Anda di halaman 1dari 20

BAB 1 PENDUHULUAN

1. LATAR BELAKANG
2. RUMUSAN MASALAH
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BATAS WILAYAH KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA
2.2 SEJARAH KEPULAUAN NATUNA
2.3 TINJAUAN YURIDIS KEBERADAAN KEPULAUAN NATUNA
BAB III
1. POSISI KASUS (LAMPIRAN SUMBER TERKAIT)
BAB IV PEMBAHASAN
1. MENJAWAB DARI RUMUSAN MASALAH
2. ANALISIS DARI SUDUT PANDANG MANAJEMEN
3. ANALISA DARI PANDANGAN ANGGOTA KELOMPOK
BAB V PENUTUP
1. KESIMPULAN JAWABAN DARI RUMUSAN MASALAH
2. SARAN
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Laut Cina Selatan, laut pesisir yang merupakan bagian dari Samudra Pasifik,
terbentang luas sekitar 3.500.000 meter persegi dari Selat Karimata dan Selat Malaka
hingga Selat Taiwan (1.400.000 sq mi). Karena sepertiga dari semua kapal di planet ini
melewatinya, lautan ini memiliki potensi strategis yang besar. Selain cadangan minyak
dan gas alam yang melimpah, laut ini menjadi rumah bagi berbagai spesies hidup yang
dapat memenuhi kebutuhan pangan jutaan penduduk Asia Tenggara.
Laut Cina Selatan adalah wilayah dengan ukuran.terluas. Laut Cina Selatan adalah
badan air dengan beberapa kemungkinan.ukurannya sangat besar karena adanya gas alam
dan minyak selain itu juga berfungsi sebagai saluran penting untuk distribusi minyak
global,pelayaran dan perdagangan dunia. Sekitar 45 juta tahun yang lalu, saat Dangerous
pertama kali muncul Cina Selatan, yang merupakan bagian dari lempeng benua, terpisah
dari tanah. Dengan keretakan yang berkembang antara Kapur dan Paleogen, Asia terbagi.
Lempeng benua Dangerous Ground terpisah dari daratan Cina pada titik di mana patahan
dengan kecenderungan timur laut dan barat daya mulai muncul. Selatan akibat pemekaran
dasar laut.
Perairan penting dalam hal geopolitik adalah Laut Cina Selatan. Selat Lombok, Selat
Sunda, dan Selat Malaka semuanya digunakan oleh lebih dari 50% kapal kargo. Selat
Malaka digunakan untuk mengangkut lebih dari 1,6 juta m3 (10 juta barel) minyak
mentah per hari. Diperkirakan terdapat 4,5 km3 cadangan minyak di wilayah ini,
termasuk cadangan terbukti sebesar 1,2 km3 (7,7 miliar barel) (28 miliar barel). 7.500
km3 gas alam diperkirakan tersedia (266 triliun kaki kubik). Laporan Energi AS.
Perkiraan total cadangan minyak negara direvisi menjadi 11 miliar barel oleh
Administrasi Informasi pada 2013. China mulai mencari minyak di perairan yang
disengketakan dengan Vietnam pada 2014.
Perairan ini adalah rumah bagi sepertiga dari keanekaragaman hayati laut dunia,
menurut sebuah penelitian oleh Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam
Filipina. Akibatnya, Laut Cina. Ekosistem sangat bergantung pada belahan bumi selatan.
Namun, negara-negara yang berbatasan dengan laut memberlakukan embargo
penangkapan ikan untuk menegaskan klaim kedaulatan mereka sementara populasi ikan
di wilayah ini menurun.
Klaim teritorial yang bertentangan dibuat di Laut Cina Selatan oleh beberapa negara.
Ketidaksepakatan ini dipandang sebagai kemungkinan konflik yang paling mematikan di
Asia. Akan tetapi, Republik Rakyat Tiongkok (RRC) dan Republik Tiongkok (ROC,
sering dikenal sebagai Taiwan), mengklaim hampir seluruh laut dan membatasi
perbatasannya dengan sembilan titik (garis sembilan putus-putus). Hampir setiap negara
di wilayah ini memiliki klaim yang sama dengan China. Penegasan ini memotong:
1. Sengketa antara Indonesia, China, dan Taiwan atas perairan timur laut Kepulauan
Natuna (Klaim Indonesia atas ZEE di perairan tersebut)
2. Mengenai Beting Scarborough, Taiwan, Cina, dan Filipina
3. Di perairan sebelah barat Kepulauan Spratly: Vietnam, Cina, dan Taiwan
Ada perselisihan atas beberapa atau semua pulau.
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Klaim ke Kepulauan Spratly dan Paracel pada
tahun 1974 dan 1992 memicu sengketa teritorial Laut Cina Selatan. Republik Rakyat
Tiongkok (RRT) yang pada awalnya menerbitkan peta yang menyertakan pulau Spratly,
Paracel, dan Pratas adalah katalis untuk hal ini. Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
mempertahankan kehadiran militer di pulau-pulau tersebut pada tahun yang sama. Tentu
saja, negara-negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan, terutama yang tergabung
dalam ASEAN, segera menanggapi tuduhan ini (Association of Southeast Asian Nations).
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sering mengutip preseden sejarah dan zaman kuno
sambil mempertahankan kendalinya atas Laut Cina Selatan. Langkah selanjutnya adalah
menampilkan kekuatan, yang biasanya melibatkan tindakan provokatif terhadap negara
penggugat lainnya untuk menunjukkan otoritas mereka. Sejak didirikan pada tahun 1974
hingga saat ini, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) aktif menampilkan simbol-simbol
kedaulatannya dan sesekali bertindak agresif dengan menyerang kapal-kapal asing yang
melewati Laut Cina Selatan untuk melindungi potensi sumber daya yang dapat
melayaninya. kepentingan nasional.
Tekad Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk memantapkan dirinya sebagai
kekuatan maritim yang dapat diandalkan baik pada skala regional (Asia Timur dan Asia
Tenggara) maupun internasional tercermin dalam keseriusan mempertahankan klaimnya
atas Laut Cina Selatan. Sebagai bagian dari upayanya untuk memodernisasi angkatan
lautnya dan mengubahnya dari "kekuatan pesisir" menjadi angkatan laut dengan
kemampuan memproyeksikan jauh ke samudra luas, Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
sedang mengembangkan kemampuan angkatan lautnya. Hal ini menunjukkan bahwa
kekuatan ekonomi yang meluas yang diakui di ranah internasional dapat dilawan dengan
menggunakan kekuatan laut biru.
Keinginan para pendiri tertuang dalam Deklarasi Bangkok. ASEAN harus menjalin
kerja sama regional dan hidup bersama dalam damai. Secara teori, ada orientasi internal
terhadap kerja sama politik dan keamanan ASEAN memanfaatkan dinamika, kemajuan
ekonomi yang berkelanjutan, dan kemampuan menumbuhkan rasa kebersamaan untuk
mewujudkan stabilitas dan perdamaian Kawasan. Di Asia Tenggara dan kemudian Asia
Pasifik terjadi saling percaya (trust building) untuk mendorong optimisme bagi
pengembangan lingkungan strategis yang diharapkan.
Berdasarkan tujuan-tujuan dasar organisasi tersebut, ASEAN berupaya untuk
mengambil bagian dalam memecahkan persoalan konflik Laut Cina Selatan dengan
upaya-upaya damai. Yang sesuai dengan yang tertuang dalam Bab 1 Pasal 2 ayat 3
Piagam PBB, yang berbunyi: Article 2 (3). All Members shall settle their international
disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security, and
justice, are not endangered.
Yaitu bahwa semua anggota harus menyelesaikan persengketaan internasional dengan
jalan damai sedemikian rupa sehingga perdamaian dan keamanan internasional, dan
keadilan, tidak terancam. Apalagi, ketegangan yang terjadi diantara negara-negara yang
bersengketa sangat rawan konflik.
Dalam mengatasi potensi konflik di Laut Cina Selatan diharapkan ASEAN dapat
menghasilkan hasil yang menguntungkan melalui pengelolaan keamanan kawasan
bersama (regional joint security), yang akan menciptakan keamanan dan perdamaian
berdasarkan kepentingan bersama. Akibatnya, semua negara kawasan, termasuk negara
ekstra-regional, harus memiliki rasa tanggung jawab yang kuat dalam memberikan
jaminan keamanan kawasan di samping konvergensi kepentingan masing-masing. Hal ini
penting karena pada hakekatnya kawasan Laut Cina Selatan merupakan wilayah potensial
di masa depan dan menjadi faktor utama kelancaran perekonomian setiap negara kawasan
untuk berkembang dan berkembang di tingkat nasional.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa dampak dari klaim yang diajukan negara Indonesia terhadap wilayah Laut
Natuna Utara?
2. Bagaimana penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan antara negara Indonesia
dengan negara Cina?
3. Bagaimana Langkah-langkah pemerintah Indonesia dalam upaya penyelesaian
sengketa antara Indonesia dan Cina?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa saja dampak dari klaim yang diajukan negara Indonesia terhadap
wilayah Laut Natuna
2. Mengetahui penyelesaian yang dilakukan oleh negara Indonesia dengan negara cina
dalam sengketa Laut Natuna
3. Mengetahui peranan pemerintah Indonesia dalam upaya penyelesaian sengketa
antara Indonesia dan Cina
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BATAS WILAYAH KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA


Wilayah adalah salah satu unsur utama dan terpenting dalam suatu Negara, disamping
Rakyat dan Pemerintahan. Wilayah dalam suatu Negara sangat perlu ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan yang jelas. Di Indonesia, dalam UUD 1945 yang asli tidak
tercantum pasal atau aturan mengenai "Wilayah Negara Republik Indonesia". Meskipun
demikian umumnya sepakat bahwa ketika Para Pendiri Bangsa memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, wilayah Negara Republik Indonesia
mempunyai cakupan wilayah Hindia Belanda. Wilayah Negara Indonesia mengacu pada
Ordonasi Hindia Belanda yakni, Teritorial Zeen en Marietieme Kringen Ordonantie 1939
(TZMKO 1939), pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan oleh laut disekelilingnya.
Bangsa Indonesia menyadari bahwa sebagai kesatuan wilayah Indonesia, Ordonasi
Hindia Belanda tahun 1939 sangat merugikan, maka pada tanggal 13 Desember 1957
pemerintah Indonesia yang waktu itu dipimpin oleh Ir. Djuanda mengeluarkan
pengumuman pemerintah yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Deklarasi ini
menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan
(Archipelagic State). Tanggal 13 Desember 1957, kemudian menjadi tonggak sejarah
kelautan Indonesia yang kemudian dikenal dengan Wawasan Nusantara. Deklarasi ini
diratifikasi melalui Undang-Undang No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.3 Batas
wilayah Negara Indonesia adalah 12 Mil dari garis pantai pulau-pulau terluar. Deklarasi
Djuanda menjadi dasar dalam Hukum Laut Internasional seperti tercantum dalam
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang dikenal dengan
United Nations Convention on the Law of the sea (UNCLOS) yang ketiga tahun 1982,
yang selanjutnya disebut Hukum Laut (HUKLA) 1982. HUKLA 1982 ini telAH
DIRATIFIKASI OLEH PEMERINTAH Indonesia dengan UU No. 17 Tahun 1985.
Masalah status wilayah dan ketidakjelasan batas-batas Negara sering menjadi sumber
persengketaan diantara Negara- negara yang berbatasan atau berdekatan. Persengketaan
muncul akibat penerapan prinsip yang berbeda terhadap penetapan batas- batas Landas
Kontinen di antara Negara-negara bertetangga sehingga menimbulkan wilayah "tumpang
tindih" yang dapat menimbulkan persengketaan.
Menurut hasil identifikasi pulau-pulau yang telah dilakukan, terdapat 17.508 pulau di
seluruh Indonesia dan yang terinventarisasi yakni 7353 pulau bernama dan 10.155 pulau
yang belum bernama diseluruh kesatuan Republik Indonesia.
Dari 7353 pulau yang bernama, terdapat 67 pulau yang berbatasan langsung dengan
Negara tetangga, 11 pulau diantaranya perlu. mendapat perhatian khusus, karena terletak
di perbatasan pulau terluar. Kesebelas pulau terluar tersebut adalah Pulau Sekatung dan
Pulau Natuna di Propinsi Kepulauan Riau, Pulau Marore dan Pulau Miangas di Propinsi
Sulawesi Utara, Pulau Fani dan Pulau Fanildo serta Pulau Behala di Propinsi Papua,
Pulau Rondo di Nangroh Aceh Darrusalam (NAD), Pulau Behala di Propinsi Sumatera
Utara, Pulau Nipa di Propinsi Riau dan Pulau Batek di Propinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT).
Mencermati kondisi nyata yang ada di lapangan, dalam rangka untuk
menginventarisasi dan guna menyatakan eksistensi kedaulatan Republik Indonesia atas
pulau-pulau tersebut, perlu ditempuh langkah-langkah konkrit untuk pemberian nama atas
pulau-pulau yang belum bernama tersebut, dengan mengacu pada resolusi "United
Nations Comperence in the Standadization of Geographical Name" No.4 tahun 1967.
Selanjutnya pemerintah Indonesia dapat menempuh dengan cara membangun pos-pos
pengamanan, infrastruktur, tanda batas, komunikasi dan fasilitas umum lainnya yang
dibutuhkan masyarakat atau penduduk setempat.
Namun pada kenyataannya, antara Indonesia dengan. Negara-negara tetangga yang
berbatasan langsung, ataupun seperti halnya Republik Rakyat Cina (RRC), mempunyai
perbedaan pandangan tentang batas-batas perairan, seperti halnya terjadi di perairan
Kepulauan Natuna. Pada tanggal 25 Februari 1992, pemerintah Republik Rakyat Cina
(RRC) telah mengumumkan Hukum Laut Teritorial dan Zona Tambahannya, dimana
Kepulauan Natuna dimasukkan ke dalam wilayah Yuridiksi Teritorialnya. Kepentingan
China di kawasan Laut China Selatan juga merambah sampai kawasan perikanan di
Kepulauan Natuna, hingga tertangkapnya KM. Kway Fey berbendera China dengan
Delapan Awak ABK asal negeri Tirai Bambu oleh Kapal Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) milik Indonesia.

2.2 SEJARAH KEPULAUAN NATUNA


Pulau Natuna yang saat ini terletak di Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau,
berada di tengan Laut China Selatan, dimana hal tersebut menjadi sumber konflik antara
kedaulatan Indonesia dengan Republik Rakyat China (RRC). Isu tersebut menguak
setelah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengkritik peta dari Republik Rakyat
China (RRC) yang telah memasukkan daerah kaya Gas Alam itu ke dalam wilayahnya.
Natuna terdiri dari tujuh pulau dengan Ibu Kota di Ranai. Pada tahun 1957, kepulauan
Natuna awalnya masuk dalam wilayah Kerajaan Petani dan Kerajaan Johor di Malaysia.
Namun pada abad ke 19, kepulauan Natuna akhirnya masuk ke dalam penguasaan
Kesultanan Riau dan menjadi wilayah dari Kesultanan Riau, dimana kepulauan Natuna
berada di jalur strategis dari pelayaran internasional.
Setelah Indonesia merdeka, Delegasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada
Republik Indonesia yang berpusat di Pulau Jawa. Pada 18 Mei 1956, pemerintah
Indonesia resmi mendaftarkan kepulauan Natuna sebagai wilayah kedaulatan ke
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Banyak kontraversi yang dilakukan oleh Negara tetangga yang berbatasan langsung
dengan wilayah kedaulatan Indonesia, yakni Malaysia yang menyatakan bahwa
kepulauan Natuna secara sah seharusnya milik dari negeri Jiran Malaysia. Namun untuk
menghindari konflik lebih panjang setelah era konfrontasi pada tahun 1962-1966, maka
Malaysia tidak menggugat status dari Kepulauan Natuna. Lepas dari berbagai klaim atas
kepulauan Natuna, pemerintah Indonesia sudah membangun pelbagai infrastruktur di
kepulauan seluas 3.420 Km² tersebut. Etnis Melayu menjadi penduduk mayoritas di
Kepulauan Natuna dan mencapai sekitar 85% kemudian suku Jawa sekitar 6,34% dan
etnis Tionghoa sekitar 2,52%.
Setelah Konfrontasi Indonesia - Malaysia, disusul sentiment anti Tionghoa di
kawasan Natuna, jumlah warga keturunan China di Natuna turun dari kisaran 5000-6000
orang, menjadi tinggal 1000 orang. Muncul selentingan, warga keturunan Tionghoa yang
masih bertahan sempat menghubungi Presiden China Deng Xiaoping pada decade 80-an
untuk mendukung kemerdekaan. wilayah Natuna yang saat itu dihuni mayoritas
keturunan Tionghoa, atau paling tidak memasukkan kepulauan itu ke wilayah
adminsitrasi pemerintah China.
Jurnal the Diplomat pada 2 Oktober 2014 sudah meramalkan konflik terbuka antara
Indonesia-China akan muncul cepat atau lambat. Analisis politik Victor Robert Lee
mengatakan, Natuna pada awal abad 20 cukup banyak dihuni warga Tionghoa, namun
seiring waktu, terutama setelah dikuasai resmi oleh Indonesia, warga Melayu dan Jawa
jadi dominan. Victor mengaku punya bukti, bahwa ada permintaan resmi warga
keturunan Tionghoa di Natuna agar pemerintah Republik Rakyat China (RRC)
menganeksasi pulau tersebut.
Namun secara Hukum Internasional, negosiasi yang berusaha dibangun ini tidak dapat
dibuktikan sampai sekarang, dan yang jelas China secara sepihak pada 2009 telah
menggambar Sembilan Titik ditarik dari Pulau Spartly di tengah Laut China Selatan, lalu
diklaim sebagai wilayah Zona Ekonomi Eksklusifnya.
Pemerintah Indonesia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah memprotes
langkah China tersebut, lewat Komisi Landas Kontinen Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), dimana Garis putus-putus yang diklaim China sebagai Pembaharuan atas peta
1947 itu membuat pemerintah Indonesia atas Negara-negara yang berkonflik akibat Laut
China Selatan. Usut punya usut, klaim yang membuat repot enam Negara ini dipicu oleh
Kebijakan pemerintah Partai Kuomintang (saat ini berkuasa di Taiwan). Mazhad politik
Kuomintang menafsirkan wilayah China mencapai 90% Laut China Selatan.
China sejauh ini telah bersengketa sengit dengan Vietnam dan Filipina akibat klaim
mereka di Kepulauan Spratly. Lima tahun terakhir, PBB belum bersikap atas protes dari
pemerintah Indonesia. China juga tidak pernah menyinggung isu itu, sehingga hubungan
Beijing - Jakarta relative adem-ayem. Akan tetapi sejak jauh-jauh hari TNI sudah
menyadari potensi konflik melibatkan Natuna. Sekitar lebih dari 20.000 personil TNI
telah dikerahkan untuk menjaga perairan dengan cadangan Gas terbesar di Asia mulai
tahun 1996.
Setelah Presiden Joko Widodo berkuasa, ia hendak menegaskan sikap yang lebih
tegas dank eras dari pemerintahan sebelumnya. Menurut Presiden Jokowi, Sembilan titik
garis yang selama ini diklaim oleh Tiongkok dan menandakan perbatasan maritimnya
tidak memiliki dasar hukum internasional apapun.
Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan saat kunjungan kerja ke
Jepang hari Selasa (23/3), sebagaiman dikutip Surat Kabar Jepang Yomiuri Shimbun,
dimana Jokowi menegaskan bahwa dalam kisruh Laut China Selatan, China perlu. hati-
hati dalam menentukan peta perbatasan lautnya.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang terancam dirugikan karena aksi China
menggambar Sembilan titik wilayah baru di kepulauan Natuna, Propinsi Kepulauan Riau.
Jika dilihat sekilas, perairan kaya gas itu terkesan masuk wilayah kedaulatan China.
Menurut Kementerian Luar Negeri, klaim China atas pulau Natuna telah melanggar Zona
Ekonomi Eksklusif milik Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono
Soesilo juga menyatakan posisi Kepulauan Natuna sangat jauh dengan Negeri Tirai
Bambu tersebut. Menurutnya, pulau Natuna sebetulnya lebih dekat berbatasan dengan
Vietnam dan Malaysia. Maka dari itu, pihaknya merasa menjadi tak masuk diakal jika
China mengklaim bahwa Natuna masuk ke dalam wilayahnya.
2.3 TINJAUAN YURIDIS KEBERADAAN KEPULAUAN NATUNA
Landas Kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar lautdan tanah dibawahnya dari
daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang
kelanjutannya kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen,
atau hingga suatu jarak 200 Mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut territorial
diukur, dalam pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Landas kontinen
suatu Negara pantai tidak boleh melebihi batas-batas sebagaimana ditentukan dalam Pasal
76 ayat 4 hingga 6. Tepian kontinen meliputi kelanjutan bagian daratan Negara pantai
yang berada di bawah permukaan air dan terdiri dari dasar laut dan tanah dibawahnya dari
daratan kontinen, lereng (slope) dan tanjakan (rise). Tepian kontinen ini tidak mencakup
dasar samudera dalam dengan bukti samudera atau tanah dibawahnya.
Salah satu masalah penting dari klaim China adalah garis demarkasi. Garis tersebut
tidak kontinyu dan tidak ada peta yang bias menunjukkan seperti apa bentuknya apabila
dibuat menyambung, karena tidak pernah ada penjelasan dari pihak China, maka tidak
ada yang tahu arti dan tujuan sebenarnya pembuatan garis tersebut dalam konteks strategi.
Beberapa ahli mengatakan bahwa 9 dash line ini tidak bisa disahkan sebagai perbatasan
territorial karena tidak sesuai dengan hukum internasional yang mengatakan bahwa
perbatasan teritorial harus stabil dan terdefinisi dengan baik.
Garis tersebut tidak stabil karena dengan mudah bisa berubah dari sebelas menjadi
Sembilan garis tanpa alasan jelas dan tidak terdefinisi dengan baik karena tidak memiliki
koordinat geografis spesifik dan tidak menjelaskan bentuknya apabila semua garis
tersebut dihubungkan. Sejauh ini belum ada perundingan untuk menetapkan garis batas
ZEE antara China dengan Indonesia di perairan Natuna. Hal ini dikarenakan antara China
sendiri dengan Negara-negara ASEAN lainnya yang mengklaim kedaulatan di wilayah
Laut China Selatan belum mencapai kesepakatan. Namun pemerintah Indonesia tetap
melakukan upaya Diplomatik dengan pemerintah China, agar sengketa Laut China
Selatan tidak meluas sampai ke wilayah kedaulatan Indonesia di Kepulauan Natuna.
Dimana dalam hal ini kedua Negara telah sepakat untuk mengedepankan Diplomasi
dalam menyelesaikan sengketa Laut China Selatan, dengan mengimplementasikan secara
penuh dan efektif hal tentang Declaration on the Conduct of Parties in the South China
Sea (DOC), yaitu membangun rasa saling percaya, meningkatkan kerjasama, memelihara
perdamaian dan stabilitas di laut China Selatan. Dalam menyelesaikan konflik di laut
China Selatan, pemerintah Indonesia telah memiliki instrument penyelesaian konflik yang
memadai. Inisiatif mantan Menlu Marty Natalegawa telah mengusulkan draf awal kode
atik atau zero draft code of conduct Laut China Selatan dapat dijadikan sebagai senjata
ampuh bagi diplomasi Indonesia. Ada tiga point penting yang menjadi tujuan zero draft
code conduct yakni:
a. Menciptakan rasa saling percaya;
b. Mencegah terjadinya insiden;
c. Mengelola insiden, jika memang insiden itu terjadi dan tidak dapat dihindari.
Pada tiga tahapan ini juga dipaparkan langkah-langkah konkrit yang mengatur kapal-
kapal perang untuk menciptakan rasa saling percaya, mencegah insiden dan mengelola
insiden, dimana hal ini sudah disetujui oleh pemerintahan China pada Agustus 2013.
Keberhasilan Indonesia bersama ASEAN serta China dalam upaya penyelesaian
masalah Laut China Selatan dengan terciptanya Declaration on the Conduct of Parties in
the South China Sea pada tahun 2002, dianggap sebagai salah satu implementasi dari
perspektif luar negeri Indonesia yang dikenal dengan "Doktrin Natalegawa" (Dynamic
Equilibrium). Doktrin tersebut merujuk pada suatu kondisi yang ditandai oleh hubungan
antar Negara yang mengedepankan kemitraan dan berlandaskan keyakinan bahwa sangat
dimungkinkan untuk dikembangkan suatu tatanan internasional yang baru bersifat win-
win solution dan bukan zero-sum. Hal ini berarti tidak ada kekuatan dominan tunggal di
kawasan dan berbagai Negara berinteraksi secara damai dan menguntungkan. Ada
beberapa point yang perlu dicatat sehubungan dengan deklarasi tersebut, yakni:
a. Deklarasi tersebut juga membuat pihak-pihak yang terlibat di konflik Laut China
Selatan harus menerapkan prinsip yang terkandung di dalam ASEAN Treaty of Amity
and Cooperation sebagai basis kode etik internasional di kawasan Laut China Selatan;
b. Deklarasi ini menciptakan basis legal terhadap penyelesaian konflik di Laut China
Selatan. Pihak-pihak yang terlibat di dalam deklarasi tersebut harus memiliki komitmen
untuk melakukan afirmasi kembali terhadap Charter PBB dan UN Convention on the Law
of the Sea 1982, TAC dan berbagai hokum internasional lainnya yang mengakui prinsip-
prinsip hokum internasional yang mengakomodasi hubungan antar Negara;
c. Deklarasi ini memberikan syarat kepada Negara-negara yang tergabung di dalamnya
untuk menyelesaikan persoalan Laut China Selatan dengan kebiasaan yang baik
menjunjung tinggi perdamaian.
Dari beberapa point diatas, ASEAN bersama dengan China memang sudah
melakukan upaya kea rah pengembagan mekanisme penyelesaian konflik Laut China
Selatan dengan damai. Para pihak di dalam deklarasi tersebut memiliki komitmen untuk
melakukan eksplorasi berbagai cara untuk membangun kepercayaan yang berbasis
kesetaraan dan penghormatan yang mutual. Hingga saat ini, ASEAN bersama China
sedang melakukan upaya yang lebih kongkrit dalam menyelesaikan konflik Laut China
Selatan dengan menerapkan dan melaksanakan secara konsisten "code of conduct sebagai
salah satu cara dalam penyelesaian konflik

BAB III
POSISI KASUS

Johanes mencatat ketegangan antara Indonesia dan China di perairan Natuna Utara
terkait tumpang tindih klaim teritorial di Laut China Selatan, sengketa antara China,
Taiwan, Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia. Indonesia sendiri tidak termasuk negara
yang terlibat dalam sengketa di atas.
Namun, China mempresentasikan peta pada tahun 1993 dengan pernyataan yang
diklaim didukung oleh sejarah. Sembilan garis putus-putus, terkadang dikenal sebagai
"garis sembilan putus", digunakan untuk menunjukkan klaim geografis ini.
"Di sanalah problem antara Indonesia–China mulai muncul, salah satu garis putus-
putus tersebut berada di wilayah ZEE Indonesia di dekat kepulauan Natuna," kata Johanes
kepada wartawan, Sabtu (17/9/2022).
Johannes mengatakan Indonesia sebenarnya berusaha menyangkal China. Namun
China hanya mengatakan bahwa Natuna adalah milik Indonesia dan China tidak memiliki
wilayah yang tumpang tindih dengan Indonesia. Namun, pengamatan Johannes terhadap
pernyataan China tersebut sangat berbeda dengan sikapnya di lapangan. Jonahes mencatat
sejak 2016, beberapa insiden yang meningkatkan ketegangan antara kedua negara terus
meningkat. Selain itu, setidaknya terjadi tiga insiden di tahun 2016. Sebaliknya, dalam 3
tahun terakhir, i. H. Peristiwa berulang pada tahun 2019, 2020, 2021 dan 2022 yang
meningkatkan ketegangan terkait perairan Natuna.
Johanes percaya bahwa China akan terus bekerja sama dengan kapal penjaga pantai
dan kelompok nelayan di perairan Natuna Utara untuk mempertahankan klaim China atas
wilayah yang terputus di ZEE Indonesia di perairan tersebut.
"Ini karena berbeda dengan pada masa lampau, China kini mengakui secara jelas
bahwa meski tidak memiliki sengketa wilayah kedaulatan, China memiliki tumpang
tindih dengan Indonesia dalam hak-hak kelautan dan kepentingan lainnya di perairan
yang kini bernama Laut Natuna Utara itu," ucap Johanes.
Selain itu, Johanes mengingatkan, kedatangan kapal nelayan dan Coast Guard China
hanyalah salah satu strategi negara untuk mempertahankan klaimnya. Strategi lainnya,
kata dia, antara lain upaya akademik dan penelitian untuk menyoroti peristiwa masa lalu
yang dapat mendukung klaim berdasarkan sejarah China dan upaya agar Indonesia
menyepakati adanya tumpang tindih antara Indonesia dan China di kawasan.
Oleh karena itu, Jonahes menawarkan opsi bagi Pemerintah Indonesia guna
mempertahankan kedaulatan di Natuna Utara. "Pemerintah harus menolak secara tegas
klaim China dalam hal apapun di wilayah ZEE Indonesia di perairan Natuna Utara,
karena hak berdaulat Indonesia di wilayah itu sah berdasarkan UNCLOS (United Nations
Convention on the Law of the Sea)," ucap Johanes.
"Mendorong berbagai upaya yang terkoordinasi dan seirama antara setiap lembaga
pemerintah untuk menjaga hak berdaulat Indonesia di wilayah ZEE tersebut," sebut
Jonahes.
Kehadiran Coast Guard dan kapal penangkap ikan China, yang dilaporkan nelayan
setempat pada 8 September 2022, diketahui berkontribusi pada ketegangan lama antara
Indonesia dan China di perairan kepulauan itu.
(https://www.republika.co.id/berita/riciih370/pemerintah-diminta-waspadai-ancaman-
kedaulatan-di-laut-natuna-utara)
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Dampak Konflik Laut Natuna Utara bagi Wilayah Indonesia


Jika dilihat di dalam peta topografi, wilayah negara Indonesia secara tidak
langsung berbatasan dengan wilayah Laut Natuna Utara di bagian selatan. Yang mana
Kepulauan Natuna milik Indonesia itulah yang berbatasan langsung dengan wilayah
tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang berbatasan dengan Laut China
Selatan. Dan Kepulauan Natuna juga sebagai Kabupaten daerah. Ekspansi China ke
perairan Natuna mengusik kedaulatan Indonesia. Ekspansi China di kawasan Laut
China Selatan secara agresif dapat merubah posisi Indonesia yang awalnya netral
menjadi berlawanan dengan China. Hal ini bukan hanya karena klaim China atas
perairan Natuna, tapi juga karena insiden-insiden yang mengusik kedaulatan
Indonesia di perairan Natuna yang melibatkan kapal penjaga dari China.
Klaim China dan Taiwan yang digambarkan dengan garis putus-putus yang
membentuk huruf “U” mengiris landas kontinen dan ZEE Indonesia. Hal ini otomatis
mencakup sumber gas yang berada di bawah Kepulauan Natuna.6 Perairan Natuna
yang menjadi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia diklaim oleh China sebagai
kawasan perikanan tradisionalnya, ini menyebabkan banyak nelayan-nelayan China
yang secara bebas menangkap ikan di kawasan tersebut yang kemudian merugikan
pihak Indonesia. China mulai melakukan tindakan yang mengusik perairan Indonesia.
Dikutip dari Bangka Pos, 20 Juni 2016, pada bulan Maret 2016, kapal penjaga pantai
milik China menghalangi kapal Indonesia yang menangkap dan sedang menggiring
kapal ilegal dari China yang melakukan Illegal fishing di perairan Natuna. Terjadinya
sengketa dapat ditimbulkan dari adanya bentuk wanprestasi atau pelanggaran dari
salah satu pihak yang mana di dalam perjanjian yang telah dibuat seharusnya dapat
dipenuhi namun malah tidak dapat memenuhinya. Selain itu karena adanya sebuah
kesalahan dalam hal penafsiran terkait isi dari perjanjian Internasional, Konflik dalam
memperebutkan sumber ekonomi yang ada diwilayah persengketaan, adanya kasus
interverensi terhadap kedaulatan Negara lain, Terjadi pengaruh politik dari Negara-
negara yang bersengketa, keamanan dan ekonomi di Negara-negara bersengketan atau
internasional akan terganggu.
Sehingga terjadinya sengketa dapat menyebabkan dampak pada negara negara
yang bersengketa maupun yang tidak ikut sengketa. Dampak yang ditimbulkan dari
sengketa internasional antara Indonesia dengan China, ekonomi menjadi roda
kehidupan setiap negara, Dengan adanya ekonomi dapat mensejahterakan rakyat-
rakyat, dengan lancarnya perekonomian maka negara-negara tersebut akan bisa
menjadi negara dengnan menciptakan inovasi untuk melangkah kedepan dan dapat
bisa bersaing dengan negara tetangga atau yang berada disekitar dan seluruh negara
yang ada di dunia. Jika ekonomi tidak terbentuk, maka negara-negara tidak akan
berjalan sepenuhnya atau tidak akan berjalan sempurna dikarenakan ekonomi
merupakan suatu yang dapat menjalankan negara. Jika perekonomian terganggu maka
akan mengganggu kestabilan negara satu dengan negara yang lain, negara-negara
tersebut akan mengalami kerugian masing masing akibat dari adanya konfilk atau
konflik diantara dua negara. Seperti halnya sengketa yang terjadi antara Indonesia
dengan china, sengketa laut Natuna Utara atau yang sekarang lebih di kenal sebagai
laut natuna selatan. Di dalam laut Natuna Utara atau yang dapat dikenal sekarang
adalah pulau natuna utara memiliki banyaknya sumber daya alam seperti perikanan
yang banyak dan langkah, lalu cadangan minyak dan gas dan diperkirakan cadangan
gas yang ada dalam natuna utara tersebut terbesar ke dua setelah arab Saudi, sehingga
menjadi perebutan dan terjadi sengketa. Adanya sumber daya tersebut berdampak
pada aspek ekonomi kedua negara. Perekonomian akan terhambat seiring berjalannya
sengketa yang terjadi, tidak hanya negara yang bersengketa tetapi berdampak juga
pada negara-negara tetangga atau negara yang berada pada sekitaran laut china selatan
atau natuna utara tersebut, seperti Filipina, Brunei, Vietnam, Malaysia. Negara
disekitar yang tidak mengklaim wilayah-wilayah tersebut memiliki atau mempunyai
keinginan tersendiri. Kawasan yang berlimpah akan ikan dari Laut Natuna yang
kebetulan berada dengan perbatasan dari Laut Natuna Utara .
Pada wilayah itu juga menyimpan cadangan gas alam yang berguna dan dapat
dimanfaatkan sumbernya bagi Indonesia. Tidak hanya negara negara sekitar, negara
yang lebih jauh seperti korea selatan dan jepang akan menerima dampak dengan
adanya sengketa tersebut karena korea selatan dan jepang mengambil untuk
dimanfaatkan agar memenuhi kebutuhan lebih dari setengah kebutuhan energi yang
negara jepang pakai pakai. Laut Natuna Utara atau natuna utara menjadi tempat
sebagian besar lalu lintas barang-barang maritim berlangsung, wilayah tersebut akan
penting bagi keamanan kewilayahan dan makmurnya ekonomi negara-negara yang
berada disekitar maupun negara yang melalui natuna utara tersebut.
4.2 Penyelesaian Sengketa yang Dilakukan Antara Negara Indonesia dengan Cina
Pada tahun 1947, China pada saat itu dikuasai oleh Partai Kuomintang yang
dipimpin oleh Chiang Kai Sek, telah menetapkan batasan di Laut China Selatan. Saat
itu, Partai Kuomintang menetapkan batasan garis yang bernama “Eleven-dash line”.
Berdasarkan klaim itu batasan China meliputi Kepulauan Pratas, Macclesfield Bank
serta kepulauan Spartly dan Paracel di Laut China Selatan. Klaim ini dipertahankan
oleh China pada tahun 1949. Namun pada tahun 1953, pemerintah China
menyederhanakan peta itu menjadi “Nine-dashline” yang sampai saat ini digunakan di
wilayah Laut China Selatan. Namun kali ini di jaman sekarang bersinggungan dengan
kedaulatan wilayah Negaranegara di Asia Tenggara, seperti Filipina, Brunei
Darussalam, Taiwan, Vietnam dan Malaysia yang memperebutkan wilayah Laut
China Selatan. Klaim dari China yang berupa titik-titik atau 9 garis putus-putus
“Nine-dashline” yang membentuk U menyentuh klaim kedaulatan atas negara-negara
di ASEAN. Masalah kepentingan ini berbenturan antar negara-negara yang
mengklaim sebagian wilayah Laut China Selatan dengan semua data dan argumen
yang mereka miliki dapat membuat ketidakstabilan regional antar negara-negara yang
terlibat. Klaim yang dilakukan China yang dinilai secara sepihak yang memasukkan
perairan Natuna sebagai wilayah teritori mereka secara otomatis menarik pemerintah
Indonesia untuk ikut terlibat ke dalam konflik sengketa wilayah Laut China Selatan
tersebut walaupun Indonesia tidak termasuk ke dalam Claimant state atas wilayah
Laut China Selatan. Suatu kawasan yang menjadi perebutan negara-negara di
sekitarnya tentu memiliki peran penting bagi negara-negara tersebut. Peran penting
yang dimaksud adalah peran dalam menujang kelancaran ekonomi negara di
sekitarnya. Yang mana wiliayah ini dianggap memiliki keistimewaan, yaitu:
1. Posisi strategis Kawasan Laut China Selatan terletak di posisi yang sangat
strategis. Kawasan ini menjadi jalur pelayaran Hongkong, Jepang, Korea, dan
Taiwan. Kawasan ini juga berada di antara 10 negara dan juga berperan sebagai
jalur penghubung negara-negara tersebut sehingga sangat tepat untuk dijadikan
jalur perdagangan Internasional. Dikutip dari Kompas.com berdasarkan data dari
pemerintah Amerika Serikat, jalur perdagangan Laut China Selatan bernilai lebih
dari 5.3 Trilliun USD.
2. Potensi Sumber Daya yang Melimpah Kawasan Laut China Selatan
menyimpan banyak potensi sumber daya alam yang dapat menunjang sektor
ekonomi dan energi. Dikutip dari Kompas.com berdasarkan data Badan Informasi
Energi Amerika Serikat, tersimpan cadangan minyak bumi sebesr 28 miliar barel
(17.7 miliar ton) dan ini melebihi jumlah cadangan minyak di Kuwait (13 miliar
ton) yang menempati urutan ke 4 dalam hal cadangan minyak terbesar. Selain itu
juga diprediksi bahwa di kawasan Laut China Selatan tersimpan gas alam sebesar
900 miliar kaki kubik. Dikutip dari jejaktapak.com berdasarkan data Amerika
Serikat, 60%- 70% hidrokarbon di Laut China Selatan merupakan gas.
Diperkirakan pertumbuhan penggunaan gas di wilayah sekitarnya akan tumbuh
sebesar 5% per tahun. Area Laut China Selatan adalah area yang strategis dalam
berbagai hal. Kelebihan kawasan Laut China Selatan inilah yang menjadikannya
kawasan strategis, baik sebagai jalur perdagangan maupun sebagai investasi
jangka panjang dari segi potensi kekayaan alam yang terdapat di wilayah perairan
tersebut. Maka wajar, bila Negara-negara banyak yang memperebutkannya di
kawasan Laut China Selatan. Di dalam menyelesaikan suatu sengketa yang
dialami oleh suatu negara, ada upaya yang dapat ditempuh penyelesaiannya
diantaranya:
1. Upaya penyelesaiannya secara litigas, dalam upaya penyelesaian ini dilakukan
di dalam pengadilan dengan menghadapkan secara langsung kedua belah pihak
yang bersengketa. Yang mana masing–masing memiliki kesempatan untuk
mengajukan gugatan dan bantahan.
2. Upaya non – litigasi, adalah suatu upaya penyelesaian yang sering disebut juga
dengan alternatif penyelesaian sengketa.
Berkaitan dengan sengketa yang melibatkan negara Indonesia dengan Cina
terkait wilayah Laut Natuna Utara, tentunya perlu adanya upaya – upaya yang
dapat dilakukan agar kedua belah pihak mengakhiri sengketa yang
dipersengketakan itu berdasarkan upaya – upaya penyelesaian yang dijelaskan
diatas. Sebagai wilayah dan konflik dari Laut Natuna Utara, segala hal bisa
membuat persoalan menjadi panas atau tegang tak kecuali urusan mengenai
sebuah penamaan. Yang mana pemerintahan Indonesia mengubah nama Laut
Natuna Utara menjadi Laut Natuna Utara yang berada di sebelah Utara kepulauan
Natuna provinsi Kepulauan Riau. Perubahan nama ini merupakan kegiatan
serangkaian dari perencanaan dan proses tahun 2016 lalu. Dan perubahan nama ini
menyangkut pembaharuan regulasi yakni adanya keputusan mahkamah Arbitrasi
internasional yang didasarkan pada konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS)
terkait perairan wilayah Laut Natuna Utara . Yang mana perubahan nama tersebut,
memperbaharui peta wilayah negara Indonesia. Yang mana perubahan nama
tersebut merupakan dasar dalam perkembangan hukum internasional yang
berlaku. Menanggapi perubahan nama Laut Natuna Utara yang dilakukan oleh
negara Indonesia, juru bicara dari kementrian Luar Negeri Cina mengungkapkan
bahwasannya perubahan nama wilayah Laut Natuna Utara menjadi Laut Natuna
Utara adalah hal yang tidak kondusif. Penamaan laut terkadang banyak
menimbulkan berbagai permasalahan. Penamaan mengenai suatu wilayah tidak
bisa dianggap sepele terutama wilayah tersebut yang berada di wilayah
perbatasan. Artinya bahwa penamaan dapat menunjukkan siapa yang berkuasa di
wilayah tersebut dan bertujuan untuk mempertegas kepemilikan dari suatu
wilayah. Dalam bulan Maret tahun itu, negara Indonesia dan Cina sepakat untuk
menyelesaikan permasalah itu dengan jalan damai yaitu dengan cara mediasi.
Untuk menyelesaikan sengketa wilayah ini, perlu melibatkan orang ketiga dalam
sengketa antara negara Indonesia dengan Cina. Pihak ketiga yang menjadi
mediator ini dapat menunjuk siapapun sesuai kesepakatan dari negara Indonesia
dengan Cina. Namun yang paling logis dalam menjadi mediator ini yaitu
Mahkamah Internasional.
Dalam hal ini, Mahkamah Internasional sebagai mediator harus bersikap netral
artinya tidak memihak diantara negara Indonesia maupun negara Cina. Tentu hal
inilah cara yang paling memungkinkan untuk dapat menyelesaikan sengketa yang
melibatkan negara Indonesia dengan Cina mengenai wilayah Laut Natuna Utara.
Yang mana kedua negara juga sudah sepakat untuk saling menghormati satu sama
lain. Pemerintah Indonesia menganggap masalah sengketa ini sudah selesai dan
hanya terjadi kesalahpahaman di antara kedua negara.
4.3. Langkah pemerintah Indonesia dalam upaya penyelesaian sengketa antara Indonesia dan
cina.
Konflik yang di sebabkan oleh adanya klaim sepihak Cina atas batas teritori
yang terjadi di Laut Cina Selatan seolah tak pernah usai antara Cina dengan negara-
negara di Asia Tenggara. Adanya perbedaan presepsi dalam dasar hukum penetapan
wilayah menjadi sebuah isu yang kemudian berkembang menjadi isu regional dan
pembahasan di dunia internasional. Kondisi pasang surut konflik dan upaya
penyelesaian sengketa yang terkesan sendiri-sendiri diantara negara-negara ASEAN
menjadi suatu fenomena yang unik dalam isu Laut Cina Selatan. Sehingga dalam
perkembangannya isu Laut Cina Selatan menjadi ajang konstestasi yang hangat, tarik
menarik kepentingan bukan hanya antara Cina dengan negara anggota ASEAN tetapi
Amerika Serikat sebagai salah satu super power dan rival Cina di tataran global ikut
andil dalam menyelesaikan sengeketa yang terjadi.
Indonesia sebagai satu-satunya negara anggota ASEAN yang tidak melakukan
klaim wilayah atas Laut Cina Selatan, namun Indonesia memiliki kepentingan melihat
posisi Indonesia secara geografis memiliki singgung perbatasan antara laut natuna
dengan Laut Cina Selatan. Indonesia tentunya perlu dan harus mengambil peranan
dalam konlflik yang terjadi. dengan membangun solidaritas Kawasan melalui forum
ASEAN. Melihat pada meluasnya isu Laut Cina Selatan dan Tarik menarik
kepeningan antara negara super power, Indonesia perlu mendorong balance of
power dengan menggunakan forum ASEAN atas isu tersebut. Balance of power yang
dilakukan adalah dengan melakukan diplomasi dengan Amerika Serikat dan Cina agar
mematuhi nilai, norma, dan aturan hukum yang di bangun oleh firum ASEAN dalam
menyelesaikan konflik. Ini pernting dilakukan mengingat AS memiliki kepentingan
strategis di wilayah Asia Pasifik sejak presiden Obama menggeser kebijakan
kemanannya pada wilayah asia pasifik. Pergeseran kebijakan ini dilakukan atas
antisipasi Amerika Serikat terhadap dominasi Cina di Asia Tenggara. Sedangkan Cina
sendiri, disamping sengekta yang terjadi disisi ekonomi membangun Kerjasama
ekonomi dengan negara-negara ASEAN, dan mulai melakukan pembahasan negosiasi
terkait kode etik atas Laut Cina Selatan.
Indonesia perlu mewaspadai atas strategi politik Cina dalam upaya
penyelesaian konflik Laut Cina Selatan, dengan upaya Cina yang lebih
mengedepankan Kerjasama ekonomi dengan negara-negara di Asia Tenggara.
Penguatan forum ASEAN sebagai sarana membangun solidaritas negara anggota dan
melakukan diplomasi penyelesaian konflik yang melibatkan Cina dan Amerika
Serikat ala ASEAN, dapat menjadi salah satu upaya dan peranan Indonesia dalam
penyelesaian konflik tersebut. Disamping itu isu Laut Cina Selatan bukan hanya
menjadi pembahasan negara, dengan pelibatan aktor non negara atau strategi track
two diplomacy perlu dilakukan. Melibatkan aktor non negara yang bersifat non politis
dalam membangun solidaritas ASEAN dapat menjadi salah satu solusi untuk
mengurangi dominasi Cina maupun Amerika Serikat di Kawasan asia tenggara.
4.4. Analisis Dari Sudut Pandang Manajemen
Banyak faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi kelancaran suatu upaya
pembangunan secara nasional, akan tetapi penelitian hanya memfokuskan pada beberapa
indikasi saja seperti kenaikan harga pokok atau lazim disebut sebagai Inflasi dan kelangkaan
barang karena distribusi yang tidak lancar. Hal ini merupakan penguatan Analisa terhadap
hasil penelitian yang keseluruhannya menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menjadi
kekhawatiran masyarakat nelayan di Kabupaten Natuna.
Inflasi merupakan faktor fundamental makro dari indikator makroekonomi yang
menggambarkan kondisi ekonomi yang kurang sehat, karena hargaharga barang secara umum
meningkat sehingga melemahkan daya beli masyarakat. Harga barangbarang akan selalu
mengalami suatu perubahan, biasanya berupa kenaikan. Namun jika kenaikan itu hanya
terjadi pada satu atau dua barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi. Perubahan yang
berupa kenaikkan harga barang-barang secara umum dan berlangsung terus menerus, dalam
istilah ekonomi disebut dengan inflasi.
Jika kita berbicara tentang inflasi. Maika yang di perhatikan bukanlah perubahan
harga-harga dari berbagai barang, akan tetapi perubahan rata-rata yang berlaku. Dimana
besarnya nilai atau tingkat inflasi menggambarkan, dalam satu periode tertentu (tahunan,
bulanan) secara rata-rata kenaikan harga-harga dalam perekonomian (Sukirno, 2000).
Sehingga semakin tinggi inflasi secara rata-rata kenaikan harga barangbarang semakin tinggi,
dan kondisi seperti ini akan menurunkan kegiatan investasi.
` Demikian juga pengaruhnya terhadap kelangsungan aktivitas masyarakat nelayan di
Kabupaten Natuna. Kenaikan harga-harga yang tinggi akan menyebabkan inflasi tinggi,
kondisi ini akan berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi. Biaya produksi yang tinggi
akan menyebabkan harga jual barang-barang produksi naik, dan hal ini akan menurunkan
daya beli masyarakat karena pendapatan riil masyarakat juga menurun. Menurunnya daya
beli masyarakat mengakibatkan menurunnya penjualan dari masyarakat yang berdagang di
sana, dan menurunnya penjualan akan menurunkan keuntungan yang berdagang di sekitar
masyarakat nelayan di Natuna. Jika keuntungannya menurun, maka dapat dikatakan bahwa
produktivitas masyarakat cenderung mengalami penurunan.
Menurunnya produktivitas masyarakat nelayan karena dampak inflasi akan turut
menentukan keberhasilan pembangunan dan pengelolaan sumber daya laut Natuna. Dengan
keberadaan kondisi yang demikian pemerintah perlu memikirkan cara terbaik mengatasi
persoalan ini. Karena inflasi berarti tidak ada satupun masyarakat atau kelompok pengusaha
di wilayah Kabupaten Natuna dapat menghindari dampak terjadinya inflasi. Kondisi ini akan
berpengaruh pada ketersediaan modal yang diperlukan untuk melaut, karena banyak
kelompok nelayan tidak dapat beroperasi secara maksimal karena kebutuhan keluarga yang
juga turut mengalami tekanan yang sedemikian rupa. Artinya situasi inflasi yang terjadi baik
dalam cakupan daerah maupun secara nasional juga tetap memberikan dampak yang cukup
signifikan bagi keberlanjutan kebutuhan masyarakat nelayan. Dinamika situasi perekonomian
seperti fenomena inflasi dan langkanya barang kebutuhan rumah tangga sering dirasakan
sehingga terkadang melemahkan kemampuan membeli masyarakat. Meski tidak dapat
dijustifikasi sebagai faktor yang signifikan mempengaruhi kinerja implementasi pengelolaan
sumber daya laut, namun kondisi yang demikian membawa dampak psikologis yang nyata
bagi masyarakat Nelayan di Natuna.
4.5. Analisis dari sudut pandang kelompok
Konflik sengketa laut natuna berawal dari kelalaian pemerintah Indonesia dalam
mengelola ekosistem laut yang berada di Laut Natuna Selatan. Dikarenakan Laut Natuna
yang membentang sangat luas dan tidak ada pengawas dari TNI AL pada saat itu yang
membuat negara China berhasil mengirim beberapa nelayan ke Laut Natuna Selatan untuk
memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan perbatasan panjang dan terbuka di mana-mana
memang rentan kesulitan mengelola wilayah perbatasan dan pulau terluar, terutama
berbatasan langsung dengan negara tetangga yang membuat sengketa antar negara tetangga
sering terjadi. Ketidaksepakatan muncul dari penerapan prinsip-prinsip yang berbeda untuk
membatasi landas kontinen antara negara-negara tetangga yang mengakibatkan wilayah
“tumpang tindih” yang dapat menimbulkan perselisihan.
Sebagai Negara maritime pulau dan laut sebagai sumber daya alam yang harus
dimanfaatkan dan dikelola untuk mencapai batas kesejahteraan masyarakat secara luas, dan
khususnya masyarakat di pulau terluar yang jauh dari konektivitas pembangunan.
Pengelolaan sumber daya laut mesti mengacu kepada kepentingan masyarakat local dan
sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia yang ada di pulau tersebut. Pemerintah
Indonesia harus melestarikan dan memberdayakan Laut Natuna Selatan lebih baik lagi agar
perekenomian masyarakat sekitar juga terbantu dengan adanya lahan yang bisa dijadikan
mata pencaharian mereka.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada
BAB IV, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Negara Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan atau negara
maritime dimana segala perairan di sekitar, di antara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan
negara Republik Indonesia, dengan tidak memperhitungkan luas atau lebarnya
merupakan bagian integral dari wilayah daratan negara Republik Indonesia
sehingga merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah
kedaulatan negara Republik Indonesia. Ini sudah sesuai dengan peraturan yang
tertulis sesuai dengan UNCLOS 1982 yang jadi sumber hukum dalam masalah
kawasan;
2. perlindungan batas wilayah dan yurisdiksi negara merupakan hal yang sangat
penting dan strategis sekaligus sensitif, karena berkaitan dengan permasalahan
kedaulatan (sovereignity), hak-hak berdaulat (sovereign rights) dan yurisdiksi
(jurisdiction) suatu negara terhadap zona-zona maritim sebagaimana diatur
dalam United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) atau
yang lebih dikenal dengan”Hukum Laut Internasional”.dan pengamanan yang
mumpuni oleh TNI AL Indonesia juga mampu memperkuat wilayah perairan
Indonesia;
3. pengamanan wilayah ZEE dari negara lain juga dapat diperkuat dengan
kemampuan diplomasi dan mengisolasi ancaman dari negara lain menggunakan
kuasa ekonomi untuk melakukan atau memaksa kerja sama ,menjaga angkatan
bersenjata yang efektif,melakukan pertahanan sipil dan kesiapan
darurat,memastikan pemulihan cepat dan perbanyakan infrastruktur kritikal
B. Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka dapat diajukan saran sebagai berikut:
1. Indonesia harus terus berpartisipasi serta mendorong Cina dan negara lainnya yang
 bersengketa agar konflik teritorial di Kawasan Laut Cina dapat menemukan jalan
keluar demi
keamanan di kawasan Laut Cina Selatan terutama keamanan bagi Indonesia di perairan
Natuna
Utara
2. Indonesia harus bisa lebih aktif dan kreatif dalam mengolah dan memanfaatkan sumber
daya alam yang dimilikinya di Laut Natuna Utara
3. Ketahanan dan keamanan wilayah terluar Indonesia agar lebih ditingkatkan lagi agar
terhindar dari klaim negara-negara lain seperti Cina

Anda mungkin juga menyukai