa perairan kepulauan
Setiap negara mempunyai hak ini sama dengan perairan pedalaman.
untuk menentukan lebar laut Konsep perairan kepulauan adalah
territorialnya sampai batas tidak sesuatu yang baru dalam hukum laut
melebihi 12 mil laut diukur dari garis internasional. Perairan seperti ini
pangkal. Batas terluar laut territorial bersifat sui generis, dimana tidak
adalah garis yang setiap titik-titiknya ada termasuk perairan pedalaman maupun
pada suatu jarak yang terdekat dengan laut territorial. Perbedaannya adalah
titik-titik garis pangkal sejauh lebar laut bahwa perairan kepulauan tunduk
territorial yang telah ditentukan.
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 8
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011
kepada suatu rezim khusus tentang teritorial yang lebarnya tidak boleh
pelayaran dan lintas penerbangan. melebihi 200 mil diukur dari garis
Pada kasus sengketa ini, jika pangkal yang digunakan untuk mengukur
Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan menjadi lebar laut teritorial ( pasal 55 dan 57 ).
pengukuran titik garis pangkal, maka Menurut pasal 56, di ZEE negara pantai
perairan yang ada pada sisi dalam dari dapat menikmati :
garis-garis pangkal yang terhubung akan a. Hak-hak berdaulat untuk melakukan
termasuk dalam perairan Indonesia. eksplorasi, eksploitasi konservasi dan
Dengan tidak dapat dijadikannya sebagai pengelolaan segala sumber kekayaan
titik penetapan garis pangkal, maka alam di dasar laut dan tanah di
perairan yang tadinya menjadi perairan bawahnya serta pada perairan di
Indonesia menurut Undang-undang atasnya. Demikian pula terhadap
Nomer 6 tahun 1996 menjadi laut semua kegiatan yang ditujukan untuk
territorial Malaysia. Hal ini jelas suatu tujuan eksploitasi secara ekonomis
kerugian bagi posisi Indonesia. dari zona tersebut (seperti produksi
3) Batas Landas Kontinen energi, air, arus dan angin).
Landas kontinen suatu negara b. Yurisdiksi sebagaimana yang
pantai adalah dasar laut dan tanah di ditetapkan dalam Konvensi ini, atas
bawahnya yang merupakan kelanjutan pendirian dan penggunaan pulau-pulau
daratan wilayahnya sampai jarak 200 mil buatan, riset ilmiah kelautan serta
dari garis dasar dan dalam hal tertentu perlindungan lingkungan laut.
dapat sampai 350 mil laut, tergantung c. Hak-hak dan kewajiban lain
jarak tepian kontinennya (continental sebagaimana yang ditetapkan dalam
margin). Ketentuan ini terdapat dalam Konvensi.
Pasal 76 Konvensi. Negara pantai Pengaturan tentang penetapan batas-
mempunyai hak untuk melaksanakan batas ZEE antara negara-negara yang
kedaulatannya atas landas kontinen untuk pantainya berhadapan maupun
tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber berdampingan diatur dalam Pasal 74
alamnya. Hak tersebut ekslusif dalam arti Konvensi. Penetapan batas tersebut harus
apabila negara pantai tidak ditetapkan melalui perjanjian dengan
mengambilnya, tidak satupun negara didasarkan pada hukum internasional untuk
diperkenankan melakukannya. mendapatkan penyelesain yang adil. Apabila
Dengan adanya perubahan posisi tidak dicapai suatu persetujuan, maka
garis pangkal indonesia setelah keluarnya negara-negara yang bersangkutan harus
putusan Mahkamah Internasional, maka menyelesaikan melalui prosedur yang
lebar landas kontinen Indonesia juga ditetapkan Konvensi mengenai penyelesaian
mengikuti perubahan garis pangkal sengketa.
tersebut. Indonesia mengalami Dengan adanya perubahan posisi
pengurangan lebar landas kontinen garis pangkal Indonesia setelah keluarnya
sebagaimana jika diukur dengan Undang- putusan Mahkamah Internasional, maka
undang Nomor 6 tahun 1996 yang lebar ZEE Indonesia juga mengikuti
mencantumkan kedua pulau tersebut perubahan garis pangkal tersebut. Indonesia
sebagai titik pengukuran. Hal inilah yang mengalami pengurangan lebar sebagaimana
sebenarnya tidak diinginkan jika diukur dengan Undang-Undang Nomor
Indonesia.karena kekayaan dilandas 6 Tahun 1996 yang mencantumkan kedua
kontinen sangat besar artinya. pulau sebagai titik-titik pengukuran.
4) Zona Ekonomi Eksklusif Artinya, hak-hak yang diterima Indonesia
Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di wilayah ini juga mengalami perubahan.
diartikan sebagai suatu daerah diluar laut
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 9
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011