Anda di halaman 1dari 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/361520391

Peran ASEAN dalam Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan

Article · June 2022

CITATIONS READS

0 644

2 authors, including:

Agri Brilian Wiji Seksono


University muhammdiyah yogyakarta
5 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Agreement Between The Government Of The Republic Of Indonesia and The Government Of The Rusian Federation On Cooperation In The Field Of Defence) View
project

Settlement of the Sipadan and Ligitan Island Case by the Constitutional Court View project

All content following this page was uploaded by Agri Brilian Wiji Seksono on 25 June 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Peran ASEAN dalam Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan
Agri Brilian Wiji Seksono
20180610361
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
agri.brilian.law18@umy.ac.id
Abstrak
ASEAN merupakan organisasi regional, dimana ASEAN berpangruh besar dalam
proses penyelesaian masalah di Laut China Selatan dan upaya menjaga perdamaian
kawasan didaerah ASEAN. Adapun hubungan antara hukum dan politik yang terjadi
dalam penyelesaian sengketa ini. Kamampuan yang dimiliki ASEAN diharapkan bisa
menjadi contoh bahwa organisasi internasional memiliki kewajiban dalam porses
perdamaian dunia. Peran serta ASEAN menunjukan kemampuan suatu organisasi
regional yang bisa menjalankan peran dan tugasnya terhadap sengketa baik dengan jalur
diplomasi, tinjauan terhadap ketentuan hukum internasional yang berlaku dan tidak
menggunakan cara kekuatan fisik militer dimana hal ini merupakan pelaksanaan dari
‘ASEAN WAY”. Permasalahan yang terjadi di Laut China Selatan tidaklah mudah
diselesaikan dan sudah bertahun-tahun tidak menemui titik terang, dengan adanya
pembahasan ini akan kita ketahui latar belakang terjadinya sengekta di Laut China Selatan
dan bagaimana penyelesaiannya karena Laut China Selatan ini berada dicekungan lautan
diantara China dan Negara ASEAN. Adanya perselisihan dan klaim secara sepihak
dibeberapa negara menimbulkan ketidakpastian hukum dan kepemilikan dari Laut China
Selatan. Permasalahan juga diakibakan pengembalikan kekuasan dari para penjajah
kepada negara ASEAN membuat hukum wilayah negara yang belum jelas adanya dan
belum diakui oleh dunia. ASEAN sebagai organisasi berpangruh diwilayah ini mencoba
menyelesaikan masalah tanpa merugikan pihak-pihak terkait dan menjaga stabilitas
perdamaian dunia. Walaupun demikian secara bergantian kepeimimnan di ASEAN belum
bisa menyelesaikan sengekta ini, dan pada akhirnya Pengadilan Arbitase Internasonal
memutuskan beberapa putusan sehingga untuk saat ini titik terang dari sengketa Laut
China Selatan sudah ada. Upaya-upaya ini akan dihadapi oleh ASEAN sehingga dimasa
yang akan datang permasalahan dan perebutan kekuasan di Laut China Selatan tidak akan
pernah terjadi lagi, sebab sudah ada dasar hukum yang jelas.
Kata Kunci: ASEAN, Laut China Selatan, Sengketa

I. PENDAHULUAN

Laut China Selatan telah menjadi permasalahan ASEAN yang telah dihadapi dan

berdampak pada keaman politik serta masalah hukum didalamnya. Sengketa Laut China

Setalan terlah terjadi sebelum ASEAN berdiri, hal ini tidak lepas karena keadan laut yang

sayang melipah dan kaya aka nisi didalamnya. China sendiri telah melebarkan Kawasan

1
daerahnya secara luas hingga Sebagian besar di Laut China Selatan. Hak ekonomi dan

Hak sejarah menjadi alasan besar mengapa china mengklaim sebagain besar wilayah di

LCS tersebut. Partai komunis yang memenangkan agenda politik di China membuat

semibilan garis putus-putus atau yang sering kita dengar ‘nine dash line’, hal ini tidak

lepas karena permasalahan wilayah antara china dan filipna serta beberapa obyek seperti

kepulauan Spartly sengekta China dengan Vietnm, Malaysia, Taiwan dan Brunei

Darusalam dan juga kepulauan Paracel sengketa China dengan Vietnam dan Taiwan. 1

Bahkan dalam permasalahan antara Vietnam dan China memicu kedua negara

tersebut melakuakan perang. Adapun masalah internal yang terjadi di Vietnam dimana

negara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan melakukan saling mengeklaim wilayah

kepulauan Paracel. Vietnam Selatan yang kegiatan eksplorasi mintak di sekitar kepulauan

tersebut direspon keras oleh pihak China dan akhirnya kedua negara tersebut melakukan

peperang ditahun 1974. Walaupun dalam peperangan ini dimenangkan oleh China, akan

tetapi Vietnam Selatan tidak melepaskan wilayah kepulauan tersebut.2

Ditahun 1994, Filipina melakukan tunututan ke pengaadilan Arbitase UNCLOS

terhadap ratifikasi yang dilakukan oleh China. China yang telah terbentuk mejadi negara

besar dan maju tidak mundur dan melakuakn pembangunan di wilayah sengketa

kepulauan Mischief Reef. Pembangunan tersebut bertujuan unuk para nelayan China

yang ada di wilayah tersebut.3 Filipina pun tidak berhenti untuk memperjuangkan

wilayahnya, pengajuan protes kepada ASEAN juga menjadi salah satu usaha Filipina.

1Kusumaningrum, 2013. “The ASEAN Political-Security Community: ASEAN Security Cooperation on


Combatting Transnational Crimes and Transboundary Challenges”. Indonesia Journal of International
Law. 11 (1). Hlm 105.
2 Maksum, 2017. “Regionalisme dan Kompleksitas Laut China Selatan”. Jurnal Sospol. (1). Hlm 25
3 Saragih,. 2017. “Kebijakan Pembentukan Komunitas ASEAN 2015: Tantangan dan Harapan dalam

Penciptaan Stabilitas Kawasan”. Jurnal Administrative Reform. 5(4). Hlm 213.

2
Konflik ini semakin memanas karena Filipina sering mencegat beberapa nelayan dari

China dan menahannya sehingga China pun tidak akan tinggal diam dengan tindakan

tersebut. Pada dasarnya Filipina tidak setuju dengn klaim wilayah tersebut kepada china

karena bagaimanapun juga jarak pulau tersebut dengan filipina adalah 230 Km dan

sedangkan jarak pulau yang telah diklaim China tersebut berjarak 1.000 Km dari daratan

China. 4

Ditahun, 2009, hal mengejutkan atas putusn PBB yang menyetujui ‘nine dash

line’ China di Laut China Selatan. Protes keras dari negara ASEAN memngawal hasil

keputusan tersebut seperti negara Vietnam, Malaysia, Indonesia dan Filipina. 2013

Filipina merumuskan sengekta yang terjadi dan diajukan ke Pengadilan Tetap Arbitase

yang berada di Den Haag. China menanggapi ajuan sengketa tersebut dengan menyatakan

bahwa Filipina tidak memiliki Yuridiksi yang jelas atas kepuluan tersebut dan akhirnya

China mengininkan penyelesaian masalah ini bisa dilakukan dengan jalur negosiasi. Akan

tetapi ditahun 2015, Pengadilan Tinggi Arbitase Den Haag mengatakan bahwa Filipina

memiliki yuridiksi yang jelas sehingga China juga tidak ada alasan yang jelas serta dasar

yuridis untuk membenarkan ‘nine dash line’ yang telah diklain China sendiri dan yang

terjadi adalah membuat kondisi kestabilan di wiilayah ASEAN menjadi buruk atas

sengekta China di beberapa wilayah dengan negara ASEAN. Keputusan PCA tidak

diterima dengan China karena menguntungkan Filipina dan tentunya negara di ASEAN. 5

Situasi yang tidak jelas dan selalu memburuk dapat memicu konflik militer dan

membuat keamanan serta kedamaian di ASEAN dipertaruhkan. Negara di ASEAN tetap

4
Snyder, 1999. Contemporary Security and Strategy. London: Palgrave. Hlm 36.
5
Andre Pramudianto, Peradilani nternasional dan di Plomasi dalam Sengketa lingkungan Hidup maritim,
jurnal hukum lingkungan vol. 4 issue 1, September 2017. Hlm 22.

3
dengan dengan prinsip penyelesaian harus dilakukan secara damai dan tidak

menginginkan adannya peperangan terjadi, hal ini telah menjadi kesepakatan negara

ASEAN. Kerugian konflik yang terjadi antara China dan negara yang ada di ASEAN

pada dasarnya merugikan kedua belah pihak. Karena China adalah mitra dalam

perdagangan besar di ASEAN dan juga sebaliknya bahwa ASEAN sendiri penerima

barang atau importir dalam jumlah besar dari China bahkan mengalahkan Uni Eropa.6

II. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Peran ASEAN dalam Melakukan Penanganan Sengketa Laut China

Selatan?

2. Bagaimanakah Kendala yang Terjadi dalam Penanganan Sengketa Laut China

Selatan?

III. PEMBAHASAN

1. Peran ASEAN dalam Penanganan Sengketa Laut China Selatan

Sengketa Laut China Selatan antara China dan Negara ASEAN di awali dengan

kekalahan Jepang di Perang Dunia ke II dimana Jepang menyerahkan semua wilayahnya

termasuk Laut China Selatan dan daerah disekitarnya sejak Tahun 1901. Melihat

kekosongan wilayah pada Laut China Selatan pada akhirnya China sebagai negara besar

setelah Perang Dunia II mengeklaim seluruh dari wilayah Laut China Selatan. Hal

tersebut diangggap China sebagai hak dan asalan sejarah dikarenakan pada zaman Dinasti

Han Laut China Selatan telah menjadi wilayah dari Dinasti tersebut. Akan tetapi dalam

penetapan klaim tersebut sulit untuk dibuktikan,walaupun secara konsisten China

6
Ayu Megawati dan Gautama Arundhat.Dinamika Sikap Tiongkok Atas Putusan Mahkamah Arbitrase
Tetap Internasional Nomor 2013-19 dan Pengaruhnya terhadap Indonesia, Lentera Hukum, Volume 5
Issue 1 tahun 2018. Hlm 22.

4
memeprtahankan klaim atas wilayah tersebut dengan sekuat tenaga baik secara diplomasi

maupun kekuatan militernya. 7

Di sisi lain, negara-negara di ASEAN mengeklaim Sebagian wilayah laut China

yang telah menjadi sengekta sejak masa Koloial. Seperti Vietnam yang didasari juga

dengan hak sejarah atas kepulauan Paracel. Burnai juga mengklaim Lousia Reef yang

menjadi warisan dari kedaulatan penuh atas kerjaaan Inggris. Klaim dari negara di

ASEAN terhadap wilayah Laut China Selatan mendasari kepentingan wilayah yang

sangat strategis perdagangan dunia dan kekaya laut didaamnya. Adapun Minyak dan Gas

Bumi yang begitu melimpah didalamnya secara penelitian banyaknya hingga 11 miliyar

barrel. Potensi di bidang Perikanan juga dibisa dilupakan karena disebelah selatan laut

China atau utara perairan Indonesia yaitu laut Natuna bisa menghasilakan 500.000ton

dalam setahunnya hingga pada akhirnya banyak kapal Vienam dan China secara iligal

masuk ke perairan Natuna tersebut sehingga pengamanan ketat harus dilakukan.8

ASEAN dalam posisi menyelesaikan sengketa Laut China Selatan tidaklah mudah

dan harus dengan keputusan hati-hati. Hal ini dikarenakan didalam anggota ASEAN

adalah negara-negara yang memiliki masalah terkait klaim Laut China Selatan sedangkan

disisi lain ASEAN dibentuk dengan dasar tidak mencampuri urusan dari anggota nya

masing-masing. Dan pada akhirnya, prinsip kedamaian yang dijungjung tinggi oleh

ASEAN membuat masing-masing anggota nya memiliki pandangan yang berbeda dalam

menyelesaikan masalah ini. 9

7 Basri Hasanuddin, “Kasus Laut Cina Selatan dan Kepentingan Nasional Cina”, (Paper Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin). Hlm 56.
8 Dina Sunyowati, “Jurisdictional Issues : PCA atas Kasus Laut Cina Selatan terhadap Keberlakuan
UNCLOS 1982”, Prosiding Simposium Nasional “Putusan Permanent Court of Arbitration atas Sengketa
Philipina dan Cina, serta Implikasi Regional yang Ditimbulkannya”, Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin, 2016. Hlm 78
9
Leszek Buszynki, Maritime Claims Energy Cooperationin the South China Sea, ContemporarySoutheast

5
ASEAN yang memiliki tujuan perdamaian dunia dan stalbility keamaan

perekonomian di Asia Tenggara sudah melakukan upaya upaya untuk menyelesaikan

masalah Laut China Selatan ini dan terbitnya ASEAN Declaration on the South China

Sea yang terbit tanggal 22 Juli 1992. Pada deklarasi itu tetap mendasari dengan

kedamaian agar stabilitas ekonomi juga tetap terjaga selama proses penyelesaian

sengketa, tidak lupa juga ASEAN harus menjaga laut dan alam disekitarnya agar tetap

lestari dan tidak mnyebabkan Kawasan tersebut menjadi Kawasan berbahaya terhindar

dari perampok dan pembaajakan serta jalur perdangangan Narkotika serta hal hal

terlarang lainnya. 10

Negara di ASEAN ada empat negara yang memiliki sengketa langsung dengan

China terkait Laut China Selatan. Vietnam dan Filipina lebih memilki sikap yang keras

dalam menghadapi China di sengketa ini, akan tetapi berbeda sikap Malaysia dan Brunai

yang cenderung lebih tenang. Dan negara ASEAN yang lain cenderung tidak bersuara

kecuali Indoensia yang memiliki perhatian lebih terhadap sengketa Laut China Selatan,

tidak lain hal ini juga dikarenakan Laut Natuna milik Indonesia bersinggungnan langsung

dengan Lau China Selatan dan demi menjaga stabilitas kedamaian di antara perbatasan

Zona tersebut.11

Indonesia sendiri memiliki peran besar dalam menyelesaikan sengketa ini dimana

Langkah diplomasi terus diusungkan agar stabilitas ASEAN tetap terjaga dengan baik

dan tetap pada dasar hukum internasional. 2011, Indonesia menjadi ketua di ASEAN dan

dikesempatan ini ASEAN menyepakati deklarasi dengan China serta menghasilkan

Asia Vol. 29, No.1, Institue of Southeast Asian Studies, 2007. Hlm 88
10
Ibid., Hlm 89.
11 Melda Erna Yanti, Keabsahan Tentang Penetapan Sembilan Garis Putus-Putus Laut Cina Selatan Oleh
Republik Rakyat Cina Menurut United Nations Convention On The Law Of The Sea 1982 (UNCLOS III)
, Jurnal Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum, 2016. Hlm 22.

6
Guidelines for the Implementation of the DOC (Declaration on Conduct of the Parties in

the South China Sea) pada pertemuan ASEAN foregn Ministers Meeing di Bali. Hasil

deklarasi ini menjadi jawaban atas sengekta yang terjadi. Sejak disahkan DOC

menjadikan kemajuan dalam masalah Laut China Selatan dan disempurnakan dengan

menyusun dokumen yang lebih mengikat secara hukum dan formal dengan Code of

Conduct (COC). Walaupun sudah terbentuk COC maka negara ASEAN dan China harus

tetap berkomitmen terhadap hasil keputuan dari deklarasi tersebut.12

2. Kendala yang terjadi dalam Penanganan Sengketa Laut China Selatan

Masalah yang terjadi di Laut China Selatan tidaklah mudah untuk diselesaikan

karena hal komples yang ada didalamnya membuat negara ASEAN dan China saling

mengeklaim. Sengekta yang terjadi di Laut China Selatan terjadi dikepulauan Paracel,

Spratly, parats dan Kawasan kepulauan lainya dan perbatasan dikawasan lainnya sebagai

perbatasan antar negara. 13

Kendala dalam sengketa ini semakin tidak mudah untuk diselesaikan setelah China

mengklaim Laut China Selatan secara de jure dan mengesahkan Undang-undang

melingkupi Kepulaian Spatly. China juga menempatkan kekuatan militernya dikawasan

kepulauan tersebut. Adanya konflik sejarah yang sangat panjang membuat masalah

terhadap China ini sudah berlangsung mulai dari masa penjajahan Inggris, Jepang dan

Belanda diwilayah ASEAN. Kekayan alam yang ada di Laut China Selatan membuat

12 Mifta Hanifah, Penyelesaian Sengketa Gugatan Filipina Terhadap China Mengenai Laut China Selatan
Melalui Permanent Of Arbitration, Diponegoro Law Journal. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017. Hlm 33.
13
Yordan Gunawan, 2021, Hukum Internasional: Sebuah Pendekatan Modern, Yogyakarta, LP3M UMY,
hlm 11.

7
negara negara tersebut sudah melakukan persaingan teknologi dalam melakukan

penambangan yang dilakukan diwilayah tersebut.14

Laut China Selatan telah lama menjadi masalah keamanan dan stabilitas hubungan

antara China dan negara ASEAN setelah perang dingin dimulai. Wilayah yang

merupakan cekungan laut yang ada diantara batas negara-negara ini menjadi sulit untuk

diselesaikan karena banyaknya negara yang bersangkutan dalam sengekta ini. adanya

peluang memanfaatkan kekayaan laut yang didalamnnya membuat negara ang memiliki

perbatasan langsung juga bersaing dalam mendapatkan keuntungan di Laut China

Selatan. Flipina salah satu negara yang sulit berdamai dengan China dalam masalah ini

juga melibatkan Amerika Serikat. Filipina di dukung negara adikuasa tersebut dan

membantu pertahanan di garis batas wilayah Filipina agar menjaga keamaan dan

menimbulkan keuntungan antara Filipina dan Amerika. Hubungan antara Amerika dan

Filipina yang baik dan juga sudah berlangsung di militer membuat China semakin serius

menanggapi sengekta ini. Pihak China membuat peta baru dengan sekema klaim Laut

China Selatan dan hanya China yang melakukan protes secara diplomatik mengingat

partai komunis saat itu yang berkuasa di China. Setelah Filipina dan Amerika serikat

bekerja sama dalam pertahanan militer diperbaatasan Laut China Selatan juga

memperingatkan China untuk fokus juga dalam pertahanan militernya. Sehingga mulai

saat itu juga tidak lama setelah Amerika membantu Filipina, China juga mengirimkan

pasukan untuk patroli dan menjaga diperairan Laut China Selatan. Akibat dari hal ini juga

menyebabkan adanya pengaruh komunisme di Asia Tenggara karena China lebih sering

14 Muhammad Eko Prasetyo, “Resolusi Potensi Konflik Regional” (Sarjana tidak diterbitkan, Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negeri Lampung), 2016. Hlm 43.

8
masuk kedalam area Laut China selatan dan menjalin hubungan baik dengan negara-

negara di ASEAN yang tidak memiliki masalah langsung dalam Laut China Selatan ini. 15

Tidak cukup dengan Filipina, permasalahan antara China dan Vietnam juga

memiliki ketegangan yang tinggi setelah Vietnam lepas dari Prancis. Prancis saat itu

berkuasa dan memberikan sepenuhnya wilayah kembali kepada Vietnam, dan pulau

Spartly dan Paracel ditergaskan oleh Vietnam bahwa kepulauan tersebut milik Vietnam.

China yang juga mengeklaim Kawasan kepulauan tersebut membuat Vietnam harus

membuat undang-undang mengenai batas wilayah negara. Terlepas dari hal itu Inggris

juga bersamaan mengekliam wilayah tersebut. Tidak dipungkiri ada tiga negara yang

ingin mempertahankan wilayah itu dan menjadikan masalah semakin besar. Hal ini

disebabkan adanya cadangan minyak dan migas di daerah kepulauan Soartly dan

Paracel.16

Di lain hal Malaysia dan China juga mengalami perebutan wilayah di Laut China

Selatan di kepulauan Spartly. Akan tetapi, Klaim Malaysia atas wilayah ini cenderung

lebih lemah dibandingkan Vietnam dan Filipna. Malaysia adalah negara paling baru

dalam mengklaim kepulauan ini setelah Malaysia membuat peta terbarunya 17

Tidak hanya itu, Brunai juga masuk dalam sengekta ini setelah Malaysia

mengeluarkan peta terbarunya mengeklaim kepulauan yang sudah diklam oleh China,

Vietnam, dan Filipina. Karena kepulauan Sarty yang ada didalamnya krang Louisa lebih

dekat dengan Brunei. Brunei dan Malaysia merupakan negara jajahan Inggris yang

dimana dahulunya Inggris sudah mengeklaim wilayah tersebut. Dan setelah Malaysia dan

15 Prabowo, Kebijakan Dan Strategi Pertahanan Indonesia (Studi Kasus Konflik Di Laut Cina Selatan),
Jurnal Ketahanan Nasional, 2013. Hlm 67.
16 Sefriani “Ketaatan Masyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional dalam Filsafat Hukum”,
Jurnal Hukum No. 3 Vol. 18 Juli 2011. Hlm 92.
17
Yordan Gunawan, 2021, Introduction to Indonesian Legal System, Yogyakarta, UMY Press, hlm 328.

9
Brunei mendapatkan kemerdakannya menyebabkan wilayah tersebut menjadi perebutan

antara Malaysia dan Brunei. Walaupun pada dasarnya Malaysia dan Brunei sudah

melakukuan proses diplomasi yang baik tetapi karena banyaknya negara juga yang ada

dalam sengketa ini membuat hal yang belum bisa diselesaikan dasar UNCLOS 1892

menjadi sumber kekuatan Brunei, dimana wilayah itu adalah kelanjutan landasan 100

fathom.

Sejarah yang panjang dan banyaknya negara yang terlibat membuat sengketa ini

sulit dilakukan, adanya diplomasi antar negara tidak memudahkan hal ini bisa

diselesaikan. Ketidakjealsan dalam peneetapan batas wilayah di Laut Cina Selatan.

Bagaimanapun juga letak dari pada geografis Laut Cina Selatan ada ditengah-tengah Asia

Pasifik dan Asia Tenggara yang menjadikan adanya sengketa yang terjadi diantara

negara-negara disekitar wilayah tersebut. Di dunia ini wilayah terbesar adalah bagian

perairan, maka Sumber Daya Alam yang tersedia tentunya banyak diwilayah lautan.

Negara sebagai tanggung jawab untuk memperkaya dan memberikan kebutuhannya

kepada warga negaranya, Laut Cina Selatan yang menyimpang banyaknya kandungan

sumber daya membuat banyak negara berebut diwilayah ini.18

Kesulitan menemukan siapa yang berhak memiliki Kawasan ini tidak lepas dari

wilayah lautan yang besar dalam cekungan dan berada dibanyak negara. Tidak ada pulau

yang terlihat secara geografis bisa mendominasi dari Laut Cina Selatan. Karena pada

dasarnya wilayah ini hanya digunakan sebagai jalur dagang internasional. Dalam hal ini

Mahkamah Arbitase Internasional mengenai Sengketa Laut Cina Selatan menjadi ujung

tombak penyelesaian masalah. Pihak Arbitase Perserikatan Bangsa-bangsa membuat

18 Yolanda Mouw, Penyelesaian Potensi Sengketa Di Wilayah Perairan South China Sea (SCS) Antar
Negara-Negara Di Kawasan Asean Dalam Regionalisme, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Makassar, 2014. Hlm 74.

10
pernyatan bahwa Cina tidak mencukup dasar-dasar klaim atas wilayah tersebut.

Walaupun pada keputusan tersebut Cina tidak puas dengan hasil dan mengatakan

keberatannya akan tetapi, Putusan Mahkamah Arbitase dibuat secara Permanen dan

memaksa sengketa yang terjadi dianggap sudah selesai. Filipina yang menjadi pemenang

dalam putusan ini dan Indonesia secara tidak langsung mendapat keuntungan ketika

Filipina menjadi pemenang atas sengketa ini. walaupun Indonesia sendiri tidak terlibat

langsung dalam sengekta ini, akan tetapi Indonesia sendiri terus mengawal dan

memberika perhatian khusus hal ini tidak lepas daripada utara laut Natuna yang menjadi

Kawasan resmi Indonesia bebatasan dengan Laut Cina Selatan. Cina negara dengan

kekuatan militer dan ekonomi yang besar tetap tidak menerima dengan hasil putusan ini.

walaupun demikian putusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Arbitase Internasional

sudah menenujukan ketetapan hukum Internasional dan menunjukan kepada dunia siapa

yang berhak mendapatkan kekuasan atas wilayah Laut Cina Selatan.19

IV. Penutupan

A. Kesimpulan

ASEAN menyelesaikan sengekta Laut Cina Selatan dengan fundalmenal “ASEAN

Way” dan landasan hukum internasional serta menghindari kekuatan militer agar tetap

menjaga stabilitas ekonmi dan kedamaian dunia. Mekanisme diplomasi yang selalu

dilakukan ASEAN membuat negara-negara yang terlibat dalam sengketa terorganisir

dengan baik dalam keadamian yang dipertahankan. Beberapa negara anggota ASEAN

yang tidak memiliki masalah sengketa secara lansgung selalu mendukung dan

berkomitmen dalam menyelesaiakan sengketa ini seperti Indonesia sendiri yang turut

19 Zainuddin alie, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, 2009. Hlm 28.

11
serta merancang penyelesaian dan mekanisame sengekta dengan rumusan DOC

(Guidelines for the Implementation of the DOC) dan COC sebagai pendekatan diplomasi

yang baik dengan Cina dan negara ASEAN. Prinsip yang dipegang oleh ASEAN yang

mengedepankan cara kedamaian sebagaimana fundamental yang telah disepakati.

Walaupun demikian, ASEAN tetap harus menjaga stabilitas kedamaian dan soliditas

antara negara-negara ASEAN dan juga Cina. Sengketa Laut Cina Selatan bukanlah

persoalan yang mudah. ASEAN harus berkontribusi dalam misi perdamaian dunia dan

menghindari konflik atas perbedaan-perbedaan yang ada dalam anggotanya agar

terciptanya komunitas politik yang memiliki keamanan dan stabilitas kedamaian.

B. Saran

Dengan permasalahan dunia internasional yang tidak mudah maka ASEAN harus

memperkuat kepemiminan dan keanggotaanya menjaga fundamental dan dasar serta

tujuan didirikannya ASEAN. Agar dalam setiap rotasi jabatan yang ada akan memperkuat

ASEAN dalam menjalankan tugas dan berkontribusi dalam perdamaian dunia. ASEAN

juga diharapkan bisa memperkuat perjanjian yang telah disepakati antara China dan

negara ASEAN, hal ini berpengaruh terhadap mengikatnya kesepatakan untuk jangka

waktu kedepan dan mengantisipasi adanya permasalahan sama yang akan terjadi karena

kepentingan China dan negara ASEAN di Laut China Selatan akan tetap ada dan

perdamaian serta stabilitas ekonomi harus terus dijaga.

12
DAFTAR PUSTAKA

BUKU DAN JURNAL:


Gunawan Y, 2021, Hukum Internasional: Sebuah Pendekatan Modern, Yogyakarta:

LP3M UMY.

Gunawan Y, 2021, Introduction to Indonesian Legal System, Yogyakarta: UMY Press.

Kusumaningrum, A. 2013. “The ASEAN Political-Security Community: ASEAN

Security Cooperation on Combatting Transnational Crimes and

Transboundary Challenges”. Indonesia Journal of International Law.

Maksum, A. 2017. “Regionalisme dn Kompleksitas Laut China Selatan”. Jurnal Sospol.

Saragih, H.M. 2017. “Kebijakan Pembentukan Komunitas ASEAN 2015: Tantangan dan

Harapan dalam Penciptaan Stabilitas Kawasan”. Jurnal Administrative

Reform. 5(4).

Snyder, C.A. 1999. Contemporary Security and Strategy. London: Palgrave.

Andreas Pramudianto, Peradilani nternasional dan di Plomasi dalam Sengketa lingkungan

Hidup maritim, jurnal hukum lingkungan vol. 4 issue 1, September 2017.

Ayu Megawati dan Gautama Budi Arundhat.Dinamika Sikap Tiongkok Atas Putusan

Mahkamah Arbitrase Tetap Internasional Nomor 2013-19 dan Pengaruhnya

terhadap Indonesia, Lentera Hukum, Volume 5 Issue 1 tahun 2018.

Basri Hasanuddin Latief, “Kasus Laut Cina Selatan dan Kepentingan Nasional Cina”,

(Paper Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Hasanuddin).

Dina Sunyowati dan Indah Camelia, “Jurisdictional Issues: PCA atas Kasus Laut Cina

Selatan terhadap Keberlakuan UNCLOS 1982”, Prosiding Simposium

13
Nasional “Putusan Permanent Court of Arbitration atas Sengketa Philipina

dan Cina, serta Implikasi Regional yang Ditimbulkannya”, Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin, 2016.

Leszek Buszynki, Maritime Claims and Energy Cooperationin the South China Sea,

ContemporarySoutheast Asia Vol. 29, No.1, Institue of Southeast Asian Studies, 2007.

Melda Erna Yanti, Keabsahan Tentang Penetapan Sembilan Garis Putus-Putus Laut Cina

Selatan Oleh Republik Rakyat Cina Menurut United Nations Convention On

The Law Of The Sea 1982 (UNCLOS III) , Jurnal Universitas Atma Jaya

Yogyakarta Fakultas Hukum, 2016.

Mifta Hanifah, Penyelesaian Sengketa Gugatan Filipina Terhadap China Mengenai Laut

China Selatan Melalui Permanent Court of Arbitration, Diponegoro Law

Journal. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017.

Muhammad Eko Prasetyo, “Resolusi Potensi Konflik Regional” (Skripsi Sarjana tidak

diterbitkan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negeri Lampung),

2016. Hlm 43

Prabowo, E. E. Kebijakan Dan Strategi Pertahanan Indonesia (Studi Kasus Konflik Di

Laut Cina Selatan), Jurnal Ketahanan Nasional, 2013.

Sefriani “Ketaatan Masyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional dalam

Perspekti Filsafat Hukum”, Jurnal Hukum No. 3 Vol. 18 Juli 2011.

Yolanda Mouw, Penyelesaian Potensi Sengketa Di Wilayah Perairan South China Sea

(SCS) Antar Negara-Negara Di Kawasan Asean Dalam Perspektif

Regionalisme, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2014.

14
Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, 2009.

15

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai