Anda di halaman 1dari 9

ANALISA PUTUSAN PENGADILAN ARBITRASE TERHADAP KONFLIK

LAUT TIONGKOK SELATAN ANTARA FILIPINA DAN TIONGKOK

Rico Achmad Dani, Jihan Fahera, Charmaylitha Helenna, Astrid Rizkyta, Teddy Sam
Gusnadi
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Email: ricoachmad17@gmail.com, jihanfahera@icloud.com, chrmylth@gmail.com, astrid.rizkyta25@gmail.com,


gusnaditeddy2@gmail.com

Abstrak

Kata Kunci:

PENDAHULUAN Tiongkok atas kawasan laut dan dua


gugusan kepulauan Paracel dan Spratly
Permasalahan sengketa laut sejak 2000 tahun yang lalu, kemudian
merupakan permasalahan yang cukup rumit, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) adalah
misalnya mengenai masalah sengketa negara pertama yang mengklaim wilayah
teritorial dan sengketa batas wilayah perairan di dalam nine-dashed line yang
maritim, yang sampai saat ini belum adanya tercantum pada peta yang diproduksi oleh
penyelesaiannya. Saat ini, Laut Tiongkok Departemen Geografi Kementerian Dalam
Selatan atau Laut Tiongkok Selatan menjadi Negeri Republik Tiongkok pada tahun
sumber perseteruan bagi Tiongkok atau 19471.
Tiongkok dan negara-negara ASEAN.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Sama halnya dengan negara Filipina,
Tahun 2004, tanggal 14 Maret 2014 tentang
pencabutan Surat Edaran Presedium Kabinet Vietnam, Taiwan, Brunei Darussalam, serta
Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967, Malaysia yang juga mengklaim bahwa
tertanggal 28 Juni 1967, yang pada sebagian wilayah Laut Tiongkok Selatan
pokoknya mengganti istilah Tjina atau masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif
Tiongkok menjadi Tionghoa atau Tiongkok, (selanjutnya akan disingkat menjadi ZEE)
maka selanjutnya dalam pembahasan ini dari negara-negara tersebut berdasarkan
menggunakan istilah Laut Tiongkok Selatan pendekatan geografis yang diakui oleh
(LTS). Konvensi Hukum Laut Internasional 19822.
Sengketa kepemilikan kedaulatan
1
Li Jinming dan Li Dexia, “The Dotted Line on the
teritorial di Laut Tiongkok Selatan merujuk Chinese Map of the South Tiongkok Sea: A Note,”
Ocean Development and International Law 34, 2003,
kepada wilayah kawasan laut dan daratan di http://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/009083
dua gugusan kepulauan Paracel dan Spratly. 20390221821.
Tiongkok mengklaim wilayah sengketa 2
Muhar Junef, “Sengketa Wilayah Maritim Di Laut
tersebut berdasarkan kepemilikan bangsa Tiongkok Selatan (Maritime Territorial Dispute in
South Tiongkok Sea)”, Jurnal Penelitian Hukum DE
Adapun 3 (tiga) hal yang menjadi alasan di Karang Dangkal Scarborough dimana
utama mengapa negara-negara tersebut posisi karang tersebut berpotensi besar
terlibat dalam konflik Laut Tiongkok untuk mengancam keamanan Filipina karena
Selatan. Pertama, wilayah laut dan gugusan terletak hanya 220 km dari pantai Filipina4.
kepulauan di Laut Tiongkok Selatan
mengandung sumber kekayaan alam yang Filipina merupakan salah satu negara
sangat besar, meliputi kandungan minyak yang gencar melakukan protes terhadap
dan gas bumi serta kekayaan laut lainnya. klaim Tiongkok atas hampir seluruh wilayah
Kedua, wilayah perairan Laut Tiongkok Laut Tiongkok Selatan tersebut. Pada
Selatan merupakan wilayah perairan yang Januari 2013, Filipina membawa sengketa
menjadi jalur perlintasan aktivitas pelayaran Laut Tiongkok Selatan ke Permanet Court
kapal-kapal internasional, terutama jalur of Arbitration (PCA). Pada 12 Juli 2016,
perdagangan lintas laut yang PCA, mengeularkan putusan atas gugatan
menghubungkan jalur perdagangan Eropa, Filipina melawan Tiongkok mengenai
Amerika, dan Asia. Ketiga, pertumbuhan masalah Laut Tiongkok Selatan, sesuai
ekonomi yang cukup pesat di Asia, permohonan Filipina. Inti dari putusan
membuat negara-negara seperti Tiongkok tersebut adalah PCA mengklarifikasi klaim
dan negara-negara di kawasan Laut Tiongkok mengenai historic rights
Tiongkok Selatan, bahkan termasuk sehubungan dengan wilayah maritim di Laut
Amerika Serikat sangat berkeinginan Tiongkok Selatan yang diklaim dengan
menguasai kontrol dan pengaruh atas menggunakan nine dash line merupakan hal
wilayah Laut Tiongkok Selatan yang dinilai yang bertentangan dengan Konvensi Hukum
sangat strategis dan membawa manfaat Laut 1982. Akan tetapi pihak Tiongkok
ekonomis yang sangat besar bagi suatu mengatakan bahwa mereka tidak menerima
negara3. dan tidak akan mengakui putusan dari PCA
tersebut. Pihak Kementerian Luar Negeri
Peningkatan ketegangan terjadi pada Tiongkok mengatakan bahwa putusan itu tak
awal Mei 2014 lalu ketika kilang minyak memiliki kekuatan yang mengikat sehingga
Tiongkok His Yang Shi You 981 (HYSY Tiongkok tidak akan menerima atau
981) memulai operasi pengeboran minyak mengakui putusan tersebut5. Pada putusan
yang masih masuk wilayah ZEE dan landas Arbitral Tribunal tersebut bersifat mengikat
kontinen Vietnam. Sebelumnya, pada Mei dan final bagi Filipina dan Tiongkok karena
2009 Tiongkok memberikan pernyataan putusan Mahkamah Arbitrase Internasional
mengenai nine dash line berarti bahwa dikenal dalam hukum internasional sebagai
kedaulatan yang tidak terbantahkan atas salah satu sumber hukum dan putusan
pulau-pulau di Laut Tiongkok Selatan dan tersebut didasarkan pada ketentuan-
perairan yang berdekatan, dan memiliki hak- ketentuan di dalam UNCLOS 1982. Namun
hak berdaulat dan hukum yurisdiksi atas putusan tersebut tidak dapat memaksa
perairan tersebut beserta laut dan tanah di
bawahnya. Selanjutnya pada tahun 2012, 4
Mary Fides A. Quintos, “Artificial Islands in the
setelah bersitegang dengan Filipina akhirnya South Tiongkok Sea and their Impact on Regional
Insecurity”, Center For International Relations &
Tiongkok mendirikan bangunan permanen Strategic Studies, Vol. II No. 2 (Maret 2015), hal. 7
5
Beijing Tolak Keputusan Mahkamah Arbitrasi
JURE, Vol. 18 No. 2 (Juni 2018), 220 Terkait Sengketa Laut Tiongkok Selatan,
3
Rizki Roza, Poltak Partogi Nainggolan, Simela http://internasional.kompas.com/read/2016/07/12/171
Victor Muhamad, Konflik Laut Tiongkok Selatan dan 93561/beijing.tolak.keputusan.mahkamah.arbitrasi.ter
Implikasinya terhadap Kawasan (Jakarta Pusat: P3DI kait.sengketa.laut.Tiongkok.selatan, diakses pada
Setjen DPR Republik Indonesia, 2013), hlm 10-11 tanggal 1 Desember 2021.
Tiongkok untuk patuh dan tunduk, karena penyelesaiannya tidak mempunyai akibat
UNCLOS 1982 tidak memiliki mekanisme pada hubungan kedua belah pihak7.
apapun untuk menegakkan keputusan yang
dibuatnya. Lembaga tersebut tidak memiliki Penulis akan memfokuskan
satuan kepolisian, tentara atau cara untuk mengenai penyelesaian sengketa
menerapkan sanksi terhadap mereka yang internasional secara damai. Kewajiban
mengabaikan keputusan-keputusan yang negara-negara untuk
dikeluarkan lembaga itu apabila dibawa ke menyelesaikan sengketa secara damai
Dewan Keamanan Perserikan Bangsa- terlihat dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB
Bangsa (PBB)6. yang menyatakan: “All Members shall settle
their international disputes by peaceful
Berdasarkan uraian latar belakang means in such a manner that international
diatas penulis kemudian tertarik untuk peace and security, and justice, are not
meneliti lebih jauh mengenai putusan yang endangered”8. Kewajiban yang tercantum di
di keluarkan oleh Permanet Court of dalam pasal ini tidak dipandang sebagai
Arbitration. suatu kewajiban yang pasif. Kewajiban
tersebut terpenuhi jika negara yang
bersangkutan menahan dirinya untuk tidak
TINJAUAN PUSTAKA menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan. Pasal ini mensyaratkan negara-
A. Penyelesaian Sengketa Melalui negara untuk secara aktif dan dengan itikad
Peradilan Arbitrase Internasional baik menyelesaikan sengketanya secara
(Arbitral Tribunal) damai sedemikan rupa sehingga perdamaian
Peran yang dimainkan hukum dan keamanan internasional serta keadilan
internasional dalam penyelesaian sengketa tidak terancam9.
internasional adalah dengan memberikan Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat
cara bagaimana para pihak yang bersengketa (1) Piagam PBB, terlihat bahwa arbitrase
menyelesaikan sengketanya menurut hukum sebagai salah satu cara penyelesaian
internasional. Berdasarkan perkembangan sengketa internasional telah diakui
awalnya, hukum internasional mengenal 2 eksistensinya oleh masyarakat internasional.
cara penyelesaian yaitu penyelesaian secara Peran arbitrase di sini tidak lagi semata-mata
damai dan perang. Adapun yang dimaksud dibatasi oleh para pihak, yaitu pedagang,
dari sengketa internasional adalah suatu tetapi juga menyelesaikan sengketa antar
situasi ketika dua negara mempunyai negara, individu, dan perusahaan10. Arbitrase
pandangan yang bertentangan mengenai merupakan suatu tindakan hukum dimana
dilaksanakan atau tidaknya kewajiban- ada pihak yang menyerahkan sengketa atau
kewajiban yang terdapat dalam perjanjian. selisih pendapat antara dua orang (atau
Suatu sengketa bukanlah suatu sengketa lebih) maupun dua kelompok (atau lebih)
menurut hukum internasional apabila kepada seorang atau beberapa ahli yang
disepakati bersama dengan tujuan
7
Huala Adolf, “Hukum Penyeleseaian Sengketa
6
Ibrahim Sagio, “Penguatan Hukum Kelautan Internasional”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 3
Internasional Di Laut Tiongkok Selatan Pasca 8
Lihat ketentuan Pasal 2 ayat (3) Piagam
Putusan Arbitrase Permanen (Permanent Court Of Perserikatan Bangsa Bangsa.
Arbitration) dalam Perkara antara Philippina dan 9
Adolf, Op.cit., hal. 13
Republik Rakyat Tiongkok, Jurnal Fakultas Hukum 10
Huala Adolf, “Dasar-Dasar, Prinsip & Filosofi
Universitas Tanjungpura (2016) Arbitrase”, (Bandung: Keni Media, 2014), hal. 1
memperoleh satu keputusan final dan segala sengketa seperti yang tercantum di
mengikat11. Salah satu kelebihan arbitrase dalam pasal 33 ayat (1) Piagam PBB14.
sendiri terletak pada sifat putusannya
dimana putusan arbitrase adalah bersifat Dalam pembahasan arbitrase, penulis
final dan mengikat (final and binding). memfokuskan pada kategori arbitrase
Dengan demikian, proses penyelesaian internasional dalam arti luas. Badan
sengketa melalui arbitrase dapat diselesaikan arbitrase internasional publik ini adalah
dengan lebih cepat dibandingkan dengan suatu alternatif penyelesaian sengketa
proses peradilan umum yang berlangsung melalui pihak ketiga (badan arbitrase) yang
lebih lama karena dapat dilakukan upaya ditunjuk dan disepakati para pihak (negara)
hukum atas putusan peradilan dan secara sukarela untuk memutus sengketa
bertingkat-tingkat12. yang bukan bersifat perdata dan putusannya
bersifat final dan mengikat. Salah satu
Berdasarkan pengertian di atas pada bentuk badan arbitrase internasional publik
dasarnya dapat disimpulkan bahwa unsur- ini adalah Permanent Court of Arbitration
unsur arbitrase sebagai berikut yaitu, (1) (PCA). PCA didirikan berdasarkan
cara penyelesaian sengketa dilakukan secara Konferensi Perdamaian Den Haag I tahun
privat atau di luar pengadilan, (2) atas dasar 1899 dan Konferensi Den Haag II tahun
perjanjian tertulis dari para pihak, (3) untuk 1907. Kedua Konferensi tersebut
mengantisipasi sengketa yang mungkin menghasilkan dua konvensi yaitu: the 1899
terjadi atau yang sudah terjadi, (4) dengan Convention for the Pacific Settlement of
melibatkan pihak ketiga (arbiter atau wasit) International Disputes dan the 1907
yang berwenang mengambil keputusan, (5) Convention for the Pacific Settlement of
sifat putusannya final dan mengikat13. International Disputes. Didirikannya PCA
memiliki tujuan sebagaimana tercantum
Arbitrase internasional memiliki dalam Pasal 41 the 1907 Convention for the
definisi dalam arti sempit dan luas. Arbitrase Pacific Settlement of International Disputes,
internasional dalam arti sempit adalah yaitu:15 “With the object of facilitating an
arbitrase sebagai suatu lembaga immediate recourse to arbitration for
penyelesaian sengketa yang khusus international differences, which it has not
menangani dan menyelesaikan sengketa- been possible to settle by diplomacy, the
sengketa di bidang perdagangan. Arbitrase Contracting Powers undertake to maintain
dalam arti ini adalah arbitrase yang the Permanent Court of Arbitration, as
pengaturannya tunduk pada pengaturan di established by the First Peace Conference,
bawah United Nations commission accessible at all times, and operating,
International Trade Law (UNCITRAL). unless otherwise stipulated by the parties, in
Sedangkan arbitrase internasional dalam arti accordance with the rules of procedure
luas adalah arbitrase sebagai lembaga inserted in the present Convention”.
penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan
Dasar dari kewenangan yang dimiliki
oleh PCA terdapat di dalam pasal 42 the
1907
11
Priyatna Abdurrasyid, “Arbitrase Dan Alternatif Convention for the Pacific Settlement of
Penyelesaian Sengketa (APS) Suatu Pengantar”, International Disputes yang berbunyi: “the
(Jakarta: Fikahati Aneska, 2011), hal. 61
12
Frans Hendra Winarta, “Hukum Penyelesaian
Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan 14
Ibid, hal 6
Internasional”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 60. 15
Lihat ketentuan Pasal 41 the 1907 Convention for
13
Abdurrasyid, Op.cit., hal. 80. the Pacific Settlement of International Disputes.
Permanent Court is competent for all
arbitration cases, unless the parties agree to
institute a special Tribunal”16. Pasal tersebut
menyebutkan bahwa sengketa yang
diselesaikan oleh PCA adalah segala
sengketa. Frasa for all arbitration cases
menunjukkan bahwa PCA masuk dalam
kategori arbitrase pengertian secara luas.
Pokok permasalahan utama dari
penelitian ini mengenai sengketa laut, maka
akan dilihat juga ketentuan mengenai
arbitrase di dalam Konvensi Hukum Laut
Sumber:https://www.ft.com/
1982. Penyelesaian sengketa kelautan
content/aa32a224-480e-11e6-8d68-
dilakukan melalui mekanisme arbitrase
72e9211e86ab
terlihat di dalam pasal 279 Konvensi Hukum
Laut 1982 yang berbunyi:17 “States Parties Berdasarkan peta tersebut, Tiongkok
shall settle any dispute between them mengklaim semua pulau yang ada di
concerning the interpretation or application wilayah
of this Convention by peaceful means in yang ditandai dengan nine dash line mutlak
accordance with Article 2, paragraph 3, of miliknya. Pada 2013, Filipina mengajukan
the Charter of the United Nations and, to keberatan atas klaim dan aktivitas Tiongkok
this end, shall seek a solution by the means di Laut Tiongkok Selatan kepada
indicated in Article 33, paragraph 1, of the Mahkamah Arbitrase UNCLOS (United
Charter”. Kemudian ketentuan dalam Pasal Nation Convention on the Law of the Sea
287 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1981 1982) di Den Haag, Belanda. Filipina
lebih lanjut menyebutkan keterlibatan menuding Tiongkok mencampuri
mekanisme arbitrase dalam menangani wilayahnya dengan menangkap ikan dan
sengketa kelautan. Pasal tersebut dapat mereklamasi demi membangun pulau buatan
dijadikan landasan bagi negara pihak dalam di Karang Dangkal Scarborough dimana
Konvensi Hukum Laut 1982 untuk posisi karang tersebut berpotensi besar
memanfaatkan mekanisme arbitrase, dalam untuk mengancam keamanan Filipina karena
hal ini adalah PCA, sebagai penyelesaian terletak hanya 220 km dari pantai Filipina.
sengketa mengenai interpretasi atau Filipina berargumen bahwa klaim Tiongkok
penerapan Konvensi Hukum Laut 1982. di wilayah perairan Laut Tiongkok Selatan
yang ditandai dengan nine dash line
bertentangan dengan kedaulatan wilayah
B. Sengketa Laut Tiongkok Selatan Filipina dan hukum laut Internasional.
antara Filipina dengan Tiongkok
Aktifitas dan tindakan provokatif
di Permanet Court of Arbitration
Tiongkok di kawasan Laut Tiongkok
(PCA)
Selatan khususnya di wilayah Scarborough
Peta Laut Tiongkok Selatan memicu Filipina mengajukan gugatan
kepada Mahkamah Arbitrase Internasional
16
Lihat ketentuan Pasal 42 the 1907 Convention for untuk memeriksa dan memutus
the Pacific Settlement of International Disputes. permasalahan tersebut. Filipina mengajukan
17
Lihat ketentuan Pasal 279 Konvensi Hukum Laut
1982.
klaim dan gugatan sebanyak lima belas poin mereka dapat digunakan untuk
sebagai berikut:18 menentukan baseline yang
luasnya laut teritorial Namyit dan
1) Hak maritim Tiongkok di Laut Sin Cole, masing-masing, diukur;
Tiongkok Selatan, seperti yang 7) Johnson Reef, Cuarteron Reef
dari Filipina, mungkin tidak dan Api Lintas Reef tidak
melampaui yang diizinkan secara menghasilkan hak untuk ZEE
tersurat oleh Konvensi PBB atau landas kontinen;
tentang Hukum Laut; 8) Tiongkok telah secara tidak sah
2) Klaim Tiongkok untuk yurisdiksi mengganggu pelaksanaan hak-
hak berdaulat, dan “hak hak berdaulat Filipina
bersejarah”, sehubungan dengan sehubungan dengan sumber daya
wilayah maritim di Laut hayati dan non hayati ZEE dan
Tiongkok Selatan dicakup oleh landas kontinen;
apa yang disebut nine-dash line 9) Tiongkok telah secara tidak sah
bertentangan dengan Konvensi gagal mencegah warga dan kapal
dan tanpa efek halal sejauh dari mengeksploitasi sumber
bahwa mereka melampaui batas kekayaan hayati di ZEE Filipina;
geografis dan substantif hak 10) Tiongkok telah secara tidak sah
maritim Tiongkok secara tegas mencegah nelayan Filipina
diizinkan oleh UNCLOS; mengejar mata pencaharian
3) Scarborough Shoal tidak mereka dengan mengganggu
menghasilkan hak ZEE atau aktivitas nelayan tradisional di
landas kontinen; Scarborough Shoal;
4) Mischief Reef, Kedua Thomas 11) Tiongkok telah melanggar
Shoal, dan Subi Reef adalah air kewajibannya berdasarkan
pasang-surut yang tidak Konvensi untuk melindungi dan
menghasilkan hak untuk laut melestarikan lingkungan laut di
teritorial, ZEE atau landas Scarborough Shoal, Kedua
kontinen, dan tidak fitur yang Thomas Shoal, Cuarteron Reef,
mampu apropriasi oleh pekerjaan Api Lintas Reef, Gaven Reef,
atau sebaliknya; Johnson Reef, Hughes Reef dan
5) Mischief Reef dan Kedua Subi Reef;
Thomas Shoal merupakan bagian 12) Pendudukan Tiongkok dan
dari ZEE dan landas kontinen kegiatan konstruksi pada
dari Filipina; Mischief Reef
6) Gaven Reef dan McKennan Reef a) melanggar ketentuan
(termasuk Hughes Reef) adalah Konvensi mengenai pulau-
ketinggian air pasang-surut yang pulau buatan, instalasi dan
tidak menghasilkan hak untuk bangunan;
laut teritorial, ZEE atau landas b) melanggar tugas Tiongkok
kontinen, tapi garis air rendah untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut
18
Stefan Talmon, “The South Tiongkok Sea di bawah Konvensi; dan
Arbitration and the Finality of ‘Final’ Awards,”
Journal of International Dispute Settlement 8, no. 2 c) merupakan tindakan
(2017): 388–401, melanggar hukum apropriasi
https://doi.org/10.1093/jnlids/idw027
berusaha melanggar orang-orang dari Filipina di
Konvensi bawah konvensi.
13) Tiongkok telah melanggar
kewajibannya berdasarkan Dari klaim dan gugatan di atas, pada
Konvensi denga mengoperasikan 12 Juli 2016 PCA mengeluarkan putusan
kapal penegak hukum yang terkait sengketa antara Filipina dengan
secara berbahaya, menyebabkan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, di
risiko serius tabrakan ke kapal antaranya adalah:
Filipina menavigasi di 1) Tiongkok tidak memiliki hak
sekitarScarborough Shoal; histois di perarian Laut Tiongkok
14) Sejak dimulainya arbitrase ini Selatan dan berdasarkan
pada Januari 2013, Tiongkok Konvensi Hukum Laut 1982
telah secara tidak sah konsep nine dash line dinyatakan
memperburuk & memperpanjang tidak memiliki landasan hukum;
sengketa oleh, antara lain: 2) Tidak ada apapun di Kepulauan
a) mengganggu hak Filipina Spratly yang memberikan
navigasi di perairan di, dan Tiongkok hak ZEE;
berdekatan dengan, Kedua 3) Tiongkok telah mencampuri hak
Thomas Shoal; tradisional warga Filipina untuk
b) mencegah rotasi dan menangkap ikan, terutama di
memasok tenaga Filipina Scarborough Shoal;
ditempatkan di Second 4) Eksplorasi minyak Tiongkok di
Thomas Shoal; dekat Reed Bank melanggar
c) membahayakan kesehatan kedaulatan Filipina;
dan kesejahteraan personil 5) Tiongkok merusak ekosistem di
Filipina ditempatkan di Kepulauan Spratly dengan
Second Thomas Shoal; dan aktivitas seperti penangkapan
d) melakukan pengerukan, ikan berlebihan dan menciptakan
buatan pulau-bangunan dan pulau buatan;
kegiatan konstruksi di 6) Tindakan Tiongkok telah
Mischief Reef, Cuarteron memperburuk konflik dengan
Reef, Api Lintas Reef, Gaven Filipina;
Reef, Johnson Reef, Hughes
Reef dan Subi Reef; dan; PEMBAHASAN DAN HASIL
15) Tiongkok harus menghormati Berdasarkan uraian putusan terkait
hak-hak dan kebebasan dari sengketa antara Filipina dengan Tiongkok di
Filipina di bawah Konvensi, Laut Tiongkok Selatan yang dikeluarkan
wajib memenuhi kewajibannya oleh PCA pada 12 Juli 2016 bersifat final
berdasarkan Konvensi, termasuk dan mengikat. Hal tersebut dapat ditijau dari
yang terkait dengan perlindungan Pasal 11 Lampiran VII Konvensi Hukum
dan pelestarian lingkungan laut Laut 1982 yang berbunyi: “Putusan harus
di Laut Tiongkok Selatan, dan bersifat final dan tanpa banding, kecuali
harus melaksanakan hak dan para pihak yang bersengketa telah
kebebasan di Laut Tiongkok menyetujui sebelumnya untuk prosedur
Selatan dengan memperhatikan banding. Itu harus dipatuhi oleh pihak-pihak
yang berselisih. (The award shall be final
and without appeal, unless the parties to the
dispute have agreed in advance to an
appellate procedure. It shall be complied KESIMPULAN DAN SARAN
with by the parties to the dispute)19.
Dalam pasal tersebut terdapat frasa  Kesimpulan
‘final and without appeal’ yang
menunjukkan bahwa dalam putusan Berdasarkan hasil dari Analisa putusan
arbitrase tidak dapat diajukan banding, pengadilan arbitrase terhadap konflik laut
kasasi, atau peninjauan kembali. Hal ini Tiongkok Selatan antara Filipina dan
berarti tidak ada upaya hukum lain terhadap Tiongkok ialah Suatu putusan pengadilan
putusan arbitrase yang telah diputuskan oleh internasional merupakan salah satu sumber
PCA. Selanjutnya dari pasal tersebut juga hukum internasional yang tentunya harus
dapat dikatakan bahwa kedua pihak baik dipatuhi dan dihormati oleh masyarakat
Filipina maupun China wajib untuk internasional khususnya negara sebagai
menyelesaikan sengketa secara damai dan subjek hukum internasional. Penghormatan
mematuhi UNCLOS 1982 serta putusan dari dan pematuhan terhadap hukum
PCA dalam sengketa Laut China Selatan internasional akan meweujudkan ketertiban,
dengan itikad baik. Terlebih kedua negara keteraturan, keadilan, dan kedamaian
baik Filipina maupun China internasional. Hal tersebut tidak terkecuali di
merupakan negara pihak dari UNCLOS dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan
1982.20 antara Filipina dengan Tiongkok.
Permanent Court of Arbitration (PCA)
Namun sebaliknya, Tiongkok yang
sebagai lembaga yang menangani sengketa
secara konsisten menolak untuk mengakui
telah mengeluarkan putusan. Sifat putusan
putusan PCA tersebut maka hal tersebut
yang bersifat final and binding tentunya
dapat dibantah dengan pasal 9 Lampiran VII
harus dihormati dan dipatuhi para pihak
UNCLOS 1982 bahwa: “Jika salah satu
yang bersengketa. Putusan terkait sengketa
pihak dalam sengketa tidak muncul di Laut Tiongkok Selatan ini juga berdampak
pengadilan arbitrase atau gagal membela bagi negara- negara di sekitar kawasan
kasusnya, pihak lain dapat meminta majelis dikarenakan PCA menginterpretasikan
untuk melanjutkan proses dan membuat ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 yang
putusannya. Ketiadaan partai atau kegagalan diajukan oleh Filipina. Dampak yang
suatu pihak untuk mempertahankan dirasakan adalah dapat memperlemah
kasusnya tidak akan menjadi sebuah bar argumen Tiongkok mengenai nine dash line
bagi prosesnya. Sebelum membuat dan dapat digunakan negara sekitar kawasan
putusannya, majelis arbitrase harus Laut Tiongkok Selatan untuk mengatur
memuaskan dirinya tidak hanya bahwa ia ulang mengenai klaim maritimnya.
memiliki yurisdiksi atas sengketa tetapi juga
bahwa klaim tersebut berdasar pada fakta
dan hukum.”

19
Lihat ketentuan Pasal 11 Lampiran VII Konvensi  Saran
Hukum Laut 1982
20
Ibid.
Berdasarkan kesimpulan diatas, Tiongkok Selatan dapat lebih lunak
mengajukan beberapa saran sebagai berikut: jika suatu saat kedua negara
1. Sebaiknya Filipina dan Tiongkok melakukan perundingan untuk
beserta negara-negara ASEAN menyelesaikan sengketa secara
mengevaluasi kembali terkait Code tuntas.
of Conduct tahun 2002 terkait
dengan tindakan hukum pada
kawasan Laut Tiongkok Selatan
karena pada putusan Mahkamah
Arbitrase Permanen telah
menunjukkan fakta bahwa sikap dari
negara RRC yang secara sepihak
telah banyak melakukan pelanggaran
dalam melakukan tindakan hukum
pada kawasan Laut Tiongkok Selatan
2. Sebaiknya pihak Filipina
mengajukan perkara tersebut dalam
jalur tingkat litigasi dimana dalam
jalur penyelesaian yang akan
digunakan memiliki kekuatan hukum
yang mengikat serta penyelesaian
atas perkara tersebut harus dilakukan
upaya eksekusi sehingga dapat
menunjukkan adanya penerapan
hukum yang dapat diterapkan dan
terdapat sanksi tegas terhadap pihak
yang terbukti melanggar ketentuan
hukum international dalam perkara
tersebut.
3. Filipina memang belum dapat
menyelesaikan masalah secara
tuntas. Hal tersebut dikarenakan
putusan tersebut hanya berisi
penafsiran pasal-pasal yang ada di
dalam UNCLOS mengenai klaim
Cina dan status fitur-fitur Laut
Tiongkok Selatan. Permasalahan
kedaulatan dan hak-hak berdaulat
belum dapat diselesaikan melalui
proses penyelesaian sengketa melalui
PCA yang telah melahirkan
keputusan tersebut. Namun
keputusan PCA dapat dijadikan
rujukan dan alat penekan yang dapat
digunakan oleh Filipina sehingga
sikap Cina terkait klaimnya di Laut

Anda mungkin juga menyukai