Anda di halaman 1dari 7

IMPLIKASI DAN POSISI INDONESIA DALAM KASUS SENGKETA DI

LAUT CINA SELATAN

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS E


Dosen: Dr. Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H.

Disusun oleh:
Daniel Genta Diwakara (E0020126)
Dwipa Arya N R S (E0020159)
Omar Reyhan (E0020346)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2023
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laut Cina Selatan adalah laut pesisir, bagian dari Samudra Pasifik yang
membentang dari Selat Karimata dan Malaka hingga Selat Taiwan dengan luas kurang
lebih 3;500;000 meter kilo persegi (1;400;000 sq mi). Laut China Selatan terletak di
antara negara-negara Asia Tenggara yaitu Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, Taiwan, dan Vietnam. Laut ini memiliki potensi strategis yang besar,
karena dilewati sepertiga kapal dunia. Wilayah ini kaya akan sumber daya alam seperti
ikan, gas alam, minyak dan mineral, menjadikannya sebagai sumber ekonomi yang
penting bagi negara-negara di kawasan ini. Laut ini juga kaya akan makhluk hidup yang
dapat memenuhi kebutuhan pangan jutaan orang di Asia Tenggara, serta cadangan
minyak dan gas alam yang besar.
Berdasarkan ukurannya, Laut Cina Selatan merupakan perairan terbesar. Laut
Cina Selatan merupakan wilayah perairan yang sangat potensial, karena mengandung
minyak dan gas alam, serta berperan sangat penting sebagai jalur distribusi,
perdagangan, dan pelayaran internasional minyak dunia. Laut Cina Selatan terbuka
sekitar 45 juta tahun yang lalu ketika Dangerous Ground terputus dari Cina Selatan,
bagian dari landas kontinen Asia yang terpisah dari retakan Cretaceous-Late Paleogene
yang menyebabkan retakan terbentuk, berarah ke timur laut dan barat daya, lempeng
benua Dangerous Ground itu terpisah dari daratan Cina Selatan karena pemekaran dasar
laut. Sejak pembentukannya, Laut Cina Selatan telah mengakumulasi sedimen dari
sungai Mekong, Merah, dan Mutiara. Beberapa muara di wilayah ini memiliki cadangan
minyak dan gas yang kaya.
Laut Cina Selatan adalah badan air yang sangat penting secara geopolitik. Lebih
dari 50% kapal kargo melintasi Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok. Lebih dari
1,6 juta m³ (10 juta barel) minyak mentah per hari melewati Selat Malaka. Kawasan ini
memiliki cadangan minyak bumi terbukti sebesar 1,2 km³ (7,7 miliar barel) dengan
perkiraan total 4,5 km³ (28 miliar barel). Cadangan gas alamnya diperkirakan sebesar
7.500 km³ (266 triliun kaki kubik). Laporan U.S. Energy Information Administration
tahun 2013 menaikkan perkiraan total cadangan minyak di sana menjadi 11 miliar barel.
Pada tahun 2014, Cina memulai pencarian minyak di perairan yang dipersengketakan
dengan Vietnam.
Sengketa atas Laut Cina Selatan dimulai pada awal abad ke-20 ketika Jepang
menguasai beberapa pulau di wilayah ini. Setelah Perang Dunia II, negara-negara di
kawasan ini mulai mengklaim wilayah Laut Cina Selatan sebagai bagian dari wilayah
nasional mereka. Seiring berjalannya waktu, klaim terhadap Laut Cina Selatan semakin
meningkat dan semakin banyak negara yang terlibat dalam sengketa ini.
Beberapa sengketa terkait Laut Cina Selatan antara lain:
● Pemilikan Pulau Spratly: Pulau Spratly adalah gugusan kepulauan yang
terdiri dari 14 pulau, karang, dan atol kecil di Laut Cina Selatan. Beberapa
negara seperti Cina, Taiwan, Filipina, Vietnam, dan Malaysia mengklaim
kepemilikan atas pulau-pulau ini. Hal ini memicu sengketa antara negara-
negara yang mengklaim kepemilikan tersebut.
● Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE): Setiap negara yang memiliki pantai yang
menghadap ke Laut Cina Selatan memiliki hak untuk menetapkan ZEE di
wilayah tersebut. Namun, klaim beberapa negara saling tumpang tindih dan
menimbulkan sengketa.
● Pembangunan Pulau Buatan: Beberapa negara, termasuk Cina, telah
membangun pulau buatan di Laut Cina Selatan. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran bahwa negara-negara tersebut akan mengklaim wilayah laut
yang lebih besar.
Sengketa atas Laut Cina Selatan menjadi isu penting bagi negara-negara di
kawasan Asia Tenggara dan dunia internasional karena memiliki dampak yang luas, baik
dari segi keamanan, ekonomi, dan politik. Negara-negara di kawasan tersebut terus
melakukan dialog dan negosiasi untuk mencari solusi yang saling menguntungkan bagi
semua pihak yang terlibat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implikasi dan posisi Indonesia dalam kasus sengketa di Laut Cina
Selatan?
PEMBAHASAN

Implikasi dan Posisi Indonesia dalam Kasus Sengketa di Laut Cina Selatan
Sengketa Laut China Selatan adalah perselisihan teritorial antara sejumlah negara
Asia, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, atas wilayah
perairan di Laut China Selatan. Sengketa ini mencakup sejumlah pulau dan gugusan karang
di wilayah laut tersebut, serta hak pengelolaan sumber daya alam yang terkait.
Posisi Indonesia dalam sengketa Laut China Selatan adalah sebagai negara yang tidak
memiliki klaim teritorial di wilayah tersebut. Namun, Indonesia merupakan negara yang
terletak di sekitar wilayah tersebut dan memiliki wilayah perairan yang terletak dekat dengan
wilayah yang menjadi sengketa. Oleh karena itu, Indonesia memegang posisi yang penting
dalam menyelesaikan sengketa ini dan berupaya untuk memainkan peran mediator di antara
negara-negara yang terlibat.
Indonesia memiliki wilayah perairan yang disebut dengan Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) yang terletak di dekat wilayah sengketa. ZEE Indonesia mencakup bagian dari Laut
Natuna Utara, di mana China mengklaim hak suverenitas atas sebagian wilayahnya.
Indonesia menegaskan bahwa klaim China tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan
menolak klaim tersebut. Indonesia juga telah menandatangani kesepakatan batas maritim
dengan beberapa negara yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan seperti Filipina dan
Vietnam. Kesepakatan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peran penting dalam
menyelesaikan sengketa tersebut dan berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas
di kawasan tersebut. Indonesia juga telah berupaya untuk memfasilitasi dialog dan kerjasama
di antara negara-negara yang terlibat dalam sengketa. Pada tahun 2016, Indonesia
mengadakan pertemuan antara China, Filipina, dan Vietnam di Jakarta untuk membahas
sengketa tersebut. Pertemuan tersebut dihadiri oleh para menteri luar negeri dan diharapkan
dapat mempercepat proses penyelesaian sengketa. Indonesia juga mengambil langkah tegas
untuk menjaga kedaulatan dan integritas wilayahnya dari ancaman apapun. Pada tahun 2020,
Indonesia meningkatkan kehadiran militer di wilayah Laut Natuna Utara untuk memperkuat
keamanan dan kedaulatan negara.
Implikasi sengketa Laut China Selatan terhadap Indonesia dapat dilihat dari beberapa
aspek:
A. Kepulauan Natuna
Sengketa Laut China Selatan melibatkan sejumlah pulau di wilayah tersebut,
termasuk Kepulauan Natuna yang merupakan bagian dari wilayah Indonesia.
Pernyataan China bahwa Natuna adalah wilayah yang menjadi bagian dari "Nanhai
Zhudao" (pulau-pulau di Laut China Selatan) menuai reaksi keras dari Indonesia.
Indonesia secara tegas menolak klaim China atas wilayah tersebut dan telah
meningkatkan keamanan dan patroli laut di sekitar wilayah tersebut.
B. Kepentingan Ekonomi
Laut China Selatan memiliki cadangan sumber daya alam yang besar, seperti
minyak, gas alam, dan ikan. Negara-negara yang terlibat dalam sengketa berusaha
untuk memperoleh hak untuk mengelola sumber daya tersebut. Implikasi bagi
Indonesia adalah potensi konflik ekonomi dengan China jika China memaksakan
klaimnya atas wilayah Natuna. Indonesia harus memperjuangkan haknya atas wilayah
tersebut agar dapat mengelola sumber daya alam yang ada.
C. Keamanan Regional
Sengketa Laut China Selatan dapat membahayakan stabilitas keamanan
regional. Kecenderungan China untuk menunjukkan kekuasaannya di wilayah
tersebut, termasuk dengan membangun pulau buatan di perairan yang disengketakan,
telah menimbulkan ketegangan dan meningkatkan kekhawatiran di antara negara-
negara yang terlibat. Indonesia yang memiliki perbatasan laut dengan China juga
harus mewaspadai potensi ancaman keamanan dari sengketa tersebut.
D. Hubungan Bilateral
Sengketa Laut China Selatan dapat mempengaruhi hubungan bilateral
Indonesia dengan China. Indonesia dan China memiliki hubungan yang penting dalam
perdagangan dan investasi, namun sengketa ini dapat menimbulkan ketegangan dan
mempengaruhi hubungan antara kedua negara. Namun, Indonesia juga tidak bisa
menyerah dalam mempertahankan wilayahnya yang jelas dan telah ditetapkan oleh
hukum internasional.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sengketa Laut China Selatan adalah perselisihan teritorial antara sejumlah negara
Asia, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, atas wilayah
perairan di Laut China Selatan. Sengketa ini mencakup sejumlah pulau dan gugusan
karang di wilayah laut tersebut, serta hak pengelolaan sumber daya alam yang terkait.
Indonesia memainkan peran penting dalam menyelesaikan sengketa Laut China Selatan
dan berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.
Meskipun tidak memiliki klaim teritorial di wilayah tersebut, Indonesia berupaya untuk
menjadi mediator dan memfasilitasi dialog di antara negara-negara yang terlibat dalam
sengketa. Dalam rangka mengatasi implikasi sengketa Laut China Selatan terhadap
Indonesia, Indonesia harus mempertahankan posisi tegasnya atas klaim wilayah Natuna.
Indonesia juga harus menjaga keamanan dan stabilitas di perairan laut Indonesia dan
menempatkan sumber daya manusia dan keuangan yang cukup untuk menjaga dan
memperkuat patroli laut di wilayah tersebut. Selain itu, Indonesia perlu terus membangun
kerja sama dan dialog dengan negara-negara terkait dan memperjuangkan haknya atas
wilayah dan sumber daya alam yang ada di wilayah laut Indonesia.

B. Saran
1. Perlu adanya peningkatan keamanan di wilayah ASEAN dan berbagai negara yang
ikut terlibat, karena sengketa Laut China Selatan melibatkan secara langsung
beberapa negara anggota ASEAN.
2. Perlu adanya peningkatan dalam hal negosiasi pada para pihak yang merasa
dirugikan dan juga perlu kepada para pihak yang bersengketa di Laut China Selatan
untuk menyiapkan agenda penyelesaian sengketa tersebut melalui jalur hukum
maupun membicarakannya melalui forum-forum bilateral dan multilateral yang telah
ada.
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, A. B. (2018). Dinamika Isu Laut Tiongkok Selatan: Analisis Sumber-Sumber


Kebijakan Luar Negeri Tiongkok dalam Sengketa. Jurnal Ilmiah Hubungan
Internasional, 14(1), 13. https://doi.org/10.26593/jihi.v14i1.2786.13-35

Kembara, G. (2018). Partnership for Peace in the South China Sea. Center for Strategic and
International Studies Working Paper Series

Pemerintah, U., Dalam, I., Hegemoni, M., & Laut, K. (2019). Upaya Pemerintah Indonesia
Dalam Menghadapi Hegemoni China Di Kawasan Laut China Selatan Pada
Pemerintahan Joko Widodo Tahun 2016-2019. 8373–8390

Antara News. “Indonesia Dorong Negosiasi CoC Laut China Selatan Segera Dilanjutkan.”
Antara News, 24 Juni 2020. Diakses 12 Februari 2021. https://www.antaranews.
com/berita/1571883/indonesia-dorongnegosiasi-coc-laut-china-selatan-segeradilanjutkan.

Anggi, Kusumadewi. 2016. RI Mesti Waspadai Dampak Putusan Abritase Laut Cina Selatan
tersedia pada situs http://www. cnnindonesia. com/nasional/2016
0703151959-20-142745/ri-mestiwaspadai-dampakputusanarbitrase-laut-chi na-selatan/
diakses pada tanggal 5 Januari 2022.

Firdaus, Nuswanto Hardiwinoto. 2017. “Tinjauan Yuridis Penempatan Militer Di Wilayah


Sengketa international (Studi Kasus Laut Cina Selatan). Diponegoro Law Jurnal.
Vol 6 No 2Mangku, Dewa Gede Sudika, 2020, Pengantar Hukum Internasional.
Lakeisha : Klaten.

Anda mungkin juga menyukai