JL. Majapahit No.62, Gomong, Kec. Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, 83125
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah konflik Indonesia dengan China terkait dengan masalah Laut China Selatan
dan blok Natuna adalah konflik yang bersinggungan dengan geopolitik, masalah
kemaritiman, dan hukum internasional. Beberapa hal tersebut berdasar pada kebijakan
politik luar negeri yang dimiliki oleh Indonesia. Politik luar negeri yang selama ini diterapkan
pemerintah Indonesia ialah politik luar negeri bebas aktif yang berdasar pada filosofis dari
presiden pertama Indonesia yaitu Ir. Soekarno atau kerap disapa Bung Karno. Pada masa
pemerintahan Joko Widodo, konsep filosofis trisakti mendapatkan pengakuan kembali
dengan beberapa kebaruan, teremasuk dalam ruang lingkup politik luar negeri. (Laksmi dkk,
2022)
3.2 Peran Indonesia terhadap konflik Laut China Selatan dan Pengaruhnya Terhadap
Politik Luar Negeri Indonesia
Dalam segi historis, penyelesaian sengketa Laut China Selatan, sebenarnya Indonesia
telah memulai sejak akhir tahun 1980-an. Ketika itu, Indonesia menggandeng promotor dari
Kanada melalui Canadian Intrnational Development Agency (CIDA) dan British Columbia
University dengan melakukan pengadaan lokakarya yang disebut the Workshop on Managing
Potential Conflict in the South China Sea. Diplomasi pertama diadakan pada tahun 1990
dengan vara menghadrirkan semua negara yang ikut melakukan pengakuan kepuluan Spratly,
termasuk Tiongkok. Untuk menghindari kecemasan pihak Tiongkok terhadap proses
persekutuan negara-negara anggota ASEAN, Indonesia mengatakan bahwa diplomasi atau
pertemuan tersebut bersifat informal. Pertemuan tersebut bersifat multilateral, diadakan satu
kali dalam setahun pada perkembangannya diikuti oleh semua negara anggotta ASEAN
dalam usaha memberi bantuan sara dan pandangan teknis terkait proses negosiasi (Laksmi
dkk, 2022)
Terkait klaim China terhadap wilayah Laut China Selatan, pada tahun 2010, Indonesia
secara resmi mengirimkan surat putusan kepada PBB supaya pihak China memberi
penjelasan tentang latar belakang, serta hukum apa yang mereka gunakan. Hingga kini China
masih belum memberikan respon atau jawaban secara resmi terhadap laporan tersebut.
Meskipun begitu, Indonesia tetap mengutamakan diplomasi sebagai upaya menyelesaikan
permasalahan antar ngara terutama masalah wilayah perbatasan. Sebagai bentuk
eksistensinya, Indonesia masih melakukan aktivitas eksplorasi minyak di laut Natuna.
Sebagai upayanya juga, dalam menjaga keamanan di wilayah perbatasan, Indonesia tetap
melakukan perundingan secara kontinyu dalam perundingan perbatasan (diplomacy borde)
dengan tujuan terdapat kejelasan garis perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.
Dengan adanya aktivitas langsung dari Indonesia di wilayah-wilayah perbatasan akan
semakin memperkuat kedudukan Indonesia untuk mengakui daerah tersebut. Memanfaatkan
sumber daya alam di laut Natuna merupakan salah satu cara yang dilakukan pemerintah
Indonesia. Eksistensi Indonesia di laut Natuna bisa berdampak pada kelangsungan ekonomi
nasional di masa yang akan datang serta terjaganya keutuhan wulayah dari gangguan dan
pengakuan negara-negara tetangga. Dikarenakan Indonesia merupakan negara yang netral
dan memiliki kebijakan politik luar negeri bebs aktif, Indonesia memahami kesulitan dari
konflik Laut China Selatan.
Indonesia memposisikan diri sebagai negara yang tidak temasuk ke dalam claimant
state dalam konflik Laut China Selatan sebab Indonesia menganggap bahwa jika Indonesia
dan China telah memiliki klaim yang tumpeng tindih kepada pulau-pulau, maka seharusnya
kedua negara tersebut tidak memiliki perselihan mengenai perairan, mengingat begitu
mendasarnya peran laut baik dari segi keamanan, ekonomi, maupun politik. Komponen
utama kepemimpinan wilayah kawasan ialah proses inisiasi. Menginisiasi kebijakan atau
strategi tertentu guna mencapai kepentingan regional merupakan kemampuan yang
diharapkan dimiliki pemimpin regional.
Landasan keterlibatan Indonesia dalam upaya pengelolaan sengketa Laut China
Selatan. Pertama, pembukaan Unndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesiaa Tahun
1945 (UUD 1945), lebih tepatnya pada Alinea ke-empat pembukaan UUD 1945 berbunyi,
“…ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial…” (UUD, 1945). Kedua dasar operasional keikut sertaan Indonesia
dalam upaya perdamaian dunia ialah pada arah Politik Luar Negeri Indonesia (PLNI) yang
menganut prinsip bebas-aktif. Indonesia menyatakan bahwa prinsip ‘bebas-aktif’ berdasarkan
kemandirian, kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan. Kemudian prinsip bebas-aktif tidak
bermakna netral. Indonesia memilih untuk membuat perdamaian dan ketertiban dunia dengan
mendukung kemandirian negara-negara berlandaskan pada kebebasan yang berdaulat seperti
kerja sama dan diplomasi.
Ketiga, putusan pada konvensi United Nation Cnvention on the Law of the Sea
(UNCLOS) yang mengatur penetapan 12 mil batas laut territorial, hak bebas lintas negara-
negara kepulauan yang mempunyai selat perairan dalam, fitur 24 dirilis sebagai zona
tambahan, fitur 200 mil keluar ZEE dan fitur 200 mil batas landas kontinental. Dalam
UNCLOS juga dijelaskam ketentuan umum dalam upaya penyelesaian sengketa yaitu dengan
menggunakan jalan damai sesuai dengan pesan Piagam PBB.
Keempat adalah DoC dan Code of Conduct (CoC). Ada sepuluh isi dari DoC. (a)
semua pihak yang ada menegaskan kembali komitmennya terkait tujuan dan prinsip piagam
PBB. (b) semua pihak memiliki komitmen untuk membangun kepercayaan sesuai dengan
norma yang telah disepakati atas dasar kesetaraan dan rasa saling hormat. (c) semua pihak
menegaskan kembali komitmen tentang kebebasan navigasi jalur laut dan udara sesuai
ketentuan UNCLOS. (d) semua pihak berkepentingan menuntaskan perselisihan territorial
dan yurisdiksi dengan cara damai. (e) semua piha harus menahan diri untuk tidak
mempersulit keadaan. (f) semua pihak perlu mengesampingkan sengketa dengan cara
meningkatkan upaya kerja sama. (g) semua pihak berkepentingan melakukan pembahasan
secara kontinyus dan dialog mengenai isu-isu yang relevan. (h) semua pihak akan
menghormati komitmen dan konsisten pada isi kesepakatan deklarasi. (i) semua pihak saling
mendukung negara lain untuk mentaati asas-asas yang terdapat dalam deklarasi. (j) pihak-
pihak berkepentingan menegaskan kembali bahwa penerapan kode etik dalam DoC
merupakan upaya yang mendorong perdamaian di wilayah Laut Cina Selatan.
Dapat disimpulkan bahwa keterlibatan Indonesia dalam konflik tersebut ialah ikut
serta menciptakan sebuah keadaan damai di seluruh dunia sesuai dengan mandate landasan
yuridis tersebut. Indonesia lebih condong untuk mengupayakan jalan damai seperti kerja
sama dan diplomatic. Semua itu merupakan karakteristik Indonesia dan menjadi modalitas
Indonesia dalam menggelar pertemuan informal. Keterlibatan Indonesia pada konflik Laut
Cina Selatan merupakan inisiatif menciptakan kawasan LCS aman, stabil, dan damai. Kerja
sama yang diupayakan Indonesia merupakan Langkah preverentif munculnya konflik terbuka
di kawasan LCS. Indonesia menempatkan diri sebagai penengah bagi negara yang
bersengketa. Upaya indinesia tersebut dapat dikatakan cukup berhasil mewakili perannya
sebagai penengah adalah dengan menyelenggarakan pertemuan The Workshop on Managing
Potential Conflict in the South China Sea (SCS Workshop) secara rutin sejak tahun 1990.
(Haffsari dan Kurniawan, 2018)
Selain didasari oleh kepentingan nasional untuk turut serta dalam pemeliharaan
perdamaian perdamaian dunia, keterlibatan Indonesia dalam manajemen konflik LCS juga
didasari pada kesadaran Indonesia terhadap manfaat dari konflik tersebut. Jika dilihat dari
aspek manfaatnya, pencapaian sebuah resolusi konflik bagi persoalan LCS tidak hanya
bermanfaat secara ekonomi, tapi juga secara politik dan keamanan. Adanya potensi ekonomi
yang cukup besar seperti jalur pelayaran, kandungan alam seperti minyak, dan mineral serta
kekayaan ikan di kawasan LCS jika bisa dimanfaatkan serta dikelola akan sangat berharga
bagi setiap negara yang terlibat. Penyelesaian konflik akan memberi manfaat yang signifikan,
tidak hanya bagi masyarakat LCS tetapi juga bagi Indonesia. Terdapat dua hal yang menjadi
pertimbangan Indonesia dalam asas manfaat ini.
Pertama, Indonesia perlu terus mewaspadai situasi keamanan di LCS yang dijadikan
sengketa oleh beberapa negara. Konflik akan mempengaruhi secara ekonomi karena selain
letak Indonesia secara geografis cukup dekat dengan ZEE Indonesia, wilayah itu juga
menjadi salah satu jalur lintas ekonomi Internasional. Kedua, Indonesia merasa harus dan
segera menentukan jalan yang tepat untuk penyelesaian masalah LCS. Karena denga car aitu,
Indonesia dapat menunjukkan partisipasinya dalam menjaga perdamaian dunia yang dimulai
dengan menciptakan perdamaian dunia (Sudira, 2014).
Kepentingan ekonomi dan politik berimplikasi pula terhadap kepentingan pertahanan.
Kebijakan luar negeri Indonesia dari awal 1990-an selalu berupaya mencari solusi untuk
menengahi potensi konflik di perairan LCS. Masuknya isu sengketa LCS dalam agenda
ASEAN pada dasarnya merupakan hasil dari kebijakan luar negeri Indonesia ke lingkup
ASEAN. Kebijakan luar negeri Indonesia sejak masa ORBA hingga sekarang menetapkan
kawasan Asia Tenggara sebagai wilayah paling vital dalam kebijakan luar negeri. Kawasan
Asia Tenggara yang stabil akan menguntungkan Indonesia dalam mengamankan kepentingan
nasionalnya, hingga dapat dikatakan bahwa stabilitas kawasan ini adalah bagian dari
kepentingan nasional Indonesia.
Stabilitas kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu isu pokok dalam kebijakan
luar negeri Indonesia, sebab stabilitas kawasan Asia Tenggara merupakan prasyarat bagi
pembangunan di Indonesia. Dengan berada pada kawasan yang stabil, Indonesia secara
internal dapat melakukan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. Walaupun pemerintah
Indonesia menyadari konflik LCS bisa menimbulkan instabilitas keamanan dan berdampak
luas terhadap kepentingan nasional Indonesia, namun antisipasi yang dilakukan masih
terbatas pada upaya diplomasi semata.
Sejak 1993, Indonesia memberikan perhatian khusus kepada klaim Sembilan garis
putus-putus Cina di ZEE Indonesia dan laut Natuna. Hal ini mendorong Indonesia pada tahun
1996 menggelaar militer besar besaran di Laut Natuna. Akan tetapi, hingga saat ini, paska
pelatihan militer itu, kebijakan pertahanan Indonesia yang terkait dengan Laut China Selatan
belum tampak secara jelas. Belum tampak adanya penekanan atau perhatian secara khusus
terhadap sengketa di laut China Selatan. (Prabowo, 2013)
Jokowi Dodo selaku presiden ke-7 RI sering menjadikan ASEAN sebagai alat untuk
kepentingan politik, dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara pendiri ASEAN
sehingga memiliki pengaruh yang cukuop besar di antara negara-negaara anggota lainnya.
Salah satu upaya ASEAN pada pemerintahan Jokowi dalam menyelesaikan permasalahan
LCS adalah pada KTT ASEAN ke-33 di singapura pada 13 november 2018. Dalam
pertemuan tersebut, negara-negara anggota ASEAN bersama dengan China membahas
sejumlah isu strategi bagi China dan kawasan Asia Tenggara, termasuk juga salah satunya
mengenai masalah LCS. Negara-negara anggota ASEAN menyepakati teks negosiasi tunggal
untul Laut China Selatan. Kesepakatan teks negosiasi tunggal tersebut berujuk bahwa negara-
negara anggota ASEAN memiliki pandangan yang cukup sama sehuingga akan menjadikan
proses negosiasi terhadap China tersebut berjalan dengan lebih mudah. (Wijaya, 2019)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada konflik persengketaan Laut China Selatan oleh beberapa negara yang
berada pada kawasan tersebut merupakan konflik yang hingga kini belum menemukan sisi
terang yang menuju pada penyelesaian, konflik ini dikhawatirkan akan memicu ketidak
stabilan di beberapa wilayah Asia apabila terus menerus berlangsung semakin lama.
Tentunya beberapa negara telah melakukan upaya-upaya agar masalah ini tidak terlalu
memanas dan bisa diredam sedikit demi sedikit. Tidak terkecuali Indonesia, Indonesia cukup
berperan dalam konflik yang terjadi ini, beberapa upaya dilakukan Indonesia agar konflik
tersebut tidak semakin parah dan membesar. Didasari dengan kepentingan nasional negara
Indonesia yaitu melaksanakan perdamaian dan ketertiban dunia, maka Indonesia berupaya
untuk menjadi penangah dari konflik tersebut, didorong juga oleh politik luar negeri yang
bersifat bebas aktif. Di luar dai perannya dalam menyelesaikan konflik tersebut, Indonesia
telah memikirkan segalanya termasuk dari asas manfaar yang ada dibalik masalah tersebut.
dengan dilakukannya beberapa upaya oleh indonesia, baik yang dilakukan secara langsung
maupun melalui ASEAN. Hal itu dapat menambah eksistensi di mata dunia, selain itu,
wilayah Asia Tenggara yang stabil, sangat menguntungkan bagi Indonesia dalam bidang
ekonomi maupun politik, serta pertahanan, dan juga, apabila Indonesia berada di kawasan
yang aman dan stabil, maka hal itu akan berdampak baik untuk proses pembangunan
Indonesia. Oleh sebab itu Indonesia melakukan upaya-upaya agar konflik yang terjadi di LCS
dapat terselsaikan dengan melihat manfaat-manfaat yang ada dari segi politik luar negeri
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Arifianto, A. (2018). Politik Indonesia Dalam Konflik Laut Cina Selatan Blok Natuna.
Prosiding Konferensi Nasional Ke-7 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi
Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA).
Haffsari, P. P., & Kurniawan, Y. (2018). Peran Kepemimpinan Indonesia dalam Pengelolaan
Sengketa Laut Cina Selatan. Sospol: Jurnal Sosial Politik, 4(1), 55-77.
Hutama, MDP (2019). Intervensi Negara Ketiga dan Peran Indonesia Bersama ASEAN
dalam Penyelesaian Isu Laut Cina Selatan (LCS). Dinamika Global: Jurnal Ilmu
Hubungan Internasional , 4 (02), 329-346.
Itasari, E. R., & Mangku, D. G. S. (2020). Elaborasi Urgensi Dan Konsekuensi Atas
Kebijakan Asean Dalam Memelihara Stabilitas Kawasan Di Laut Cina Selatan Secara
Kolektif. Harmony: Jurnal Pembelajaran IPS dan PKN, 5(2), 143-154.
Massie, S. M. (2020). Peran Diplomasi Indonesia Dalam Penyelesaian Sengketa di Kawasan
Laut China Selatan Pasca Putusan Permanent Court of Arbitration, 2016. LEX ET
SOCIETATIS, 8(2).
Perwita, A. B. (2017). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Prabowo, EE (2013). KEBIJAKAN DAN STRATEGI PERTAHANAN INDONESIA (Studi
Kasus Konfl ik Di Laut Cina Selatan). Jurnal Ketahanan Nasional , 19 (3), 118-129.
Setiawan, A., & Sulastri, E. (2017). Pengantar Studi Politik Luar Negeri.
Shintia Ramadani, S. T. (2019). Analisis Kebijakan Luar Negeri Filipina Terkait Sengketa
Laut Cina Selatan Pada Masa Duterte. Intermestic: Journal of International Studies,
49-50.
Sudira, I. N. (2014). Konflik Laut Cina Selatan dan Politik Luar Negeri Indonesia ke
Amerika dan Eropa. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 10(2).
WIJAYA, M. F. A. KEBIJAKAN JOKOWI TERKAIT LAUT CINA SELATAN.