Peningkatan Kapabilitas Militer Cina dalam Upaya Membendung Kekuatan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan
Dosen Pengampu : Diansari Solihah Amini, S.IP, MA
Di susun oleh :
Wanda Farmizal 17320019
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga saya dapat merampungkan penyusunan papper Studi Kawasan Asia
Timur dengan judul “Peningkatan Kapabilitas Militer Cina dalam upaya Membendung
Kekuatan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan” tepat pada waktunya.
Penyusunan paper semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa
saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
merampungkan paper ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun dalam aspek lainnya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu saran maupun kritik demi
memperbaiki paper ini.
Akhirnya saya sangat mengharapkan semoga dari paper ini dapat diambil manfaatnya
dan besar keinginan saya dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan
lain yang relevan pada paper selanjutnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................6
1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................6
1.4. Kerangka Konsep/Teori...............................................................................................6
1.4.1. Teori Kompleksitas Keamanan Kawasan (Regional Security Complex Theory)
menurut Barry Buzan..........................................................................................................7
1.4.2. Konsep Kepentingan Nasional.............................................................................7
BAB II........................................................................................................................................9
PEMBAHASAN........................................................................................................................9
2.1. Kepentingan Cina di Laut Cina Selatan..........................................................................9
2.2. Keterlibatan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan......................................................10
2.3. Peningkatan Kapabilitas Militer Cina dalam membendung Kekuatan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan.............................................................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................13
3.1. Kesimpulan................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laut Cina Selatan merupakan laut tepi dari Samudra Pasifik dengan luas sektor
3.500.000 km membentang dari Barat Daya ke Timur Laut, dari Singapura ke Selat Taiwan.
Negara-negara yang wilayahnya berbatasan dengan laut adalah Tiongkok, Makao, Hongkong,
Taiwan, Filipina, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Kamboja dan Vietnam
(Setiawan, 2017). Hingga saat ini, di Laut Cina Selatan juga memiliki lebih dari 250 pulau
salah satunya Spartly dan Paracel serta terumbu karang yang sebagian besar tidak
berpenduduk bahkan terendam ketika air pasang. Selain memiliki luas perairan di Laut Cina
Selatan juga memiliki jumlah pulau yang banyak. Laut Cina Selatan diperkirakan memiliki
potensi sumber daya alam yang berlimpah, cadangan minyak dalam jumlah besar serta
perebutan kepulauan Spartly dan Kepulauan Paracel. Sehingga membuat negara-negara
bersengketa di perairan Laut Cina Selatan selalu memanas.
Jika di lihat dari intesitas konflik, Laut Cina Selatan telah menjadi isu hangat dan
perdebatan di dunia internasional. Sengketa Perairan di Laut Cina Selatan melibatkan enam
negara secara langsung yaitu Cina, Taiwan, Filipina, Brunei, Taiwan dan Viatnam terkait
dengan klaim masing-masing pihak terhadap Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel
(Prabowo, 2013). Awal mula konflik Laut Cina Selatan bermula oleh klaim Cina atas
Kepulauan Spartly dan Paracel pada tahun 1974 dan 1992 (Bidara, 2018). Secara tidak
langsung, sengketa di perairan tersebut melibatkan pihak lain yang terkena Spil Over seperti
Amerika Serikat yang sangat menjunjung tinggi kebebasan bernavigasi.
Secara geografis, perairan Laut Cina Selatan memiliki arti strategis baik ditinjau dari
segi lalu lintas pelayaran serta memiliki wilayah perbatasan dengan Malaysia, Singapura,
Thailand dan Vietnam. Pemanfaatan Sumberdaya perikanan di wilayah perbatasan melalui
berbagai usaha perikanan selain dapat meningkatkan aspek kesejahteraan juga keamanan.
Dengan aspek kesejahteraan, dimaksudkan sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya alam
untuk meningkatkan kemakmuran atau kesejahteraan, sedangkan aspek keamanan adalah
meningkatkan upaya pengamanan wilayah perairan perbatasan tersebut.
Sengketa di Laut Cina Selatan tidak lepas dari kepentingan nasional masing-masing
negara yang berbeda, baik negara pengklaim maupun bukan pengklaim. Meskipun sengketa
Laut Cina Selatan sebenarnya hanya melibatkan enam negara pengklaim, akan tetapi negara-
4
negara lain juga mempunyai kepentingan strategis dengan perairan tersebut. Berdasarkan
tinjauan terhadap sengketa di Laut Cina Selatan, setidaknya ada dua aspek yang mendasari
dan atau mendorong mengentalnya sengketa itu dalam beberapa tahun terakhir.
Penetapan Laut China Selatan tidak lepas pula dari kepentingan pertahanan negeri itu
guna menciptakan zona penolakan laut dan udara sehingga kemampuan kekuatan lawan dapat
ditangkal dalam periode waktu tertentu di sekitar wilayah daratan China. Strategi pertahanan
China disebut sebagai Offshore Defense yang mempunyai dua zona pertahanan yaitu two
island chains (Prabowo, 2013). The first island chain merupakan garis tanpa putus yang
melingkupi kepulauan Kuril, Jepang, kepulauan Ryukyu, Taiwan dan Indonesia (Pulau
Kalimantan hingga Pulau Natuna Besar). Dari situ tergambar bahwa Laut China Selatan
adalah bagian dari strategis pertahanan China.
Sedangkan Amerika Serikat dan negara lainnya yang tidak terlibat langsung dalam
perebutan sebagian dan atau seluruh wilayah Laut Cina Selatan mendasarkan kepentingannya
di perairan itu pada kebebasan bernavigasi, baik untuk kepen tingan militer maupun ekonomi.
Adanya sengketa atau upaya pihak-pihak yang memiliki klaim terhadap sebagian atau seluruh
wilayah perairan Laut Cina Selatan untuk melakukan tindakan yang dianggap menghalangi
kebebasan bernavigasi dinilai sebagai ancaman terhadap kepentingan nasional Amerika
Serikat maupun negara-negara lain itu. Negara-negara lain yang dimaksud adalah Jepang,
Korea Selatan, India dan Australia. Bagi negara-negara itu, kebebasan bernavigasi
merupakan bagian tidak terpisahkan dari aspirasi politik mereka.
Kedua, kebutuhan ekonomi. Sengketa di Laut Cina Selatan tidak dapat dilepaskan
juga dari kebutuhan ekonomi negara-negara yang terlibat sengketa tersebut. Adanya
cadangan minyak dan gas (baik yang sudah terbukti maupun baru sebatas dugaan), di
cekungan Laut Cina Selatan. Strategisnya cadangan minyak dan gas di perairan itu tidak
lepas dari upaya negara-negara pengklaim untuk mengurangi ketergantungan terhadap ladang
5
minyak di Timur Tengah, Cina, Vietnam, Filipina dan Brunei memiliki kepentingan untuk
mengeksploitasi minyak dan gas bumi di wilayah yang mereka klaim.
Hingga saat ini China dengan melakukan reklamasi pulau, aktivitas pembangunan dan
militerisasi di Laut China Selatan telah meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut. Hal itu
terjadi karena Cina menganggap bahwa perairan laut Cina Selatan merupakan tempat yang
strategis serta merupakan salah satu kepulauan yang masuk ke dalam peta nasional Cina sejak
masa dinasti Han, sehingga hal tersebut harus diperjuangkan. Di sisi lain Cina menganggap
Amerika Serikat yang menggunakan prinsip kebebsan bernavigasi di Laut Cina Selatan
merupakan sebuah ancaman bagi Cina. Adanya ancaman yang dirasakan oleh Cina secara
keamanan membuat Cina merasa terancam dan dilema sehingga Cina menempatkan
militernya di Laut Cina Selatan untuk membendung kekuatan Amerika Serikat.
3. Dan yang terakhir untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Kawasan Asia Timur
6
1.4.1. Teori Kompleksitas Keamanan Kawasan (Regional Security Complex
Theory) menurut Barry Buzan
Dalam teori Kompleksitas Keamanan Kawasan, Buzan berpendapat bahwa
region bukanlah berarti teritori saja, tetapi merupakan konsep kawasan yang mana
proses sekuritisasi, desekuritisasi dan interaksi antara negara didalamnya saling
terhuung dan memiliki keterkaitan. Masalah keamanan negara-negara dalam
kawassan tersebut juga tidak dapat di analisis secara terpisah (Syahrin, 2018).
Secara sederhana, teori ini berfokus pada unsur-unsur pembentuk kompleksitas
keamanan dalam suatu kawasan tertentu. Dalam uraian yang berbeda, Buzan dan
Waever menyatakan bahwa faktor geografis, etnisitas, dan budaya masyarakat di
suatu wilayah juga bisa menimbulkan kompleksitas keamanan kawasan, ketika
terdapat ketergantungan dan hubungan keamanan antar negara dalam kawasan
tersebut. Secara khusus, hal ini kemudian akan juga mempengaruhi perkembangan
sistem ekonomi dan politik yang akan menimbulkan saling ketergantungan antar
negara. Pada akhirnya, kondisi ini akan memunculkan sistem pertahanan keamanan
kawasan dan aliansi militer akibat dari perubahan tersebut (Syahrin, 2018).
7
Kepentingan nasional juga dapat dipahami sebagai konsep kunci dalam politik
luar negeri. Konsep tersebut dapat diorientasikan pada ideologi suatu negara ataupun
pada sistem nilai sebagai pedoman perilaku suatu negara terhadap negara lain. Artinya
bahwa keputusan dan tindakan politik luar negeri bisa didasarkan pada
pertimbanganpertimbangan ideologis ataupun dapat terjadi atas dasar pertimbangan
kepentingan ekonomi. Namun bisa juga terjadi interplay antara ideologi dengan
kepentingan ekonomi sehingga terjalin hubungan timbal balik dan saling
mempengaruhi antara pertimbanganpertimbangan ideologis dengan kepentingan
ekonomi yang tidak menutup kemungkinan terciptanya formulasi kebijaksanaan
politik luar negeri yang lain atau baru (Harini, 2011).
8
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kepentingan Cina di Laut Cina Selatan
Klaim kepemilikan atas kawasan Laut Cina Selatan yang dilakukan oleh China sejak
dekade 1970-an didasarkan pada tiga hal pokok yakni kemajuan ekonomi, politik dan
kebutuhan akan pertahanan dan keamanan (Harini, 2011). Pertumbuhan penduduk yang
tergolong cepat memungkinkan adanya peningkatan pemanfaatan energi minyak. Bagi China,
dalam jangka panjang cadangan minyak Laut Cina Selatan meskipun dalam jumlah yang
belum pasti tetap akan digunakan untuk menopang kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan akan
cadangan minyak berlebih dari sumber baru sudah dirasakan sejak pertengahan tahun 1970-
an yakni ketika produksi minyak China mengalami penurunan. Faktor eksternal yakni krisis
minyak dunia juga turut memengaruhi perekonomian dalam negeri akan pentingnya cadangan
minyak. Kemerosotan ini terus berlanjut sampai dekade berikutnya meskipun tidak diketahui
jumlahnya secara pasti. Kemungkinan fakta ini dipengaruhi oleh cepatnya pertumbuhan
penduduk dan industrialisasi selama program modernisasi. Kecenderungan itu berdampak
pada permintaan masyarakat terhadap sumber energi mineral terus bertambah.
Dari aspek politik, klaim tersebut berkaitan dengan strategi politik luar negeri Cina
terhadap negara-negara Asia Tenggara. Laut Cina Selatan dianggap sebagai teritorial Cina
untuk memproyeksikan peranan strategisnya secara aktual. Keterlibatan Cina dalam
persengketaan tersebut semata-mata hanya untuk menegaskan kembali perannya sebagai
negara besar dalam percaturan regional. Berakhirnya konflik Kamboja telah mengubah peran
Cina yang sebelumnya memanfaatkan isu tersebut untuk menarik negara-negara non-komunis
ke dalam pengaruhnya. Melalui langkah ini, China dapat mengisolasi posisi Vietnam secara
regional. Penyelesaian Kamboja berdampak pada corak politik luar negeri Cina terhadap
negara-negara Asia Tenggara terutama yang tergabung dalam ASEAN.
9
Dari bidang pertahanan dan keamanan, klaim China berkaitan dengan kesalahan
pengalaman masa lalu yang kurang memberi perhatian pada potensi laut. Pertama, faktor
lemahnya kekuatan laut sekeliling China merupakan peluang yang mempermudah penetrasi
imperialisme Barat yang pada akhirnya berakibat pada terbagi-baginya wilayah China ke
dalam penguasaan kekuatan asing. Selama Perang Dingin persepsi ancaman terhadap Soviet
muncul seiring dengan pembangunan pangkalan militernya di Vietnam. Hal ini terlihat ketika
China memberi “pelajaran” terhadap Vietnam (1979) Uni Soviet juga telah mengirimkan
armadanya sebagai penangkal terhadap inisiatif Angkatan Laut China di Pulau Hainan dan
Kepulauan Paracel (Harini, 2011). Kedua, dalam kaitannya dengan kepentingan keamanan,
Cina membutuhkan suatu armada angkatan laut yang kuat dan pangkalan yang strategis.
Strategi China dalam sengketa Laut Cina Selatan merupakan paket yang sama dengan
usaha mempertahankan integritas teritorialnya. Kepentingan China terhadap Laut Cina
Selatan terutama Kepulauan Spratly dan Paracel tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi
dan menunjang program modernisasi namun juga upaya penyatuan Taiwan. Apabila China
berhasil menguasai dan mengontrol lalu lintas kapal yang melintasi Laut Cina Selatan, maka
negara ini mampu mempertahankan integritas Taiwan sebagai teritorinya yang terwujud
dalam semboyan “One Policy China/ China satu China”.
Pada tahun 2009, Amerika Serikat kembali memperhatikan kawasan sengketa Laut
Cina Selatan yang disebabkan dua faktor, yaitu ancaman Cina terhadap perusahaan minyak
Amerika Serikat yang beroperasi di laut lepas pantai Vietnam pada tahun 2008 dan perlakuan
Cina terhadap kapal USNS impeccable dan kapal laut Amerika Serikat. Pada tahun 2010,
10
Amerika Serikat melakukan perbaruan kebijakan di Laut Cina Selatan dengan menambahkan
tiga poin baru setelah adanya peningkatan ketegangan negara-negara pengklaim, yang mana
hal tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk terlibatnya Amerika Serikat di Laut Cina Selatan.
Sejak 1978, China telah menetapkan dirinya sebagai negara maritime dengan fokus
pada pengembangan angkatan lautnya dengan bercita-cita menjadi sebuah kekuatan laut
lintas samudera (Blue Water navy) (Bahri, 2016). Hal ini juga menjadi dasar China dalam
memperluas klaimnya sebagai negara maritime. Dengan ini China telah memproklamasikan
dirinya akan melakukan navigasi di wilayah perairan dalam pencapaian kepentingan
nasionalnya. Hal ini sangat relevan dengan melihat tujuan politik luar negeri China menuju
negara-negara maju di Eropa, Amerika dan seluruh penjuru dunia.
Terjalinnya hubungan kerjasama AS-Vietnam pada tahun 2010 membuat Cina merasa
khawatir dan merespon negatif. Setelah kunjungan Hillary Clinton ke Hanoi pada tahun 2010,
Cina menyatakan akan menggunakan kekuatan militer untuk menyelesaikan sengketa
teritorial di Laut Cina Selatan. Selain dari pernyataan tersbut, Cina melakukan intensitas
patroli di kawasan tersebut yang menyebabkan 20 kali penangkapan nelayan Vietnam oleh
angkatan laut Cina di Laut Cina Selatan pada tahun 2010.
11
Selain kekhawatiran Cina terhadap hubungan kerjasama yang dilakukan oleh Amerika
Serikat dengan Vietnam di bidang militer dan pertahanan. Cina juga berupaya melakukan
peningkatan intensitas patroli di perairan dan melakukan reklamasi pulau Spartly serta
menempatkan pasukan militernya di kawasan tersebut.
Merespon gerakan Amerika Serikat di perairan Laut Cina Selatan, membuat Cina
secara cepat dan agresif melakukan modernisasi militer, misalnya dalam pengembangan
satelit luar angkasa, rudal balistik, dan pembangunan kapal selam, yang tentu menyebabkan
kekhawatiran bagi negara lain di kawasan. Selain itu sejak tahun 2005 sampai 2018, Cina
secara konsisten terus meningkatkan anggaran militernya. Pada tahun 2010, peningkatan
anggaran militer mencapai 7,5%, 12,7% pada tahun 2011, 11,2% pada tahun 2012, dan
10,7% pada tahun 2013. Untuk tahun 2015, Cina meningkatkan anggaran militer sebesar
10,1% (Syahrin, 2018). Pada 3 Maret 2018, Pemerintah Cina kembali secara resmi
menyampaikan bahwa anggaran militer untuk tahun 2018 akan meningkat 8,1% setelah
sebelumnya tahun 2017 anggaran pertahanan Cina juga meningkat sekitar 7%. Bahkan,
berdasarkan data SIPRI yang dihimpun oleh Trading Economic (2018) anggaran belanja
militer Cina sudah mencapai angka sekitar 230 miliar dolar untuk tahun 2018 (Syahrin,
2018).
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari makalah ini yaitu ketegangan di
Laut Cina Selatan yang terus memanas membuat negara-negara harus
mengambil tindakan yang berbeda-beda. Konflik yang terjadi di Laut Cina
Selatan tidak hanya sebagian besar melibatkan negara-negara Asia Tenggara
atau negara pengklaim, melainkan negara non pengklaim juga terlibat dalam
konflik di Laut Cina Selatan yaitu Amerika Serikat. Kehadiran Amerika
Serikat di kawasan laut Cina Selatan dengan menggunakan prinsip kebebasan
bernavigasi merupakan sebuah kekhawatiran bagi Cina terkhus dalam
sengketa teritorial dengan negara-negara pengklaim seperti Vietnam, Filipina,
Brunei,Taiwan dan Kamboja. Kekhawatiran itu disebabkan adanya pengaruh
yang dirasakan oleh Cina seperti hubungan Vietnam dengan Amerika Serikat
di bidang Militer serta intensitas patroli Amerika Serikat di perairan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14