PENDAHULUAN
tengah klaimnya terhadap LCS yang bersinggungan dengan empat negara ASEAN
lainnya (Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam).1 Pada tahun 2009,
Tiongkok merilis peta resmi nasionalnya sendiri atas LCS yang dibuat berdasarkan
Nine Dash Lines atau Sembilan Garis Putus-Putus yang menguasai hampir
keseluruhan dari teritorial LCS.2 Klaim dari Tiongkok, Nine-Dash Lines hadir atas
dasar historis perairan LCS sebagai sumber aktifitas Tiongkok sejak zaman dahulu.
Klaim ini kemudian dinilai sebagai klaim sepihak yang tidak memiliki alasan
hukum yang diakui hukum internasional. Dengan adanya klaim ini, luas laut
persen, dan Brunei 90 persen.3 Atas klaim ini, Filipina mengajukan proposal
1
Rehia Sebayang, 6 Januari 2020, “Ramai-ramai Negara ASEAN Geram Karena Klaim Laut
China”, artikel dalam CNBC Indonesia, diakses dalam
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200106140946-4-127958/ramai-ramai-negara-asean-
geram-karena-klaim-laut-china [04/05/2021 pada pukul 11:12 WIB].
2
SD Pradhan, 5 Juni 2020, “South China Sea: Assessing Chinese historical justification of nine
dashed line”, artikel dalam Times of India, India Times, diakses dalam
https://timesofindia.indiatimes.com/blogs/ChanakyaCode/south-china-sea-assessing-chinese-
historical-justification-of-nine-dashed-line/ [04/05/2021 pada pukul 11:16 WIB].
3
Muhammad Idris, 5 Januari 2020, “Merunut Klaim China di Laut yang Bikin Sewot 5 Negara
ASEAN”, artikel dalam Kompas.com, diakses dalam
https://money.kompas.com/read/2020/01/05/125745326/merunut-klaim-china-di-laut-yang-bikin-
sewot-5-negara-asean?page=all [04/05/2021 pada pukul 11:49 WIB].
1
menolak untuk berpartisipasi dalam peradilan tersebut dan lebih memilih untuk
Turut hadir dalam dinamika konflik di kawasan Asia Pasifik, Amerika Serikat
Diplomat5, pada tanggal 1 Juni 2020, Duta Besar AS, perwakilan AS terhadap PBB,
dan untuk menghentikan kegiatan provokatifnya di LCS. Surat itu juga menolak
“setiap klaim perairan internal antara pulau-pulau yang tersebar yang diklaim
4
Firdaus Amir, Sri Yuniati, dan Abubakar Eby Hara, 2017, Penolakan China terhadap Arbitrase
Filipina atas Penyelesaian Klaim Laut China Selatan, Jurnal E-SOSPOL, Volume IV Edisi 2, Mei-
Agustus 2017, diakses dalam https://jurnal.unej.ac.id/index.php/E-SOS/article/view/5713; hal. 89,
[07/05/2021 pada pukul 18:33 WIB].
5
Portal berita daring internasional yang khusus membahas tentang politik internasional,
kebudayaan, dan masyarakat di wilayah Asia-Pasifik
6
Ibid.
7
Ibid.
2
Di sisi lain, Association of South East Asian Nations (selanjutnya disebut
dengan ASEAN), turut aktif dalam mengelola konflik yang terjadi di kawasan LCS.
stabilitas kawasan dan keamanan melalui peran norma-norma ASEAN, cara ini
dianggap kurang mampu menghasilkan kemajuan yang cepat dan drastis, ASEAN
dengan transformasi ASEAN Way berjalan ke arah yang positif dalam merespon isu
LCS. Selain itu, pendekatan bilateral lebih dominan dijalankan antara Tiongkok
Hal ini menunjukkan bahwa di antara sesama negara anggota ASEAN masih
Selain itu, menurut beberapa ahli, peran Indonesia dalam mengelola konflik
LCS dapat dikatakan aktif terbukti dengan banyaknya kerja sama dan diplomasi
Indonesia yang dilakukan dalam upaya pengelolaan sengketa LCS selama 26 tahun
8
Timo Kivimäki, “The Long Peace of ASEAN,” Journal of Peace Research 38, no. 1 (2001): 5-25;
Nikolas Busse, “Constructivism and Southeast Asian security,” The Pacific Review 12, no. 1 (1999):
39-60; Mely Caballero-Anthony, “Mechanism of Dispute Settlement: The ASEAN Experience,”
Contemporary Southeast Asia 20, no. 1 (1998): 38-66, dalam Arief Bakhtiar Darmawan dan
Hestutomo Restu Kuncoro, 2019, Penggunaan ASEAN Way dalam Upaya Penyelesaian Sengketa
Laut Tiongkok Selatan: Sebuah Catatan Keberhasilan?, Andalas Journal of International Studies,
Vol. 8 No.1, May 2019, diakses dalam https://doi.org/10.25077/ajis.8.1.43-61.2019; hal. 44,
[01/11/2021 pada pukul 10:08 WIB].
9
Ibid.
10
Peggy Puspita Haffsari dan Yandry Kurniawan, 2018, Peran Kepemimpinan Indonesia dalam
Pengelolaan Sengketa Laut Cina Selatan, Jurnal Sospol, Vol.4 No.1, Januari-Juni 2018, Hlm. 55-
77, diakses dalam https://ejournal.umm.ac.id/index.php/sospol/article/view/5327; hal. 73.
[01/11/2021 pada pukul 11/27 WIB].
3
terbatas dikarenakan masalah-masalah dan kendala-kendala yang kemudian
Beberapa peneliti di sisi lain juga melihat bahwa adanya benturan kedaulatan
Indonesia pada perairan Natuna tidak serta merta menyurutkan niatan Indonesia
memberikan stigma lunaknya sikap Indonesia pada konflik LCS sehingga dunia
hubungan Indonesia dengan Tiongkok hingga pada akhirnya peran Indonesia dalam
mengelola konflik LCS terkesan kurang efektif. Insiden publik yang terjadi di
antara Desember 2019 hingga Januari 2020 di mana terdapat hampir 60 kapal
penangkap ikan Tiongkok didampingi oleh penjaga pantai dan milisi maritimnya
taktik zona abu-abu untuk secara bertahap mengubah persamaan strategis di laut
kebijakan Indonesia bersikeras bahwa Indonesia tidak berada di sisi yang sama
Namun di tengah konflik LCS dan kritik dunia internasional, dapat dilihat
bahwa Indonesia tetap memiliki hubungan yang relatif baik dengan Tiongkok.
11
Ibid.
12
Evan A. Laksamana, 8 Desember 2021, “Indonesia and China’s Maritime Grey Zone Strategy:
In Denial”, artikel dalam Fulcrum: Analysis of Southeast Asia, diakses dalam
https://fulcrum.sg/indonesia-and-chinas-maritime-grey-zone-strategy-in-denial/ [11/12/2021 pada
pukul 08:40 WIB].
13
Ibid.
4
Secara simbolis, Tiongkok merupakan negara yang pertama kali dikunjungi
akan dibahas pada penelitian ini adalah ketika Jokowi menyatakan komitmennya
Indonesia dengan AIIB menjadikan banyak sekali kerja sama-kerja sama dan
tersebut, maka bisa kita lihat arah kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo
yang salah satunya berfokus pada peningkatan ekonomi nasional yang diraih
eskalasi konflik LCS dan tekanan dunia internasional yang melihat Indonesia
terkesan lemah lembut dalam mengelola konflik di kawasan ASEAN. Penelitian ini
menjadi sebuah kajian Politik Kerja Sama Internasional, di mana meskipun ada
14
Kompas, 2015, Indonesia Tiongkok Sepakati Kerja Sama di Delapan Bidang, artikel dalam
Kompas.com, diakses dalam https://nasional.kompas.com/read/2015/03/26/22510981/Indonesia-
Tiongkok.Sepakati.Kerja.Sama.di.Delapan.Bidang, [07/07/2018 pada pukul 14.10 WIB].
5
konflik terjadi, negara-negara yang terlibat konflik tetap bisa bekerja sama dengan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dijawab
pada penelitian ini adalah “Mengapa Indonesia dan Tiongkok terus mengupayakan
sebagai berikut:
Bagi peneliti, manfaat praktis yang diharapkan adalah bahwa seluruh tahapan
penelitian serta hasil penelitian yang diperoleh dapat memperluas wawasan dan
dengan hasil penelitian, peneliti berharap manfaat hasil penelitian dapat diterima
6
sebagai kontribusi untuk memahami upaya peningkatan hubungan Indonesia-
Tiongkok, serta mempelajari sikap Indonesia yang terkesan lunak kepada Tiongkok
berguna juga untuk menjadi referensi bagi mahasiswa yang melakukan kajian
terhadap politik kerja sama internasional terutama hubungan dua negara dan aksi-
reaksi yang dihasilkan atas kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh suatu
negara.
Topik LCS merupakan topik yang sudah cukup banyak diteliti oleh para
peneliti terdahulu. Oleh sebab itu, peneliti akan mencoba melampirkan beberapa
penelitian pada topik peran Indonesia dan ASEAN dalam mengelola sengketa LCS,
tengah konflik LCS, serta penelitian yang menggunakan konsep serta pendekatan
yang sama sebagai acuan terhadap apa yang akan peneliti tulis. Dengan
pertimbangan tersebut, tinjauan pustaka pada penelitian ini akan dibagi menjadi dua
kelompok, kelompok pertama yaitu tinjauan pustaka berdasarkan topik yang sama
serta yang kedua berdasarkan teori penelitian dan pendekatan yang sama.
Beberapa pandangan peneliti seperti Hari U., Mitro P., Lena A., (2017, 76-77),
Peggy P. Haffsari dan Yandry K. (2018, p55), Hendra M. Saragih, (2018, p20-p21)
7
memiliki persamaan dengan topik yang dibahas oleh peneliti yaitu menyatakan
bahwa peran Indonesia dalam mengelola konflik LCS termasuk cukup aktif, di
(MCF).
Namun meskipun dari ketiga penelitian ini terdapat persamaan hasil, yaitu
Peggy Puspa Haffsari dan Yandri Kurniawan menyatakan bahwa meskipun peran
Indonesia menonjol dan terlihat cukup aktif, hal tersebut masih berdampak terbatas
bahwa faktor-faktor pembatas ini berada di luar kendali di Indonesia, serta dilema
15
Peggy Puspita Hapsari dan Yandry Kurniawan, Loc. Cit.
16
Tri Nuke Pudjiastuti dan Pandu Prayoga, 2015, ASEAN dan Isu Laut Cina Selatan: Transformasi
Konflik Menuju Tata Kelola Keamanan Regional Asia Timur, Jurnal Penelitian Politik, Vol. 12 No.1
Juni 2015, Hlm. 99-115, diakses dalam
https://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/view/532; hal. 56-57. [21/01/2022 pada pukul
08:42 WIB].
8
p56-p57)17, Naifa R. Lardo (2021, p229-p230)18 yang sepakat bahwa peran ASEAN
dalam sengketa LCS sangat berpotensi besar dan sangat berdampak. Namun dibalik
itu, Darmawan dan Kuncoro dan Lardo menyatakan bahwa ada beberapa hal yang
menghambat ASEAN dalam upayanya mengelola konflik LCS, yaitu nilai atau
kekuatan yang signifikan di kawasan Asia Tenggara serta dalam usaha penyelesaian
konflik. Namun Lardo berargumen bahwa tidak serta merta kemudian kita
menganggap ASEAN Way menjadi sebuah kegagalan jika hanya melihat hasil dari
melihat bagaimana ASEAN Way dapat membawa Tiongkok ke proses negosiasi dan
konsultasi yang kuat karena nilai “musyawarah dan mufakat”-nya. Pudjiastuti dan
Pandu menyampaikan bahwa negara anggota ASEAN hingga saat ini tidak ingin
menyelesaikan masalah karena alasan kedaulatan nasional. Hal ini didukung dalam
pembentukan organisasi regional berbasis norma, di mana hal itu mengacu pada
17
Arief Bakhtiar Darmawan dan Hestutomo Restu Kuncoro, Loc. Cit.
18
Naifa Rizani Lardo, 2021, ASEAN WAY: Managing Expectation in the Code of Conduct for the
South China Sea, Global: Jurnal Politik Internasional, Vol. 23 No. 2, Hlm. 218-235, diakses dalam
https://scholarhub.ui.ac.id/global/vol23/iss2/; hal.229-230. [21/01/2022 pada pukul 09:14 WIB].
9
Dari keenam penelitian tersebut, yang menjadi berbeda dengan penelitian
peneliti adalah bahwa penelitian peneliti mendukung peran Indonesia yang dinilai
tidak terlalu berdampak besar dan mendukung nilai non-intervensi di mana selagi
Indonesia tetap aktif mengelola sengketa LCS, hubungan kuat antara Indonesia-
Tiongkok dalam hal ekonomi tidak ada kaitannya sama sekali dengan upaya
lainnya dengan Tiongkok. Penelitian ini menyadari adanya aspek pragmatis negara-
negara Asia Tenggara dalam hubungannya secara bilateral dengan Tiongkok yang
Tenggara.
Andika dan Allya N. Aisyah, (2017, p176)19 di mana mereka menyadari situasi
masih aktif dalam kerja sama ekonomi baik pada sektor investasi maupun sektor
antara kedua belah pihak tidak berkorelasi dengan adanya ketegangan dikarenakan
sengketa LCS. Hal ini dikarenakan diplomasi Indonesia dengan Tiongkok dalam
bidang kedaulatan dan ekonomi mempunyai struktur kepentingan dan karakter yang
berbeda. Dalam hubungan ekonomi, bisa dilihat Indonesia memiliki prinsip kerja
sama yang realis dalam upaya meningkatkan perdagangan dan investasi. Sedangkan
dalam bidang kedaulatan, Indonesia lebih berpijak pada diplomasi pertahanan dan
19
Muhammad Tri Andika dan Allya Nur Aisyah, Loc. Cit.
10
kepentingan strategis. Melalui penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa
hubungan kuat Indonesia dan Tiongkok tidak ada pengaruhnya dengan ketegasan
kesamaan topik dengan penelitian peneliti. Yang menjadikan kedua penelitian ini
tersebut dengan model institutional bargaining di mana ada kekuatan lain selain
hegemoni yang bisa kita lihat dalam upaya negosiasi Indonesia dan Tiongkok di
rakyat tak luput dari janji Presiden Joko Widodo Ketika terpilih menjadi Presiden
Indonesia pada tahun 2014. Poros Maritim Dunia yang juga dicetuskan oleh Jokowi
juga menjadikan Indonesia sedikit banyak bersinggungan dengan Belt and Road
Initiative (sebelumnya disebut One Belt One Road Initiative)21, di mana hal inilah
20
ST Khadijah Tinni, 2016, Kepentingan Indonesia Bergabung dalam Asian Infrastructure
Investment Bank (AIIB), Naskah Publikasi, diakses dalam
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/7646; hal. 2-4, [20/01/2021 pada pukul 13:14 WIB].
21
Perubahan nama dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman akan kata "one" dan tidak
mengacu pada One China Policy, dalam Artha Yudilla, 2019, “Kerjasama Indonesia Cina Dalam
Belt and Road Initiative: Analisa Peluang dan Ancaman Untuk Indonesia”, Journal of Diplomacy
and International Studies, Vol. 02. No. 01, diakses dalam
11
yang kemudian membuat Presiden Xi Jinping mengumumkan pendirian AIIB untuk
merealisasikan mega proyek tersebut dan juga sebagai sumber dana pembangunan
kemudian bisa melihat bahwa ada sebuah tatanan lain yang melebihi tatanan negara
melakukan kerja sama dengan Tiongkok di sela hubungan yang kerap kali memanas
dan mendingin dengan adanya isu LCS. Pada penelitian ini, peneliti akan mengajak
pembaca untuk melihat Belt and Road Initiative dan AIIB sebagai sebuah institusi
yang menopang kerja sama Indonesia dengan Tiongkok di tengah konflik LCS.
faktor-faktor tertentu yang saling berbeda satu sama lain. Maksudnya adalah,
institusi di mana permasalahan tersebut terjadi. Sedangkan Jack Knight dan Melissa
12
bargaining dengan political bargaining di mana negosiasi itu sendiri adalah sebuah
bentuk dari kontrol yang memiliki timbal balik antara para pemimpin di bawah
kondisi pluralisme sosial, ketergantungan satu sama lain, dan perbedaan yang dapat
dalam proses tawar-menawar, dalam hal ini institusi itu sendiri, bahwa institusi
politik, dan budaya memegang peranan yang kuat atas proses pengambilan
keputusan yang biasanya bisa dilakukan sendiri oleh pemimpin negara. Melihat hal
ini, peneliti juga melihat bahwa hubungan Indonesia-Tiongkok pada dasarnya tidak
saja. Namun telah menjelma sebagai nilai atau norma yang melebihi kepentingan
24
(Dahl & Lindblom 1953, p. 324) dalam Jack Knight dan Melissa Schwartzberg, Ibid.
13
dengan Tiongkok (kerja sama
infrastruktur).
2. Peggy Puspita Penelitian Deduktif. Terdapat lima komponen
Haffsari dan Yandry yang menjelaskan perilaku
Kurniawan, pada pemimpin regional yang akan
tahun 2018 dengan Konsep Kepemimpinan membantu penentuan model
judul “Peran regional dengan dampak peran kepemimpinan
Kepemimpinan pendekatan kekuatan Indonesia pada sengketa LCS.
Indonesia dalam regional dan kerangka Komponen tersebut ialah proses
Pengelolaan keamanan (Regional inisiasi, pembingkaian isu,
Sengketa Laut Cina Powers and Security pertimbangan kepentingan,
Selatan”. Framework-RPSF). membangun institusi, dan yang
terakhir yaitu penyebaran
kekuatan.
3. Hendra Deskriptif. Indonesia menerapkan
Maujana Saragih, beberapa strategi dengan
pada tahun 2018 -Diplomasi Pertahanan diplomasi pertahanan pada
dengan judul dengan Teori - konflik LCS di mana Indonesia
“Diplomasi Perimbangan Kekuatan juga berperan sebagai motor dan
Pertahanan (Balance of Power) dan pencetus ide terbukanya kerja
Indonesia dalam Konsep Penangkalan. sama multilateral antarnegara
Konflik Laut China yang aktif dalam konflik LCS.
Selatan”. Selain itu, Indonesia dapat
diperkirakan terus menjalankan
aksi untuk memperkuat posisi
Indonesia di Natuna, baik melalui
tenaga militer dan peningkatan
ekonomi.
4. Tri N. Deskriptif. Dari sudut pandang strategis,
Pudjiastuti dan Kawasan LCS memiliki nilai
Pandu P., pada tahun Pendekatan Transformasi politik dan ekonomi. Namun,
2015 dengan judul Konflik. terlepas dari inisiatif Indonesia
“ASEAN dan Isu yang membuat forum konferensi
Laut Cina Selatan: menjadi mungkin, pendekatan
Transformasi bilateral antara Tiongkok dan
Konflik Menuju Tata pihak-pihak yang berkonflik di
Kelola Keamanan LCS lebih dominan. Di tingkat
Regional Asia regional, empat negara ASEAN
Timur”. yang terlibat dalam konflik LCS
(Filipina, Vietnam, Malaysia dan
Brunei Darussalam) cenderung
meniadakan mekanisme regional
ASEAN dalam penyelesaian
konflik. Selain mekanisme
ASEAN yang semakin tidak
berkembang, pendekatan
14
bilateral terhadap konflik LCS
menunjukkan masih adanya
perbedaan kepentingan negara-
negara anggota ASEAN, yang
juga menunjukkan sikap saling
tidak percaya antarnegara.
5. Arief Bakhtiar Metode Riset Kualitatif. Penanganan kasus prahara
Darmawan dan ASEAN di Asia Tenggara kerap
Hestutomo Restu Pendekatan menuai kritik. ASEAN sering
Kuncoro, pada tahun Konstruktivisme. dianggap tidak cocok untuk
2019 dengan judul menyelesaikan masalah-masalah
“Penggunaan besar di kawasan. Hal ini tidak
ASEAN Way dalam terlepas dari harapan bahwa
Upaya Penyelesaian ASEAN akan memainkan peran
Sengketa Laut multilateral yang lebih besar.
Tiongkok Selatan: Dinamika regional baru yang
Sebuah Catatan muncul dengan adanya
Keberhasilan?” permasalahan LTS merupakan
salah satu ujian yang
membuktikan bahwa ASEAN
adalah organisasi yang kuat dan
efektif. Meski belum ada
perkembangan yang pesat dan
dramatis, namun ASEAN
bergerak ke arah yang positif
dengan transformasi ASEAN Way
untuk menyikapi isu LTS.
6. Naifa Rizani Analisis Sejarah. ASEAN Way tidak menjadi
Lardo, pada tahun sebuah kegagalan jika hanya
2021 dengan judul -Norm-Institutionalism di melihat hasil dari caranya
“ASEAN Way: Asia Tenggara. menyeimbangkan kekuatan di
Managing -Kerja Sama Keamanan kawasan Asia Tenggara. Tetapi
Expectation in the Regional dari ASEAN kita bisa melihat bagaimana
Code of Conduct for Way. ASEAN Way dapat membawa
the South China Tiongkok ke proses negosiasi
Sea” dan konsultasi yang kuat karena
nilai “musyawarah dan
mufakat”-nya.
7. Muhammad Tri Deskriptif Analitis. Diplomasi Indonesia dengan
Andika dan Allya Tiongkok dalam bidang
Nur Aisyah, pada -National Interest kedaulatan dan ekonomi
tahun 2017 dengan -Politik Bebas Aktif mempunyai struktur kepentingan
judul “Analisis -Diplomasi Pro-Rakyat dan karakter yang berbeda.
Politik Luar Negeri -Smart Diplomacy/Smart Dalam hubungan ekonomi, bisa
Indonesia-China di Power dilihat Indonesia memiliki
Era Presiden Joko prinsip kerja sama yang realis
15
Widodo: Benturan dalam upaya meningkatkan
Kepentingan perdagangan dan investasi.
Ekonomi dan Sedangkan dalam bidang
Kedaulatan”. kedaulatan, Indonesia lebih
berpijak pada diplomasi
pertahanan dan kepentingan
strategis. Melalui penelitian ini
juga dapat disimpulkan bahwa
hubungan kuat Indonesia dan
Tiongkok tidak ada pengaruhnya
dengan ketegasan Indonesia
dalam menjaga kedaulatan di
Natuna.
8. ST Khadijah Deskriptif Analitis. Poros Maritim Dunia yang
Tinni, pada tahun juga dicetuskan oleh Jokowi juga
2016 dengan judul -Konsep Kepentingan menjadikan Indonesia sedikit
“Kepentingan Nasional banyak bersinggungan dengan
Indonesia -Politik Luar Negeri Belt and Road Initiative
Bergabung dalam (Model Aktor Rasional) Tiongkok di mana hal inilah yang
Asian Infrastructure kemudian membuat Presiden Xi
Investment Bank”. Jinping mengumumkan
mendirikan AIIB, untuk
merealisasikan mega proyek
tersebut dan juga sebagai sumber
dana pembangunan infrastruktur
transportasi negara-negara Asia.
Hal ini merupakan kesempatan
bagi Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan
infrastruktur yang sulit dicapai
jika hanya mengandalkan
anggaran pemerintah.
9. Andrei Marin Eksplanatif. Dalam dekade-dekade sejak
and Ivar Bjørklund, Kata Pengantar Dahl, para ahli
pada tahun 2015 -Institutional Bargaining teori politik telah menggambar
dengan judul “A model-model yang elegan dan
tragedy of errors? menarik dari institusi-institusi
Institutional yang adil yang dapat mewajibkan
dynamics and land semua anggota, di mana asimetri
tenure in Finnmark, kekuasaan dan penggunaan
Norway”. ancaman dikesampingkan.
Tetapi upaya-upaya ini telah
mendorong para ahli teori
semakin jauh dari ilmu politik
lainnya, dengan fokusnya yang
semakin tajam pada penjelasan
16
tawar-menawar untuk perang,
koalisi legislatif, dan
pengambilan keputusan yudisial.
10. Jack Knight dan Analisis kontekstual. Analisis mereka
Melissa menggambarkan bagaimana
Schwartzberg, pada -Institutional Bargaining ketidaksesuaian antara lembaga
tahun 2020 dengan -Institutional Layering formal dan informal serta logika
judul “Institutional -Institutional Bricolage dan gaya berpikir yang
Bargaining or mendasarinya telah
Democratic menghasilkan dinamika
Theorists (or How kelembagaan yang kompleks
We Learned to Stop yang mempengaruhi penguasaan
Worrying and Love lahan dan sumber daya. Mereka
Haggling”. mengidentifikasi tiga proses
utama yang telah membentuk
dinamika ini: tawar-menawar
kelembagaan, pelapisan, dan
bricolage.
11. Fitria Ahibba Eksplanatif Model institutional
Linna, pada tahun bargaining dari Orang R. Young
2022 dengan judul -Institutional Bargaining memberikan gambaran terhadap
“Analisis -Pendekatan adanya institusi dan
Peningkatan Konstruktivisme asymmetrical power pada proses
Hubungan negosiasi dan tawar-menawar
Indonesia-Tiongkok antara Indonesia dan Tiongkok
di Tengah Konflik yang kemudian membuktikan
Laut Cina Selatan”. bahwa meskipun ada konflik
dengan Tiongkok di kawasan
LCS (termasuk perairan Natuna),
institutional bargaining
memperjelas bahwa kedua hal
tersebut berada pada ranah yang
berbeda dan tidak berhubungan
satu sama lain. Hubungan kerja
sama Indonesia dan Tiongkok
memiliki sifat pragmatis di mana
ada kepentingan lain yang tak
kalah pentingnya dengan
kepentingan kedaulatan
Indonesia di Natuna.
17
1.6 Kajian Teori
di percaturan politik internasional selalu ditentukan oleh dua gejala yang saling
merupakan hal yang lumrah terjadi, dalam kancah politik internasional konflik juga
ditandai oleh sebuah paradoks di mana dalam situasi konflik, sebenarnya pada saat
yang bersamaan juga terdapat upaya kerja sama internasional yang telah
berlangsung sejak lama.26 Dalam arena ekonomi internasional, sebagian besar dunia
berhasil bekerja sama mendirikan IMF, Bank Dunia, GATT, dan yang terbaru AIIB,
di tengah konflik Perang Dingin maupun konflik LCS. Kerja sama ekonomi
tumbuh semakin banyak, baik secara global maupun regional sehingga bisa kita
lihat dalam pembahasan penelitian ini bahwa konflik dan kerja sama sebenarnya
adalah dua sisi dari mata uang yang sama, menandakan sifatnya yang selalu
LCS ini, dan dengan mempertimbangkan teori politik kerja sama internasional yang
telah dijelaskan di atas, peneliti melihat bahwa ada lembaga yang melebihi negara
25
Nanang Pamuji Mugasejati, 2006, Konsep Legalisasi dalam Politik Kerja Sama Internasional,
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 10, No. 2, November 2006, Hlm. 121-141, diakses dalam
https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/11015/8256; hal. 122 [07/02/2022 pada pukul 10.12WIB].
26
Ibid.
27
Ibid, hal. 123.
18
dalam sifat hubungan bilateral maupun regional dari Indonesia dan Tiongkok,
mengatakan bahwa institusi dalam posisi ini memiliki aturan-aturan yang harus
seperti halnya tawar-menawar yang terjadi antarinstitusi yang sudah ada. Oleh
karena itu sebenarnya bukan institusi yang melakukan tawar-menawar, tetapi hasil
dari tawar-menawar itulah yang dinamakan institusi baru atau penyesuaian besar
menawar.30 Dalam hal ini, adanya kekuatan yang superior dapat membuat
negara pada isu tertentu. Lebih jauh, restrukturisasi institusi yang ada terjadi
hubungan kerja sama internasional yang berbasis pada kepentingan suatu negara
dengan power yang dimiliki oleh suatu negara, yang ditandai dengan adanya peran
28
Oran R. Young, dalam Andrei Marin dan Ivan Bjørklund, Loc. Cit.
29
Ibid.
30
Oran R. Young, “The Politics of International Regime Formation: Managing Natural Resources
and the Environment,” International Organization 43 (1989): h. 362.
31
Ibid.
19
dari seorang “leader” yang dapat dikatakan sebagai hegemon. Peran hegemon di
sini sendiri lebih dianggap sebagai “negosiator” untuk melancarkan jalannya kerja
internasional antar beberapa negara, hal ini dikarenakan ketika negosiator berhasil
cukup besar dalam mengatur konstelasi global saat ini. Secara ekonomi, Tiongkok
Rp 41,3 trilliun hingga Agustus 2021 ini hanya untuk Indonesia. 34 Kekuatan besar
Tiongkok. Indonesia sebagai negara berkembang yang juga memiliki pasar besar
32
Asymmetrical power adalah sebuah hubungan antara dua individu/aktor yang mana, aktor yang
lebih kuat dapat memiliki kontrol terhadap hasil negosiasi aktor subordinate, yang tidak berlaku
kebalikannya, dalam Oran R. Young, Loc.Cit.
33
Bargaining power adalah kekuatan tawar suatu negara yang didasarkan pada keahlian atau
kemampuan seorang aktor untuk mempengaruhi lawan dengan menawarkan sesuatu yang
menguntungkan kepentingan lawan itu sendiri, dalam Branislav L. Slantchev, 2005, Introduction to
International Relations, Lecture 4: “Bargaining and Dynamic Commitment”, Jurnal: Department of
Political Science, University of California, San Diego, diakses dalam
http://slantchev.ucsd.edu/courses/ps12/04-bargaining-dynamic-commitment.pdf, [27/01/2022 pada
pukul 07:22 WIB].
34
Ardiansyah Fadli, 9 September 2021, “Hingga Agustus, Total Utang Indonesia kepada AIIB Rp
42,3 Triliun”, artikel dalam Kompas.com, diakses dalam
https://www.kompas.com/properti/read/2021/09/09/210000721/hingga-agustus-2021-total-utang-
indonesia-kepada-aiib-rp-42-3-triliun; [27/01/2022 pada pukul 08:51 WIB]
20
menarik perhatian Tiongkok untuk terus bekerja sama. Namun, kekuatan Tiongkok
ini tidak serta merta menjadikan alasan Tiongkok untuk mengontrol Indonesia, hal
tersebut, kekuasaan atau kekuatan tidak dapat menjelaskan atau memprediksi hasil
yang akan terjadi.35 Hal ini dikarenakan Indonesia juga memiliki nilai tawar yang
tinggi pada tatanan global, dengan tetap berpedoman pada penerapan politik ‘bebas-
aktif’36, Indonesia pada akhirnya akan selalu memiliki prinsip sebagai negara non-
blok yang tidak melakukan afiliasi atau berpihak dengan negara manapun.37
Konstruktivisme
35
Oran Young, Loc. Cit.
36
Yang dimaksud dengan "bebas aktif" adalah politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan
merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan
kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara a priori pada
satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran
maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya,
demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, dalam Penjelasan Atas UU RI No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri, diakses
dalam
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1999/37TAHUN1999UUPenjel.htm#:~:text=Yang%20dimaks
ud%20dengan%20%22bebas%20aktif,kekuatan%20dunia%20serta%20secara%20aktif,
[21/02/2022 pada pukul 11:17 WIB].
37
Kemhan, 2015b, Buku Putih Pertahanan Indonesia, Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik
Indonesia, dalam Peggy Puspita Hapsari dan Yandry Kurniawan, Loc. Cit.
38
Christian Reus-Smit,”Constructivism,” dalam Theories of International Relations, ed. S. Burchill,
et al. (New York: Palgrave Macmillan, 2005), 188-212, dalam Arief Bakhtiar Darmawan dan
Hestutomo Restu Kuncoro, Loc. Cit.
21
struktur material. Konstruktivisme berpendapat bahwa ide, keyakinan, dan nilai
harus dianggap sebagai bagian dari struktur karena memiliki pengaruh kuat pada
interaksi yang sama kuatnya. Struktur mempengaruhi perilaku agen, tetapi struktur
mempengaruhi tidak hanya apa yang dianggap mungkin, tetapi juga apa yang
dianggap perlu bagi aktor untuk dilakukan. Sederhananya, struktur tidak berwujud
dengan hanya mempengaruhi strategi yang dipilih oleh aktor, tetapi juga tujuan dan
sebagai struktur sosial yang dipengaruhi oleh struktur domestik dan internasional
yang tidak signifikan.40 Oleh karena itu, dalam menjelaskan tindakan negara,
gagasan, keyakinan, dan nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh identitas itu sendiri
Indonesia dengan Tiongkok pasca Belt and Road Initiative dan Poros Maritim
39
Ibid.
40
Ibid.
41
Ibid.
22
Dunia yang tidak jauh dari aspek nilai-nilai, budaya, dan historis di mana Jalur
Sultra merupakan jalur perdagangan kuno yang menghubungkan Barat dan Timur
melalui darat dan laut, yang berawal dari Guanzhou, Tiongkok Selatan, ke Selat
Malaka, dan terus sampai ke Sri Lanka, India, dan pantai timur Afrika. Di sisi lain,
Indonesia masa lampau juga merupakan sebuah kekuatan maritim yang besar, yang
mendominasi pusat jalur perdagangan Maritim Silk Road di abad ke-10 sampai abad
ke-14.42 Sebagai negara kepulauan, Indonesia saat ini sedang berusaha mewujudkan
mimpinya menjadi negara maritim, seperti pada zaman Sriwijaya dan Majapahit
yang dapat mempengaruhi pantai timur Afrika dan Pasifik Selatan. Gagasan poros
maritim juga menekankan peran Indonesia yang lebih besar dalam menghubungkan
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Hal ini memperhitungkan dinamika ekonomi
kawasan yang menyumbang 70% perdagangan dan transportasi dunia dan 45%
berkesinambungan sehingga Belt and Road Initiative dan Poros Maritim Dunia
kemudian menjadi penting dalam penelitian kali ini sebagai bentuk dari institusi
42
D. Djumala, 6 Oktober 2016, Diplomacy for maritime fulcrum, diakses dalam
http://www.thejakartapost.com/news/ 2015/02/09/diplomacy-maritime-fulcrum.html, dalam
Wahyu Wardhana, 2016, Poros Maritim: Dalam Kerangka Sejarah Maritim dan Ekonomi
Pertahanan, Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016, diakses dalam
https://jmb.lipi.go.id/jmb/article/view/569/364 ; hal. 370.
43
Ibid.
23
1.7 Metodologi Penelitian
yang menjadi masalah atau pertanyaan dalam penelitian ini. Untuk bisa
menjelaskan dengan lebih baik atas fenomena tersebut, penelitian ini kemudian
untuk mengetahui dua variabel yang diteliti, yaitu unit analisis dan unit eksplanasi
pembaca tentang sebab dan akibat dari mengapa politik kerja sama Indonesia
terhadap Tiongkok tidak terpengaruh oleh eskalasi konflik LCS serta untuk melihat
bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari sekadar hanya hubungan tawar-menawar
kedua negara tersebut, yang tidak lepas dari betapa kuatnya Tiongkok di kancah
Tingkat analisa yang peneliti gunakan pada penelitian ini adalah tingkat
pemerintah Indonesia dipengaruhi oleh adanya sistem yang melebihi level negara.
44
Gunawan dan Kuncoro, Loc. Cit., hal. 47
24
1.7.3 Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu dependen dan independen. Variabel
dependen adalah variabel yang dianalisa atau yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Variabel dependen pada penelitian ini memiliki tingkat yang berbeda
dengan variabel independen yaitu negara dan sistem sehingga penelitian ini bersifat
penelitian lebih terfokus dan terarah, batasan penelitian ini juga bertindak sebagai
a. Batasan Materi
Pada penelitian ini, peneliti membatasi materi hanya pada kerja sama
b. Batasan Waktu
Pada penelitian ini, peneliti akan membatasi waktu penelitian sejak 2013 ketika
Xi Jinping mencetuskan Belt and Road Initiative hingga tahun 2019 di mana
25
1.7.5 Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang tersedia untuk penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dengan cara studi kepustakaan. Data sekunder diperoleh dari dokumen
resmi baik data non-fisik (daring) maupaun web resmi pemerintah. Data-data
sekunder berasal dari buku, jurnal, skripsi/naskah publikasi, portal berita daring
mereduksi data dan menganalisa data untuk menarik kesimpulan. Reduksi data
dalam metode penelitian ini adalah pengklasifikasian data yang berkaitan dengan
topik penelitian, penyederhaan data, dan penghilangan data yang tidak sesuai
dengan tujuan penelitian. Data yang terpilih kemudian diolah dan dianalisis untuk
diambil kesimpulannya.
dikarenakan hubungan kerja sama Indonesia dan Tiongkok memiliki sifat pragmatis
di mana ada kepentingan lain yang tak kalah pentingnya dengan kepentingan
kedaulatan Indonesia di Natuna. Adanya institusi baru, dalam hal ini BRI dan AIIB
26
mana pada saat yang sama tetap mempertahankan diplomasi pertahanan di Natuna.
Pernyataan ini dianalisis berdasarkan dua faktor yaitu: (1) Tiongkok memiliki
claimant states dan Indonesia sehingga secara tidak sadar, Tiongkok sendiri bisa
menjadi sebuah ‘institusi’ yang memegang posisi tawar cukup kuat terhadap
infrastruktur, namun juga nilai, identitas, dan budaya yang juga telah melekat,
27
1.7.6 Teknik Analisa Data
1.8 Hipotesa Penelitian
1.9 Sistematika Penelitian
BAB II GAMBARAN UMUM 2.1 Gambaran Konflik LCS
KONFLIK LAUT CINA 2.1.1 Dinamika Konflik dan Sikap
SELATAN Tiongkok di LCS
2.1.2 Peran Indonesia di Konflik
LCS untuk Mempertahankan
Keamanan dan Kedaulatan
Negara
2.2 Posisi Tawar-menawar Indonesia
Tiongkok di LCS dalam Upaya
Mencapai Kepentingan Masing-
masing Negara
BAB III GAMBARAN UMUM 3.1. Hubungan Indonesia-Tiongkok
HUBUNGAN Pasca Dicetuskannya Belt and
INDONESIA- Road Initiative
TIONGKOK 3.2. Kerja Sama Ekonomi dan
Infrastruktur Indonesia-Tiongkok
dalam Lingkup Bilateral dan
Regional
3.3. Asian Infrastructure Investment
Bank (AIIB) dalam Hubungan
Indonesia-Tiongkok
3.3.1 Pembentukan Asian
Infrastructure
Investment Bank (AIIB)
3.3.2. Bergabungnya Indonesia
dalam Asian
Infrastructure
Investment Bank (AIIB).
BAB IV ANALISIS 4.1 Belt and Road Initiative (BRI)
PENINGKATAN dan Asian Infrastructure
HUBUNGAN Investment Bank (AIIB) sebagai
INDONESIA- Institusi Baru
TIONGKOK DI 4.2 Kepentingan Indonesia dalam BRI
TENGAH KONFLIK dan AIIB sebagai Hasil
LCS Konstruksi Identitas Poros
Maritim Dunia (PMD)
4.3 Analisis Peningkatan Hubungan
Indonesia-Tiongkok di tengah
Konflik LCS
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
28