Pengayaan Materi
Sejarah
i
Pengayaan Materi Sejarah
ii
Pengayaan Materi Sejarah
SAMBUTAN
Plt. DIREKTUR SEJARAH DAN
NILAI BUDAYA
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memudahkan
kami dalam menyusun buku pengayaan materi sejarah. Isi buku ini
merupakan pengembangan dari silabus peminatan untuk kelas XII
tingkat Sekolah Menengah Atas yang mengkhususkan belajar sejarah
sebagai peminatan dalam kurikulum 2013.
Buku ini ditulis oleh tim sejarawan dari berbagai perguruan tinggi.
Materinya meliputi Dunia pada Masa Perang Dingin; Perjuangan
Mempertahankan Integritas NKRI; Masa Demokrasi Parlementer; Masa
Demokrasi Terpimpin; Masa Orde Baru; Masa Reformasi; Globalisasi dan
Revolusi Teknologi.
iii
Pengayaan Materi Sejarah
Akhir kata, segenap kesempurnaan milik Tuhan Yang Maha Esa. Kami
menerima segala masukan dan saran untuk perbaikan penyusunan buku
ini di masa mendatang.
iv
Pengayaan Materi Sejarah
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
v
Pengayaan Materi Sejarah
tanah air (patriot) dan pahlawan bangsa (hero), dan mereka yang tidak
setia dan menjadi pengkhianat bangsa (traitor).
Oleh karena itu, sudah sepatutnya sejarah dipelajari oleh generasi muda.
Bicara tentang pembelajaran, terkait erat dengan kurikulum. Kurikulum
2013 patut diapresiasi karena telah memberi lebih banyak jumlah jam
pelajaran bagi mata pelajaran Sejarah, yang terdiri dari “sejarah wajib
dan peminatan”, di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebijakan
ini memperlihatkan pentingnya sejarah dalam meningkatkan kecerdasan
dan kearifan bangsa.
Kacung Marijan
NIP. 1964.0325.198901.1.002
vi
Pengayaan Materi Sejarah
DAFTAR ISI
vii
Pengayaan Materi Sejarah
viii
Pengayaan Materi Sejarah
ix
Pengayaan Materi Sejarah
x
Pengayaan Materi Sejarah
Pendahuluan
Historiografi Dalam Denyut Sejarah Bangsa
1
Pengayaan Materi Sejarah
2
Pengayaan Materi Sejarah
3
Pengayaan Materi Sejarah
4
Pengayaan Materi Sejarah
5
Pengayaan Materi Sejarah
6
Pengayaan Materi Sejarah
7
Pengayaan Materi Sejarah
8
Pengayaan Materi Sejarah
9
Pengayaan Materi Sejarah
maka di waktu itu pula ―episode baru‖ dalam perkembangan ilmu dan
kajian sejarah bermula.
Orde Baru : ―kebebasan akademis‖ dalam ―dominasi Negara‖
Sejak mulai resmi berkuasa di tahun 1959—ketika Presiden
Sukarno mengeluarkan ―dekrit Presiden‖ yang menyatakan Indonesia
kembali ke UUD 1945-- rezim Demokrasi Terpimpin setapak demi
setapak semakin mengalami keterpencilan internasional. Di saat
―konfontasi Malaysia‖—yaitu usaha negara untuk mengahalangi
berdirinya Malaysia, yang akan menggabungkan Tanah Semenanjung,
Serawak dan Borneo Utara (mula-mula juga termasuk Singapore)-- tidak
mendapat simpati dunia, Indonesia bukan bukan saja meninggalkan
Olimpiade Tokio tetapi juga keluar dari P.B.B. Meskipun membayangkan
hubungan yang semakin akrab dengan RRT, tetapi Indonesia semakin
terpencil juga dari pergaulan dunia. Di saat keterpencilan ini sedang
mencapai puncaknya maka ketika itu pula malapetaka sosial dan politik
yang teramat tragis datang menerpa kehidupan bangsa dan negara.
Ketika waktu sedang menjelang subuh pada tanggal 1 Oktober 1965
enam orang jenderal, pimpinan Angkatan Darat, dan seorang letnan
muda dibunuh oleh segerombolan tentara yang menyebut dirinya
Gerakan 30 September. Seketika usaha telah menampilkan diri sebagai
bagian dari coup d‘etat maka di saat itu gerakan itu mengalami
kelumpuhan. Tetapi sejak itu pula konflik internal bermula—di Jakarta
dan bahkan kemudian nyaris persada tanah air. Tiba-tiba semboyan
―ganyang Malaysia‖–salah satu program ―anti-Nekolim‖ utama dari
Demokrasi Terpimpin -- membalik menjadi tusukan ke dalam kehidupan
bangsa sendiri.
Setelah sekian lama mengalami gerakan ―anti sepihak‖, yang
mengancam tanah warisan dan bahkan nyawa sang pemilik serta
semakin mendalamnya perasaan tersingkirkan dalam konstelasi politik
NASAKOM yang revolusioner, golongan sosial yang merasa sekian lama
terpinggirkan dalam konstelasi politik dan sistem wacana yang serba
revolusioner, tiba-tiba seakan-akan begitu saja bisa tampil dengan
agresif. Dibantu dan bahkan dipimpin oleh AD, yang telah kehilangan
para jenderal mereka kini tampil ke depan dan tidak jarang sebagai
―pembalas dendam‖ atas penghinaan yang telah dialami. Maka dengan
tiba-tiba saja Indonesia telah berada dalam suasana krisis sosial dan
tragedi kemanusiaan yang bahkan diselimuti pula oleh suasana
10
Pengayaan Materi Sejarah
kebencian yang mendalam. Entah berapa puluh atau bahkan ratus ribu
anak bangsa, yang dituduh pengikut komunis, kehilangan nyawa.
Entah berapa pula banyaknya mereka yang dicurigai itu diperlakukan
sebagai ―pariah‖ dalam konstelasi kenegaraan dan bahkan juga dalam
pergaulan sosial yang terbuka. Setelah sekian banyak korban berjatuhan
dan sekian parah pula kebebasan yang telah terampas akhirnya
ketenteraman relatif mulai kembali dirasakan. Hal ini terjadi setelah
Presiden Sukarno mengeluarkan apa yang disebut ―SUPERSEMAR‖ ( 11
Maret 1967). Tetapi sejak itu pula kewibawaan sang Presiden
meluncur dengan deras dan Indonesia mulai mengetuk pintu periode
baru dalam sejarahnya.
Ketika akhirnya (Maret, 1968) Presiden Sukarno, yang
jabatannya sebagai Presiden Seumur Hidup telah dicabut MPR ,
meletakkan jabatan sebagai Kepala Negara dan–tentu saja juga sebagai
Pemimpin Besar Revolusi‖, maka rezim Orde Baru pun menyatakan
kehadiran dirinya. Bertolak dari janji kesetiaan pada Pancasila dan UUD
1945, Orde Baru, di bawah pimpinan Jenderal Soeharto, meninggalkan
―revolusi‖ dan menjadikan ―pembangunan nasional‖ sebagai
semboyan dan usaha utama. Hanya saja dalam perkembangannya Orde
Baru—setelah melalui proses penguatan kekuasaan yang memberi
kebebasan relatif dari sistem wacana selama beberapa tahun--
melanjutkan tradisi yang telah dirintis Demokrasi Terpimpin. Setahap
demi setahap Orde Baru pun, seperti halnya dengan rezim Demokrasi
Terpimpin yang telah digantikannya, semakin menjadikan dirinya
sebagai sebuah ―negara serakah‖, yang menguasai nyaris kesemuanya--
mulai dari kekuasaan politik dan ekonomi sampai penguasaan makna
dalam sistem wacana. Dengan landasan program, bahkan ―ideologi‖
nasional yang berbeda—suasana serta sistem wacana serba ―revolusi‖
yang dipelihara Demokrasi Terpimpin, kini telah digantikan dengan
―pembangunan‖. Maka begitulah dalam perjalanan sejarahnya Orde
Baru semakin lama semakin memperlihatkan dirinya sebagai
penyambung yang otentik dari tradisi otoritarianisme yang sentralistis
dari rezime yang telah digantikannya.
Ironis mungkin, tetapi di masa awal dari pertumbuhan
kekuasaan Orde Baru ini pula Seminar Sejarah Nasional II, diadakan
(Agustus 1970). Hanya saja kini para politisi dan opinion makers telah
tersingkir. Seminar Sejarah Nasional II adalah pentas yang memberi
kesempatan bagi para profesional dari dunia kajian sejarah untuk tampil
11
Pengayaan Materi Sejarah
12
Pengayaan Materi Sejarah
13
Pengayaan Materi Sejarah
14
Pengayaan Materi Sejarah
15
Pengayaan Materi Sejarah
16
Pengayaan Materi Sejarah
17
Pengayaan Materi Sejarah
18
Pengayaan Materi Sejarah
19
Pengayaan Materi Sejarah
kehadirannya telah pula mulai goyah. Krisis ekonomi dan politik pun
tidak terelakkan. Akhirnya Presiden Soeharto, seperti halnya dengan
Bung Karno, melakukan lengser keprabon, meletakkan jabatan, tanpa
usaha perlawanan sedikitpun. Begitulah pada bulan Maret 1998 Orde
Baru mengakhiri karirnya. Indonesian pun memasuki zaman
Reformasi—kehidupan politik yang demokratis pun kembali bermula,
tetapi tantangan baru harus juga dihadapi. Tidak lama kemudian abad
21 pun mulai dimasuki.
20
Pengayaan Materi Sejarah
21
Pengayaan Materi Sejarah
22
Pengayaan Materi Sejarah
the Great War, 1914-1918 ( Leiden: KITLV, 2004). Ia menulis buku ini
meskipun sebelumnya ia telah menulis A country in despair—Indonesia
between 1997 and 2000 (Leiden: KITLV,2001). Dengan buku ini van
Dijk telah ―menyaingi‖ Kevin O‘Rourke , Reformasi: the struggle for
Power in Post-Soeharto Indonesia (London: Allen& Unwin, 2002).
Politik memang sangat menarik, apalagi kalau ditelaah secara historis.
Buku-buku ini (meskipun masing-masing tebalnya 500-an sampai 700-
an halaman) hanya beberapa contoh saja dari rekaman sejarah di saat
Orde Baru harus menyatakan ―selamat tinggal‖ dan di saat pergolakan
pemikiran serta gerak politik sedang memunculkan dirinya dengan
hebat.
Sebuah buku yang diedit Anthony Reid dengan pengarang dari
berbagai bangsa, termasuk dua orang dari Indonesia ( T.Ibrahim Alfian
dan M.Isa Suleiman), The Verandah of Violence: the Background to the
Aceh Problem (Singapore University Press, 2006) berusaha me-
―rekonstruksi‖ dan menerangkan bagaimana Aceh menampilkan diri
sebagai pembangkang yang bersifat separatis terhadap negara yang
dulu—di masa revolusi nasional-- dibelanya dengan semangat
kepahlawanan. Di samping buku ini Tony Reid juga menerbitkan
kumpulan tulisannya tentang Aceh dan daerah lain di Sumatra, An
Indonesian Frontier : Acehnese & other histories of Sumatra (Singapore
University Press, 2005) dan dua buku kumpulan lain tentang berbagai
aspek dari sejarah Sumatra.
Barangkali tidaklah berlebih-lebihan kalau dikatakan bahwa
Merle Ricklefs adalah sejarawan yang paling mendalami dinamika dari
pergolakan Islam di wilayah kebudayaan Jawa. Ilmuwan ini telah
menulis 4 jilid buku dengan topics yang tampaknya berbeda-beda tetapi
bisa juga dilihat sebagai sambung bersambung tentang dinamika
penyebaran dan dinamika pemikiran Islam di kalangan masyarakat Jawa
, sejak zaman Mataram sampai sekarang. Buku yang terakhir ini bahkan
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Mengislamkan Jawa :
sejarah Islamisasi di Jawa dan penentangnya dari 1930 sampai
sekarang ( Jakarta: Serambi, 2012). Sementara itu seorang ilmuwan
Rusia, Vladimir Braginsky mempersembahkan sebuah studi besar The
Heritage of traditional Malay literature : a historical survey of genres,
writings and literary views (Leiden, KITLV, 2004). Kalau kisah sejarah
yang disajikan Braginsky ini dipertemukan dengan hasil rekonstruksi
23
Pengayaan Materi Sejarah
24
Pengayaan Materi Sejarah
25
Pengayaan Materi Sejarah
26
Pengayaan Materi Sejarah
27
Pengayaan Materi Sejarah
28
Pengayaan Materi Sejarah
29
Pengayaan Materi Sejarah
Penutup
Bagaimanakah perkembangan ilmu sejarah di tanah air tercinta
ini selanjutnya? Kalau mau berlagak jujur tentu bisa saja dikatakan ―No
body knows‖, tetapi tanpa berlagak namun ditopang oleh
pengetahuan dan pemahaman akan keharusan yang tak terhindarkan
bisalah dikatakan bahwa ilmu sejarah dan pengetahuan kesejarahan di
Indonesia ini akan berkembang baik. Betapapun jurusan sejarah – di
universitas manapun juga di negara yang diciptakan oleh kesadaran
sejarah ini (jadi bukan ―warisan nenek moyang‖)—bukanlah jurusan
yang ―laku‖, apalagi merupakan ‖pilihan pertama‖ bagi para calon
mahasiswa. Tetapi bukankah berbagai kejadian yang datang sambung
bersambung membangkitkan juga rasa ingin tahu? ‖Apakah yang
terjadi ini?" "Mengapa hal ini harus terjadi?" Seketika pertanyaan-
pertanyaan seperti ini telah diajukan, maka apapun mungkin disiplin
ilmu yang akan dipakai untuk menjawabnya, namun pertanyaan
kesejarahan tidak terhindarkan.
30
Pengayaan Materi Sejarah
Taufik Abdullah
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
31
Pengayaan Materi Sejarah
Catatan Akhir :
1
Bagian pengantar ini berdasarkan pada (1) Taufik Abdullah , ”Seminar Sejarah
Nasional : “kegagalan” yang bahkan membuahkan hasil”. Makalah dalam
Seminar “ Apresiasi Historiografi Indonesia : Ilmu Sejarah dan Tantangan Masa
Depan”, Yogyakarta , 5 Mei, 2014. (2) Taufik Abdullah , “Seminar Sejarah
Nasional I : nostalgia, kilas-balik, refleksi” , Jurnal Sejarah , vol. 14, 1,
2009.Lihat juga Taufik Abdullah, “The Study of History” dalam Koentjaraningrat
(ed.), The Social Sciences in Indonesia, Jakarta :Indonesian Institute of Sciences,
1975 dan Taufik Abdullah, Nasionalisme dan Sejarah, Bandung; Satya
Historika,2001, 212-248. Latar belakang sosial-politik dari tulisan diambil dari
TaufikAbdullah, Indonesia. Toward democracy. Singapore: ISEAS, 2009.
2
Tentang situasi tahun 1980-an lihat Taufik Abdullah, “Pengalaman yang berlalu,
tantangan yang mendatang: Ilmu sejarah di tahun 1970-an dan 1980-an”
makalah Seminar Sejarah Nasional Iv , dimuat kembali dalam Masyarakat dan
Kebudayaan: Kumpulan Karangan untuk Prof.Dr. Selo Soemardja, Jakarta:
Penerbit Djambatan, 1988, 244-267.
3
Lihat pula kumpulan tulisan dari beberapa ilmuwan asing dan Indonesia dalam
Dewi Fortuna Anwar & Bridget Welsch ( editors) , Democracy Take –off? The B.J.
Habibie Period, Jakarta: Sinar Harapan, 2013
4
Lihat juga ,umpamanya Gerry van Klinken, “ The Battle for History after
Suharto” dalam Mary S. Zurbuchen (Ed.), Beginning to remember : The Past in
the Indonesian Present, Singapore/Seatlte : Singapore University Press/
University of Seattle Press, 2005, 233-260
5
Hilmar Farid, “Pramoedya dan historiografi Indonesia” dalam Henk Schulte
Nordholt et.al.( eds), Persepktif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, Jakarta:
KITLV/Obor,2008., 79-110
32
Pengayaan Materi Sejarah
Bab. 1
Dunia Pada Masa Perang Dingin :
Kebangkitan Asia Afrika dan Perubahan Politik Global
33
Pengayaan Materi Sejarah
34
Pengayaan Materi Sejarah
35
Pengayaan Materi Sejarah
36
Pengayaan Materi Sejarah
37
Pengayaan Materi Sejarah
38
Pengayaan Materi Sejarah
39
Pengayaan Materi Sejarah
40
Pengayaan Materi Sejarah
41
Pengayaan Materi Sejarah
42
Pengayaan Materi Sejarah
43
Pengayaan Materi Sejarah
44
Pengayaan Materi Sejarah
45
Pengayaan Materi Sejarah
46
Pengayaan Materi Sejarah
kolonial Belanda, dan setelah keluar dari penjara pada akhir tahun
1931, diantara 1932-1933 sebelum beliau diasingkan ke Folres,
Soekano sering kali mengumandangkan persatuan bangsa-bangsa Asia
dalam pidato pidatonya di rapat umum, antara lain yang berbunyi:
“ Kalau Barong Lio Sai dari Tiongkok bekerjasama dengan
Lembu Nandi dari India, dengan Spinx dari Mesir dengan
Burung Merak dari Burma, dengan Gajah Putih dari Siam,
dengan Ular Hidra dari Vietnam dengan Harimau dari Filipina
dan dengan Banteng dari Indonesia, maka pasti hancur lebur
kolonialisme internasionalisme”10
47
Pengayaan Materi Sejarah
48
Pengayaan Materi Sejarah
49
Pengayaan Materi Sejarah
50
Pengayaan Materi Sejarah
51
Pengayaan Materi Sejarah
52
Pengayaan Materi Sejarah
53
Pengayaan Materi Sejarah
Konferensi Bogor saat itu. Dan juga pentingnya Konferensi Asia Afrika
yang sedang mereka bicarakan itu untuk perdamaian di Asia Tenggara
khususnya Asia Afrika dan seluruh dunia umumnya.
PM Ali Sastroamidjojo kemudian mengusulkan hendaknya
secara bertuut-turut dibicarakan 1) tujuan Konferensi Asia Afrika, 2)
siapa sponsornya, 3)waktu dan lamanya, 4)tingkat delegasi yang
diminta hadir, 5) agendanya, dan yang terakhir 6)negara-negara yang
diundang. Pada umumnya semua yang hadir menyetujui urutan-urutan
yang dikemukakan oleh PM Ali tersebut.yang agak mereda sejak
Konferensi Kolombo yang lalu.
Setelah melalui beberapa perdebatan diantara para delegasi,
kemudian berhasil dirumuskan tujuan dari Konferensi Asia Afrika salah
satunya adalah “untuk meninjau kedudukan Asia dan Afrika, serta
rakyat-rakyatnya dalam dunia dunia dewasa ini serta sumbangan yang
dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian serta kerjasama di
dunia”.
Selanjutnya, pembicaraan berlanjut mengenai siapa yang akan
menjadi sponsor. Setelah masalahnya ditinjau dari berbagai sudut
pandang, akhirnya secara konsensus mereka sepakat bahwa Indonesia
akan menjadi sponsor utama dan akan mengorganisasikan seluruh
jalannya Konferensi Namun negara-negara peserta Kolombo lainnya
adalah juga sponsor KAA, dan karenanya mereka juga akan ikut
memikul sebagian dari biaya pendanaannya. Pembiayaan untuk
perbaikan gedung-gedung, jalan-jalan, alat-alat komunikasi dan lain-
lainnya yang bersifat investasi modal menjadi tanggung jawab
Indonesia. Dalam pada itu di Indonesia akan dibentuk sebuah
sekretariat bersama di bawah pimpinan Indonesia, sedangkan 4 negara
Kolombo lainnya akan menempatkan wakilnya. Roeslan Abdulgani
ditunjuk sebagai ketua sekretariat bersama.
Untuk menjaga jangan sampai Sekretariat Bersama itu nantinya
tidak “berakar” dalam aparatur pemerintahan yang ada, maka dengan
persetujuan Kabinet dibenyuk dua panitia. Satu di tingkat nasional di
Jakarta, satu di tingkat lokal di Bandung. Komposisi Panitia Jakarta
adalah interdepartemental , dimana duduk wakil-wakil departemen-
departemen Luar Negeri, Perhubungan, Penerangan, Keuangan,
pekerjaan Umum, Pendidikan, Pertahanan , dalam Negeri dan
Kepolisian. Panitia Lokal di Bandung diketuai oleh Gubernur Jawa Barat
54
Pengayaan Materi Sejarah
55
Pengayaan Materi Sejarah
56
Pengayaan Materi Sejarah
57
Pengayaan Materi Sejarah
58
Pengayaan Materi Sejarah
59
Pengayaan Materi Sejarah
Dasasila Bandung
1. Menghormati hak-hak asasi manusia sesuai dengan Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan wilayah setiap bangsa.
3. Mengakui persamaan semua ras dan persamaan semua bangsa
baik besar maupun kecil.
4. Tidak melakukan campur tangan dalam soal-soal dalam negara
lain.
5. Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri
secara sendirian atau secara kolektif.
6. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
7. Tidak melakukan agresi terhadap negara lain.
8. Menyelesaikan masalah dengan jalan damai.
9. Memajukan kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial, dan
budaya.
10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.17
60
Pengayaan Materi Sejarah
61
Pengayaan Materi Sejarah
Presiden Soekarno, Membuka KAA (Sumber : Jamie Mackie, 1980, hal. 70)
62
Pengayaan Materi Sejarah
63
Pengayaan Materi Sejarah
64
Pengayaan Materi Sejarah
65
Pengayaan Materi Sejarah
66
Pengayaan Materi Sejarah
67
Pengayaan Materi Sejarah
68
Pengayaan Materi Sejarah
1.3.1. ASEAN
a. Latar Belakang Pembentukan
Kawasan Asia Tenggara secara geopolitik dan geoekonomi
mempunyai nilai strategis. Kondisi tersebut menyebabkan kawasan ini
menjadi ajang persaingan pengaruh ke-kuatan pada era Perang Dingin
antara Blok Barat dan Blok Timur. Salah satu bukti persaingan
antarnegara adidaya dan kekuatan besar pada waktu itu adalah Perang
Saudara di Indocina antara Vietnam Utara yang didukung kekuatan
Komunis dan Vietnam Selatan yang didukung kekuatan Barat pimpinan
Amerika Serikat. Persaingan dua blok tersebut menyeret negara-negara
di kawasan ASEAN menjadi basis kekuatan militer blok timur dan blok
barat. Blok Timur/Komunis di bawah komando Uni Soviet menempatkan
pangkalan militernya di Vietnam, sedangkan Blok Barat di bawah
69
Pengayaan Materi Sejarah
70
Pengayaan Materi Sejarah
71
Pengayaan Materi Sejarah
72
Pengayaan Materi Sejarah
73
Pengayaan Materi Sejarah
74
Pengayaan Materi Sejarah
75
Pengayaan Materi Sejarah
76
Pengayaan Materi Sejarah
untuk mencapai integrasi penuh ASEAN pada tahun 2020 dalam wadah
ASEAN Community yang terdiri dari tiga pilar utama yaitu, kerjasama
politik dan keamanan , kerjasama ekonomi dan kerjasama sosial budaya.
Melalui kerjasama ekonomi diharapkan akan terjadi penyatuan ekonomi
ASEAN dalam bentuk masyarakat ekonomi ASEAN yang ditandai
dengan pergerakan arus barang, jasa, investasi, dan modal yang bebas
tanpa hambatan. Dalam kerangka ASEAN Economic Community (AEC),
AFTA merupakan bagian yang penting dan tak terpisahkan. AFTA
menjadi motor penggerak utama dalam sektor perdagangan ASEAN.
Pembentukan AFTA secara tidak langsung memberikan manfaat
yang besar bagi Indonesia diantaranya adalah:
Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk
Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat
pendapatan masyarakat yang beragam;
Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi
pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan
barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota
ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar
domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu
tertentu;
Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan
beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN
lainnya.
77
Pengayaan Materi Sejarah
78
Pengayaan Materi Sejarah
79
Pengayaan Materi Sejarah
80
Pengayaan Materi Sejarah
b. Putaran-putaran perundingan
Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT
mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya pengurangan tariff. Pada
Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tariff
81
Pengayaan Materi Sejarah
82
Pengayaan Materi Sejarah
83
Pengayaan Materi Sejarah
84
Pengayaan Materi Sejarah
85
Pengayaan Materi Sejarah
86
Pengayaan Materi Sejarah
DEKLARASI APEC
1.Blake Island, Seattle, AS tahun 1993
Para pemimpin APEC berhasilmenciptakanvisiekonomi (Economic
Vision of APEC Leaders).Dalam pertemuan ini disepakati untuk
menciptakan sistem perdagangan yang lebih terbuka di Asia Pasifik.Cara
yang akan ditempuh adalah dengan menetapkan kerangka kerja sama
perdagangan, investasi, dan pengalihan teknologi, termasuk
permodalan. Para pemimpin APEC menegaskan bahwa liberalisasi
perdagangan dan investasi adalah dasar identitas dan aktivitas APEC.
87
Pengayaan Materi Sejarah
88
Pengayaan Materi Sejarah
89
Pengayaan Materi Sejarah
Sumber : www.glogster.com
90
Pengayaan Materi Sejarah
91
Pengayaan Materi Sejarah
92
Pengayaan Materi Sejarah
93
Pengayaan Materi Sejarah
94
Pengayaan Materi Sejarah
selama lebih kurang tujuh dasawarsa. Uni Soviet secara resmi berakhir
pada tanggal 25 Desember 1991 ketika Presiden Uni Soviet Mikhail
Gorbachev mengumumkan pengunduran diri menyusul kemelut politik
sebagai kelanjutan kudeta yang gagal pada pertengahan bulan Agustus
1991.
95
Pengayaan Materi Sejarah
96
Pengayaan Materi Sejarah
97
Pengayaan Materi Sejarah
98
Pengayaan Materi Sejarah
99
Pengayaan Materi Sejarah
100
Pengayaan Materi Sejarah
pemasaran dan sumber bahan baku di wilayah Asia dan Afrika. Jadi bisa
dikatakan secara tidak langsung Revolusi Industri telah mendorong
munculnya kolonialisme dan imperialisme di seluruh dunia.
Contoh lain dari keterkaitan peristiwa global dengan peristiwa di
suatu wilayah adalah sejarah Indonesia periode 1945-1965 tidak bisa
dilepaskan dari konteks global yang mewarnai masa itu. Situasi global
perang dingin begitu kuat mempengaruhi sejarah kawasan Asia
termasuk Asia Tenggara. Sehingga sebuah peristiwa tidak bisa dilihat
hanya dari sudut pandang atau persfektif yang sempit. Sebuah peristiwa
bisa terjadi karena dipicu oleh faktor –faktor eksternal dan juga internal
. Sebagai contoh penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung
pada tahun 1955 dipicu oleh munculnya situasi politik internasional saat
ini yaitu adanya “Perang Dingin” antara blok barat dan blok timur.
Dorongan terbesar dari munculnya konferensi ini lahir dari kegelisahan
atas krisis yang ditimbulkan Perang Dingin, seperti pecahnya perang di
Indocina (Vietnam) dan Semenanjung Korea. Disisi lain, keinginan kuat
Indonesia untuk mengimplementasikan politik luar negeri bebas aktifnya
juga sangat berperan penting dalam terwujudnya pelaksanaan KAA ini.
Dari masa perang dingin yang berlangsung antara 1947-hingga
1991. Ada satu hal yang sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia,
yaitu Indonesia bisa dikatakan sebagai pelopor dan memiliki peran
penting dalam memunculkan suatu pilihan bagi negara-negara di dunia
yang tidak ingin terseret dalam persaingan antara dua blok yang terjadi
saat ini, yaitu “ Non-Blok” atau Non Alignment. Prinsip ini lahir dari
pengalaman sejarah bangsa Indonesia ketika sedang berjuang untuk
mendapatkan pengakuan dunia internasional atas kemerdekaan yang
diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. (terkait hal ini bisa dibaca
kembali pidato Hatta di depan BP KNIP yang berjudul “Mendayung
diantara dua karang”). Perjuangan yang begitu gigih dalam menentang
kembalinya kolonialisme menjadikan bangsa Indonesia memiliki
pengalaman sejarah yang luar biasa dalam merespon situasi politik
internasional yang terjadi saat itu.
KAA 1955, merupakan peristiwa monumental yang diingat oleh
masyarakat Indonesia sebagai sebuah momen atau peristiwa yang
101
Pengayaan Materi Sejarah
102
Pengayaan Materi Sejarah
103
Pengayaan Materi Sejarah
104
Pengayaan Materi Sejarah
Linda Sunarti
105
Pengayaan Materi Sejarah
Catatan Akhir :
1
Keterangan Pemerintah yang diucapkan oleh Drs. Mohammad Hatta, dimuka
Sidang B.P.K.N.P di Jogja pada tahun 1948, lihat dalam Mendayung Antara Dua
Karang, Kementerian Penerangan Republik Indonesia 1951
2
Mohammad Hatta, 1958. “ Indonesia’s Between Power Blocs”Foreign Affairs,
36 (3), 484
3
Perang Dingin adalah suasana internasional yang sangat tegang dan
bermusuhan yang diakibatkan oleh “konflik ideologi” antara blok barat dan
blok Tmur yang berkembang setelah Perang Dunia II. Situasi ini merupakan
puncak ketegangan antara dua blok tersebut yang ditandai dengan beraneka
manufer politik; diplomasi; perang urat syaraf dan segala jenis perang lain
kecuali perang terbuka diantara kedua pihak. Lihat Yahya Muhaimin, Kamus
Istilah Politik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, hal.230.
4
Konferensi Potsdam adalah pertemuan para pemimpin negara Sekutu yang
diadakan di Jerman (kota Postdam, pada 17 Juli-12 Agustus). Tujuan utama
dari konferensi ini adalah untuk menentukan nasib Jerman, membahas rencana
perang melawan Jepang, dan menyelesaikan masalah-masalah Eropa pasca
Perang Dunia II. Mereka yang hadir di dalam acara itu adalah Presiden AS (Harry
S. Truman), Perdana Menteri Inggris (Clement R. Attlee), dan Perdana Menteri
Uni Soviet (Joseph Stalin). Hasil konferensi adalah; 1) Jerman yg dikuasai oleh
empat negara Sekutu , dan dibagi dua , yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur.
Jerman Timur, satu zona dikuasai oleh Uni Soviet, sedangkan Jerman Barat, tiga
zona dikuasai oleh AS, Inggris dan Prancis., 2) Kota Berlin yang terletak di tengah
daerah pendudukan Uni Soviet juga dibagi dua. Berlin Timur diduduki oleh Uni
Soviet dan Berlin Barat dikuasai oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. 3)
Danzig dan daerah Jerman sebelah timur Sungai Oder danNeisse diberikan
kepada Polandia. 4) Angkatan perang Jerman harus dikurangi jumlah tentaranya
dan peralatan militernya (demiliterisasi). 5) Penjahat perang, yakni tokoh" NAZI,
harus dihukum dibawah pengawasan internasional.6) Jerman harus membayar
kerugian perang terhadap sekutu.
5
Istilah “Perang Dingin” muncul pada tahun 1947. Istilah ini diperkenalkan oleh
kolumnis Bernard Baruch dan Walter Lippmandalam bukunya yang berjudul
Cold War. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di
antara kedua negara adikuasa Amerika Serikat dan Uni Soviet pada saat itu.
kompetisi antara Amerika Serikat sebagai Blok Barat dan Uni Sovyet sebagai
Blok timur pada 1947-1991
6
Walter Lafaber, American, Rusia, and The Cold War 1945-1975, 3 ed, New York,
1976, hal.1-2
106
Pengayaan Materi Sejarah
7
John C Sherry, 1963. History of Western Civilization (1560- to the Present), New
York, hal 20-21, 48,80
8
Richard B Moris, 1973. Richard B Moris, Great Presidential Decisions : State
Paper that Changed the Course of History, New York hal.427
9
United State Information Agency (USIA), 2010. Garis Besar Sejarah Amerika.
Jakarta: hal.284
10
Roeslan Abdulgani , 1980. The Bandung Connection. The Asia-Africa Conference
in Bandung in 1955. Singapore : Gunung Agung. Hal.9
11
Ibid., hal.10
12
Roeslan Abdulgani, 1980. The Bandung Connection. The Asia-Africa Conference
in Bandung in 1955. Singapore : Gunung Agung. Hal.12
13
Ibid, hal.14
14
Jamie Mackie , 2005. Bandung 1955. Non –Aligment Movement and Afro-Asian
Solidarity . Singapore Solidarity.Didier Millet, hal.58
15
Roeslan Abdulgani, 1980, hal.66
16
Ibid., hal.99
17
Jamie Mackie, 1980. Hal.106
18
Mochtar Kusumaatmadja,. 1983. Politik Luar Negeri Indonesia dan
pelaksanaannya dewasa ini:kumpulan karangan dan pidato Mochtar
Kusumaatmadja. (ed. Edy Damian). Bandung : Alumni, hal.97
19
P.Swantoro, Prisma, No.4, April 1990: 15
20
P.Swantoro, Prisma, No.4, April 1990: 16
21
Ibid.,
22
ASEAN Selayang Pandang, 2010. ed.ke.19. Jakarta : Sekretariat ASEAN, hal .2
23
Ibid., hal.3
24
Low, L.1996. Regional Integration and the Asia –Pacific : The ASEAN Free Trade
Area. Oxford University Press, hal. 199
25
Craig Van Grasstek, 2013. The History and Future of World Trade Organization.
Geneva: World Trade Organization, hal.14
26
Ibid., hal. 16
107
Pengayaan Materi Sejarah
27
Crockatt, Richard (2001) “The End of the Cold War,” in Baylis, John & Smith,
Steve (eds.), The Globalization of World Politics, 2nd edition, Oxford University
Press, hal.96
28
Neoliberalisme merupkan paham yang mengusung nilai nilai kebebasan
individual dan hak atas kepemilikan properti serta mendukung konsep laissez-
faire dari teori ekonomi klasik yang dikemukan Adam Smith. Neolibiralisme juga
menghendaki pasar bebas dan perdagangan bebas, serta meminimalisasi peran
dan intervensi pemerintah dalam pasar. Pemerintah hanya berperan untuk
menciptakan dan menjaga kerangka institusional yang layak untuk kegiatan
perekonomian yang liberal. Lihat David Harvey dalam Dag Einar Thorsen dan
Amund Lie.t.t, What is Neoliberalism? (pdf), dalam
http://folk.uio.no/daget/neoliberalism.pdf (diunduh pada 25 juni 2015)
108
Pengayaan Materi Sejarah
Bab. 2
Perjuangan Mempertahankan NKRI
109
Pengayaan Materi Sejarah
110
Pengayaan Materi Sejarah
111
Pengayaan Materi Sejarah
112
Pengayaan Materi Sejarah
113
Pengayaan Materi Sejarah
114
Pengayaan Materi Sejarah
115
Pengayaan Materi Sejarah
116
Pengayaan Materi Sejarah
117
Pengayaan Materi Sejarah
118
Pengayaan Materi Sejarah
119
Pengayaan Materi Sejarah
dan berhasil menguasai kota-kota dan jalan raya. Serangan militer ini
merupakan suatu tantangan terang-terangan terhadap wewenang PBB
yang kemudian berakibat merugikan Belanda daripada Indonesia.
Amerika Serikat segera menghentikan bantuan pembangunan kembali
setelah perang kepada negeri Belanda. Di samping dunia internasional
yang memprotes tindakan Belanda tersebut, dua negara federal, yakni
Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan mengundurkan diri
sebagai bentuk protes terhadap Agresi Militer Belanda.
Dalam suasana genting pada hari itu juga dilakukan sidang
kabinet yang dihadiri juga oleh beberapa pembesar TNI. Sidang kabinet
tersebut mempertimbangkan dua kemungkinan, yakni:
1) Presiden dan wakil presiden/perdana menteri mengungsi ke luar
kota Yogyakarta, tetapi harus dikawal oleh satu batalyon
tentara. Ternyata tentara yang akan mengawal itu tidak ada
karena tentara yang ada di Yogyakarta sudah ke luar semua.
2) Tetap tinggal di kota dan membiarkan diri ditawan Belanda,
tetapi dekat dengan KTN.16
Sidang memutuskan bahwa pimpinan negara serta para pejabat
pemerintah tetap tinggal di kota dan kepada Mr. Sjafrudin
Prawiranegara (Menteri Kemakmuran) yang waktu itu sedang bertugas
di di Sumatra, melalui radiogram diberikan mandat untuk memimpin
Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Sumatra. Bahkan, jika Mr. Sjafruddin
tidak berhasil membentuk PDRI, kepada Mr. Maramis (Menteri
Keuangan) yang sedang berada di India, L.N. Palaar dan Dr. Sudarsono
diberi pula kuasa untuk membentuk Pemerintah Republik Indonesia di
India. Selanjutnya, di samping menyerang kota-kota yang masih berada
di tangan Republik, Belanda menangkap Sukarno, Mohamad Hatta, dan
sebagian besar anggota kabinet di Yogyakarta. Sukarno, Hatta dan
para pembesar RI lainnya diasingkan oleh Belanda ke Bangka yang
kemudian dipindah ke Brastagi dan yang terakhir ke Prapat.
Dalam kondisi tersebut, PDRI berhasil dibentuk walaupun
radiogram terlambat diterima. Di Sumatra, Mr Sjafruddin bersama
kawan-kawan memproklamirkan pemerintah darurat untuk melanjutkan
perjuangan. Menurut Sjafruddin, meskipun Sukarno, Hatta dan
beberapa menteri menjadi tahanan Belanda, mereka tidak lepas dari
ikatan-ikatan moral dengan pemerintah darurat yang memberikan
kekuatan untuk berbicara dengan Belanda. Di belakang PDRI terdapat
120
Pengayaan Materi Sejarah
121
Pengayaan Materi Sejarah
122
Pengayaan Materi Sejarah
123
Pengayaan Materi Sejarah
124
Pengayaan Materi Sejarah
125
Pengayaan Materi Sejarah
126
Pengayaan Materi Sejarah
127
Pengayaan Materi Sejarah
128
Pengayaan Materi Sejarah
129
Pengayaan Materi Sejarah
130
Pengayaan Materi Sejarah
131
Pengayaan Materi Sejarah
132
Pengayaan Materi Sejarah
133
Pengayaan Materi Sejarah
134
Pengayaan Materi Sejarah
135
Pengayaan Materi Sejarah
136
Pengayaan Materi Sejarah
137
Pengayaan Materi Sejarah
138
Pengayaan Materi Sejarah
139
Pengayaan Materi Sejarah
140
Pengayaan Materi Sejarah
141
Pengayaan Materi Sejarah
142
Pengayaan Materi Sejarah
143
Pengayaan Materi Sejarah
144
Pengayaan Materi Sejarah
macet total, maka target waktu itu akan sulit dicapai. Ia khawatir
apabila NIS itu akan dibentuk oleh pihak Belanda secara sepihak
pada awal 1949, sehingga tidak semua wilayah di Indonesia akan
diikutsertakan. Anak Agung menginginkan suatu konsep lain
daripada konsep Van Mook sebagai ladasan untuk pembentukan
Pemerintah Federal Sementara. Pandangan ini ternyata didukung dan
dibenarkan oleh PM Negara Pasundan R.T. Adil Puradiredja.
Keduanya kemudian secara bersama-sama menyepakati untuk
menyelenggarakan konperensi lagi di Bandung tanpa mengundang
Van Mook dan stafnya. Undanganpun dikirimkan ke para Wali
Negara dan para kepala pemerintahan daerah otonom untuk
berkumpul di Bandung pada 7 Juli 1948.
Adapun tujuan rapat tersebut yakni: Pertama, untuk mencari
jalan keluar dari situasi politik yang gawat yang ditimbulkan oleh
perkembangan politik antara Belanda dan RI yang pada akhirnya
pasti akan mempengaruhi negara-negara bagian. Kedua, Ide Anak
Agung Gde Agung mengharapkan agar rapat yang akan
diselenggarakan di Bandung akan mencetuskan suatu rancangan
pemerintahan interim yang lebih baik dari Pemerintah Federal
Sementara buatan Van Mook. Rancangan yang akan ditelorkan oleh
para pemimpin daerah yang hanya terdiri dari orang Indonesia itu
kemudian akan diserahkan kepada pemerintah Belanda sebagai
upaya menyelesaikan untuk mewujudkan Pemerintah Interim sesuai
ketentuan dalam Perjanjian Renville.
Konferensi tersebut melahirkan resolusi pada tanggal 15 Juli
1948 yang diperuntukkan bagi pembentukan suatu pemerintahan
Federal, yakni:
I. RIS yang merdeka dan berdaulat akan meliputi seluruh
wilayah negara Hindia Belanda, tanpa mengurangi apa yang
telah ditentukan di dalam pasal 3 Persetujuan Linggajati;
II. RIS yang merdeka dan berdaulat akan berbentuk federasi;
III. Negara-negara bagian, Daerah-daerah bagian, dan Satuan-
satuan ketatanegaraan lainnya yang ada, termasuk daerah
yang untuknya Dewan penasihat Sumatra Selatan dibentuk,
akan diakui;
IV. Adanya kekuasaan de facto yang dipegang oleh berbagai
daerah bagian di Indonesia, termasuk di dalam hal ini RI,
akan dinyatakan;
145
Pengayaan Materi Sejarah
146
Pengayaan Materi Sejarah
147
Pengayaan Materi Sejarah
148
Pengayaan Materi Sejarah
149
Pengayaan Materi Sejarah
150
Pengayaan Materi Sejarah
dan pada awal 1949 ia diangkat menjadi ketua BFO. Dari sudut
politik, blok Hamid dan Mansur mengacu pada konsep federalisme
sesuai gagasan Van Mook.
Sebaliknya penafsiran federalisme Anak Agung bertentangan
dengan tafsir Van Mook. Anak Agung senatiasa mencita -citakan
adanya kerjasama yang erat dengan pemerintah RI, sehingga antara
pemerintah RI dan NIT dapat terwujud suatu perpaduan pendapat dan
dapat tercipta suatu front nasional yang kuat yang tidak dapat dipecah
pecah oleh pihak ketiga, Bagi Anak Agung, BFO adalah alat untuk
mewujudkan cita=citanya, oleh karena itu jika platform van Mook
dikenal sebagai sintesa saja, maka platform Anak Agung dikenal
sebagai Sintesa nasional. Keduanya jelas tidak dapat dipadu, Van Mook
menginginkan federalisme yang dominan bagi orang Belanda dan Anak
Agung mencita citakan federalisme yang didominasi orang Indonesia.40
2.1.6. Dari Konferensi Inter Indonesia Menuju KMB
Keberhasilan mengatasi rintangan yang muncul dalam internal
BFO, maka BFO bisa melangkah maju menuju pada tujuan yang telah
digariskan oleh Ide Anak Agung Gde Agung, yakni mencapai sintesa
nasional. Hal ini berarti perpaduan antara negara-negara dan daerah-
daerah otonom dalam BFO dengan RI untuk merancang suatu Indonesia
baru dimana semua pihak mendapat tempat yang layak melalui sistem
federalisme. Sementara itu, Belanda sesuai dengan kesepakatan –
kesepakatan Roem-Royen mulai menarik pasukannya dari Yogyakarta
agar para pemimpin dapat kembali ke ibukota RI. Pada 10 Juni 1949,
komandan pasukan Belanda menyerahkan kekuasaan atas wilayah
Yogyakarta pada Sultan Hamengkubuwono IX. Baru pada 6 Juli para
pemimpin RI kembali ke Yogyakarta yang disambut rakyat dan dielu
elukan. Bagi BFO, hari yang gembira itu menandaskan berakhirnya satu
tahapan dalam perjuangan memepertahankan Kemerdekaan RI denga
wilayah yang seutuhnya.
Sejak kunjungan Anak Agung ke tempat pengasingan Sukarno di
Bangka, ia menjajaki kemungkinan-kemungkinan mewujudkan suatu
sintesa nasional antara BFO dan RI. Dalam kunjungannya pada 7
Februari 1949 tersebut, yang hanya dihadiri Presiden Sukarno telah
menyinggung juga kemungkinan BFO dan RI bertemu untuk menyusun
strategi bersama sebelum menuju ke KMB. Gagasan ini kemudian
dibicarakan dengan Hatta dalam kunjungannya pada 2 Maret 1949.
151
Pengayaan Materi Sejarah
Sukarno dan Hatta sepakat dan berjanji akan membicarakan gagasan itu
kalau mereka telah kembali ke Yogyakarta.
Ide Anak Agung Gde Agung menyadari, bahwa untuk pertemuan
antara BFO dan RI diperlukan persiapan-persiapan, terutama materi
yang akan dibahas. Sejak akhir Maret 1949 ia memerintahkan para
penasihatnya di Makasar untuk menyusun suatu rencana tentang
struktur pemerintah federal dan proses penyerahan kedaulatan. Bahan-
bahan itu kemudian disajikan oleh Anak Agung dalam dua kertas kerja
dalam rapat-rapat. Urgensi menyiapkan materi pertemuan semakin
mendesak ketika delegasi Mohamad Roem dan delegasi Van Royen
mulai berunding di Jakarta, sehingga “kembali ke Yogya” semakin
dekat. Presiden Sukarno yang waktu itu berada di Bangka, menyurat
kepada Sultan Hamid II untuk mengingatkan BFO bahwa segera setelah
para pemimpin RI kembali ke Yogya, “langkah-langkah bersama dengan
BFO akan diambil”. Presiden bahkan berjanji bahwa “untuk itu kami
akan mengundang BFO kalau kami telah di Yogya”.
Dalam upaya mengantisipasi pertemuan di Yogya tersebut,
maka dalam rapat BFO pada 16 April 1949 Anak Agung mengajukan
“working paper” terkait pertemuan Inter Indonesia yang diterima secara
bulat dalam rapat itu, yakni sebagai berikut:41
1. Menghubungkan pemerintah-pemerintah, dalam hal ini daerah-
daerah yang terorganisasi secara ketatanegaraan diatur di luar
Republik, yang bekerja sama dalam ikatan BFO, dengan
pemerintah Republik, agar tercapai kerja sama antar Indonesia
pada umumnya di dalam hal perkembangan politik selanjutnya,
dan khususnya pada pembicaraan-pembicaraan KMB.
2. Membicarakan garis besar ketatanegaraan sementara RIS agar
setelah KMB, pemerintah Indonesia yang pertama akan disusun,
yakni pemerintah yang akan menerima kedaulatan Indonesia.
3. Bermusyawarah tentang kemungkinan susunan Pemerintah
Indonesia yang akan datang.
Dalam “working paper” menyebutkan agar masalah-masalah
tersebut di atas, terutama yang pertama dan kedua, sebaiknya tidak
dibicarakan dalam KMB. Namun point-point itu telah disepakati
sebelumnya antara BFO dan RI dalam Konferensi Inter Indonesia. Oleh
karena BFO dan RI praktis mewakili seluruh Indonesia, maka kabinet
152
Pengayaan Materi Sejarah
153
Pengayaan Materi Sejarah
154
Pengayaan Materi Sejarah
155
Pengayaan Materi Sejarah
156
Pengayaan Materi Sejarah
yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.44 Konperensi Inter
Indonesia dibuka kembali di Jakarta pada hari Minggu 31 Juli 1949
pukul 10.00 bertempat di Gedung Indonesia Serikat (dulu Volksraad,
kini Gedung Pancasila). Gedung ini juga dikenal sebagai gedung BFO,
karena di gedung inilah organisasi tersebut berkantor dan selalu
menyelenggarakan rapar-rapatnya. Agenda-agenda di Jakarta mengikuti
agenda yang telah digunakan di Yogyakarta. Di samping itu semua
perbedaan yang muncul di Yogyakarta telah diselesaikan saat itu,
sehingga selama pembicaraan dalam Konferensi Inter Indonesia di
Jakarta tidak lagi muncul perbedaan pendapat dan seluru permasalahan
dapat disetujui bersama. Dalam laporan akhir Konferensi dibacakan
Anak Agung yang terdiri dari masalah Ketatanegaraan, ekonomi dan
keuangan, keamanan, kebudayaan, pengajaran dan pendidikan, serta
agama.
157
Pengayaan Materi Sejarah
158
Pengayaan Materi Sejarah
159
Pengayaan Materi Sejarah
160
Pengayaan Materi Sejarah
161
Pengayaan Materi Sejarah
kabinet yang terdiri atas dua orang republiken, yakni Mohammad Hatta
dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX serta dua orang federalis dari
negara-negara bagian, yakni Ide Anak Agung Gde Agung dari Negara
Indonesia Timur (NIT) dan Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat.
Para formatur kabinet berhasil membentuk kabinet yang
kemudian dilantik oleh Presiden RIS Sukarno pada hari Selasa tanggal 20
Desember 1949, sebagai berikut :
Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri:
Mohammad Hatta
Menteri Dalam Negeri: Ide Anak Agung Gde Agung
Menteri Pertahanan: Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Menteri Perekonomian: Ir. Djuanda
Menteri Keuangan: Mr Sjarifuddin Prawiranegara
Menteri Kesehatan: Dr. Johannes Leimena
Menteri Sosial: Mr. Mohamad Kosasih Purwanegara
Menteri Perburuhan: Mr. Wilopo
Menteri Pendidikan, Kesenian dan Ilmu Pengetahuan:
Dr. Abu Hanifah
Menteri Agama: K.H. Wachid Hasjim
Menteri Kehakiman: Prof. Mr. Dr. Soepomo
Menteri Penerangan: Arnold Mononutu
Menteri Negara: Dr. Soeparmo
Menteri Negara: Mr. Mohamad Roem
Menteri Negara: Sultan Hamid II.50
Setelah pemerintah RIS terbentuk, PM Hatta segera
mengangkat suatu delegasi pemerintah untuk menghadiri upacara
penyerahan kedaulatan di Amsterdam dan mengangkat sebuah delegasi
yang mewakili RIS pada penyerahan pemerintahan di Koningsplein
(Istana Merdeka), Jakarta. Pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS,
terdiri dari PM Mohamad Hatta, Menteri Negara Sultan Hamid II, Dr.
Sukiman Wiryosanjoyo, Suyono Hadinoto, Dr. Suparmo, Ketua
Mahkamah Agung Dr. Mr. Kusumah Atmadja dan Menteri Kehakiman
Prof. Dr. Mr. Supomo, bertolak ke Belanda untuk menerima penyerahan
kedaulatan.
162
Pengayaan Materi Sejarah
163
Pengayaan Materi Sejarah
164
Pengayaan Materi Sejarah
7. Belitung
8. Dayak Besar
9. Jawa Tengah
10. Jawa Timur
11. Kalimantan Tenggara
12. Kalimantan Timur
13. Pasundan
14. Riau
15. Sumatra Timur
16. Sumatra Selatan
165
Pengayaan Materi Sejarah
166
Pengayaan Materi Sejarah
167
Pengayaan Materi Sejarah
168
Pengayaan Materi Sejarah
169
Pengayaan Materi Sejarah
G. Ambar Wulan
170
Pengayaan Materi Sejarah
Catatan Akhir :
1
G.P.H. Djatikusumo. 1986. “Permulaan Terbentuknya Suatu Tentara”. Dalam
buku: Gelora Api Revolusi. Jakarta: PT. Gramedia, hal. 79.
2
Anton Lucas. 1986. “Pemuda Revolusi”. Dalam buku: Gelora Api Revolusi.
Jakaarta: PT. Gramedia, hal. 158.
3
Mayoritas anggota kabinet adalah pangreh praja di masa pemerintahan militer
Jepang. Hal ini dapat mengacu pertimbangan Presiden Sukarno dan Wakilnya,
Mohamad Hatta saat mengangkat 135 anggota KNIP. Mengingat kenyataan
bahwa ini suatu revolusi, kesinambunganlah yang menonjol, seperti masa
pendudukan, Sukarno dan Hatta tetap pemimpin terkemuka. Sebenarnya ,
semua anggota kabinet adalah orang Indonesia yang memimpin departemen
yang sama seperti di bawah Jepang (Rudolf Mrazek. 1996. Sjahrir: Politik Dan
Pengasingan Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 479).
4
Soebadio Sastrosatomo. 1987. Perjuangan Revolusi. Jakarta: Pustaka sinar
Harapan, hal. 46.
5
Peristiwa penculikan Soekarno-Hatta ini dikarenakan adanya perbedaan antara
kaum muda dan kaum tua terkait pelaksanaan proklamasi. Di satu pihak,
tindakan beberapa pemuda di Jakarta waktu itu didorong oleh prinsip “tidak
mau kemerdekaan itu sebagai hadiah Jepang”, sedang di pihak lain, pemimpin
generasi tua, yakni direpresentasikan oleh Sukarno dan Hatta yang selalu
berhati-hati dan menunggu sikap gunseikan, atau pemerintahan militer Jepang
itu dengan tentaranya yang masih memegang senjata komplit (Antony Lucas.
1986. Op. Cit., hal 158).
6
Mohamad Hatta. 1978. Memoir. Jakarta: Tintamas, hal. 465.
7
Soebadio Sastrosatomo. 1983. Op. Cit., hal. 55.
8
Ibid.
9
Susanto Zuhdi. 1997. “Tanggung Jawab Indonesia Dalam Memelihara Perdamaian
dan Ketertiban Sesudah proklamasi Kemerdekaan”, dalam buku: Aspek-Aspek
Internasional Perjuangan Kemerdekaan Indonesia 1945-1949. Jakarta: Bagian
Pers dan Kebudayaan, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Jakarta, hal. 37.
10
Ibid., hal. 49.
11
Anton Lucas. 1986. Op. Cit., hal. 159.
12
Ibid., hal 160.
171
Pengayaan Materi Sejarah
13
Nugroho Notosusanto. 1985. Ikhtisar Sejarah RI (1945 – Sekarang). Jakarta:
Departemen Pertahanan-Keamanan Pusat Sejarah ABRI, hal. 12.
14
Anthony Reid. 1986. “Fase Kedua: Kemenangan Terakhir Juli 1947 sampai 1950”.
Dalam buku: Gelora Api Revolusi. Jakaarta: PT. Gramedia, hal. 183.
15
Re-Ra adalah kebijakan masa Kabinet Hatta yang diadakan dalam rangka
menyehatkan keadaan tentara yang banyak dikacau oleh Amir Syarifuddin saat
menjabat sebagai Perdana Menteri dan merangkap sebagai Menteri
pertahanan. Di samping TNI sebagai tentara resmi, terdapat pula TNI
Masyarakat yang diduga menjadi tentara FDR. Kebijak ini antara lain
mengeluarkan TNI Masyarakat dari tubuh TNI. Selain itu, jumlah tentara saat itu
yang terlalu banyak dibanding dengan jumlah senjata. Rasionalisasi pertama
diadakan pada bulan Maret 1948 dengan menetapkan perbandingan antara
prajurit dengan senjata yakni 4 lawan 1 (empat prajurit satu senjata) Opsir-opsir
menurunkan pangkatnya satu tingkat, sehingga hanya ada tiga jenderal, yaitu
Pangsar Soedirman menajadi letnan jenderal, Letnan Jenderal Urip Sumohardjo
tetap dengan pangkat letnan jenderal. Letnan Jenderal Hardjowardojo di
Bukittinggi menjadi mayor jenderal. Pangkat tertinggi di bawah mayor jenderal
ialah kolonel (Mohammad Hatta. 1978. Memoir. Jakarta: Tintamas, hal. 524).
16
Nugroho Notosusanto. 1985. Op. Cit., hal 33.
17
Sjafruddin Prawiranegara. 1986. “Pemerintah Darurat”. Dalam buku: Gelora Api
Revolusi. Jakarta: PT. Gramedia, hal. 204.
18
Ibid., hal. 205.
19
Ide Anak Agung Gde Agung.1983. Renville (terj). Jakarta, Penerbit Sinar harapan:
hal 24.
20
R.Z. Leirissa, 2006. Kekuatan Ketiga: Dalam Perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Jakarta, Pustaka Sejarah : hal 25.
21
Mohammad Hatta, 1978. Memoir. Tintamas, Jakarta: 467.
22
Ide Anak Agung Gde Agung.1983. Op. Cit. hal. 26.
23
Ibid.
24
Ibid.
25
Ibid.
26
Aco Manafe. 2007. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung: Keunggulan Diplomasinya
Membela Republik. Jakarta, PT. Inti Lopo Indah, hal. 117.
172
Pengayaan Materi Sejarah
27
P. Sanders 1980. “Sjahrir dan Perjanjian Linggarjati” dalam Rosihan Anwar (ed).
Mengenang Sjahrir. Jakarta, PT. Gramedia, hal. 272.
28
Ibid., hal. 277.
29
Rudolf Mrazek. 1996. Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia. Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta: hal 585.
30
R.Z. Leirissa, 2006. Op. Cit., hal. 53.
31
P. Sanders . 1980. Op. Cit.: hal 279.
32
Anak Agung saat dipilih menjadi anggota kabinet Petama NIT, masih menjabat
Kepala Swapraja Gianyar. Ia menegaskan, banyak kritik bahwa NIT ciptaan Van
Mook dan Pemerintah Hindia Belanda, tidak seluruhnya benar. Semua
berproses dengan musyawarah dan perundingan setara antar semua peserta.
Apalagi konsep NIT yang semula memperjuangkan kembalinya kekuasaan
kolonial, ditentang habis-habisan oleh konferensi. Usul wakil-wakil daerah dan
golongan murnipikiran nasionalisme dan cita-cita kemerdekaan sejati.
Selanjutnya, sebagai tokoh lokal kemudian ia berhasil menjadi tokoh nasional,
hal ini tidak terlepas dari perannya dalam mendukung Republik sesuai cita-
citanya yakni membentuk Negara Indonesia Serikat (NIS). Selanjutnya, ia
dipercaya oleh Sukarno dalam formatur Kabinet RIS sebagai Menteri Dalam
Negeri. Pada masa kembali ke Negara kesatuan, ia dipilih menjadi Menteri Luar
Negeri masa Kabinet Burhanuddin Harahap. (Aco Marnafe. 2007. Op. Cit: hal
120).
33
Ibid., hal 167.
34
Ide Anak Agung Gde Agung. 1983. Op. Cit., hal. 333.
35
Leirissa, 2006. Op. Cit.: hal. 108.
36
Ibid., hal. 111.
37
Ide Anak Agung Gde Agung.1983. Op. Cit., hal. 369.
38
Ibid.: 119.
39
Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ed.). 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah.
Jakarta, van Hoeve dan Depdikbud: hal. 230.
40
Taufik Abdullah dan A.B. Lapian. Ibid., hal 232.
41
Ide Anak Agung Gde Agung. 1985. Op. Cit., hal. 565.
42
Ibid.
43
R.Z. Leirissa. 2006. Op. Cit.: hal 278.
173
Pengayaan Materi Sejarah
44
K.M.L Tobing, 1987. Perjuangan Politik Bangsa Indonesia KMB. Jakarta, CV Haji
Masagung, hal. 151.
45
O.K.M.L. Tobing. 1987. Op. Cit., hal. 224.
46
Ibid.
47
Ibid.
48
Ibid.
49
Ibid., hal 232.
50
Ide Anak Agung Gde Agung. 1983. Op. Cit., hal. 324.
51
Ibid., hal 329.
52
Ibid.
53
Ibid., hal 330.
54
Nugroho Notosusanto. 1985. Ikhtisar Sejarah RI (1945 –Sekarang). Jakarta, Pusat
Sejarah ABRI, hal. 45.
55
Ibid., hal 47.
174
Pengayaan Materi Sejarah
Bab. 3
Masa Demokrasi Parlementer
1950 - 1959
3.1. Pendahuluan
Masa demokrasi parlementer yang dipaparkan di sini
berlangsung sejak 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959. Pada masa
tersebut Pemerintah RI menggunakan Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) Tahun 1950 dan melaksanakan sistim demokrasi
parlementer secara penuh. Masa tersebut sering disebut juga masa
demokrasi liberal. Herbert Feith menyebubutnya “demokrasi
konstitusional” sebagaimana dipakai sebagai judul bukunya. Wilopo
berdasarkan pengalamannya sebagai perdana menteri menyebutnya
“zaman pemerintahan partai-partai”.
Pada masa revolusi, setelah kabinet RI pertama dibubarkan, ada
empat kabinet yang jatuh bangun, yaitu Kabinet Sutan Syahrir pertama,
Kabinet Syahrir kedua, Kabinet Syahrir ketiga, dan Kabinet Amir
Syarifuddin. Pada masa revolusi, sistem demokrasi parlementer telah
dipraktekkan di bawah UUD 1945 tanpa ada perubahan.
Uraian tentang masa demokrasi parlementer dimulai dengan
mengemukakan bagaimana terbentuknya kembali Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dari Repubik Indonesia Serikat (RIS). Setelah
NKRI terbentuk yang menggunakan UUDS 1950, dipaparkan secara
kronologis pemerintahan kabinet-kabinet yang jatuh bagun. Sejak tahun
1950 hingga tahun 1959 terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Ketujuh
kabinet itu akan dipaparkan sejak Kabinet Mohammad Natsir
(September 1950 – April 1951) hingga Kabinet Djuanda (Juanda) (April
1957 – Juli 1959). Kabinet-kabinet itu diuraikan secara ringkas tentang
bagaimana kabinet-kabinet tersebut dibentuk setelah seorang atau dua
orang ditunjuk oleh presiden sebagai formatur kabinet. Kemudian,
diuraikan mosi-mosi dalam DPR yang menghendaki suatu kabinet jatuh.
Akhirnya, diuraikan mengapa suatu kabinet jatuh kemudian perdana
menteri menyerahkan kembali mandat kepada presiden. Setelah
175
Pengayaan Materi Sejarah
176
Pengayaan Materi Sejarah
177
Pengayaan Materi Sejarah
178
Pengayaan Materi Sejarah
179
Pengayaan Materi Sejarah
180
Pengayaan Materi Sejarah
181
Pengayaan Materi Sejarah
182
Pengayaan Materi Sejarah
183
Pengayaan Materi Sejarah
184
Pengayaan Materi Sejarah
185
Pengayaan Materi Sejarah
186
Pengayaan Materi Sejarah
187
Pengayaan Materi Sejarah
188
Pengayaan Materi Sejarah
189
Pengayaan Materi Sejarah
190
Pengayaan Materi Sejarah
berpendirian bahwa kabinet yang paling baik adalah koalisi antara PNI,
Masyumi, dan NU, karena ketiga partai tersebut bersama-sama
menguasai 159 suara dari 272 suara di DPR. Akan tetapi untuk
memperkuat kedudukan pemerintah di Parlemen, diikutsertakan juga
partai-partai kecil yaitu PSII, Perti, Partai Katolik, Parkindo, dan IPKI.
Partai-partai tersebut bersama-sama mempunyai 30 kursi di DPR.
Dengan demikian kabinet dapat dukungan 189 suara dalam DPR.
Kabinet yang tidak mengikutsertakan PKI ternyata
mengecewakan presiden. Presiden menghendaki ikut duduknya PKI
dalam kabinet sebagai salah satu partai “empat besar”. Akan tetapi
presiden akhirnya menyetujuai susunan kabinet. Kabinet baru tersebut
mendapat tentangan dari PSI dan PKI karena kedua partai tersebut tidak
diikutsertakan.
Program kabinet koalisi nasionlais – Islam yang dipimpin oleh
PM Ali Sastoamijoyo ini cukup luas. Program kabinet diantaranya
menyelesaikan pembatalan seluruh Perjanjian KMB secara unilateral dan
meneruskan perjuangan Irian Jaya. Program dalam negeri memulihkan
keamanan, menyempurnakan koordinasi alat-alat negara terutama
dalam tindakan pemulihan keamanan. Pada tanggal 9 April 1956
pemerintah memberikan keterangan kepada DPR tentang programnya
yang dinamakan “Program Pembangunan Nasional”. (Wilopo, 1966:
47). Kabinet baru ini mendapat kepercayaan penuh dari Presiden
Sukarno.
Setelah DPR memberi kesempatan kepada Kabinet Ali II,
pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang Pembatakan
Perjanjian KMB. Tanpa kesulitan rancangan tersebut disetujui oleh DPR
dan pada tanggal 3 Mei 1956 ditandatangani oleh presiden.
Keberhasilan tersebut kemudian disusul oleh keberhasilan-keberhasilan
lainnya antara lain pembentukan Propinsi Irian Jaya, Propinsi Aceh, dan
Undang-undang “Rencana Pembangunan Lima Tahun, 1956-1960”.
Akan tetapi keberhasilan-keberhasilan tersebut segera terdesak
ke belakang oleh peristiwa-peristiwa yang menggoncangkan
masyarakat. Kegoncangan itu adalah adanya gerakan anti pedagang
Cina.
Kesulitan lain yang dihadapi pemerintah adalah masalah
penyelundupan. Golongan anti pemerintah mengatakan bahwa
penyelundupan itu terjadi karena ketidakmampuan pemerintah untuk
mengakhiri politik “menganaktirikan” daerah-daerah. Pada waktu itu
politik ekonomi keuangan pemerintah terlalu dipusatkan di Jakarta. Hal
191
Pengayaan Materi Sejarah
192
Pengayaan Materi Sejarah
193
Pengayaan Materi Sejarah
194
Pengayaan Materi Sejarah
195
Pengayaan Materi Sejarah
196
Pengayaan Materi Sejarah
197
Pengayaan Materi Sejarah
198
Pengayaan Materi Sejarah
199
Pengayaan Materi Sejarah
200
Pengayaan Materi Sejarah
201
Pengayaan Materi Sejarah
pembebasan Maluku Tengah telah gugur tiga orang perwira yaitu Letkol
Ign Slamet Riyadi, Letkol S. Sudiarto, dan Mayor Abdullah. (Leirissa,
1975: 200).
202
Pengayaan Materi Sejarah
Barat dianggap sebagai tentara liar. Kontak senjata pertama dengan TNI
terjadi tanggal 25 Januari 1949 ketika pasukan Divisi Siliwangi di bawah
pimpinan Mayor Utarjo memasuki daerah Priangan Timur. Mayor Utarjo
dibunuh oleh anggota DI. (Sujono, 208: 361).
Pemerintah RIS berusaha menyelesaikan pemberontakan
Kartosuwiryo dengan jalan damai. Sebuah panitia yang terdiri dari
Zainul Arifin (Kementerian Agama), Makmun Sumadipraja (Kementerian
Dalam Negeri), dan Kolonel Sadikin (Kementerian Pertahanan) ditugasi
mengadakan kontak dengan Kartosuwiryo. Usaha ini gagal, demikian
juga usaha Wali Alfatah pada masa Kabinet Natsir. Krtosuwiryo hanya
bersedia berunding apabila pemerintah mengakui eksistensi NII (Sujono,
2008: 361).
Setelah usaha secara damai gagal, TNI melancarkan operasi
militer yaitu Operasi Merdeka. Operasi ini masih bersifat insidentil, lokal,
tanpa rencana yang tegas dan sistematis. Serangan-serangan DI/TII yang
bersifat gerilya itu belum dihadapi dengan taktik anti gerilya. Baru tahun
1957 TNI menyusun rencana operasi yang dikenal sebagai “Rencana
Pokok 21”. Intinya adalah menahan DI/TII di daerah-daerah tertentu
untuk selanjutnya dihancurkan. Opreasi penghancuran dimulai dari
daerah Banten, selanjutnya ke timur. Tahun 1961 penduduk Jawa Barat
diikutsertakan dalam operasi dan dibentuklah secara besar-besaran
“pagar betis”. Dalam gerakan “pagar betis” yang kadang-kadang
berlangsung berhari-hari, penduduk sipil membentuk garis maju
berangsur-angsur dengan satuan-satuan kecil-kecil tiga sampai empat
prajurit pada jarak-jarak tertentu (Dijk, 1987: 113).
Kartosuwiryo membalas tekanan TNI ini dengan memerintahkan
perang semesta terhadap musuh-musuhnya pada awal tahun 1961. Di
desa-desa yang aktif atau pasif menyokong republik tidak boleh ada
orang dibiarkan hidup, menurut “Perintah Perang Semesta”-nya.
Untuk mengakhiri operasi anti DI di Jawa Barat selama-lamanya,
mulai bulan April 1962 aksi-aksi TNI ditingkatkan. Dalam “Operasi Brata
Yudha”, Brawijaya dan Diponegoro turut ambil bagian. Kartosuwiryo
tertangkap bersama istrinya dan komandan pengawal pribadinya,
Aceng Kurnia, di sebuah tempat persembunyian di puncak Gunung
Geber, dekat Cipaku, di Cicalengka Selatan tanggal 4 Juni 1962. Ketika
ditangkap Kartosuwiryo dalam keadaan sakit berat.
Sesudah Kartosuwiryo ditangkap, salah seorang putranya yang
menjadi sekretarisnya mengeluarkan instruksi atas nama imam agar
semua anggota DI yang masih berjuang, menyerah. Sebagian besar
203
Pengayaan Materi Sejarah
204
Pengayaan Materi Sejarah
205
Pengayaan Materi Sejarah
206
Pengayaan Materi Sejarah
207
Pengayaan Materi Sejarah
208
Pengayaan Materi Sejarah
209
Pengayaan Materi Sejarah
210
Pengayaan Materi Sejarah
211
Pengayaan Materi Sejarah
212
Pengayaan Materi Sejarah
213
Pengayaan Materi Sejarah
214
Pengayaan Materi Sejarah
215
Pengayaan Materi Sejarah
216
Pengayaan Materi Sejarah
217
Pengayaan Materi Sejarah
218
Pengayaan Materi Sejarah
219
Pengayaan Materi Sejarah
220
Pengayaan Materi Sejarah
221
Pengayaan Materi Sejarah
222
Pengayaan Materi Sejarah
223
Pengayaan Materi Sejarah
224
Pengayaan Materi Sejarah
225
Pengayaan Materi Sejarah
226
Pengayaan Materi Sejarah
227
Pengayaan Materi Sejarah
228
Pengayaan Materi Sejarah
a. Pemberontakan PRRI
Pada masa pemerintahan Kabinet Juanda terjadi pemberontakan
PRRI dan Permesta. Pada tanggal 10 Februari 1958 Ketua Dewan
Banteng Akhmad Husein mengeluarkan ultimatum
kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa Kabinet Juanda
harus mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam. Pemerintah
bertindak tegas menerima ultimatum tersebut. Pemerintah memecat
dengan tidak hormat Akhmad Husein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan
Dahlan Jambek. Mereka adalah perwira-perwira TNI AD yang duduk
dalam pimpinan gerakan separatis. KSAD A.H. Nasution tanggal 12
Februari 1958 mengeluarkan perintah untuk membekukan Komando
Daerah Militer Sumatera Tengah dan menmpatkannya langsung di
bawah KSAD. Akhmad Husein tanggal 15 Februari 1958 di Padang
memproklamasikan “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
dan mengangkat Syafruddin Prawiranegara sebagai perdana menteri.
Oleh karena usaha melalui musyawarah tidak berhasil, untuk
memulihkan keamanan negara, pemerintah dan KSAD memutuskan
untuk melancarkan operasi militer. Operasi gabungan Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara terhadap PRRI di Sumatra Timur itu
diberi nama Operasi 17 Agustus. Operasi itu selain untuk
menghancurkan kaum separatis juga bermaksud mencegah mereka
meluaskan diri ke tempat lain dan mencegah turut campurnya kekuatan
asing. Kekuatan asing dikhawatirkan akan mengadakan intervensi
dengan dalih melindungi modal dan warganya, sebab di Sumatra Timur
dan Riau banyak terdapat kepentingan modal asing. Gerakan operasi
pertama kali ditujukan ke Pekanbaru untuk mengamankan sumber-
sumber minyak di sana. Pasukan APRI dapat menguasai Pekanbaru
sejak 14 Februari 1958. Dari Pekanbaru operasi dikembangkan ke pusat
pertahanan pemberontak. Pada tanggal 4 Mei 1958 Bukittinggi dapat
direbut kembali. Setelah itu APRI membersihkan daerah bekas
kekuasaan PRRI dimana banyak anggota pemberontak melarikan diri ke
hutan-hutan.
b. Pemberontakan Permesta
Proklamasi PRRI mendapat sambutan dari Indonesia bagian
timur. Dalam rapat-rapat “raksasa” yang diselenggarakan di beberapa
tempat di daerah tersebut, Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan
Tengah (KDMSUT) Kolonel D.J. Somba mengeluarkan pernyataan bahwa
sejak tanggal 17 Februari 1958 wilayah Sulawesi Utara dan Tengah
memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat serta mendukung
PRRI.
229
Pengayaan Materi Sejarah
230
Pengayaan Materi Sejarah
231
Pengayaan Materi Sejarah
232
Pengayaan Materi Sejarah
pertama dengan dua orang wakil yaitu dr. Leimena dan dr. Subandrio.
Kemudian dengan Penpres Presiden membentuk Dewan Pertimbangan
Agung (DPA) diketuai oleh Presiden dan juga dengan Penpres dibentuk
MPRS. Dengan dibubarkannya Kabinet Karya maka berakhirlah masa
Demokrasi Parlementer dan dimulainya masa Demokrasi Terpimpin.
3.10. Penutup
Pada masa demokrasi parlementer di bawah UUDS 1950 kabinet
jatuh bangun. Sebagian besar kabinet-kabinet hidup tersendat-sendat,
kurang dari setahun. Kabinet Natsir hanya enam setengah bulan dan
kabinet Burhanuddin Harahap tujuh bulan. Kabinet yang bertahan lebih
dari setahun hanya kabinet Wilopo (empat belas bulan) dan kabinet Ali
Sastroamijoyo I (dua tahun). Krisis kabinet sering berlangsung lama,
antara jatuhnya Kabinet Sukiman dan dibentuknya kabinet Wilopo
waktu krisis tiga puluh delapan hari. Antara kabinet Wilopo dan
dibentuknya kabinet Ali Sastroamijoyo I ada waktu krisis paling lama
yaitu lima puluh delapan hari.
Partai adalah sarana penting dalam pendemokrasian negara.
Adanya partai-partai politik adalah untuk memudahkan penyusnan
kekuatan dan memudahkan perundingan untuk penyusunan itu. Akan
tetapi dalam prakteknya sukar untuk menyusun kabinet yang mendapat
cukup dukungan partai. Kabinet yang berhasil dibentuk yang pada awal
nampak mantap, kemudian dapat menjadi goyah karena timbul
pergeseran dengan adanya partai-partai yang menarik mundur menteri-
menterinya. Akibatnya kabinet tersebut tidak bertahan lama. Pada masa
demokrasi parlementer soal tawar-menawar dan dagang sapi
mengambil tempat penting. Juga masalah penentuan personalianya
selalu merupakan hambatan bagi setiap formatur. Adanya fraksi besar
yang mendukung kabinet tidak menjadi jaminan, karena fraksi-fraksi
sedang dan kecil selalu dapat menjadi oposisi yang mengganggu.
Kabinet tergantung pada fraksi-fraksi dalam parlemen.
Pada setiap pembentukan kabinet, partai-partai tenggelam
dalam politik dagang sapi yang berlarut-larut sehingga sering
menggagalkan tugas formatur. Apabila kabinet berhasil dibentuk,
kelangsungan hidupnya tidak hanya ditentukan oleh dukungan partai-
partai yang relatif besar, melainkan juga partai-partai sedang dan
malahan partai-partai kecil dapat ikut menentukan jatuhnya kabinet.
Itulah sebabnya, setiap formatur harus juga memperhitungkan
dukungan partai-partai sedang dan partai-partai kecil.
233
Pengayaan Materi Sejarah
Suharto
234
Pengayaan Materi Sejarah
Bab. 4
Demokrasi Terpimpin (1959 – 1967)
4.1. Pengantar
Sejak usia muda Soekarno telah berjuang untuk mengangkat
derajat dan martabat bangsanya dari exploitasi kapitalisme dan
imperialisme. Soekarno tersentuh nurani keadilannya setelah bertemu
dengan seorang petani kecil pemilik sebidang tanah yang tidak luas dan
dikerjakan sendiri.Ia bernama Marhaen. Nasibnya tidak berbeda dengan
leluhurnya pewaris kemiskinan di tanah tumpahnya darahnya
sendiri.Kaum feudal berganti-ganti mengexploitasi leluhurnya, dan tiba
gilirannya diexploitasi oleh kaum kapitalis dan imperialis Soekarno
gundah.Dari kegundahan itu lahir hasrat, tekad untuk mewajibkan
dirinya berbuat, berjuang untuk membangunkan kesadaran para
Marhaen-marhaen, bahwa mereka adalah obyek dari I’explatation de
I’homme par I’homme atau penganiayaan oleh manusia yang berkuasa.
Alam pikiran mereka harus diubah, kesadaran diri dan
masyarakatnya harus dibangunkan, digerakkan untuk perbaikan nasib
mereka melalui suatu organisasi pergerakan.
Dalam sebuah buku tipis yang ditulis pada Maret 1933, ia
menegaskan :
Oleh karena itu pergerakan kita janganlah pergerakan kecil-
kecilan, pergerakan kita haruslah didalam hakekatnya suatu pergerakan
yang ingin merobah sama sekali sifatnya masyarakat, suatu pergerakan
yang ingin menjebol kesakitan-kesakitan masyarakat. …. Suatu
pergerakan yang sama sekali ingin menggugurkan stelsel dan
imperialisme dan kapitalisme….
235
Pengayaan Materi Sejarah
236
Pengayaan Materi Sejarah
237
Pengayaan Materi Sejarah
238
Pengayaan Materi Sejarah
239
Pengayaan Materi Sejarah
240
Pengayaan Materi Sejarah
241
Pengayaan Materi Sejarah
242
Pengayaan Materi Sejarah
243
Pengayaan Materi Sejarah
244
Pengayaan Materi Sejarah
245
Pengayaan Materi Sejarah
246
Pengayaan Materi Sejarah
247
Pengayaan Materi Sejarah
248
Pengayaan Materi Sejarah
249
Pengayaan Materi Sejarah
250
Pengayaan Materi Sejarah
our possible enemy, our actual enemy will not come from the
North. Statement musuh datang dari Nekolim ditolak secara
sopan.
Mengenai sistem kepemimpinan, Angkatan Darat
menolak model kepemimpinan tunggal.Sistem kepemimpinan
Demokrasi Terpimpin adalah suatu sistem kepemimpinan
perorangan,23 bukan demokrasi yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan perwakilan berdasarkan mufakat, sebagaimana
yang tercantum dalam Pancasila.
Angkatan Darat juga menolak pemikiran Soekarno
tentang “samenbundelling van alle revolutieonaire krachten”
dalam angkatan perang.Partai politik, terutama PKI
menginginkan organisasi AP model kompartementalisasi,
yang pimpinannya terdiri atas tokoh-tokoh partai-partai
beraliran nasionalis, agama dan komunis (Nasakom).Model
kompartementalisasi bisa memecah belah Angkatan
Bersenjata secara keseluruhan, oleh Angkatan Darat ditolak.
Slogan Nasakom Bersatuyang dikampanyekan oleh PKI ditolak
oleh Angkatan Darat,diganti dengan Nasakom Jiwaku, artinya
pada diri prajurit atau Angkatan tertanam jiwa persatuan dan
tidak berpihak kepada kelompok manapun.
TNI Angkatan Darat dalam sikap politiknya memandang
Soekarno cenderung berpihak atau membela PKI, melalui
program-program revolusinya selalu memenangkan PKI.Aksi-
aksi PKI yang cenderung memojokkan Angkatan Darat tidak
pernah mendapat teguran dari Presiden.
251
Pengayaan Materi Sejarah
252
Pengayaan Materi Sejarah
253
Pengayaan Materi Sejarah
254
Pengayaan Materi Sejarah
5. Partai Terlarang
PKI tetap menganggap partai terlarang Masyumi dan
PSI, masih hidup.Aktivitas dan lobi politik serta para tokoh
partai perannya masih merupakan ancaman yang sangat
berbahaya.Kedua partai yang telah dibubarkan dan terlarang
ini merupakan lawan Soekarno, juga lawan PKI. Aktivitas
tokoh-tokoh kedua bekas partai ini dikategorikan sebagai
gerakan subversi, pendukung Nekolim yang anti komunis
atau komunistophobi, anti Nasakom dan kontra
revolusi.Sekalipun tokoh bekas partai Masyumi dan PSI
banyak yang ditahan dan dijebloskan ke dalam rumah
255
Pengayaan Materi Sejarah
256
Pengayaan Materi Sejarah
257
Pengayaan Materi Sejarah
258
Pengayaan Materi Sejarah
259
Pengayaan Materi Sejarah
260
Pengayaan Materi Sejarah
261
Pengayaan Materi Sejarah
262
Pengayaan Materi Sejarah
263
Pengayaan Materi Sejarah
264
Pengayaan Materi Sejarah
265
Pengayaan Materi Sejarah
266
Pengayaan Materi Sejarah
267
Pengayaan Materi Sejarah
268
Pengayaan Materi Sejarah
269
Pengayaan Materi Sejarah
270
Pengayaan Materi Sejarah
2. Aktivitas Mahasiswa
Instruksi Presiden mendapat sambutan dari mahasiswa
pada 17 Februari 1966 Presidium KAMI mengeluarkan
pernyataan yang ditandatangani oleh David Napitupulu dan
Liem Bian Koen, menyatakan KAMI adalah Barisan
Soekarno49tanpa penjelasan lebih lanjut. Di pihak lain KAMI
271
Pengayaan Materi Sejarah
272
Pengayaan Materi Sejarah
273
Pengayaan Materi Sejarah
274
Pengayaan Materi Sejarah
275
Pengayaan Materi Sejarah
276
Pengayaan Materi Sejarah
277
Pengayaan Materi Sejarah
278
Pengayaan Materi Sejarah
279
Pengayaan Materi Sejarah
280
Pengayaan Materi Sejarah
281
Pengayaan Materi Sejarah
4. De Soekarnoisasi
Partai Nasional Indonesia (PNI) yang sejak akhir Oktober
1965 terjadi perpecahan antara kelompok yang diindikasikan
pengikut dan simpatisan G-30-S/PKI, Ali Surachman disingkat
A-Su dengan kelompok anti G-30-S/PKI yang dipimpin oleh
Osa Maliki dan Usep Ranawidjaya. Jenderal Soeharto
memprakarsai konsolidasi PNI. Pada 16 Maret 1966 diadakan
pertemuan antara mereka dan pada bulan April 1966, PNI
mengadakan Kongres luar biasa di Bandung. Sekalipun
terjadi perdebatan yang sengit dalam kongres, akhirnya
terbentuk kepengurusan Dewan Pimpinan Partai (DPP). Osa
Maliki terpilih sebagai Ketua Umum dan Prof. Usep
Ranawidjaya sebagai Sekretaris Jenderal. Sejak itu DPP PNI
terkenal dengan sebutan PNI Osa-Usep.73 Syarat menjadi
anggota yang ditentukan oleh sidang adalah, PNI/FM harus
bersih dari unsur-unsur yang terindikasi terlibat Gestapu/PKI.
Dengan terkonsolidasinya PNI, Jenderal Soeharto berhasil
melanjutkan langkah konsolidasi politik. Majelis
Permusyarawatan Rakyat Sementara (MPRS), yang berkantor
di Bandung dipindahkan ke Jakarta. Kolonel Wiluyo
Puspoyudo, salah seorang wakil ketua MPRS diangkat sebagai
caretaker ketua untuk menyelenggarakan sidang MPRS. Pada
bulan Juni 1966, MPRS yang telah dibersihkan dari
anggotanya yang berindikasi G-30-S/PKI, bersidang di Jakarta.
Sidang MPRS IV dibuka pada 20 Juni 1966. Jenderal
Nasution terpilih sebagai Ketua MPRS. Pada 22 Juni 1966
dengan empat orang wakil ketua Subchan Z.E, Osa Maliki,
Melanthon Siregar dan Brigjen Waluyo. Sidang MPRS
menghasilkan beberapa ketetapan yang bermakna koreksi
total antara lain:74
TAP XV/MPRS/1966 yang menetapkan bahwa sekiranya
Presiden berhalangan, maka pemegang Super Semar yang
menjadi pejabat Presiden. TAP XIII/MPRS/1966, yang
menetapkan Jenderal Soeharto sebagai pembentuk kabinet.
Ketetapan ini ditentang keras oleh Presiden, juga oleh Adnan
Buyung Nasution. Dalam prakteknya kemudian disepakati
bahwa pembentuk kabinet adalah Presiden Soekarno
282
Pengayaan Materi Sejarah
283
Pengayaan Materi Sejarah
284
Pengayaan Materi Sejarah
285
Pengayaan Materi Sejarah
286
Pengayaan Materi Sejarah
4.6. Pemerintahan
1. Susunan Kabinet
Lima hari setelah dekrit diumumkan, Presiden
membentuk kabinet baru.Kabinet terbagi atas pimpinan
kabinet, menteri-menteri kabinet inti, menteri-menteri negara
ex-officio bukan anggota kabinet inti dapat menghadiri
sidang kabinet pleno dan menteri-menteri muda dan pejabat
berkedudukan menteri.Jumlah anggota kabinet 45 menteri
termasuk Perdana Menteri/Presiden. Adapun program kabinet
ini terdiri atas melengkapi sandang-pangan,
menyelenggarakan keamanan rakyat dan melanjutkan
287
Pengayaan Materi Sejarah
288
Pengayaan Materi Sejarah
289
Pengayaan Materi Sejarah
290
Pengayaan Materi Sejarah
291
Pengayaan Materi Sejarah
292
Pengayaan Materi Sejarah
293
Pengayaan Materi Sejarah
294
Pengayaan Materi Sejarah
295
Pengayaan Materi Sejarah
296
Pengayaan Materi Sejarah
297
Pengayaan Materi Sejarah
3. Proyek-Proyek Mandataris
a. Pembangunan Monumen Nasional
b. Pembangunan Gedung Conference of the New Emerging
Forces (CONEFO)
c. Bantuan ke Luar Negeri
d. Games of the New Emerging Forces (GANEFO)
298
Pengayaan Materi Sejarah
299
Pengayaan Materi Sejarah
300
Pengayaan Materi Sejarah
301
Pengayaan Materi Sejarah
302
Pengayaan Materi Sejarah
303
Pengayaan Materi Sejarah
304
Pengayaan Materi Sejarah
305
Pengayaan Materi Sejarah
306
Pengayaan Materi Sejarah
307
Pengayaan Materi Sejarah
308
Pengayaan Materi Sejarah
309
Pengayaan Materi Sejarah
310
Pengayaan Materi Sejarah
311
Pengayaan Materi Sejarah
312
Pengayaan Materi Sejarah
313
Pengayaan Materi Sejarah
314
Pengayaan Materi Sejarah
315
Pengayaan Materi Sejarah
2. Mobilisasi Umum
Setelah dikomandokan Trikora, ribuan rakyat dari
pelbagai daerah mendaftarkan diri sebagai sukarelawan
pembebasan Irian Barat. Kehadiran mereka bukan semata-
mata untuk bertempur di garis depan, tetapi untuk
membantu memperbaiki fasilitas dan prasarana perjuangan.
Untuk memperbaiki fasilitas pangkalan udara di Kendari
(Sulawesi Tenggara) didatangkan 1.000 orang sukarelawan
dari Jakarta dan Jawa Barat.Sebanyak 500 sukarelawan dari
Jawa Tengah dan Jawa Timur berangkat ke Letfuan (Aru) dan
Amahai (Ambon).Alat-alat perhubungan, terutama laut,
sejumlah kapal sipil dimobilisasi dan dimiliterisasi.
Dari Kodamar III/Jakarta, 40 kapal dari pelbagai
maskapai pelayaran. Dari perhubungan udara, Garuda
Indonesia Airways juga dimiliterisasi, dalam Wing Garuda
0011, dibawah pimpinan Captain Partono dengan pangkat
Kolonel Tituler. Untuk Panglima Mandala GIA, menyediakan
satu pesawat komando, Convair 240
Kampanye-Kampanye Trikora
a. Kampanye Infiltrasi (15 Januari 1962)
Pada tahap awal pembebasan Irian Barat pra
Trikora, TNI – Angkatan Darat telah melakukan
operasi.Operasi Infiltrasi ke daratan Irian Barat, dipimpin
oleh Mayor Rudjito.Pos Infiltrasi berkedudukan di P. Ujir
dengan sandi Pasukan Gerilya (PG).Operasi-operasi
Infiltrasi lewat laut ini dilanjutkan sampai terbentuknya
Komando Mandala.Operasi infiltrasi pasca Trikora
dipimpin oleh Letkol Djoko Basuki berdasarkan perintah
Panglima AD Mandala pada Februari 1962. Suatu Task
Force Bulu Pitu, yang dengan tugas pokok
pengembangan pangkalan dan pasukan.
Task Force Bulu Pitu, membagi tiga wilayah
infiltrasi, Utara, Tengah dan Selatan.
316
Pengayaan Materi Sejarah
317
Pengayaan Materi Sejarah
318
Pengayaan Materi Sejarah
319
Pengayaan Materi Sejarah
320
Pengayaan Materi Sejarah
321
Pengayaan Materi Sejarah
322
Pengayaan Materi Sejarah
323
Pengayaan Materi Sejarah
324
Pengayaan Materi Sejarah
325
Pengayaan Materi Sejarah
326
Pengayaan Materi Sejarah
327
Pengayaan Materi Sejarah
328
Pengayaan Materi Sejarah
329
Pengayaan Materi Sejarah
330
Pengayaan Materi Sejarah
331
Pengayaan Materi Sejarah
332
Pengayaan Materi Sejarah
333
Pengayaan Materi Sejarah
334
Pengayaan Materi Sejarah
335
Pengayaan Materi Sejarah
336
Pengayaan Materi Sejarah
337
Pengayaan Materi Sejarah
338
Pengayaan Materi Sejarah
Catatan Akhir :
1
Presiden Soekarno, Penemuan Kembali Revolusi Kita, 1959, hal. 10.
2
Ibid.
3
Presiden Soekarno, “Revolusi-Sosialisme Indonesia-Pimpinan Revolusi, Pidato
Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1961:,Ibid, hal. 377.
4
Ibid, hal. 379.
5
Presiden Soekarno, “Laksana Malaikat Menjerbu dari Langit. Djalannja Revolusi
Kita “, (Jarek) Pidato Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1960, dalam Bahan-
Bahan Pokok Indoktrinasi, 1965, hal. 210.
6
Ibid, hal. 221.
7
“Rumusan Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Sosialisme Indonesia”, Ibid, 1965, hal.
1114.
8
Presiden Soekarno, “Tahun Kemenangan” Pidato Tanggal 17 Agustus 1962, Ibid,
hal 405.
9
Ibid, hal. 219.
10
Presiden Soekarno, “Genta Suara Revolusi Indonesia”, (Gesuri), Pidato Presiden
Soekarno 17 Agustus 1963, Ibid, hal. 469.
11
Presiden Soekarno, “Revolusi – Sosialisme Indonesia – Pimpinan Nasional”
(Resopim), Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1961, Ibid, hal. 392.
12
H. Roeslan Abdulgani, Sosialisme Indonesia Perkembangan Tjita-Tjitanja,
Ketegasannja, 1962.
13
Chalmers Johnsan, Revolutionary Change, 1996, hal. 5.
14
Rosihan Anwar, Sebelum Prahara, 1981, hal.
15
D. N. Aidit, Untuk demokrasi, Persatuan dan Mobilisasi, Jakarta, 1962, hal. 37,
dst.
16
Ganis Harsono, Cakrawala Politik Era Sukarno, 1985, hal. 201.
17
Ibid.
18
Rosihan Anwar, Sebelum Prahara, 1981, hal. 374.
19
Lieutenant General Ahmad Yani, The Indonesian Army’s Doctrine of War, 1965,
hal. 8.
20
Hidayat Mukmin, TNI dalam Politik Luar Negeri, 1991, hal. 71.
21
Hidayat Mukmin, TNI dalam Politik Luar Negeri, 1991, hal. 72.
22
Departemen Angkatan Darat, Doktrin Perjuangan TNI-ADTri Ubaya Çakti, 1965,
hal. 3.
339
Pengayaan Materi Sejarah
23
Nazaruddin Sjamsudin, “Soekarno Sebuah Tragedi”dalam Nazaruddin Sjamsudin
(ed. ), Soekarno Pemikir Politik dan Kenyataan Praktek, 1988, hal. 24.
24
Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Op. Cit. , hal. 66.
25
Rosihan Anwar, Sebelum Prahara, 1981, hal. 481.
26
-------, BPS Aksi Reaksi, 1965, hal. 68.
27
Soegih Arto, Sanul Daca, Pengalaman Pribadi Letjen (Pur. ) Sugih Arto, 1998, hal.
172
28
D. N. Aidit, Untuk demokrasi Persatuan Mobilisasi, Jakarta, 1962
29
Soegih Arto, Sanul Daca, 1998, hal. 172-173
30
Rosihan Anwar, Sebelum Prahara, 1981, hal. 464-467
31
Ganis Harsono, Cakrawala Politik Era Sukarno, 1985, hal. 202.
32
Ibid. , hal. 91.
33
Ibid. , hal. 92.
34
Kopkamtib, Op. Cit. , hal. 122.
35
Nugroho Notosusanto, Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G-30-S/PKI
di Indonesia, 1989, hal 26, SSaleh A. Djamhari, ed, Komunisme di Indonesia, IV,
2009, hal 221-223.
36
Bambang Widjanarko, Sewindu Bersama Bung Karno, 1988, hal 179 dst.
37
Pusat Sedjarah AngkatanBersenjata, 40 Hari Kegagalan “G 30 S”, 1965, 157 – 160.
38
Pusat Sedjarah Angkatan Bersenjata, 1965, hal 164.
39
Christianto Wibisono, Aksi-Aksi Tritura Kisah Sebuah Partnership 10 Djanuari –
11 Maret 1966, Jakarta Pusat Angkatan Bersendjata, 1970, hal 1.
40
Ibid, hal 17.
41
Diah, Meluruskan Sejarah, Jakarta:PT. Merdeka Press, 1987.
42
Wawancara Nugroho Notosusanto dengan Presiden Soeharto, tanggal 3 Maret
1977.
43
Soegih Arto, Sanul Daca, 1989, hal 139.
44
Christianto Wibisono, Op. cit, hal 28.
45
Angkatan Bersendjata, 17 Januari 1966.
46
Angakatan Bersendjata, 18 Januari 1966.
47
Angkatan Bersendjata, 18Januari 1966.
48
Angkatan Bersendjata, 14 Februari 1966
49
Christianto Wibisono, op. cit, hal 62.
50
Christianto Wibisono, Op. cit, hal 64.
340
Pengayaan Materi Sejarah
51
Angakatan Bersendjata, 26 Februari 1966.
52
M. Panggabean, Op. cit, hal 348.
53
Christianto Wibosono, Op. cit, hal 81.
54
Ananta Toer, Op. cit, hal 200.
55
Soegih Arto, Op. cit, hal 241.
56
Djamhari, 1998, Op. cit, hal 269.
57
Mangil Martowidjojo, Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967, 1999, hal 420.
58
Djamhari, et. al, Sejarah Surat Perintah 11 Maret 1966, 1986, hal 34-44.
Pramoedya Ananta Toer, Op. cit, hal 204-205.
59
Pramoedya Ananta Toer, Op. cit, hal 204-205.
60
Amir Machmud,Op. cit, hal 7.
61
Djamhari, 1986, Op. cit, hal 48.
62
Amir Machmud, Op. cit, hal 9.
63
Wawancara Nugroho Notosusanto dengan Presiden Soeharto, tanggal 3 Maret
1977.
64
Mangil Martodidjojo, Op. cit, hal 425.
Draf tulisan surat perintah tulisan tangan Sabur, belum ditemukan sampai
sekarang.
65
Djamhari, 1986, Op. cit, hal 53.
66
Soebandrio, Op. cit, hal 55.
67
Ibid,
68
Kemal Idris, Op. cit, hal 188.
69
M. Panggabean, Op. cit, hal 52.
70
Kunto Wibisono, et. al, Rajawali Laut, 2006, hal 191-192.
71
Ibid, hal 52.
72
Ketiga Perwira Tertinggi tersebut diterbangkan dengan helikopter ALV 421 yang
dipiloti oleh Letnan (P) Rachmat, Rajawali Laut, 2006, hal 197.
73
Soenario, SH. Banteng Segitiga, Jakarta, 1988, hal 116.
74
Nasution, A. H. Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 7, Masa Konsolidasi Orde
Baru, 1988, hal 3.
75
Sri Suyanti, Kebijakan Moneter”Savering dalam Menahan Laju Inflasi pada Sistim
Ekonomi Terpimpin” (Thesis, Prodi Sejarah FBUI, hal 76).Thesis tidak diterbitkan.
76
Sri Suyanti, ebijakan Moneter, Sanering dalam menahan laju inflasi pada sistem
Ekonomi Terpimpin 1959 – 1966”, thesis magister, tidak terbit, hal 27.
341
Pengayaan Materi Sejarah
77
Sri Suyanti, opcit, hal 111
78
Sekretariat Negara RI, 30 Tahun Indonesia Merdeka 1965 – 1975, 1997, hal 63, Sri
Suyanti, op.cit, hal IV dan 124
79
Anak Agung Gede Adung, Twenty Years Indonesia Foreign Policy 1945-1965, tth,
hal 315-317
80
Anak Agung Gede Adung, ibid, hal 319
81
Marwati Djoened Poesponegoro, eds Sejarah Nasional Indonesia, 2008, 456
Pada Konferensi Non Blok, terbagi tiga fraksi, fraksi koestensi damai (Nehru)
negara-negara Afrika yang baru merdeka (Casablanca) dan militer radical anti
kolonialisme dan imperialisme (Soekarno), Anak Agung Gede Agung, op.cit, hal
329.
82
Marwati Djoened Poesponegoro, et.al, ibid, hal. 450 – 459.
Presiden Soekarno, Tjapailah Bintang-Bintang di Langit (Tahun Berdikari) Pidato
Presiden Soekarno pada HUT RI ke 20, 1965, Jakarta, Deppen RI, hal 32 – 34.
83
Saleh A. Djamhari, et-al, Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat, 1995.
84
Marwat Djoened Pusponegoro, Nugroho Notosusanto, eds, Sejarah Nsional
Indonesia VI, 2008, hal. 460
85
“Pengganyangan Malaysia Program Aksi Pemerintah“, Keterangan pemerintah
tentang susunan Kabinet Kerja.“Diucapkan” oleh Waperdam Dr. Subandrio
tanggal 11 Desember 1963, dalam Gelora Konfrontasi Mengganyang Malaysia,
1969, hal.154-173.
86
Ibid, hal 306
87
Kusumah Hadiningrat, Sedjarah Operasi-Operasi Gabungan dalam Rangka
Dwikora, 1971, hal. 22-32
88
D. S. Mulyanto, Taufiq Ismail, Prahara Budaya, 1995, hal. 157.
89
D. S Moeljanto, Taufik Ismail, Ibid, Hal 159
342
Pengayaan Materi Sejarah
Bab. 5
Indonesia Masa Orde Baru
5.1. Supersemar
Masa Demokrasi Terpimpin di bawah pimpinan Soekarno dapat
dikatakan berakhir dengan munculnya Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar) di Istana Bogor, Jawa Barat. Supersemar muncul atas
permintaan Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto yang
menyatakan, apabila diberi kepercayaan maka akan mengatasi keadaan
yang pada saat itu mengalami krisis politik yang tidak menentu. Pada
tanggal 11 Maret 1966 Kabinet Dwikora yang dibentuk tanggal 21
Februari 1966 mengadakan sidang paripurna. Sidang bertujuan untuk
mencari jalan keluar dari krisis. Namun sidang diboikot oleh para
demonstran dengan melakukan pengempesan ban-ban modul pada
jalan-jalan yang menuju istana sehingga Presiden Soekarno yang pada
saat itu sedang berpidato memilih untuk meninggalkan sidang dan
pergi menuju Bogor (Poesponegoro dan Notosusanto 1984, 409-415).
343
Pengayaan Materi Sejarah
344
Pengayaan Materi Sejarah
345
Pengayaan Materi Sejarah
346
Pengayaan Materi Sejarah
347
Pengayaan Materi Sejarah
348
Pengayaan Materi Sejarah
349
Pengayaan Materi Sejarah
350
Pengayaan Materi Sejarah
351
Pengayaan Materi Sejarah
352
Pengayaan Materi Sejarah
awal Orde Baru, jadi dalam tahun 1966 atau bulan-bulan pertama
tahun tersebut. A.H. Nasutioan mengatakan bahwa Konsensus
Nasional tersebut dilembagakan dalam TAP MPRS No. XX Tahun 1966,
jadi lahir dalam masa antara terjadinya G.30.S/PKI dan
diselenggarakannya Sidang Umum IV MPRS yakni antara tanggal 1
Oktober 1965 dan tanggal 5 Juli 19667. Konsensus yang dihasilkan ada
dua yaitu:
1. Konsensus Utama yaitu kebulatan tekad masyarakat dan
pemerintah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan kosekuen.
2. Konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsessus utama dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konsensus utama
dan tercapai antara partai-partai politik dan pemerintah.
Konsensus kedua dihasilkan kurang lebih 3 tahun dimulai pada
bulan November 1966 ketika pemerintah menyampaikan tiga
rancangan Undang-undang kepada DPRGR yaitu:
a. RUU tentang Kepartaian
b. RUU tentang Pemilihan Umum/anggota-anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
c. RUU tentang sususnan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
353
Pengayaan Materi Sejarah
354
Pengayaan Materi Sejarah
355
Pengayaan Materi Sejarah
b. Sistem Pemilu
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan sistem stelsel daftar, artinya besarnya
kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang
dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan
suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu.
c. Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas,
dan rahasia (LUBER).
1) Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan
suaranya menurut hati nuraninya, tanpa perantara, dan tanpa
tingkatan.
2) Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi
persyaratan minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan
dipilih.
3) Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan
pilihannya menurut hati nuraninya, tanpa ada pengaruh,
tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun.
4) Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara
dijamin tidak akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara
apapun mengenai siapa yang dipilihnya.
d. Dasar Hukum
1) TAP MPRS No. XI/MPRS/1966
2) TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966
3) UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-
Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat
4) UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, dan DPRD.
e. Penyelenggara Pemilu
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan
Presiden Nomor 3
Tahun 1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang
keanggotaannya terdiri atas Dewan Pimpinan, Dewan
Pertimbangan, Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan
Perhubungan. Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut
Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), di provinsi disebut Panitia
Pemilihan Daerah Tingkat I (PPD I), di kabupaten/kotamadya disebut
Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II, di kecamatan disebut Panitia
356
Pengayaan Materi Sejarah
2. Pemilu 1977
a. Tanggal Pelaksanaan
Pemilu kedua pada pemerintahan Orde Baru ini diselenggarakan
pada tanggal 2 Mei 1977.
b. Sistem Pemilu
Sama halnya dengan Pemilu 1971, pada Pemilu 1977 juga
menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
stelsel daftar.
c. Asas Pemilu
Pemilu 1977 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas,
dan rahasia.
d. Dasar Hukum
1) Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar
Haluan Negara Bidang Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum
dan Hubungan Luar Negeri.
2) Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.
357
Pengayaan Materi Sejarah
3. Pemilu 1982
a. Tanggal Pelaksanaan
Pemilu 1982 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada
pemerintahan Orde Baru. Pemilu ini diselenggarakan pada tanggal
4 Mei 1982
b. Sistem Pemilu
Sistem Pemilu 1982 tidak berbeda dengan sistem yang digunakan
dalam Pemilu 1971 dan Pemilu 1977, yaitu masih menggunakan
sistem perwakilan berimbang (proporsional).
c. Asas Pemilu
Pemilu 1982 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas,
dan Rahasia.
358
Pengayaan Materi Sejarah
d. Dasar Hukum
1) Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1978
Tentang Pemilu.
2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1980 tentang Pemilihan
Umum.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976.
e. Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu1982 sama dengan
struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1977, yaitu terdiri dari
PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih, dan PPS
serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.
f. Peserta Pemilu
1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
2) Golongan Karya (Golkar).
3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
4. Pemilu 1987
a. Tanggal Pelaksanaan
Pemilu keempat pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada
tanggal 23 April 1987.
b. Sistem Pemilu
Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1987 masih sama
dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1982, yaitu
menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
stelsel daftar.
c. Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas,
dan rahasia.
d. Dasar Hukum
1) Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1983 tentang Pemilihan Umum.
2) UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor
15 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor
4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Tahun 1980.
359
Pengayaan Materi Sejarah
5. Pemilu 1992
a. Tanggal Pelaksanaan
Pemilu kelima pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada
tanggal 9 Juni 1992.
b. Sistem Pemilu
Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1992 masih sama
dengan sistim yang digunakan dalam Pemilu 1987, yaitu menganut
sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.
c. Asas Pemilu
Pemilu 1992 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas
dan Rahasia
d. Dasar Hukum
1) Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN dan
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilu.
2) UU Nomor 1 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas UU Nomor
15 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor
4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Tahun 1980.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1985
5) Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1990
e. Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992 sama dengan
struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987, yaitu terdiri dari
PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan
KPPSLN.
360
Pengayaan Materi Sejarah
f. Peserta Pemilu
1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
2) Golongan Karya (Golkar).
3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
6. Pemilu 1997
a. Tanggal Pelaksanaan
Pemilu keenam pada pemerintahan Orde Baru ini dilaksanakan
pada tanggal 29 Mei 1997.
b. Sistem Pemilu
Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1997 masih sama
dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1992, yaitu
menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
stelsel daftar.
c. Asas Pemilu
Pemilu 1997 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas,
dan rahasia
d. Dasar Hukum
1) Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dan
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1993 tentang Pemilu.
2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pemilihan
Umum.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1985 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang
Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1975 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985
e. Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1997 sama dengan
struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992, yaitu terdiri dari
PPI, PPD I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan
KPPSLN.
f. Peserta Pemilu
1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
2) Golongan Karya (Golkar).
3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
361
Pengayaan Materi Sejarah
Tang- 5 Juli 1971 2 Mei 1977 4 Mei 1982 23 April 1987 9 Juni 1992 29 Mei 1997
gal
Pelak-
sanaan
Sistem Sistem Perwakilan Berimbang (proporsional) dengan sistem stelsel
Pemilu
362
Pengayaan Materi Sejarah
363
Pengayaan Materi Sejarah
Hasil pemilihan umum sejak tahun 1971 s.d 1992 dapat dilihat
pada gambar berikut:
364
Pengayaan Materi Sejarah
365
Pengayaan Materi Sejarah
366
Pengayaan Materi Sejarah
367
Pengayaan Materi Sejarah
368
Pengayaan Materi Sejarah
369
Pengayaan Materi Sejarah
370
Pengayaan Materi Sejarah
371
Pengayaan Materi Sejarah
372
Pengayaan Materi Sejarah
373
Pengayaan Materi Sejarah
374
Pengayaan Materi Sejarah
375
Pengayaan Materi Sejarah
376
Pengayaan Materi Sejarah
377
Pengayaan Materi Sejarah
378
Pengayaan Materi Sejarah
379
Pengayaan Materi Sejarah
380
Pengayaan Materi Sejarah
381
Pengayaan Materi Sejarah
382
Pengayaan Materi Sejarah
383
Pengayaan Materi Sejarah
384
Pengayaan Materi Sejarah
385
Pengayaan Materi Sejarah
386
Pengayaan Materi Sejarah
dari New York Times, Wall Street Journal sampai Washington Post,
menjadikan peristiwa ini sebagai berita utama, Sementara CNN terus
menerus mengulang kisah ini di TV, Berbagai media di Amerika Serikat
menggambarkan bahwa seorang politisi besar dunia era perang dingin
telah turun tahta. Untuk pertama kalinya selama tiga puluh dua tahun,
Indonesia harus tumbuh tanpa dipimpin oleh Soeharto lagi, Sebuah era
politik baru terbuka, namun masih tidak pasti apakah pergantian
pimpinan ini akan membawa perubahan yang substansial, Tidak pasti
pula apakah ia juga akan menghasilkan pemerintahan yang kuat secara
politik (Denny J.A. 2006, 33).
387
Pengayaan Materi Sejarah
5.12. Refleksi
Pada saat Soekarno menandatangani Supersemar dan
kewenangan ada di tangan Soeharto, sesungguhnya kekuasaan Presiden
Soekarno sudah tidak ada lagi karena PKI sudah dibubarkan oleh
Soeharto. Apalagi setelah penyerahan kekuasaan secara resmi pada
tanggal 23 Februari 1967, Presiden dengan resmi menyerahkan
kekauasaan pemerintah kepada pengemban TAP MPRS
388
Pengayaan Materi Sejarah
389
Pengayaan Materi Sejarah
390
Pengayaan Materi Sejarah
Catatan Akhir :
1
Berdasarkan wawancara dengan Jenderal Polisi Sutjipto di Jakarta tanggal 2 Juli
1971
2
Jusuf Wanandi adalah seorang aktivis berlatar pendidikan hukum dan salah satu
pendiri Centre for Strategic and International Studies. Berperan sebagai orang
dalam di lingkaran potirik yang berpuluh tahun bekerja dengan para penasihat
utama Presiden sehingga dapat menceritakan beberapa peristiwa dalam sejarah
modern Indonesia sejak jaman Orde Baru
3
Baca penjelasana Pj. Presiden mengenai masalah nasional yang penting dan
mendesak di depan DP-MPRS tanggal 29 Februari 1968.
4
Harold Crouch. Militer dan Politik di Indonesia (Jakarta:Sinar Harapan, 1986), hlm
248-275. Lihat juga Jend. A.H. Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 8
(Jakarta:Gunung Agung, 1985)
5
Baca buku R. William Liddle. Partisipasi dan Partai Politik: Indonesia di Awal Orde
Baru. Jakarta
6
Lihat Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Sejarah Singkat Perjuangan ABRI 1945-1990,
Pusjarah ABRI, Jakarta 1990 halaman 134
7
Lihat lebih lanjut pada tulisan Nugroho Notosusanto (Editor), Tercapainya
Konsensus Nasioanl 1966-1969, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1985, hal. 85
8
Lebih lanjut silahkan baca buku I s.d. buku IV tentang Repelita IV. Dapat diunduh
di (Bappenas 2009, http://www.bappenas.go.id/data-dan-informasi-
utama/dokumen-perencanaan-dan-pelaksanaan/dokumen-rencana-pembangunan-
lima-tahun-repelita/)
9
Lebih lanjut silahkan baca buku I s.d. buku IV tentang Repelita V. Dapat diunduh di
(Bappenas 2009, http://www.bappenas.go.id/data-dan-informasi-utama/dokumen-
perencanaan-dan-pelaksanaan/dokumen-rencana-pembangunan-lima-tahun-
repelita/)
10
Lebih lanjut silahkan baca buku I s.d. buku VI tentang Repelita VI. Dapat diunduh
di (Bappenas 2009, http://www.bappenas.go.id/data-dan-informasi-utama/
dokumen-perencanaan-dan-pelaksanaan/dokumen-rencana-pembangunan-lima-
tahun-repelita/)
11
Untuk keberhasilan pendidikan di jenjang SMP, SMA dan Perguruan tinggi serta
keberhasilan bidang olahraga dapat dibaca dalam (Lampiran Keputusan Presiden RI
Nomor 17 1994, 101-103)
12
Baca “Reformasi & Jatuhnya Soeharto. 2012. Jakarta:Kompas
391
Pengayaan Materi Sejarah
13
Baca “Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992. 2008. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia dan Freedom Institute
14
Baca “ Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia
Era Reformasi. 2009. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
15
Baca “Strategi Pembangunan Mahathir &Soeharto: Politik Industrialisasi dan
Modal Jepang di Malaysia dan Indonesia. 2005. Jakarta:Pelangi Cendekia.
16
Baca: “Kerusuhan Mei dalam Edward Aspinall, Herbert Feith dan Gerry va Klinken
(ed). 2000. Titik Tolak Reformasi: Hari-hari Presiden Soeharto. Yogyakarta:LkiS.
17
Baca “Hari-hari Terpanjang: Menjelang Mundurnya Presiden Soeharto dan
Beberapa Peristiwa Terkait. 2007. Jakarta:Kompas
18
Baca buku “Berhentinya Soeharto Fakta dan Kesaksian Harmoko”. 2009. Jakarta.
Gria Media.
19
Baca buku “Api Islam Nurcholish Madjid:Jalan Hidup Seorang Visioner. 2010.
Jakarta:Kompas.
20
Baca “The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era
Transisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
21
Baca lebih lanjut buku Daniel Dhakidae mengenai “Cita-cita Kesatuan, Bahasa
dan Kebangsaan: Melawat ke Kongres Pertama setelah Delapan Puluh Lima Tahun”.
Prisma. Volume 30 No.2 Tahun 2011
392
Pengayaan Materi Sejarah
Bab. 6
Masa Reformasi (1998-sekarang)
6.1. Pendahuluan
393
Pengayaan Materi Sejarah
394
Pengayaan Materi Sejarah
395
Pengayaan Materi Sejarah
396
Pengayaan Materi Sejarah
397
Pengayaan Materi Sejarah
398
Pengayaan Materi Sejarah
Disisi lain, aksi mahasiswa semakin meluas sejak tanggal 14 Mei 1998
dan mendapat dukungan dari masyarakat. Aksi mereka mulai menduduki
gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah.
Aksi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, yang
mendapat dukungan masyarakat luas, berhasil menduduki gedung
DPR/ MPR RI dan nyaris tidak ada satupun pihak penjaga keamanan
yang mengusir mereka. Mereka menjadikan gedung DPR/MPR RI sebagai
pusat gerakan yang relatif aman. Ratusan ribu mahasiswa menduduki
gedung rakyat. Mereka berupaya menemui pimpinan MPR/DPR dan
memintanya untuk mengambil sikap yang tegas. Tekanan mereka mulai
membuahkan hasil ketika pada 18 Mei 1998, Harmoko ketua DPR/ MPR
RI, meminta Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dari jabatannya
demi kepentingan nasional.13
Dalam menindaklanjuti tuntutan tersebut Soeharto melakukan
pertemuan dengan ulama dan tokoh masyarakat, antara lain
Abdurrahman Wahid (ketua PB NU), Emha Ainun Nadjib (Budayawan),
Nurcholish Madjid (Ketua Yayasan Paramadina), Ali Yafie (Ketua MUI),
Malik Fadjar (Muhammadiyah), Yusril Ihza Mahendra (FHUI), Cholil Bisri
(Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), Achmad Bagdja
dan Ma‟ruf Amin (NU). Pertemuan tersebut membahas kondisi terakhir
terkait tuntutan mahasiswa dan elemen masyarakat yang tetap
menginginkan Presiden Soeharto mundur. Namun Presiden Soeharto
merespon dengan membentuk Komite Reformasi dan melakukan
reshuffle Kabinet Pembangunan VII dengan menganti menjadi Kabinet
Reformasi. Kepercayaan diri Soeharto akhirnya runtuh setelah upaya
membentuk Kabinet Reformasi pada tanggal 20 Mei 1998 gagal. 14
Memanfaatkan momentum hari Kebangkitan Nasional 20 Mei,
Amin Rais pada awalnya menggagas mengadakan doa bersama di
lapangan Tugu Monas. Namun, Amin Rais membatalkan rencana
tersebut karena di kawasan tersebut telah bersiaga 80.000 tentara
bersenjata lengkap. Di Yogyakarta, Surakarta, Medan, dan Bandung
ribuan mahasiswa dan rakyat berdemonstrasi. Ketua MPR/DPR Harmoko
kembali meminta Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri pada
Jumat tanggal 20 Mei 1998 atau DPR/MPR akan memilih presiden baru.
Bersamaan dengan itu, sebelas menteri Kabinet Pembangunan VII
mengundurkan diri, diantaranya Ginajar Kartasamita. 15
399
Pengayaan Materi Sejarah
400
Pengayaan Materi Sejarah
401
Pengayaan Materi Sejarah
402
Pengayaan Materi Sejarah
403
Pengayaan Materi Sejarah
404
Pengayaan Materi Sejarah
405
Pengayaan Materi Sejarah
406
Pengayaan Materi Sejarah
wakil partai politik dan wakil pemerintah. Hal yang membedakan pemilu
1999 dengan pemilu sebelumnya (kecuali pemilu 1955) adalah diikuti
oleh banyak partai. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk
mendirikan partai politik. Dengan masa persiapan yang tergolong
singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu 1999 ini dapat
dikatakan sesuai dengan jadwal, 7 Juni 1999.
Tidak seperti yang diprediksi dan dikhawatirkan oleh banyak
pihak, ternyata pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai tanpa
ada kekacauan yang berarti meski dikuti partai yang jauh lebih banyak,
pemilu kali ini juga mencatat masa kampanye yang relatif damai
dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Berdasarkan laporan Komisi
Pemilihan Umum (KPU), hanya 19 orang meninggal semasa kampanye,
baik karena kekerasan maupun kecelakaan dibanding dengan 327 orang
pada pemilu 1997 yang hanya diikuti oleh tiga partai. Ini juga
menunjukkan rakyat kebanyakan lebih rileks melihat perbedaan. Pemilu
1999, dinilai oleh banyak pengamat sebagai Pemilu yang paling
demokratis dibandingkan 6 kali pelaksanaan Pemilu sebelumnya.
Berdasarkan keputusan KPU, Panitia Pemilihan Indonesia (PPI),
pada 1 September 1999, melakukan pembagian kursi hasil pemilu. Hasil
pembagian kursi itu menunjukan lima partai besar menduduki 417 kursi
di DPR, atau 90,26 % dari 462 kursi yang diperebutkan. PDI-P muncul
sebagai pemenang pemilu dengan meraih 153 kursi, Golkar
memperoleh 120 kursi, PKB 51 Kursi, PPP 48 kusi, dan PAN 34 kursi.
Kebijakan Ekonomi
Pada masa awal dilantik sebagai presiden RI ke tiga, B.J. Habibie mewarisi
kondisi ekonomi yang sangat kritis, inflasi mencapai 650%, nilai tukar
rupiah amblas dari Rp 2400an menjadi Rp15000an pada Juni 1998.
Kondisi ini membuat sistem perbankan mati dan bisnis mengalami
kebekuan. Hal ini berdampak pada meningkatnya angka PHK.
Oleh karena itu, sesuai dengan Tap MPR tentang pokok-pokok reformasi
yang menetapkan dua arah kebijakan pokok di bidang ekonomi, yaitu
penanggulangan krisis ekonomi dengan sasaran terkendalinya nilai rupiah
dan tersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-obatan dengan harga
terjangkau, serta berputarnya roda perekonomian nasional, dan
pelaksanaan reformasi ekonomi. Presiden BJ.Habibie melakukan
kebijakan ekonomi dengan mengikuti saran-saran dari Dana Moneter
Internasional yang dimodifkasi dengan mempertimbangkan kondisi
407
Pengayaan Materi Sejarah
408
Pengayaan Materi Sejarah
409
Pengayaan Materi Sejarah
Mission in East Timor (UNAMET) pada 11 Juni 1999. Habibie dan Koffi
Annan bersepakat untuk merahasiakan hasil jajak pendapat hingga 72
jam setelah hasilnya diketahui. Jajak pendapat diselenggarakan pada 30
Agustus 1999 sesuai dengan Persetujuan New York. Hasil jajak
pendapat adalah 78.5% menolak dan 21,5% menerima. Habibie
menerima informasi melalui telefon dari Kofi Annan pada tanggal 4
September 1999. Sekjen PBB tersebut menyampaikan akan melakukan
konferensi pers untuk mengumumkan hasil jajak pendapat tersebut.28
Sikap Sekjen PBB yang melakukan konferensi pers dianggap
Habibie melanggar kesepakatan. Hal tersebut berdamapak munculnya
kerusuhan sosial di Timor Timur pada 6 September 1999. Kondisi
tersebut mendorong pemerintah mengumumkan kondisi Darurat
Militer. Sehingga demi kemanusiaan, pemerintah Indonesia menyetujui
percepatan pengiriman pasukan multinasional di Timor Timur.
Hasil jajak pendapat kemudian dilaporkan Habibie ke MPR.
Habibie mengatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa,
dan itu sesuai dengan nilai dasar dari UUD 1945. Presiden Habibie
mengharapkan MPR berkenan membahas hasil jajak pendapat tersebut
dan menuangkannya dalam ketetapan yang memberikan pengakuan
terhadap keputusan rakyat Timor-Timur. Sidang Umum MPR RI pada 19
Oktober 1999, memutuskan hasil jajak pendapat tersebut diterima dan
ditetapkan dalam TAP MPRRI No. V/MPR/1999 tentang penyataan
pendapat Timor Timur. Dengan demikian Timor Timur resmi berpisah dari
Indonesia. Sesuai dengan perjanjian New York, ketetapan tersebut
mensahkan pemisahan Timor-Timur dan RI secara baik, terhormat dan
damai, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah
bagian dari masyarakat internasional yang bertanggung jawab,
demokratis, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Gerak Reformasi Hukum
Kebijakan Habibie di bidang hukum disesuaikan dengan Tap
MPR No.X/MPR/1998 reformasi di bidang hukum yang arahnya untuk
menanggulangi krisis dan melaksanakan agenda reformasi di bidang
hukum. Reformasi dibidang ini sekaligus untuk menunjang upaya
reformasi di bidang ekonomi, politik dan sosial budaya.
Keberhasilan Habibie menyelesaikan 68 produk perundang-
undangan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu hanya dalam waktu
16 bulan. Setiap bulan rata-rata dapat dihasilkan sebanyak 4,2 undang-
410
Pengayaan Materi Sejarah
411
Pengayaan Materi Sejarah
412
Pengayaan Materi Sejarah
413
Pengayaan Materi Sejarah
414
Pengayaan Materi Sejarah
Reformasi ABRI
Abdurrahman Wahid juga memiliki visi untuk melakukan
reformasi internal dalam tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI). Reformasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang
terdiri atas unsur TNI dan Polri. Institusi ini kerap dimanfaatkan oleh
Pemerintah Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan terutama
dalam melakukan tindakan represif terhadap gerakan demokrasi.
Pemisahan TNI dan Polri juga merupakan upaya untuk mengembalikan
fungsi masing-masing unsur tersebut. TNI dapat memfokuskan diri
dalam menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia dari ancaman
kekuatan asing, sementara Polri dapat lebih berkonsentrasi dalam
menjaga keamanan dan ketertiban. Namun dalam situasi tertentu kedua
kekuatan ini dapat bekerja sama dan saling membantu untuk
kepentingan bangsa dan negara. Abdurrahman Wahid menyebutnya
agar bisa berdiri secara mandiri dan menjadi kekuatan nasional yang
profesional.35
Abdurrahman Wahid sangat kritis terhadap TNI yang terlibat
dalam politik penguasa, sehingga menodai kemandirian lembaga TNI.
Untuk menyokong kebijakan ini, Abdurrahman Wahid kemudian
mengusulkan ke MPR untuk membuat ketetapan yang terkait dengan
pemisahan fungsi pertahanan dan fungsi keamanan. Ketetapan inilah
yang menjadi landasan hukum pemisahan TNI dan Polri.36
Kebijakan Pendidikan: Penyetaraan pendidikan formal dan nonformal
Riwayat pendidikan Abdurrahman Wahid mempertemukan dua model
pendidikan, yaitu pendidikan formal (sekolah negeri) dan pendidikan
nonformal (pesantren). Menurut Abdurrahman Wahid, pendidikan
nonformal mempunyai peran penting dalam pendidikan karakter
kebangsaan.
Reformasi pendidikan yang diusulkan oleh Abdurrahman Wahid terletak
pada otonomi dan pemetaan tugas yang komprehensif dan
kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam mengatur dunia
pendidikan. Salah satu implementasi pemikiran ini adalah
dikeluarkannya keputusan presiden terkait perubahan status beberapa
perguruan tinggi negeri dari Perguruan Tinggi Negeri menjadi
Perguruan Tinggi yang berbadan hukum milik negara. Perguruan tinggi
tersebut diantara adalah UI, UGM, UNDIP, UNPAD, IPB, dan ITB.
415
Pengayaan Materi Sejarah
416
Pengayaan Materi Sejarah
417
Pengayaan Materi Sejarah
418
Pengayaan Materi Sejarah
419
Pengayaan Materi Sejarah
420
Pengayaan Materi Sejarah
421
Pengayaan Materi Sejarah
422
Pengayaan Materi Sejarah
423
Pengayaan Materi Sejarah
424
Pengayaan Materi Sejarah
425
Pengayaan Materi Sejarah
426
Pengayaan Materi Sejarah
427
Pengayaan Materi Sejarah
428
Pengayaan Materi Sejarah
429
Pengayaan Materi Sejarah
Pemilu 2004
Setelah amandemen ke empat UUD 1945 selesai dilakukan,
pemerintah bersama DPR berkewajiban menerbitkan sejumlah
produk hukum yang selaras dengan UUD. UU yang berhasil
ditetapkan oleh pemerintah dan DPR adalah UU No 30 tahun
2002 tentang Partai Politik, UU No 13 tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, UU No 22
Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Anggota DPR,
DPD dan DPRD, serta UU No 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden. P emilu 2004 merupakan
implementasi dari UU yang yang baru ditetapkan. Pemilu 2004
pertama kalinya masyarakat memilih wakil rakyat mereka, baik
tingkat pusat maupun daerah daerah, dan presiden dan wakil
presiden secara langsung. Pemilu anggota legislatif dan pemilu
presiden dan wakil presiden memiliki keterkaitan erat karena
setelah pemilu legislatif selesai, makan partai yang memiliki
suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat
mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya
untuk maju ke pemilu presiden. Jika dalam pemilu presiden dan
wakil presiden terdapat satu pasangan yang memperoleh suara
lebih dari 50%, maka pasangan tersebut dinyatakan sebagai
pasangan pemenang pemilu presiden. Namun jika pemilu
presiden tidak terdapat pasangan yang mendapatkan suara lebih
dari 50%, maka pasangan yang mendapatkan suara tertinggi
pertama dan kedua berhak mengikuti pemilu presiden putaran
kedua.inn52
430
Pengayaan Materi Sejarah
431
Pengayaan Materi Sejarah
432
Pengayaan Materi Sejarah
433
Pengayaan Materi Sejarah
434
Pengayaan Materi Sejarah
435
Pengayaan Materi Sejarah
Selain konfik Aceh dan Poso, konfik lain yang mendapat perhatian
serius pemerintah adalah konfik di Papua. Seperti halnya konfik di Aceh,
upaya untuk menyelesaikan konfik di Papua juga mengedepankan aspek
dialog dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kurangnya keadilan bagi masyarakat Papua menimbulkan adanya
perlawanan dan keinginan sebagian masyarakat untuk memisahkan diri
dari NKRI. Oleh karena itu sudah sewajarnya perhatian pemerintah lebih
diberikan untuk meningkatkan sisi ekonomi dan pemberdayaan sumber
daya manusia masyarakat yang tinggal di wilayah ini melalui pemberian
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka di bidang pertanian
dan pemahaman birokrasi, terlebih propinsi Papua memiliki sumber daya
alam besar terutama di sektor pertambangan.Terkait dengan itu, Presiden
SBY juga mengeluarkan kebijakan otonomi khusus bagi Papua. Otonomi
khusus tersebut diharapkan dapat memberikan porsi keberpihakan,
perlindungan dan pemberdayaan kepada orang asli Papua.Kebijakan
tersebut didukung oleh pemerintah melalui aliran dana yang cukup besar
agar rakyat Papua dapat menikmati rasa aman dan tentram di tengah
derap pembangunan.61
d. Pemilu 2009
Berbagai pencapaian pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono meningkatkan popularitas dan kepercayaan masyarakat
kepadanya. Hal ini juga tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang
berkorelasi dengan penerapan berbagai kebijakan pemerintah yang
efektif di lapangan. Transparansi dan partisipasi masyarakat juga menjadi
faktor penting yang berperan sebagai modal sosial dalam pembangunan
termasuk adanya sinergi antara pemerintah dengan dunia usaha dan
perguruan tinggi. Di sisi lain, situasi dalam negeri yang semakin kondusif
termasuk meredanya beberapa konflik dalam negeri meningkatkan
investor asing untuk menanamkan modal mereka di Indonesia sekaligus
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Kondisi ini
membantu mengurangi angka pengangguran yang di awal
pemerintahan Presiden SBY masih sangat tinggi. Keberhasilan beberapa
program pembangunan tidak terlepas dari adanya stabilitas politik,
keamanan, dan ketertiban serta harmoni sosial.
Berbagai pencapaian pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
yang dirasakan langsung oleh masyarakat menjadi modal bagi Presiden
436
Pengayaan Materi Sejarah
437
Pengayaan Materi Sejarah
438
Pengayaan Materi Sejarah
Refleksi
Jakarta, Jumat, 21 Mei 1998, pukul 08.30, Wakil Presiden
Republik Indonesia, B.J. Habibie dengan tergesa-gesa dan tegang
bersegera menuju ke Medan Merdeka Utara. Ditempat itu, Istana
Merdeka, hari itu terukir sejarah baru Indonesia. Presiden Soeharto
membacakan pidato terkait keputusannya untuk berhenti dari
jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia. Seusai Soeharto
membacakan pernyataan singkatnya, B.J. Habibie kemudian diambil
sumpahnya sebagai presiden RI ke tiga. Muncullah Era Reformasi.
Era Reformasi 1998 yang menumbangkan pemerintahan Orde
Baru memberikan ruang seluas-luasnya bagi perubahan sistem dan
penerapan demokrasi di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru yang
sangat sentralistik menimbulkan kesenjangan terutama bagi wilayah-
wilayah yang dianggap kurang mendapat perhatian. Selain itu,
pemilihan anggota legislatif dan pejabat eksekutif di daerah-daerah
terutama para kepala daerah yang ditunjuk langsung oleh pemerintah
pusat meningkatkan rasa tidak puas terhadap pemerintah.
Dengan kondisi sepertio itu, Habibie adalah sosok yang paling
berperan pada masa awal reformasi. Habibie mampu membangun
fondasi tuntutan reformasi yang disuarakan oleh mahasiswa. Kondisi
sosial politik yang sulit pada saat itu mendorong Habibie untuk mampu
bergerak cepat mengawal jalannya reformasi di segala bidang.
Reformasi bagi Habibie adalah evolusi yang dipercepat.
BJ Habibie mengemban tugas memimpin pemerintahan transisi
untuk menyiapkan dan melaksanakan agenda reformasi secara
menyeluruh dan mendasar, serta sesegera mungkin mengatasi kemelut
yang sedang terjadi. Mensikapi kritik yang menilai dirinya tidak tepat
menangani Indonesia yang sedang dilanda krisis multi dimensi, Habibie
menanggapinya dengan kerja, melakukan reformasi di bidang politik,
hukum dan ekonomi. Kebijakan utama yang dia lakukan langkah demi
langkah dan tahap demi tahap untuk akhirnya Habibie membawa
Indonesia bangkit kembali dari keterpurukan.
Langkah Awal Habibie adalah mengurai permasalahan yang ada
menjadi beberapa tahap langkah, salah satunya adalah bagaimana dia
mengimplementasikan salah satu tuntutan rakyat yaitu, adanya
kebebasan dan kemerdekaan. Turunan dari tuntutan tersebut adalah
penghormatan Hak Azasi Manusia dan demokrasi.
439
Pengayaan Materi Sejarah
440
Pengayaan Materi Sejarah
Abdurakhman
441
Pengayaan Materi Sejarah
Catatan :
1
CNN Indonesia, “Mantap Mundur, Suharto Rebut Pulpen dari Tangan Yusril”,
21 Mei 2015
2
Susanto Zuhdi, (ed.), Indonesia dalam Arus Sejarah (Vol. 8), Jakarta: PT
Ichtriar van Houve dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, hal.640.
3
Marwati Djoenedpoesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
Indonesia Jilid VI, Jakarta: Balai Poestaka, 2008. Hal.
4
Anhar Gonggong dan Musya Asyarie (ed). Sketsa Perjalanan Bangsa
Berdemokrasi. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika. 2005. Hal.
5
Kompas, “Pemerintah Tutup 16 Bank”, 2 November 1997
6
Rush adalah penarikan uang dalam jumlah sangat besar oleh masyarakat
7
Majalah Tempo, 9 Februari 2014.
8
Anhar Gongong, Op.Cit.
9
Republika, “ Mahasiswa dan Alumni UI Gelar Keprihatinan”, 26 Februari
1998.
10
Susanto Zuhdi, Op.Cit. hal.
11
Susanto Zuhdi, Op.Cit. hal. 460
12
Ibid. hal.461
13
Anhar Gonggong, Op.Cit. hal. 196
14
Ibid. hal 196-197
15
Susanto Zuhdi. Op.Cit. hal.
16
Susanto Zuhdi, Op.Cit. hal. 64…
17
Ibid. hal. 64…..
18
Anhar, Op.Cit. hal. 202
19
Julius Pour dkk, Presiden Republik Indonesia 1945-201, Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2015, hal. 138
20
Ibid. hal. 139
21
Susanto Zuhdi, Op.Cit. hal 64..
442
Pengayaan Materi Sejarah
22
Pour, Loc.Cit. hal. 139
23
Ibid.
24
Perhatikan pasal-pasal UUD 1945 sebelum amandemen tentang fungsi dan
kedudukan presiden
25
Pour, hal. 140
26
Ibid. hal. 154-155
27
Timor Timur merupakan propinsi yang Pendapatan Asli u (PAD) sangat kecil,
sehingga subsidi pemerintah jauh lebih besar dibandingkan PADnya. Subsidi
yang diberikan ke Timor Timur jauh lebih besar dibandingkan propinsi
Indonesia yang lainnya.
28
Loc.Cit. hal. 155.
29
Anhar, Loc.Cit. hal. 213
30
Ibid.
31
Poros Tengah adalah aliansi partai politik Islam pada pemilihan presiden 199
yang bertujuan untuk menempatkan calon presiden alternatif untuk bersaing
dengan calon presiden dari PDI-P. Calon presiden tersebut adalah
Abdurrahman Wahid.
32
Anhar, hal. 215.
33
Ibid. hal,219
34
Pour, hal. 178
35
Pour, hal. 179
36
Ibid.
37
Pour, hal. 187.
38
Ibid. hal 180
39
Anhar, hal.220
40
Anhar, Op.Cit. hal. 220
41
Ibid.
42
Ibid. hal. 222-223
43
Ibid, hal. 224
44
Ibid.
443
Pengayaan Materi Sejarah
45
Pour, Loc.Cit. hal 198
46
Ibid.
47
Anhar, hal 224
48
Ibid. hal. 226
49
Pour, hal.208-209
50
Pour, hal 214
51
Ibid. hal. 215
52
Ibid. hal. 216
53
Anhar, hal. 239
54
Putu Suasta, Menegakkan Demokrasi, Mengawal perubahan, Jakart: Lestari
Kiranatama, 2013, hal 31-33
55
Anhar, hal. 243
56
Susilo Bambang Yudhoyono, SBY Selalu Ada Pilihan, Jakarta: Buku Kompas,
2014
57
Suasta, hal. 33-36
58
Suasta, Ibid, hal 25
59
Ibid.
60
Yudhoyono, hal.
61
Pour, hal 294
62
Susanto, hal 619-620
63
Pour, hal.237
64
Susanto, hal 620
444
Pengayaan Materi Sejarah
Bab. 7
Membalikan Stigma Kolonial Seperempat Manusia:
Indonesia di Tengah Arus Globalisasi dan Revolusi
Teknologi
445
Pengayaan Materi Sejarah
446
Pengayaan Materi Sejarah
447
Pengayaan Materi Sejarah
448
Pengayaan Materi Sejarah
cepat, hasilnya lebih baik, dan dalam jumlah yang lebih banyak. Jadi di
sini tersimpul makna: ―memudahkan mencapai tujuan‖. Alhasil,
penerapan teknologi selalu dilandasi oleh etos efektif dan efisien.
Pengertian sederhana ini bisa kita perdalam dengan merujuk
pada pendapat para ahli. Menurut Webster‘s New World
Encyclopedia,17 teknologi adalah penerapan segi-segi praktis dari ilmu
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi teknologi memiliki dua
unsur utama: (1) aspek teoritis, prinsip, dan kaidah-kaidah sains; dan (2)
bentuk konkritnya, bisa berbentuk mesin, dan bisa pula berbentuk
perkakas. Namun bagi kebanyakan orang, teknologi selalu diasosiakan
dengan mesin-mesin. Pendapat ini tidak salah, hanya kurang tepat.
Mesin hanyalah wujud konkrit teknologi, dan bukan teknologi itu
sendiri. Jadi pengertian teknologi itu sendiri lebih abstrak.
Teknologi adalah sejenis ilmu. Yaitu, bagaimana membuat cara-
cara atau teknik-teknik yang berdasarkan prinsip sains dan
menerapkannya untuk efisiensi kebutuhan dan kerja manusia. Dalam
kaitan ini, Soekanto membedakan antara pengertian teknik dan
teknologi. Teknik adalah ―perangkat tindakan-tindakan untuk mencapai
tujuan‖. Sementara teknologi mengandung tiga pengertian. (1)
penerapan (aspek-aspek praktis—pen) ilmu pengetahuan, (2) pola
praktik semua sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan
(3) semua cara untuk mencapai tujuan....‖.18
Jadi ―bahan mentah‖ teknologi adalah kaidah-kaidah dan
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Tanpa pengetahuan atau teori-teori
sains tersebut, tidak mungkin tercipta suatu mesin yang dapat membuat
hidup manusia menjadi lebih mudah. Begitu pula tanpa ditindaklanjuti
dengan penciptaan mesin, kegunaan praktis teori-teori sains tersebut
tidak banyak bermanfaat. Teori-teori tersebut hanya disimpan dalam
buku-buku dan hanya dikonsumsi oleh para ilmuwan. Untuk ilustrasi
tadi, kita sajikan contoh bagaimana Thomas Alva Edison menemukan
bola lampu pijar.
Edison menemukan bola lampu pijar yang sangat spektakuler itu
didasarkan pada teori listrik yang telah dikembangkan oleh Micheal
Faraday, seorang ilmuwan besar Inggris yang hidup beberapa generasi
sebelumnya. Dalam teori listrik Faraday itu, diungkapkan bahwa energi
listrik dapat berubah menjadi semacam lampu. Pengetahuan teoritis
perubahan energi listrik menjadi semacam lampu ini dipahami secara
449
Pengayaan Materi Sejarah
450
Pengayaan Materi Sejarah
451
Pengayaan Materi Sejarah
ideal berfungsi sebagai alat bantu analisis. Tipe ideal berfungsi sebagai
alat timbang, sekaligus daya dorong pikir, untuk menelaah fenomena di
tingkat realitas. Jadi, sesungguhnya apa yang disebut teknologi
individual dan teknologi kolektif, pada tingkat kenyataannya bercampur
baur. Suatu teknologi kolektif pada dasarnya adalah kumpulan
teknologi individual yang bersifat sistemik.
Kita awali dengan membahas teknologi individual. Kapak,
tombak, dan pisau merupakan perkakas pertama yang ditemukan oleh
manusia sebagai alat berburu dan meramu. Pisau, umpamanya,
ditemukan oleh manusia purba tatkala tangannya sudah tidak mampu
lagi memotong daging hasil buruannya. Ia pun akhirnya menggunakan
batu sebagai alat potongnya. Lambat laun timbul gagasan untuk
menajamkan salah satu sudut batu tersebut.
Setelah ditemukan gagasan menajamkan salah satu sudut batu
tersebut, proses pengembangan batu pisau pun terus berlanjut. Bentuk
pisau terus dikembangkan oleh manusia purba sehingga makin enak
dipakai. Dalam kaitan ini misalnya, sejarahwan mencatat tiga periode
purba proses pengembangan pisau batu dalam masa berburu dan
meramu. Yaitu teknologi berburu dan meramu tingkat awal (paleolitik),
teknologi berburu dan meramu tingkat menengah (mesolitik), dan
teknologi berburu dan meramu tahap akhir (neolitik).
Selanjutnya, setelah ditemukan teknik pengecoran besi dan
tembaga, proses pengembangan pisau berubah arah. Pengembangan
pisau tidak lagi dilakukan dari sudut bentuknya agar enak dipakai,
melainkan berubah dari sudut bahan dasarnya. Bahan dasar pisau pun
berubah: dari batu menjadi tembaga dan besi. Sungguhpun bahan
dasar pisau berubah, tetapi ide dasar pisau (seperti bentuk dan
kegunaanya) terus berlanjut. Kemudian, bentuk pisau pun semakin
bervariasi sesuai dengan kegunaannya (pisau dapur, pisau cukur, dan
lain sebagainya). Hal tersebut juga disebabkan karena memang bahan
dasar besi dan tembaga memungkinan bentuk pisau dikembangkan
secara lebih beraneka ragam.19
Sementara, bajak dan pacul adalah salah contoh teknologi
kolektif. Untuk mengolah sawah, bajak dan pacul harus dikerjakan
secara bersama-sama. Keduanya bersifat saling melengkapi. Bajak
digunakan dengan cara ditarik dengan tenaga hewan (sapi atau kerbau)
agar tanah menjadi gembur. Sementara cangkul merupakan benda
452
Pengayaan Materi Sejarah
2. Alih Teknologi
Tidak scmua masyarakat mampu menciptakan dan
mengembangkan teknologi. Karena tidak seluruh masyarakat memiliki
kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan tcrjadinya penemuan dan
pengembangan teknologi baru tersebut. Dengan kata lain, ada sebagian
masyarakat yang mampu menciptakan dan mengembangkan teknologi.
Namun ada pula yang hanya menjadi pengguna atau konsumen
teknologi. Untuk menyiasati kelemahan pihak terakhir itu, mereka pada
umumnya melakukan program alih teknokolgi.
Penemuan dan pengembangan suatu teknologi harus dilihat
sebagal hasil hubungan timbal balik antara berbagai pihak dalam
masyarakat. Teknologi tidak jatuh dan langit Di balik penemuan dan
perkembangan sebuah teknologi baru, terdapat proses-proses sosial
ekonomi bahkan faktor politik yang melatarbelakanginya. Pertama,
453
Pengayaan Materi Sejarah
454
Pengayaan Materi Sejarah
455
Pengayaan Materi Sejarah
456
Pengayaan Materi Sejarah
457
Pengayaan Materi Sejarah
458
Pengayaan Materi Sejarah
459
Pengayaan Materi Sejarah
Rangkuman
Teknologi tidak hanya dapat dipahami sebagai benda-benda
konkrit saja, seperti mesin, alat, perkakas, dan lain sebagainya. Seperti
terlihat dari akar katanya, teknologi adalah sebuah ilmu, yakni ilmu
untuk membuat suatu alat, perkakas, mesin, atau bentuk-bentuk konkrit
lainnya. Teknologi adalah penerapan kaidah dan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan untuk memudahkan aktivitas atau pekerjaan manusia.
Jadi, teknologi memiliki empat komponen. (1) pengetahuan:
seperangkat gagasan bagaimana mengerjakan sesuatu, (2) tujuan:
untuk apa ―sesuatu‖ itu digunakan, (3) aktivitasnya harus terpola dan
terorganisasikan, dan (4) aktivitas pendukung agar hal tersebut dapat
berjalan efektif.
460
Pengayaan Materi Sejarah
461
Pengayaan Materi Sejarah
462
Pengayaan Materi Sejarah
463
Pengayaan Materi Sejarah
464
Pengayaan Materi Sejarah
465
Pengayaan Materi Sejarah
466
Pengayaan Materi Sejarah
467
Pengayaan Materi Sejarah
468
Pengayaan Materi Sejarah
469
Pengayaan Materi Sejarah
470
Pengayaan Materi Sejarah
471
Pengayaan Materi Sejarah
nomor yang dituju. Tak lama, orang yang dituju tersambung, di mana
dan kapanpun. Hampir seluruh wilayah di Nusantara ini bisa dihubungi,
asalkan ada apa yang disebut sinyal. Apalagi bila kita menggunakan
teknologi internet, kita pun dapat bercakap-cakap tatap muka dengan
sistem softwear seperti Yahoo Massenger atau Skype. Kita ngobrol
berlama-lama sambil bertatap muka. Lewat internet kita bisa mengakses
data, mengirim pesan, atau membuat publikasi. Bahkan kini, internet
telah berfungsi seperti toko yang online atau maya.
Kini pun orang bepergian ribuan kilometer hanya sehari pulang
pergi. Dapat saja, paginya seseorang berkunjung ke Medan dengan
pesawat paling pagi dari Jakarta. Ia pulang pada hari itu, dengan
pesawat terakhir. Jarak ribuan kilometer dapat ditemuh dalam beberapa
jam oleh teknologi pesawat terbang. Bahkan melalui inovasi manajemen
perusahaan pesawat terbang komersial, bepergian dengan pesawat
tidak lagi menjadi barang mewah seperti dua puluh tahun yang lalu.
Banyak perusahaan penerbangan yang menawarkan tiket murah.
Mereka umumnya memangkas berbagai biaya yang tidak perlu.
Misalnya, memotong biaya agen dan menjualnya melalui sistem on line.
Pembeli potensial jadinya dapat membeli harga tiket sesuai dengan tarif
yang dikenakan perusahaan, tidak ditambah keuntungan sang agen.
Perusahaan penerbangan juga biasanya memberikan kuota terbatas
melalui apa yang disebut tarif promo. Sekitar 3-4 bangku setiap
pesawat diberi label tiket promo. Harganya jauh lebih murah
dibandingkan dengan tiket konvensional. Semakin jauh hari membeli
tiket promo ini semakin murah. Begitu pula dengan harga konvensional
melalui sistem online. Bila membelinya jauh hari, harganya lebih murah.
Dengan penjualan sistem online ini, perusahaan penerbangan telah
dapat menaksir jumlah penumpangnya.
Agar tarif murah, perusahaan penerbangan juga memotong
berbagai biaya untuk yang berkategori kenyamanan. Misalnya, tidak
disediakan makan minum ketika terbang. Bila ingin makan minum
harus membeli. Pramugari seolah-olah membuka warung saat
mengudara. Penumpang juga tidak perlu membayar bagasi, bila hanya
sekedar membawa barang ke kabin. Bila akan membawa bagasi, yang
bersangkutam mesti membayar biaya tambahan. Jadi, bila hanya ingin
terbang murah, penumpang dapat memilih untuk mengurangi tingkat
kenyamanan mereka sendiri.
472
Pengayaan Materi Sejarah
473
Pengayaan Materi Sejarah
474
Pengayaan Materi Sejarah
475
Pengayaan Materi Sejarah
476
Pengayaan Materi Sejarah
477
Pengayaan Materi Sejarah
478
Pengayaan Materi Sejarah
479
Pengayaan Materi Sejarah
480
Pengayaan Materi Sejarah
481
Pengayaan Materi Sejarah
482
Pengayaan Materi Sejarah
483
Pengayaan Materi Sejarah
sistematis. Pada sudut lain, hasil seminar tersebut dapat juga dipandang
sebagai bentuk formalisasi hasil-hasil diskusi antara para ekonom dan
Jenderal Angkatan Darat di Seskoad pada era sebelumnya.
Para ekonom ini kemudian berhasil menyusun Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) 1968, dan kemudian disyahkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). GBHN ini menjadi landasan
dasar diawalinya rangkaian pembangunan nasional jangka panjang
dengan sistem pentahapan Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Pelita
yang pertama sendiri mulai dilaksanakan pada tanggal 1 April 1969.
Inti dari kinerja para teknokrat ini adalah pertumbuhan ekonomi
dengan mengandalkan ekspor dan industrialisasi. Kebijakan ekonomi
para teknokrat ini amat berlawanan dengan orientasi ekonomi era
Soekarno. Bila kebijakan ekonomi Soekarno adalah Berdikari (Berdiri di
atas Kaki Sendiri): tidak menerima sama sekali investasi dari negara lain
dan perusahaan multinasional. Program ekonomi Presiden Seokarno
berkebalikan. Melalui Undang-undang Penanaman Modal No. 1/1969,
Orde Baru melakukan kebijakan liberalisasi ekonomi. Perusahaan
multinasional berbagai negara diundang menanamkan modalnya di
Indonesia—bahasan rinci tentang perusahaan multinasional akan
dibicarakan pada bagian H tulisan ini. Apa yang dituju melalui kebijakan
liberalisasi ekonomi atau penamanam modal asing ini ialah industri
subtitusi import.51
Industri Subtitusi Import (ISI) adalah kebijakan ekonomi yang
berupaya agar import barang dan teknologi menjadi diproduksi di
dalam negeri. Misalnya, motor. Di tahun 1960-an, motor bebek Honda
dari diimport built-in mentah-mentah begitu rupa dari Jepang. Melalui
kebijakan Penanaman Modal 1969, perusahaan multinasional Honda
tidak boleh mengimport motor yang telah jadi. Bila Honda ingin
menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasarnya, ia harus mendirikan
cabang perusahaan dan pabrik motornya itu di Indonesia.
UU No. 1969 juga mengatur bahwa bila perusahaan
multinasional mendirikan cabangnya di Indonesia, maka cabangnya itu
haruslah berbentuk perusahaan joint ventura (perusahaan patungan
dengan pengusaha nasional). Dalam kasus sepeda motor Honda,
perusahaan itu akhirnya membangun perusahaan ―baru‖ yang bernama
PT. Astra Honda Motor yang memiliki pabrik di Sunter, Jakarta Utara.
Honda berpatungan dan bekerja sama dengan William Soerjadjaja—
484
Pengayaan Materi Sejarah
485
Pengayaan Materi Sejarah
486
Pengayaan Materi Sejarah
2. Teknokrat-Teknolog
Di awal dekade 1970-an, sistem ekonomi Indonesia dianugerahi
boom minyak. Boom minyak merupakan terminologi metafor untuk
487
Pengayaan Materi Sejarah
488
Pengayaan Materi Sejarah
489
Pengayaan Materi Sejarah
490
Pengayaan Materi Sejarah
491
Pengayaan Materi Sejarah
492
Pengayaan Materi Sejarah
493
Pengayaan Materi Sejarah
494
Pengayaan Materi Sejarah
495
Pengayaan Materi Sejarah
496
Pengayaan Materi Sejarah
Tabel 6
Perkembangan Mekanisasi Pertanian di Indonesia
Persentase
Jenis Teknologi 1988 1989 1990 1991 1992
Kenaikan
Mesin Pengolah Lahan
1. Traktor Roda Dua 16.804 20.541 23.430 28.894 33.846 17,2
2. Traktor Roda 4.316 4.640 4.524 5.085 4.557 2,05
Empat
Jenis Pemberantasan 982.824 1.056.141 114.496 1.213.568 1.169.106 88,6
Jasad Pengganggu*
Mesin Pengolah Gabah 22.104 250.641 150.684 29.091 408.831 64,8
Keterangan:
*Terdiri atas Hand Spraver, Knapstok Molor Spayer, Power Spaxer, Swing Fog, dan
Emposon Tius
** Terdiri atas perontok padi, pembersih gabah, penyosoh beras, penggiling padi besar,
penggiling padi kecil, rice milling unit, dan englebreg
Diolah dari Biro Pusat Statistik 1973-1993 (Dikutip dari Sundjojo 1997)
Dulu sebelum masuknya berbagai tipe teknologi pertanian
tersebut, pilar ekonomi rumah tangga petani gurem dan buruh tani
adalah penghasilan suami dan istrinya. Setelah teknologi pertanian
merambah desa, keluarga tersebut kehilangan salah satu pilar
ekonominya. Seiring dengan itu, melalui huller terjadi pula pengalihan
surplus ekonomi ke petani kaya.
Ketiga, sedemikian besarnya fenomena penghilangan pekerjaan
tersebut, namun hal tersebut tidak sampai berujung pada pembentukan
polarisasi sosial. Yakni, ada petani yang kekayaannya dan tanahnya
makin luas, dan di pihak lain terdapat buruh tani tanpa tanah yang
hanya mengandalkan penghasilan dari menjual tenaganya. Menurut
Hayami dan Kikuchi, yang terjadi adalah kekayaan yang berjenjang. 62
Ada petani kaya yang memiliki tanah yang luas, petani bertanah agak
luas, bertanah sempit (petani gurem), dan buruh tani.
Terbentuknya kepemilikan tanah berjenjang ini—menurut
Hayami dan Kikuchi—menunjukkan bekerjanya faktor-faktor
kebudayaan desa. Betapapun rasionalnya seorang petani kaya, ia tetap
memperhatikan kultur pertanian yang hidup di pedesaan. Mereka
dituntut mendistribusikan penghasilan dan kekayaannya itu kepada
497
Pengayaan Materi Sejarah
petani gurem dan buruh tani. Perayaan desa, upacara keagamaan, atau
menyerap tenaga kerja yang berlebih (oleh Geertz disebut involusi
pertanian),63 adalah beberapa contoh mekanisme redistribusi tersebut.
Sekilas nampak bahwa mekanisme redistributif tersebut
merugikan petani kaya, karena kuatnya tekanan kultur kolektif
masyarakat pertanian desa. Akan tetapi bila dicermati lebih jauh,
mekanisme redistribusi tersebut sesungguhnya telah menjaga
keharmonisan desa, dan akhirnya membuat petani kaya tetap dapat
memperoleh surplus pertanian tersebut. Bila saja petani kaya tidak
mendistribusikan sebagian surplus ekonominya itu, atau ia
mengabaikan kultur tersebut, kemungkinan besar ia akan didesas-
desuskan oleh masyarakat lapis terbawah sebagai orang pelit. Ujungnya
ialah, ia akan sulit sekali mempekerjakan buruh tani untuk mengolah
sawahnya.64
Kiranya penting pula diulas konsep involusi pertanian dari Geertz
(1963/1983) yang menunjuk pada fenomena terserapnya sejumlah
pekerjaan pada lahan tertentu. Konsep ini dirumuskan di akhir tahun
1950-an, jauh sebelum terjadinya revolusi hijau, sebagai tekanan kultur
lokal untuk menyediakan pekerjaan bagi warga komunitas perdesaan.
Sebenarnya pekerjaan mengolah sawah dapat dikerjakan tiga orang.
Akan tetapi karena tiga orang tetangganya yang lain menganggur,
mereka akhirnya diikutsertakan dalam olah tani tersebut. Disebabkan
jumlah pekerja melebihi kapasitas sebenarnya, maka baik petani pemilik
maupun buruh tani sama-sama mendapat penghasilan yang lebih
sedikit. Petani pemilik harus mengeluarkan upah yang lebih banyak dari
pada yang semestinya. Sementara keenam petani tersebut tidak
mendapat upah sebesar bila dikerjakan hanya oleh tiga orang. Gejala ini
disebut oleh Geertz sebagai shared of poverty (kemiskinan yang
terbagi).
Keempat, revolusi hijau menguatkan sistem ekonomi uang dan
kian mengintegrasikan sistem ekonomi desa ke dalam sistem ekonomi
makro yang melingkupinya. Sebagian besar hasil pertanian
diperjualbelikan. Uang pun banyak yang mengalir ke pedesaan dan
semakin berfungsi sebagai penggerak kehidupan sehari-hari lokal,
menggantikan sistem barter, simbosis mutualisme, atau mekanisme
redistribusi yang lain. Hubungan sosial ekonomi desa dengan kota kian
menguat. Pada akhirnya, kota pun semakin mempesona di mata
498
Pengayaan Materi Sejarah
499
Pengayaan Materi Sejarah
500
Pengayaan Materi Sejarah
501
Pengayaan Materi Sejarah
502
Pengayaan Materi Sejarah
Tabel 8
Negara-negara Pemasok Suku Cadang Pesawat Terbang untuk IPTB
Nama Pemasok 1983 1984 1985
Amerika Serikat (1) US$ 178 ribu 1) US$ 119,4 2) US$ 235ribu
ribu
Spanyol 3) US$ 138 ribu 4) US$ 39,6 ribu 4) US$ 93 ribu
Jerman Barat 3. US$ 97,8 ribu 2) US$ 84,6 3) US$ 187 ribu
ribu
Inggris 4. US$ 80,6 ribu 4) US$ 66,4 1) US$ 627 ribu
ribu
Diolah dari Chaniago 1990: 67-68
Tabel 9
Kerja Sama IPTN dengan Perusahaan Multinasional
1976 1977 1980 1982
MBB Lisensi Aerospatille Lisensi Gener Partner Boeing (AS) Peningkatan
(Jerman pembua (Perancis) dua jenis al kerja untuk manajemen
Barat) tan helikopter Electri merawat IPTN
helikopt Puma c (AS) mesin-
er NBO- NAS-330 mesin
105 dan pesawat
Superpu IPTN.
ma NAS- Kemudian,
332 menjadi
Devisi
Perawatan
pada tahun
1983
Casa Lisensi Casa Mendirika Bill Pembuatan
(Spanyol) pembua (Spanyol n Helicopter Helikoper
tan perusaha Textron Inc Nbell-412
pesawa an (AS)
t patungan
komute Aircraft
r NC- Techology
212 Industries
yang
memprod
uksi CN-
235
MBB Pembuatan
helikoper
NBK-117
503
Pengayaan Materi Sejarah
Tabel 10
Perkembangan Tenaga Teknik/Konsultan Asing di IPTN 1981-1988
504
Pengayaan Materi Sejarah
505
Pengayaan Materi Sejarah
Tabel 11
Jumlah Tenaga Teknik/Konsultan Asing dan Masa Kontrak Kerja
di IPTN 1981-1988
No. Negara Asal Jumlah Personel Masa Kontrak (dalam
bulan)
1. Amerika 121 2.492
Serikat
2. Jerman Barat 54 1.344
3. Spanyol 38 690
4. Perancis 18 411
5. Belanda 5 59
6. Inggris 5 3
7. Jepang 1 *
*Tidak ada informasi lama kontrak
Diolah dari Chaniago 1990
Sewaktu Pemerintah Indonesia mengungkapkan niatnya bahwa
ingin membeli pesawat tempur, berbagai negara bersaing menawarkan
produk pesawat tempurnya. General Dynamic. perusahaan pembuat F-
16 harus bersaing keras dengan Mirage 2000 buatan Avios Marcel-
Dassault-Brequet Avialion (AMD-BA) Perancis. Baik AMD dan General
Dynamic berusaha menawarkan segala yang terbaik kepada Indonesia.
Perancis menawarkan offset 25%, imbal beli perdagangan (counter
trade) sebesar 80%, di samping menawarkan untuk membantu
Indonesia merancang dan mengembangkan pesawat tempurnya sendiri.
Sedangkan AS tidak memberikan penawaran dua yang terakhir. AS
hanya menawarkan offset sebesar 35%.
Hal yang tidak dilakukan oleh Pemerintah Perancis, bahwa AS
memanfaatkan kesamaan sistem militer dan kedekatan ikatan profesi
dengan Indonesia untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
sehingga Pemerintah Orde Baru akhirnya membeli F-16.67 Untuk
pembelian F-16 tersebut, Habibie memiliki alasan spesifik.
Menurutnya,68 faktor yang mempengaruhi pembelian F-16 adalah daya
tarik offsetnya yang 35%. Dengan begitu kedua belas F-16 yang
506
Pengayaan Materi Sejarah
507
Pengayaan Materi Sejarah
508
Pengayaan Materi Sejarah
509
Pengayaan Materi Sejarah
510
Pengayaan Materi Sejarah
511
Pengayaan Materi Sejarah
512
Pengayaan Materi Sejarah
513
Pengayaan Materi Sejarah
514
Pengayaan Materi Sejarah
7.9. Penutup
Rintisan penguasaan teknologi modern yang penuh liku dalam
sejarah masyarakat Indonesia mutakhir memang sudah sepantasnya
dilandasi etos patriotistik. Seperti terekspresikan dalam berbagai
ungkapan lisan maupun tulisan Habibie, penguasaan teknologi itu
didorong oleh hasrat ingin sepenuh-penuhnya dihargai sebagai manusia
yang setara, sederajat dengan bangsa-bangsa yang lain, sekaligus
antitesis stigma kolonial sebagai ―seperempat manusia‖. Begitulah yang
terjadi ketika empat gelombang anak muda Indonesia dilepas oleh
Menteri Pengajaran Muh. Yamin untuk belajar teknologi tinggi ke Eropa
di awal tahun 1950-an. Itu pula hasrat utama tatkala Koesnoto
Setyodiwiryo (sedikit biolog Indonesia lulusan Universitas Wageningen
Belanda) dan kawan-kawannya mendirikan Akademi Biologi di Ciawi
pada awal 1950-an, dan berujung kian berperan strategisnya biolog
Indonesia dalam mengelola Kabun Raya Bogor.82
Pun, etos yang sama telah menggerakkan Harsono dan kawan-
kawannya di Balai Percobaan Buah-buahan Pasar Minggu Jakarta,
sehingga Balai itu berperan mempercepat kawasan selatan Jakarta
sebagai penghasil buah-buahan utama hingga awal tahun 1970-an.83
Juga hasrat yang sama menjadi pendorong Sediyatmo menemukan
teknologi Cakar Ayam. Ia tidak ingin menanggung malu bila Asian
Games gagal, karena tidak adanya pasokan listrik ke Senayan bila gardu
listrik di Ancol gagal dibangun.
Dalam fungsinya sebagai pendorong fenomena deteritorialisasi,
penerapan teknologi di Indonesia telah menjadi fondasi utama
globalisasi. Teknologi telekomunikasi seluler yang kemudian berpadu
dengan teknologi internet, jaringan jalan tol yang kian terhubung dan
makin panjang, dan fenomena menguatnya industri pesawat terbang
komersial, telah menjadi faktor pendorong meluasnya fenomena
deteritorialisasi di banyak warga Indonesia. Begitu pula, globalisasi
sebagai meluasnya aktivitas ekonomi lintas-negara, juga telah
melahirkan adopsi teknologi di sebagian anak bangsa—sebagaimana
515
Pengayaan Materi Sejarah
Asep Suryana
516
Pengayaan Materi Sejarah
Catatan Akhir :
1
Lihat tulisan Mas Marco Kartidokromo dalam Doenia Bergerak vol. 1 no. 2 (1915):
5-6, dikutip dari Rudolf Mràzek, Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi
dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, terjemahan Hermojo, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2006 [2002], hal. 21.
2
Untuk memperlihakan perlawanan Mas Marco Kartodikromo terhadap stigma
seperempat manusia, lihat Takashi Shirashi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat
di Jawa 1912-1926, penerjemah Hilmad Farid, Jakarta: Pustaka Utama, 1997 [1990],
hlm. 107-122, utamanya hlm. 115-116. Mengenai gambaran secara keseluruhan
semangat perlawanan tokoh pergerakan nasional terhadap stigma kolonial
seperempat manusia di atas, lihat Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas,
Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011,
hlm. 237-246.
3
Lihat Mata Najwa 5 Februari 2014, diakses dari www. youtube.com dengan kata
kunci Mata Najwa-Habibie Hari ini, diakses 1 Mei 2015. Lihat juga Lihat Bacharudin
Jusuf Habibie, Habibie dan Ainun, Jakarta: THC Mandiri, 2010, hlm. 162.
4
Lihat Bacharudin Jusuf Habibie, Habibie dan Ainun, hlm. 162-172. Lihat juga
Fachmy Casofa, Habibie: Tak Boleh Lelah dan Kalah, Jakarta: Tiga Serangkai, 2014,
hlm. 3-10. Habibie selalu menekankan spirit nasionalistik dan pemanusiaan orang
Indonesia dalam ceramah-ceramahnya dalam soal penguasaan teknologi
dirgantara, khususnya kepada kalangan muda. Untuk contoh apresiasi pandangan
kaum muda yang berbeda generasi dengan Habibie dan tercerahkan oleh ceramah
Habibie, lihat Fazrah Lillah Rizki Heryanda, “Pesan Eyang Habibie untuk Sang Cucu”,
m.kompasiana.com/post/read/502168/1/pesan-eyang-habibie-untuk-sang-
cucu.html, diakses 1 Mei 2015.
5
Andi Makmur Makka (Editor), Jejak Pemikiran B.J. Habibie: Peradaban Teknologi
untuk Kemandirian Bangsa, Bandung: Mizan, 2010, hlm. 208.
6
Andi Makmur Makka (Editor), Ibid., hlm. 289-295. Lihat juga B.J. Habibie, Ilmu
Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan Bangsa: Menuju Dimensi Baru
Pembangunan Indonesia, Jakarta: Cidesindo, 1995.
7
Julious Pour, dkk, Presiden-presiden Republik Indonesia 1945-2014, Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebuayaan Republik Inonesia, 2014, hlm. 126.
8
Lihat kesaksian Fazrah ketika ia mendengarkan ceramah Habibie di Dies Natalis
ITS ke-52, Fazrah Lillah Rizki Heryanda, “Pesan Eyang Habibie untuk Sang Cucu”,
517
Pengayaan Materi Sejarah
m.kompasiana.com/post/read/502168/1/pesan-eyang-habibie-untuk-sang-
cucu.html, diakses 1 Mei 2015.
9
Untuk analisis tentang pembentukan konsep diri Habibie tersebut, lihat Julious
Pour, dkk. Op. Cit, hlm. 126-137.
10
Lihat Majalah Tempo, 18-24 Agustus 2014.
11
Rudolf Mràzek, Op. Cit.
12
Andrew Goss, Belenggu Ilmuwan dan Pengetahuan: dari Hindia Belanda sampai
Orde Baru, terjemahan Agung Sedayu dan Tasha Agrippina, Depok: Komunitas
Bambu, 2014 [2011], hlm. 55-93. Lihat juga Andrew Goss, “Decent Colonialism?
Pure Science and Colonial Ideology in the Netherlands East Indies, 1910-1929”,
Journal of Southeast Asia Studies 40.1 (February 2009): 187-214.
13
Secara garis besar terdapat dua definisi konseptual globalisasi, yang keduanya
pun sama-sama digerakan oleh teknologi. Pertama, globalisasi dalam wujud paling
mutakhir, sebagai fenomena deteritorialisasi dan menjadi pijakan konseptual
artikel ini. Kedua, ialah globalisasi sebagai fenomena interkoneksi atau
keterhubungan sosial ekonomi dan budaya. Tentu saja keterhubungan tersebut
bertumpu pada teknologi, bahkan teknologi berperan sentral. Keterhubungan darat
misalnya, jelas membutuhkan jalur jalan dan kereta roda. Begitu pula
keterhubungan lewat jalur laut—yang banyak menjadi fokus studi “globalisasi”
dalam kajian ilmu sejarah—membutuhkan sistem perkapalan dan sistem navigasi
pelayaran, dari sistem teknologi kapal layar, navigasi bintang, ditemukannya
kompas, kapal uap, hingga kapal yang lebih modern. Kiranya studi studi Denys
Lombard dapat menjadi ilustrasi globalisasi sebagai keterhubungan sosial ekonomi
dan budaya lewat pelayaran beserta implikasi internasional dan lokalnya. Lombard
memperlihakan adanya empat pola interkoneksi yang saling bersilangan dan
berwatak kosmopolit di ulau Jawa. Keempatnya ialah keterhubungan dengan Barat,
Islam, Cina, dan India. Lihat Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Bagian I:
Batas-Batas Pembaratan, alih bahasa Winarsih Partaningrat Arifin dkk, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2000 [1990). Lihat juga Karya Lombard Jilid kedua dan
ketiga yang ada di Daftar Pustaka.
14
Lihat Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008, hlm. 1654.
15
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, Jakarta: Rajawali, 1985, hlm. 507.
16
Stephen K. Sanderson, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas
Sosial, terjemahan Farid Wajidi dan S. Menno, Jakarta: Rajawali Press, 1993, hlm.
637.
518
Pengayaan Materi Sejarah
17
Webster’s New World Encyclopedia, New York: Prantice-Hall, 1992.
18
Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 507-508.
19
Untuk memahami bentuk-bentuk teknologi individual di masyarakat awal
kepulauan Nusantara beserta kondisi sosial ekonomi yang melingkupinya baik
periode berburu dan meramu maupun masa perundagian awal, lihat Sartono
Kartodirdjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia I, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1975. Lihat juga Peter Bellwood, Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia,
edisi revisi, alih bahasa T.W. Kamil, Jakarta Gramedia Pustaka, [1985] 2000; dan Ina
E. Slamet-Velsink, Emerging Hierarchies: Processes of Stratification and Early State
Formation in the Indonesian Archipelago (Preshistory and the Ethnografic Persent),
Leiden: KITLV Press, 1995.
20
Ahmad Y. Al-Hassan dan Donald R. Hill, Teknologi dalam Sejarah Islam,
penerjemah Yuliani Liputo, Bandung: Penerbit Mizan, 1993.
21
B.J. Habibie, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan Bangsa, hlm. 42.
22
B.J. Habibie, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan Bangsa.
23
Filino Harahap, “Teknologi Tepat Bagi Pembangunan”, Prisma No. 5 Agustus
1972, hlm. 58.
24
Lihat Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, “Multinational Corporation dan Proses
Industrialisasi Kita”, Prisma No. 5 Agustus 1972, hlm. 45-57. Lihat juga K. Gunadi,
“Industri, Modal Asing, dan Kesempatan Kerdja, Prisma No. 5 Agustus 1972, hlm.
36-44.
25
Sarbini Sumawinata, “Perspektif Pembangunan Djangka Pandjang: Beberapa
Gagasan Strategis Sampai Tahun 2000”, Prisma No. 5 Agustus 1972, hlm. 3-21.
26
Ibid, hlm. 13-14.
27
Lihat argumen sama yang dikemukakan oleh M. Dawam Rahardjo, “Teknologi
Tepat Guna bagi Industri Pedesaan”, dalam Prisma No. 6 Juni, Jakarta: LP3ES, 1979,
hlm. 35-49; dan Muhammadi Siswosoedarmo, ”Strategi Pembangunan Daerah
Pedesaan dan Kebutuhan Pengembangan Teknologi Tepat Guna”, dalam Prisma
No. 6 Juni, Jakarta: LP3ES, 1979, hlm. 26-34.
28
Muhammadi Siswosoedarmo, ”Strategi Pembangunan Daerah Pedesaan dan
Kebutuhan Pengembangan Teknologi Tepat Guna”, dalam Prisma No. 6 Juni,
Jakarta: LP3ES, 1979, hlm. 26-34.
29
Ibid.
519
Pengayaan Materi Sejarah
30
Menarik dicermati periodesasi atau pembabakan perkembangan teknologi
prasejarah Indonesia dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid I yang diketuai
Sartono Kartodirdjo. Buku yang terbit tahun 1975 tersebut dan buku pertama yang
mendeskripsikan secara detil zaman prasejarah nasional dari sudut Indonesiano-
sentris, diperiodesasikan sebagai (1) Masa Berburu dan Mengumpul Makanan
Tingkat Sederhana, (2) Masa Berburu dan Mengumpul Makanan Tingkat Lanjut, (3)
Masa Bercocok Tanam, dan (4) Masa Perundagian. Meski pada masa bercocok
tanam, masyarakat prasejarah Indonesia telah menetap, namun semua alat dan
perkakas yang digunakan saat itu masih terbuat dari batu. Baru pada masa
Perundagian, alat-alata tersebut terbuat dari perunggu dan besi. Untuk informasi
tentang kondisi teknologi prasejarah Indonesia itu lihat Sartono Kartodirdjo,
Sejarah Nasional Indonesia Jilid I, hlm. 77-259.
31
Peter Bellwood, Op. Cit., hlm. 298-311; dan Ina E. Slamet-Velsink, Op. Cit., hlm.
50-56. Lihat juga Sugeng Prakoso, Model Asal Mula Produksi Pangan di Indonesia,
Depok: Skripsi Sarjana Program Studi Arkeologi Universitas Indonesia, 1998.
32
Lihat Djoko Marihandono, “Mendekonstruksi Mitos Jalan Cadas Pangeran 1808:
Komparasi Sejarah dan Tradisi Lisan”, Makalah 70 Tahun Prof. Dr. RZ. Leirissa,
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 29-30 April 2008. Lihat juga Djoko
Marihandono, Sentralisme Kekuasaan Pemerintahan Herman Willem Deandels
1808-1810: Penerapan Instruksi Napoleon Bonaparte, Disertasi Departemen
Sejarah Fakuktas Ilmu Budaya Universitas Indonesia 2005.
33
Penting ditekankan pengertian revolusi yang dilekatkan pada penggunaan
teknologi baru ini. Pelekatan terminologi revolusi ini pertama kalinya dikemukakan
oleh Blanqui (1837) dan Friedrich Engels (1845) untuk melukiskan perubahan-
perubahan sosial yang radikal akibat ditemukannya teknik-teknik industri baru di
Inggris pada akhir abad ke-18. Perubahan-perubahan itu terjadi secara cepat,
mendasar, dan dalam skala yang luas, sebagai implikasi sosial ekonomi penggunaan
teknik-teknik dan alat-alat baru dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat Barat
pada waktu itu. Lihat Laeyendecker, Tata, Perubahan, dan Ketimpangan: Suatu
Pengantar Sejarah Sosiologi, alihbahasa Samekto, Jakarta: Gramedia, 1983, hlm.
33.
34
Sebelum revolusi industri, ilmu pengetahuan merupakan kesenangan pribadi
orang kaya yang memiliki banyak waktu luang. Kegunaan praktisnya nyaris tidak
disentuh, malah kemungkinan besar sama sekali diabaikan. Konon ketika seorang
murid Ariestoteles menanyakan manfaat praktis matematika. Filosof legendaris
tersebut tersinggung dan marah besar. Ia mengusir muridnya itu. Lihat B. Paul
520
Pengayaan Materi Sejarah
Horton dan L. Chester Hunt, Sosiologi Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 1987, hlm. 354-
356.
35
Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan: Kumpulan Karangan, Jakarta:
LP3ES, 1987, hlm 3.
36
Erlinda Muslim, Rahmat Nurcahyo, Aziz Priyanto, Nanda Prasetya,
Niftahuljannah, “Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia”, Jurnal Manajemen
Teknologi Volume 9 Nomor 1 2010, hlm. 37.
37
Dikutip dari Ibid, hlm. 37.
38
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Profil Pengguna Internet
Indonesia 2012, Jakarta: MarkPlus, 2013, hlm. viii.
39
Ibid, hlm. ix.
40
Marwah Daud Ibrahim, “Planning and Development of Indonesia’s Domestic
Communications Satellite System Palapa”. Online Journal of Space Communication
Issue 8: Regional Development: Indonesia. Fall, 2004, hlm. 22.
41
Ibid, hal. 22-23.
42
Ibid, hlm. 24.
43
Satrio Arismunandar, “Bisnis Telekomunikasi di Indonesia: Prospek dan
Tantangan”, 2001, www.academia.edu, diakses, 1 Mei 2015.
44
Kompas. “Ketua Bappenas Ginandjar Kartasasmita: Pengembangan Teknologi
Tinggi Paralel dengan ‘Broad-Based Tech”, 7 Juni 1993, hlm. 1.
45
Lihat David Hughes, The Indonesian Cargo Sailing Vessels and the Problem of
Technology Choise for Sea Transport in a Developing Country: A Study of
Consequences of Perahu Motorization Policy in the Context of the Economic
Regulation of Inter Island Shiping, PhD Thesis Departemen of Maritime Studies,
University of Wales, 1984.
46
Dikutip dari Henry Sitorus, Teknologi Tangkap Ikan dan Perubahan Struktur Sosial
Ekonomi Nelayan di Kecamatan Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera
Utara, Depok: Tesis Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Indonesia, 1997.
47
Dhian Theresia Kenanga, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usaha Perikanan
Tangkap dengan Kapal Motor (Studi Kasus di Kota Bitung Sulawesi Utara 2012).
Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya, 2013.
521
Pengayaan Materi Sejarah
48
Ali Hadara, “Dinamika Pelayaran Tradisiosnal Orang Buton Kepuluan Tukang
Besi”, Makalah Konferensi Nasional Sejarah VIII, Jakarta, 14-17 November 2006.
49
Bagong Suyanto, “Mekanisme Survival, Identifikasi Kebutuhan dan
Pemberdayaan Nelayan Miskin dalam Masa Kritis Akibat Kenaikan Harga BBM”,
Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik Vol. 24. No. 1 Januari-Maret 2011, hlm.
74-83. Lihat juga Awaluddin Hamzah, “Transformasi Moda Produksi Masyarakat
Pesisir: Studi Kasus Nelayan Bajo di Desa Latawe Kabupaten Muna”, Jurnal Agriplus
Vol. 22 No. 1 2013, hlm. 65-71.
50
Kamus Bahasa Indonesia, Op. Cit., hlm. 1654.
51
Mohtar Mas’oed, Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971, Jakarta:
LP3ES, 1989.
52
Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-
1980, Jakarta: LP3ES, 1991.
53
Untuk informasi industri logam di Tegal, lihat Tulus Tambunan, “Do Multinational
Companies Transfer Technology to Local Small and Medium-Sized Enterprises? The
Case of the Tegal Metalworking Industry Cluster in Indonesia”, dalam Eric Rugraff
dan Micheal W. Hansen (Eds.), Multinational Corporation and Local Firm in
Emerging Economies, Amsterdam: Amsterdam University Press. 2011, hlm. 75-100.
54
Koentjaraningrat, “Masyarakat Desa di Selatan Jakarta”, Masyarakat Indonesia:
Seri Monografi No. 1, Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1975.
55
Koentjaraningrat, 1975. Lihat juga Koentjaraningrat, "Ciracas dan Cilangkap, Dua
Desa di Pasar Rebo, Selatan Jakarta", dalam Koentjaraningrat (editor), Masyarakat
Desa di Indonesia, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1984, hlm. 377-456; dan Asep Suryana, Pasar Minggu Tempo Doeloe:
Dinamika Sosial Ekonomi Petani Buah 1921-1966, Jakarta: LIPI Press, 2012, hlm.
129-162.
56
Nanu Sundjojo, Perubahan Aktivitas Gotong-Royong pada Masyarakat Desa:
Kasus Desa Pasir Panjang Tasikmalaya Jawa Barat, Depok: Skripsi Program Studi
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia, 1997.
57
M. Dawam. Rahardjo, “Politik Pangan dan Industri Pangan di Indonesia”, Prisma
No. 5 tahun XXII, Jakarta: LP3ES, hlm. 13-18.
58
Lihat Bacharudin Jusuf Habibie, Habibie dan Ainun, hlm. 78-89.
59
G. Dwipayana dan Ramadhan KH., Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya,
Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada, 1989.
60
Lihat Majalah Tempo, 18-24 Agustus 2014.
522
Pengayaan Materi Sejarah
61
Habibie dan Ainun, hlm. 37-44.
62
Yujiro Hayami dan Masao Kikuchi, Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan
Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia, terjemahan Zahara Dalier
Noer, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987 [1981].
63
Clifford Geertz, “Agricultural Involution”, dalam Hans-Dieter Evers (Editors),
Sociology of South-East Asia: Readings on Social Change and Development, Kuala
Lumpur: Oxford University Press, 1980, hlm. 200-208. Untuk lengkapnya lihat juga
Clifford Geertz, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta:
Bharata Karya Aksara, 1983 [1963].
64
James C. Scott, Senjatanya Orang-orang yang Kalah: Bentuk-bentuk Perlawanan
Sehari-hari Kaum Tani, terjemahan A. Rahman Zaenudin, Sayogyo, dan Mien
Joebhar, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000 [1985].
65
Rohman Achwan, “Revolusi Hijau”, dalam Jurnal Masyarakat No. 2 1990, hlm. 10-
20.
66
B.J. Habibie, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan Bangsa, 1995, hlm.
291.
67
Andrinof A Chaniago, ”Pengalihan Teknologi, Peranan Amerika Serikat dan Kasus
IPTN”. Prisma No. 8 Tahun XIX, Jakarta: LP3ES, 1990, hlm 59-71.
68
Habibie, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan Bangsa, hlm. 302.
69
Fran Tonkiss, Contemporary Economic Sociology: Globalisation, Production,
Inequality, London: Routledge, 2006, hlm. 4-9.
70
Ibid.
71
Ibid.
72
Pieter Kuin (Penyunting), Perusahaan Trans Nasional, penerjemah S. Maimun,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan PT. Gramedia, 1987
73
Ibid, hlm. 8.
74
Rudolf Mràzek, Op. Cit., hlm. 3-60
75
Lihat Andrew Goss, Op. Cit., 2014 [2011], hlm. 55-93. Lihat juga Andrew Goss,
“Decent Colonialism?..”, Loc. Cit., 187-214.
76
Cindy Adam, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, terjemahan
Syamsul Hadi, Yogyakarta: Media Presindo dan Yayasan Bung Karno, 2014 [1965],
hlm. 80.
523
Pengayaan Materi Sejarah
77
Lihat Terutomo Ozawa, “Perusahaan Transnasional Jepang: Jangan Panik”, dalam
Pieter Kuin (Penyunting), Perusahaan Trans Nasional, penerjemah S. Maimun,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan PT. Gramedia, 1987, hlm. 56-58.
78
Lawrence G. Franko, “Rahasia Pangkalan yang Kuat”, dalam Pieter Kuin
(Penyunting), Ibid, hlm. 58-65.
79
Seluruh informasi yang berkaitan dengan riwayat hidup Gobel diambil dari
Ramadhan KH., Gobel: Pelopor Industri Elektronika Indonesia dengan Falsafah
Usaha Pohon Pisang, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994, hlm, 98, 117-121.
80
Ramadhan KH, Gobel..., hlm. 95-99.
81
Ibid, hlm. 213-231.
82
Andres Goss, Belenggu, Op. Cit., hlm. 243-286.
83
Asep Suryana, Op. Cit., hlm. 129-162.
84
Lihat Ramadhan KH., Gobel, Op. Cit., hlm, 98, 117-121. Bandingkan dengan
perjalanan bisnis Liem Sioe Liong dalam Eddy Soetriyono, Kisah Sukses Liem Sioe
Liong, Jakarta: Indomedia, 1989, khususnya hlm. 1-43.
85
Tulus Tambunan, Op. Cit., hlm. 75-100
524
Pengayaan Materi Sejarah
Daftar Pustaka
525
Pengayaan Materi Sejarah
526
Pengayaan Materi Sejarah
David Rees, 1968 . The Age of Containment, The Cold War (London,
1968
Denny J.A. 2006. Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesia.
Yogyakarta: LKiS.
Departemen Penerangan, Susunan Kabinet Republik Indonesia 1945-
1970, Jakarta: Pradnja Paramita, 1971.
Departemen Pertahanan Keamanan, Doktrin Kekaryaan ABRI, Jakarta:
Departemen Pertahanan Keamanan, 1975.
Departemen Pertanian. 1994. Presiden Soeharto dan Pembangunan
Pertanian. Jakarta: PT Citra Media Persada.
Diah, B. M. ,Meluruskan Sejarah, Jakarta: PT. Merdeka Press, 1987.
Dijk, C. Van. Darul Islam: Sebuah Pemberontakan. (Terj, Pustaka Utama
Grafiti). Jakarta: Pustaka Utama Grafitipers, 1987.
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI,
2007.ASEAN Selayang Pandang.Jakarta : Departemen Luar
Negeri RI
Djalal, Hasjim. “Deklarasi Djuanda dalam Perspektif Sejarah”. dalam
Kasijanto Sastrodinomo (ed.) 50 Tahun Deklarasi Djuanda:
Sejarah Kewilayahan Indonesia. (Kumpulan Makalah), Jakarta:
Direktorat Geografi, Direktorat Sejarah dan Purbakala
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007.
Djamhari, A, Saleh, et,al. , Sejarah Surat Perintah 11 Maret 1966,
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional, 1986.
Djamhari, A. Saleh, Memoar Jenderal (Pur) Soemitro, Jakarta: PT Sinar
Cakra Sakti, 1998.
Dwipayana G. Ramadhan K. H, Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan
Saya, Otobiografi, Jakarta, PT Citra Lamtoro Gung Persada,
1989.
Dwipayana, G. dan Ramadhan KH. 1989. Soeharto: Pikiran, Ucapan,
dan Tindakan Saya. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada.
527
Pengayaan Materi Sejarah
528
Pengayaan Materi Sejarah
529
Pengayaan Materi Sejarah
530
Pengayaan Materi Sejarah
531
Pengayaan Materi Sejarah
532
Pengayaan Materi Sejarah
533
Pengayaan Materi Sejarah
534
Pengayaan Materi Sejarah
535
Pengayaan Materi Sejarah
536
Pengayaan Materi Sejarah
537
Pengayaan Materi Sejarah
538
Pengayaan Materi Sejarah
539
Pengayaan Materi Sejarah
540
Pengayaan Materi Sejarah
Surat Kabar
Angkatan Bersendjata, 11 Maret 1966.
Angkatan Bersendjata, 12 Maret 1966.
Angkatan Bersendjata, 14 Februari 1966.
Angkatan Bersendjata, 17 Januari 1966.
Angkatan Bersendjata, 18 Februari 1966.
Angkatan Bersendjata, 18 Januari 1966.
Angkatan Bersendjata, 19 Januari 1966.
541
Pengayaan Materi Sejarah
542