Anda di halaman 1dari 3

Nama : R.

Dzikri Al Ghifari

NIM : 151210057

Kelas : ASEAN HI-A

Judul Artikel : ASEAN`s Ambiguous Role In Resolving Suth China Sea Disputes
Penuulis : Michael York
Vol/No : 12/3
Tahun : 2015

Pertumbuhan serta perkembangan ekonomi, militer dan politik yang ada di suatu
wilayah akan berdampak pada peningkatan potensi konflik antar negara seiring dengan
kepenitngan nasionalnya yang akan berlawanan satu sama lain. Hal yang sama terjadi di
wilayah Asia, dengan pertumbuhan ekonomi China yang berkembang pesat, terjadi benturan
kepentingan dengan beberapa negara di sekitarnya, tak terkecuali dengan negara-negara Asia
Tenggara yang tergabung dalam Association Of South East Asian Nations (ASEAN).

ASEAN merupakan organisasi yang ditujukan sebagai wadah kerjasama ekonomi


regional, sosial dan juga politik antar negara anggota. Sebagai organisasai regional, ASEAN
mendukung upaya perdamaian internasional, keamanan dan juga kestabilan. ASEAN juga
bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi negara kecil yang ada di wilayahnya untuk
bersuara melawan negara besar yang jika berhadapan langsung akan terlihat perbedaan besar
kekuatannya, dengan hadirnya ASEAN maka negara anggota bisa tampil di poilitk global
sebagai suatu organisasi regional yang memiliki pengaruh besar dalam dunia internasional.
Prinsip ASEAN yang menggunakan pendekatan non-kekerasan dan prinsip non-intervensi
juga sedang menghadapi dilema dalam menghadapi sengketa yang terjadi dengan China atas
Laut China Selatan.

Klaim China atas wilayah Laut China Selatan teah menyinggung kedauatan berbagai
negara dan menimbulkan konflik selama beberapa dekade terakhir. China pada tahun 1947
menetapkan klaim atas wilayah Laut China Selatan dengan menggunakan Nine Dash Line yang
hampir mencakup lebih dari 90% wilayahh Laut China Selatan. Klaim China atas wilayah ini
didasarkan pada sejarah dan penemuan arkeologi. Klaim ini juga telah mencederai kedaulatan
hampir semua wilayah maritim di regional tersebut, klaim yang sangat ambisius ini juga
menjadai langkah yang provokatif bagi negara yang wialyah maritimnya termasuk dalam Dash
Line tersebut.

Dalam wilayah laut sendiri, telah ada United Nations Conventions on the Law of the
Sea (UNCLOS) yang diimplementasikan pada 1994 dan ditujukan sebagai ukuran hak wilayah
negara yang berdasarkan batas-batas di laut. Hukum ini juga mengatur tentang Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE) yang menarik garus sepanjang 200 Miles dari garis pantai terluar sebuah
negara, yang memungkinkan negara tersebut secara legal mengeksplorasi berbagai sumber
daya yang ada di wilayah tersebut. Maka Klaim China berdasarkan sejarah ini berbenturan dan
tidak sesuai dengan hukum internasional yang ada, sehingga menghasilkan sengketa dan
konflik dengan negara-negara yang wilayah lautnya termasuk dalam klaim China tersebut.

Hubungan ASEAN dengan China sudah berlangsung sejak lama, dan menghasikan
berbagai keuntungan dari segi ekonomi. Penyelesaian sengketa antara China dan ASEAN
berbeda dengan bagaimana Uni Eropa bereaksi terhadap agresi yang dilakukan oleh Rusia.
Potensi konflik perang masih dipetimbangkan kecil terjadi atas sengketa Laut China Selatan
ini, dan lebih mengedeoankan jalan negosiasi dengan negara yang bersengketa seperti
Malaysia, Filipina, Vietnam, dan juga Brunei. Akan tetapi China dengan pengaruhnya yang
kuat berusaha menekan negara-negara ini, karena wilayah Laut China Selatan yang strategis
dan menjadi jalur perdagangan internasional. Maka ASEAN hadir sebagai organisasi yang
menjadi tandingan pengaruh China tersebut yang menekan negara anggotanya.

Sikap China atas sengketa ini tetap berpendirian pada negosisasi bilateral, China merasa
harus melindungi wilayah dan kedaulatannya yang didasarkan pada penemuan historis
tersebut. China akan bekerjasama dengan negara lain dalam bidang ekonomi dan eksplorasi
yang ada di wilayah tersebut, akan tetapi tidak akan menerima kedaulatan bersama atas suatu
wilayah. Sikap asertif China sangat mengkhawatirkan berbagai pihak, yang melihat bagaimana
aneksasi Rusia atas wiayah ukraina, dan melihat klaim China sebagai awal langkah yang sama.

Klaim China juga telah menyebabkan beberapa konflik dengan Vietnam dan Filipina.
Dengan Vietnam, China beberapa kali melakukan tindakan yang provokatif di wilayah laut
Vietnamm, dan Vietnam sadar akan kekurangan ASEAN dalam mengambil tindakan lanjut,
dan meminta bantuan negara di luar ASEAN. Sementara dengan Filipina, yang sudah berusaha
sejak lama untuk membawa sengketa ini ke mahkamah internasional selalu dihalangi oleh
China yang tidak memiliki keinginan untuk menyelesaikan sengketa ini di mahkamah
internasional, dan lebih memilih untuk menyelesaikannya melalui negosiasi bilateral.

Sementara sikap Indonesia dalam sengketa ini tidak memiliki bekepentingan untuk
terlibat secara langsung, dan mengatakan tidak ada wilayah laut Indonesia yang masuk dalam
klaim China tersebut. Sikap kehati-hatian Indonesia ini untuk menjaga hubungan baik China-
Indonesia yang telah berlangsung sejak lama. Akan tetapi Indonsia akan tetap mencari solusi
bersama dalam penyelesaian sengketa ini.

ASEAN juga telah membawa isu ini dalam ASEAN Regional Forum (ARF) yang
dalam press release nya menyebutkan bahwa ASEAN-China sepakat dalam implementasi
Declaration Of Conduct, yang didasarkan pada kepercayaan bersama dalam meanjaga
perdamaian dan kestabilan di wilayah Laut China Selatan. Dan diharapkan kesepakatan ini
akan mengurangi potensi konflik atas sengketa wilayah tersebut. Walaupun pada prosesnya
ASEAN serin mendapatkan kritikan atas kurangnya kapasitas dalam merumuskan solusi
bersama dalam sengketa wilayah, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional
negara anggotanya, ASEAN akan tetap memainkan peran kunci dalam pembangunan
kepercayaan dan penguatan hubungan antar negaara anggotanya dalam upaya kerjasama dan
pengembangan ekonomi, seta kestabilan keamanan regionalnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai