Anda di halaman 1dari 14

“Persengketaan Indonesia dan China beserta dampak

yang diberikan atas klaim sepihak yang dilakukan


China di laut Natuna Utara”

Disusun Oleh :
FRISKA NOVELIA MOMIYO (05182029)

HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK UNIVERSITAS JAKARTA
JAKARTA
2022
ABSTRAK

Persengketaan Indonesia dan China beserta dampak yang diberikan atas


klaim sepihak yang dilakukan China di laut Natuna Utara

Natuna Utara atau yang biasa disebut dengan Laut China Selata merupakan tepian laut yang
membentang dari selat Karimata dan selat Malaka hingga ke selat Taiwan yang memiliki luas
kurang lebih 3.500.000 km persegi. Natuna juga merupakan lau yang strategis karena
dilintasi oleh sepertiga kapal dunia dan juga memiliki kekayaan bahari yang melimpah dari segi
makhluk hidup yang dapat membantu menopang perekonomian dan juga menjadi sumber
ekonomi terbesar untuk jutaan orang. Tak hanya itu, natuna juga memiliki cadangan gas alama
dan minyak yang sangat besar dan melimpah se Asia Tenggara.
Sebenarnya konflik atas perairan Natuna Utara ini terjadi akibat dari klaim Tiongkok atas
wilayah tersebut yang berlandaskan dengan teori sembilan garis putus-putus yang mereka
gambar di peta kawasan mereka sendiri dengan menambahkan wilayah Natuna Utara

kedalamnya. Yang 1awalnya sembilan garis putus-putus tersebut hanya mencakup


kepulauan Spartly dan Kepulauan Paracel, namun mereka menambahkan wilayah Natuna
Utara di dalamnya. Hal ini lah yang menjadi awal konflik antara kedua negara mengenai
klaim di wilayah tersebut.
Dalam penulisan ini diharapkan hasilnya dapat berguna untuk para pembaca memahami konflik
yang sedang terjadi antara Indonesia dan tiongkok dalam mengatasi masalah yang ada di Laut
China Selatan dan juga menambah wawasan serta pengetahuan para pembaca tentang
fenomena yang terjadi antar negara dalam mempertahankan wilayah teritorialnya.
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Masalah mengenai kedaulatan serta kemanan suatu negara merupakan salah satu
masalah yang sangat sensitif dan harus benar-benar teliti serta berhati-hati dalam
pembahasan serta penyelesaiannya. Karena pada dasarnya tidak ada satu negara pun yang
mau negara bagiannya bahkan sejengkal pun diusik oleh negara lain apalagi sampai diklaim
miliknya. Satu negara akan sangat mati-matian mempertahankan serta memperjuangkan
kedaulatan serta keamanan negara bagiannya. Maka dari itu konflik mengenai wilayah dan
batasan wilayah pun akan menjadi konflik yang berkepanjangan apabila tidak ditangani
dengan cepat dan tepat. Dengan teratasinya sengketa antara perebutan suatu wilayah maka
akan menjamin kemanan serta kedaulatan yang ada di suatu negara. Dan persoalan
mengenai konflik perbatasan ini harus dianggap serius karena bukan hanya kedua negara
yang berkonflik yang mengalami kerugian, akan tetapi negara-negara bagian bahkan
beberapa negara akan ikut terseret dan kena imbas dari konflik antra negara yang
bersengketa ini.
Natuna Utara atau yang biasa disebut dengan Laut China Selata merupakan tepian laut
yang membentang dari selat Karimata dan selat Malaka hingga ke selat Taiwan yang memiliki
luas kurang lebih 3.500.000 km persegi. Natuna juga merupakan laut yang strategis
karena dilintasi oleh sepertiga kapal dunia dan juga memiliki kekayaan bahari yang
melimpah dari segi makhluk hidup yang dapat membantu menopang perekonomian dan juga
menjadi sumber ekonomi terbesar untuk jutaan orang. Tak hanya itu, natuna juga memiliki
cadangan gas alam dan minyak yang sangat besar dan melimpah se Asia Tenggara. Secara
geografis Natuna sendiri terletak di bebrapa titik yaitu disebelah selatan Tiongkok, disebelah
timur Vietnam, disebelah barat Filipina, di sebelah timur semenanjung Malaya dan Sumatra
hingga selat Singapura di sebelah barat, dan di sebelah Utara Kepulauan Bangka Belitung dan
Kalimantan.
Berada tepat di kawasan yang sangat strategis, memiliki sumber daya alam yang
melimpah dan berada di antara beberapa bagian negara membuat Natuna Utara ini menjadi
di perebutkan dan banyak beberapa negara yang mengklaim bahwa wilayah Natuna Utara
merupakan bagian dari negara mereka. Seperti halnya Indonesia dan China. Namun
tak jarang beberapa negara memilih untuk tidak menggugat dan mengklaim wilayah Laut
China Selatan agar tidak menghadapi konflik yang berkepanjangan. Negara yang sampai
saat ini tetap mempertahankan klaim nya atas Natuna dan sangat berpegang pada
klaimnya yaitu Indonesia dan juga China. Jadi aktor yang berperan dan juga masuk dalam
pembahasan kali ini adalah Negara Indonesia dan China yang sama-sama memperebutkan
klaim atas wilayah Natuna Utara
Sebenarnya konflik atas perairan Natuna Utara ini terjadi akibat dari klaim China atas
wilayah tersebut yang berlandaskan dengan teori sembilan garis putus-putus yang mereka
gambar di peta kawasan mereka sendiri dengan menambahkan wilayah Natuna Utara
kedalamnya. Yang 1awalnya sembilan garis putus-putus tersebut hanya mencakup kepulauan
Spartly dan Kepulauan Paracel, namun mereka menambahkan wilayah Natuna Utara di
dalamnya. Hal ini lah yang menjadi awal konflik antara kedua negara mengenai klaim di
wilayah tersebut.
Indonesia sendiri merupakan negara maritim yang berbentuk kepulauan dan memiliki
17.504 pulau didalamnya. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil yang diapait
oleh samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada wilayah Indonesia bagian Utara yang
berbatasan langsung dengan negara Malaysia itulah Laut Natuna Utara berada.
Dalam kepentingan stabilitas kawasan, Indonesia sebenarnya mempunyai hak atas
kedaulatan dikawasan perairan Natuna Utara dan memiliki kepentingan untuk menjaga
keamanan, keutuhan, stabilitas dan bahkan ekonomi di wilayah tersebut. Dikarenakan
kekayaan alam, potensi perekonomian tinggi dan juga letak Natuna Utara yang sangat strategis
ini lah yang membuat China mengklaim secara sepihak atas Kepemilikan dari Natuna Utara
dan menginginkan untuk mengambil kuasa penuh atas seluruh wilayah Natuna Utara. Hal
ini lah yang dikhawatikan akan menimbulkan konflik yang sangat panjang dan harus
ditangani secara tepat agar tidak berdampak pada stabilitas yang ada di wilayh Indonesia yang
sudah jelas merugikan negara dan mengancam keamanan serta perekonomian paling besar di
Indonesia. Mengapa dikatakan Indonesia mempunyai hak atas kedaulatan perairan Natuna? Ya
karena pintu masuk dan keluar untuk menuju ke Natuna Utara sendiri berada di wilayah
yang bernama ALKI 1 (Alur Laut Kepulauan Indonesia 1) dan sudah jelas bahwa alur
perdagangannya melewati jalur perdagangan Internasional dan merupakan wilayah kedaulatan
Negara Republik Indonesia. Indonesia pun memiliki hak atas kepentingan perekonomian
untuk sumberdaya alam di ZEE atas Natuna Utara.
Seperti yang kita lihat di kasus sebelumnya tentang penenggelaman kapal-kapal yang
berasal dari China oleh Indonesia atas kebjikana menteri kelautan dan perikanan Indonesia
karena kapal China sudah melanggar batas dan juga memasuki kawasan Natuna Utara serta
Indonesia mengklaim bahwa kapal tetsebut melakukan ilegal Fishing di area sekitaran Natuna
Utara. Tak hanya itu, TNI melakuakn penembakan serta pengusiran terhadap kapal-kapal ikan
dari negara China yang mengangkut dan mengambil ikan di Natuna Utara. Hal ini membuat
menteri luar negeri China melakukan protes atas tindakan Indonesia yang langsung
menenggelamkan serta menembaki kapal-kapal mereka. Namun Indonesia sendiri mengklaim
bahwa langkah itu mereka ambil karena memang secara ZEE Tiongkok telah melewati batas
dan sudah masuk dalam zona Perairan Indonesia dan melakukan ilegal Fishing disana dan
sudah melanggar hak berdaulat Indonesia terhadap Natuna Utara dan Indonesia memiliki
kewajiban serta wewenang untuk menindaki sesiapa yang melanggar ZEE serta kedaulatan di
wilayah mereka. Maka kebijakan yang dikeluarkan untuk menimbulkan efek jera serta
memberi peringatan terhadap China serta negara lain yang melanggar peraturan yang ada di
wilayah tersebut. Semenjak kejadian ilegal Fishing yang dilakukan oleh China, Indonesia
semakin memperkuat penjagaan dan pengawasan mereka terhadap area yang ada di Natuna
Utara serta memperkuat maritim nya. Indonesia mengerahkan pasukan TNI AL untuk berjaga
selama 24 jam tanpa henti dan menyusuri setiap bagian yang ada di perairan Natuna. Hal ini
sengaja dilakukan agar tak ada lagi kapal-kapal pengangkut ikan dari China maupun negara
lain yang hendak melakukan ilegal Fishing di sekitaran Natuna Utara dan Indonesia tetap bisa
menjaga kedaulatan serta wewenang nya atas wilayah tersebut. Sebenarnya masih banyak lagi
kapal-kapal asing yang masuk ke perairan Natuna untuk melekukan ilegal Fishing seperti
kapal-kapal nelayan Filipina dan Vietnam yang masuk ke perairan Natuna Utara dan
mengambil ikan yang ada di perairan tersebut tanpa izin, kemudian TNI AL pun langsung
menghancurkan kapal-kapal tersebut.
Seolah tak terima atas klaim Indonesia dan juga tak ada kata menyerah, China terus
melakukan negosiasi dan juga diskusi tentang klaimnya atas Natuna. China melakukan
negosiasi dengan 10 negara yang di dalamnya termasuk juga Indonesia sebagai anggota
negosiasi nya. Indonesia sendiri sangat khawatir atas sikap Tiongkok yang semakin hari
semakin ambisius melakukan klaimnya terhadap Natuna Utara dan tak ada hentinya untuk
melakukan negosiasi atas wilayah yang menghasilkan $3,4 triliun perdagangannya per tahun
tersebut. Sebenarnya dari pihak China sendiri ingin menyelesaikan sengketa dengan cara
Bilateral, namun sebagian besar negara anggota ASEAN lebih memilih ke arah diskusi
Multilateral. Hal ini dikarenakan mereka tentu akan merasa dirugikan dengan penyelesaian
China secara Bilateral dan mereka pun sepakat untuk berdiskusi sesuai dengan vote terbanyak
yaitu diskusi Multilateral.
Memang benar adanya bahwa Indonesia sendiri belum secara gamblang melakukan klaim
resmi terhadap Natuna Utara, akan tetapi Indonesia sangat yakin bahwa wilayah tersebut
sudah jelas diatur oleh hukum Internasional dibawah aturan PBB. Mengacu Pada
PP( Peraturan Pemerintah) 38 Tahun 2002 dan PP 37 tahun 2008 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia yang telah didepositkan ke Sekjen
PBB pada tahun 2009. China sendiri melakukan klaim tersebut karena didasari oleh teritorial
nya yang ditandai oleh sembilan garis putus-putus. Dan Indonesia sendiri berpegang pada
Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menyatakan tentang Hukum Laut atau
yang biasa disebut dengan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).
Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982 , Pemerintah Indonesia mencabut UU
No. 4 / Prp tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia dengan menerbitkan UU No. 6
tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, serta menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 61
tahun 1998 tentang Penutupan Kantung Natuna
Dan memang Indonesia sebenarnya telah menutup jalur negosiasi dengan China kemudian
dari pihak Indonesia telah menurunkan pasukan TNI AL untuk berjaga disekitaran natuna
utara untuk tetap memastikan kawasan tersebut aman dan terhindar dari kapal-kapal asing
yang mencoba masuk dan menggangu kedaulatan yang ada di kawasan tersebut dengan
aktifitas- aktifitas laut mereka yang seenaknya tanpa pamit.
Sebenarnya negara-negara lain termasuk China boleh saja untuk melakukan aktifitas serta
mengambil sumber daya alam yang ada di perairan Natuna Utara, akan tetapi sebelum itu
hafus meminta izin serta masuk secara resmi pada pemerintah Republik Indonesia sesuai yang
tertuang di Undang-Undang Pasal 5 ayat 1 yang mengatur : siapapun yang melakukan
ekplorasi ataupun eksploitasi sumber daya alam maupun kegiatan lainnya di zona ekonomi
eksklusif Indonesia atau ZEEI maka harus melewati perizinan dari pemerintah Republik
Indonesia dan berdasarkan persetujujan Internasional dengan Pemerintah Republik Indonesia
dan harus memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan dan diberikan oleh pemerintah
Republik Indonesia dan persetujuan Internasional. Jika terdapat pelanggaran dan masuk tanpa
izin maka Dari pihak Indonesia berhak memberikan hukuman dan sanksi yang telah ditetapkan
dan di setujui oleh pemerintah Indonesia serta negara yang melanggar peraturan.
Sebenarnya klaim sepihak yang dilakukan China dengan mendasari sembilan garis putus-
putus membuat Indonesia tidak nyaman, akan tetapi Indonesia memilih untuk tidak terlibat
di dalamnya. Namun ketika China memperluas wilayah cakupan terbaru dan menyinggung
natuna dalam peta terbarunya maka Indonesia pun harus menindaklanjuti atas klaim sembilan
garis putus-putus yang dilakukan oleh China karena pemerintah Indonesia menganggap ini
akan merusak stabilitas serta keamanan negara Republik Indonesia serta berimbas pada ZEE
di wilayah perairan Indonesia. Hal ini lah yang membuat Indonesia makin memperkuat
ketahanan dan juga pertahanan mereka untuk menjaga stabilitas Indonesia. Sikap agresif dan
melakukan klaim sepihak yang dilakukan oleh China ini lah yang sangat membuat Indonesia
merasa dirugikan dan juga merasa terancam ke stabilitasan negaranya dan juga merupakan
ancaman dibidang ekonomi serta pertahanan negara.
Sembilan garis putus-putus sendiri merupakan wilayah yang digambarakan oleh
pemerintah Tiongkok. Nine dash line sendiri telah tercatat dipeta dinasti Qing pada
zaman kekaisaran Tiongkok. Wilayah nine dash line ini mencakup kepulauan Paracel dan
Spartly. Namun seiring berjalan nya waktu sertah adanya potensi besar dibidang ekonomi
kepulauan Natuna Utara membuat China mengklaim perluasan wilayah cakupan nine dash line
mereka hingga menyentuh kepulauan Natuna Utara dan menuntut hak serta klaim atasnya.
Keputusan perluasan cakupan nine dash line ini lah yang membuat beberapa negara termasuk
Indonesia merasa tidak nyaman serta menganggap China melakukan klaim sepihak tanpa
adanya hukum Internasional yang melandasi klaim tersebut. Lebih parahnya lagi China
mengklaim wilayah tersebut dengan presentase 90% yang artinya sebagian besar laut Natuna
Utara adalah wilayah mereka. Walaupun Indonesia sendiri menyatakan bahwa mereka tidak
memiliki klaim terhadap Natuna Utara akan tetapi setelah China menggambar peta tentang
Nine Dash line terbaru yang menyangkut Natuna Utara maka Indonesia pun terseret dalam
konflik tersebut dan harus mengambil tindakan agar kedaulatan nya tetap terjaga.
Dari sudut pandang ASEAN sendiri, konflik yang terjadi atas klaim Natuna Utara ini
sangatlah berpengaruh terhadap kestabilan ekonomi, politik serta kemanan di wilayah
bagaian Natuna Utara dan membuat negara-negara sekitar mengalami imbas dari konflik
tersebut. Usulan untuk kerjasama di bidang ekonomi, politik maupun ketahanan pun
dilakukan untuk menjaga stabilitas serta merujuk kepada perdamaian serta kedaulatan di
masing-masing negara tanpa harus bersengketa dan menuju konflik yang berkepanjangan
antara kedua negara ASEAn tersebut. Akan tetapi ambisi dari China yang amat sangat besar
terhadap klaim Natuna Utara ini yang bahkan mencapai titik 90% membuatnya tidak mau
mengambil jalan kerjasama namun hanya negosiasi yang dilakukan tapi dengan presentase
yang sedikit. Indonesia pun dengan tegas mengatakan bahwa hukum Internasional wilayah
tersebut dari dulu memang sudah dibawah kuasa Indonesia dan tidak ada yang bisa
mengelakkan hal tersebut. Ini lah yang memberatkan kedua kubu tersebut untuk
mendapatkan jalan keluar atas konflik klaim Natuna Utara.
Kemudian hal ini membuat ASEAN harus mengambil tindakan untuk tetap menjaga
perdamaian di antara kedua negara yang merupakan negara anggotanya. Dan kemudian
ASEAN pun membentuk ASEAN POLITICAL SECURITY COMMUNITY untuk menjadi
penengah konflik Natuna Utara tersebut. APSC sendiri berusaha untuk menjadi wadah dari
negara-negara anggotanya ataupun negara yang sedang berkonflik agar dapat menyelesaikan
sengketa mereka serta untuk menjalankan misi kerjasama dan juga ketahanan stabilitas di
masing-masing negara.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran latar belakang oleh penulis, maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut :
 Apakah Yang Menjadi Landasan Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
Mempertahnkan Wilayah Kepulauan Natuna Utara ?
 Apa Sajakah Kebijakan dan Langkah yang dilakukan Indonesia Untuk
Mempertahankan Negara Kedaulatannya?

I.3 Pembatasan Masalah

Dalam sebuah penulisan, ada baiknya harus memiliki batasan masalah untuk
menghindari terjadinya pelebaran masalah pada satu penelitian. Pembatasan masalah ini
dibuat agar penulis dapat menuliskan karya ilmiah nya dengan hanya membahas inti pokok
dari permasalahan yang sedang di teliti tanpa harus menambahkan masalah lain didalamnya.
Di dalam penelitian ini akan dibatasi pada judul nya saja yang hanya akan membahas
sengketa antara Indonesia Dengan China tanpa harus membahas konflik lain dan sengketa
klaim dengan negara lain walaupun nanti terdapat beberapa negara yang terlibat, namun
tetap inti masalah dan konflik nya hanya akan berfokus pada kedua negara tersebut.
Penulis membatasi permasalahan tersebut menjadi :
1. Kepentingan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia di laut utara Kepulauan
Natuna
2. Kebijakan Indonesia dalam memperkuat dan mempertahankan hak berdaulat Zona
Ekonomi Eksklusif di Kepulauan Natuna

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.4.1 Tujuan Penelitian


Setelah penjelasan diatas, maka dapat ditarik tujuan dilakukannya penelitian ini
untuk:
1. Menganalisa bagaimana awal mulanya Tiongkok megklaim laut china selatan sebagai
wilayah nya
2. Menganalisa bagaimana hubungan Indonesia dan Tiongkok dalam hal klaim wilayah
tersebut
3. Menganalisa konflik yang terjadi anatara Indonesia dan Tiongkok atas sengketa di
wilayah laut China Selatan
4. Menganalisa dampak yang dapat ditimbulkan atas klaim sepihak yang dilakukan oleh
Tiongkok
5. Menganalisa langkah apa saja yang harus dilakukan Indonesia untuk tetap
mempertahankan wilayah tersebut.

I.4.2 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Dalam penulisan ini diharapkan hasilnya dapat berguna untuk para pembaca
memahami konflik yang sedang terjadi antara Indonesia dan tiongkok dalam mengatasi
masalah yang ada di Laut China Selatan dan juga menambah wawasan serta pengetahuan para
pembaca tentang fenomena yang terjadi antar negara dalam mempertahankan wilayah
teritorialnya. dan penulisan ini mengara pada konflik antar negara yang dapat mengancam
diplomasi dan kedaulatan bukan hanya antar kedua negara yang berkonflik namun juga dapat
mengancam kedaulatan negara lainnya.

2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pembaca mengenai
pemahaman tentang kedaulatan negara yang harus tetap dijaga dan dipertahankan dan dapat
mengamankan wilayah yang sudah menjadi hak nya masing-masing.

I.5 Kerangka Dasar Pemikiran

Dalam penelitian ini terdapat dua konsep yang menjadi kerangka dasar
pemikiran yaitu Tentang Kepentingan Nasional Negara ( National Interest of the
State )
I.5.1. Teori Kebijakan Luar Negeri
Ketegangan yang dialami oleh Negara-negara bagian merupakan akar dari
pengklaiman China atas 90% laut Natuna Utara yang dituangkan dalam Sembilan garis putus-
putus yang sebenarnya tidak mencakup wilayah Natuna Utara tersebut.
Zona Ekonomi Eksklusif merupakan daerah yang berada di luar dan berdampingan dengan
laut yang teritorialnya patuh terhadap rezim hukum yang dimana memiliki hak- hak dan
yuridikasi Negara pantai. Karena telah diakuinya Negara Indonesia sebagai Negara
Kepulauan, maka secara tidak langsung Indonesia yang tadinya merupakan bagian dari
Lautan lepas beralih menjadi wilayah perairan Indonesia yang dengan begitu maka kedaulatan
serta kekuasan Negara Indonesia terhadap wilayah perairan makin luas.

I.6 Metode Penelitian

Dalam Penulisan ini, Penulis menggunakan Metode Penulisan Kualitatif.


penelitian kualitatif bisa dipahami sebagai prosedur riset yang memanfaatkan data deskriptif,
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Penelitian
kualitatif dilakukan untuk menjelaskan dan menganalisis fenomena, peristiwa, dinamika sosial,
sikap kepercayaan, dan persepsi seseorang atau kelompok terhadap sesuatu. Maka, proses
penelitian kualitatif dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan
digunakan dalam penelitian. Data yang dikumpulkan dalam riset kemudian ditafsirkan. Sesuai
dengan pengumpulan data yang bersifat kepustakaan, penelitian kualitatif, hal ini cenderung
menggunakan teknik analisis atau yang dijabarkan secara deskriptif.

I.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dibuat dengan tujuan untuk memudahkan segala proses penyusunan
skripsi. Untuk itu, dalam menentukan rancangan sistematika penulisan harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya. Pada penelitian ini adapun sistematika penulisannya, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini merupakan penjelasan mengenai latar belakang
masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan. Bab ini ditulis sebagai dasar dalam proses penelitian agar
tetap dalam rangkaian dan tidak melebar diluar pembahasan.
BAB II Pada Bab ini, Penulis akan menjabarkan Klaim yang dilakukan oleh Tiongkok
Terhadap Laut China Selatan dan bagaimana Indonesia menyikapi perlakuan
klaim sepihak ini
BAB III Pada Bab ini akan menjelaskan bagaimana negara Indonesia Mempertahnkan
wilayah nya dengan mengambil landasan Hukum Laut Internasional Indonesia.
BAB IV Pada Bab ini akan menjelaskan apa saja damnpak yang terjadi bagi Indonesia
Maupun negara terkait atas tindakan klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok
terhadap Laut China Selatan.
BAB V PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran yang sesuai dengan isi
penelitian yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

A Maksum - Sospol: Jurnal Sosial Politik, 2017 - ejournal.umm.ac.id

Andrie Soetarno.2013. Pengaruh Konflik Laut Tiongkok Selatan Terhadap Batas Wilayah Laut
RI, (Jakarta : Kemenko Polhukam).

Arifin, Saru.2016. Klaim Atas Wilayah Negara dalam Perspektif Hukum Laut Internasional.
(Makasar : Prosiding Simposium Nasional).

A Manual on Tecnical Aspect of the United Natios Cenvention on The Law of The Sea-1982.

A Manual on Tecnical Aspect of the United Natios Cenvention on The Law of The Sea-M51.

Agung, Pramono.2014. Pembangunan Kekuatan TNI AL Menuju Blue Water Navy dalam
Mendukung Poros Maritim Dunia, (Jakarta : Kementerian Luar Negeri).

Bakosurtanal Republik Indonesia.2009. Buku Panduan Aspek-Aspek Teknis dalam Konvensi


PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982). (Pusat Pemetaan Batas Wilayah).

Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri RI.2012. Penanganan
Permasalahan Perbatasan Maritim Indonesia dengan Negara-Negara Tetangga dalam Perspektif
Kepentingan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kementerian Luar Negeri).

Kementerian Luar Negeri.2012. Laporan Pertemuan Teknis Ke-22 Penetapan Batas Maritim RI-
Malaysia, (Jakarta : Kementerian Luar Negeri).

Maria Lestari.2016. Sengketa Indonesia-China di Laut Natuna dari Perspektif Hukum Laut,
(Makasar : Prosiding Simposium Nasional).
Simposium Nasional.2016. Putusan Permanent Court of Arbitration atas Sengketa Philipina dan
China, serta Implikasi Regional yang Ditimbulkannya. (Makasar : Universitas Hasanuddin).

Anda mungkin juga menyukai