Anda di halaman 1dari 19

Sejarah

Asal kata kebaya berasal dari kata arab abaya yang berarti pakaian, namun versi lain
menyebut berasal dari kata "Kebyak" atau "Mbayak" dari masyarakat Jawa. Ada pendapat
yang menyatakan kebaya berasal dari China. Lalu menyebar ke Malaka, Jawa, Bali,
Sumatera, dan Sulawesi. Setelah akulturasi yang berlangsung ratusan tahun, pakaian itu
diterima di budaya dan norma setempat. Namun ada juga pendapat bahwa kebaya memang
asli dari Indonesia. Karena pakaian asli China adalah Cheongsam yang berbeda dari kebaya.
Bentuk paling awal dari kebaya berasal dari Keraton Majapahit[1] yang dikenakan para
permaisuri atau selir raja. sebagai sarana untuk memadukan perempuan Kemban yang ada,
tubuh bungkus dari perempuan aristokrat menjadi lebih sederhana dan dapat diterima oleh
yang baru memeluk agama Islam. Aceh, Riau dan Johor dan Sumatera Utara mengadopsi
gaya kebaya Jawa sebagai sarana ekspresi sosial status dengan penguasa Jawa yang lebih alus
atau halus. Nama kebaya sebagai pakaian tertentu telah dicatat oleh Portugal saat mendarat di
Jawa. Kebaya Jawa seperti yang ada sekarang telah dicatat oleh Thomas Stamford Bingley
Raffles di 1817, sebagai sutra, brokat dan beludru, dengan pembukaan pusat dari blus diikat
oleh bros, bukan tombol dan tombol-lubang di atas batang tubuh bungkus kemben, yang kain
(dan pisahkan bungkus kain beberapa meter panjang keliru diberi istilah 'sarung di Inggris
(sarung (aksen Malaysia: sarung) dijahit untuk membentuk tabung, seperti pakaian Barat).[2][3]

Variasi Kebaya
Sekitar tahun 1500-1600, di Pulau Jawa, kebaya adalah pakaian yang hanya dikenakan
keluarga kerajaan Jawa. Kebaya juga menjadi pakaian yang dikenakan keluarga Kesultanan
Cirebon, Kesultanan Mataram dan penerusnya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Selama masa kendali Belanda di pulau itu, wanita-wanita Eropa mulai mengenakan kebaya
sebagai pakaian resmi. Selama masa ini, kebaya diubah dari hanya menggunakan barang
tenunan mori menggunakan sutera dengan sulaman warna-warni. Pakaian yang mirip yang
disebut "nyonya kebaya" diciptakan pertama kali oleh orang-orang Peranakan dari Melaka.
Mereka mengenakannya dengan sarung dan sepatu cantik bermanik-manik yang disebut
"kasut manek". Kini, nyonya kebaya sedang mengalami pembaharuan, dan juga terkenal di
antara wanita non-Asia. Variasi kebaya yang lain juga digunakan keturunan Tionghoa
Indonesia di Cirebon, Pekalongan, Semarang, Lasem, Tuban dan Surabaya.

Kebaya dan Politik


Penggunaan kebaya juga memainkan peran politik yang cukup penting. Kebaya telah
dinyatakan sebagai busana nasional Indonesia[4] meskipun ada kritik bahwa kebaya hanya
digunakan secara luas di Jawa dan Bali. Kebaya sebenarnya juga ditemukan di Sumatera,
Sulawesi dan NTT dengan corak daerah. Tokoh politik seperti Kartini memakai kebaya. Dan
peringatan hari Kartini dilakukan dengan menggunakan kebaya. Para istri Presiden RI mulai
dari Soekarno dan Soeharto menggunakan kebaya di berbagai kesempatan.

Penggunaan Kebaya Masa Kini


Kebaya pada masa sekarang telah mengalami berbagai perubahan desain. Kebaya digunakan
sebagai seragam resmi pramugari Singapore Airlines, Malaysia Airlines dan Garuda
Indonesia.[5] Sejumlah perancang yang turut menciptakan desain baru kebaya diantaranya
adalah Anne Avantie dan Adjie Notonegoro.

Jakarta, CNN Indonesia -- Kebaya berpasangan dengan kain atau sarung sudah menjadi pakaian
nasional kaum perempuan Indonesia. Meski lebih sering dipakai pada acara-acara resmi, kebaya juga
mengalami berbagai perubahan seiring zaman.

Dari sepotong busana tradisional dengan ciri-ciri desain berkerah setali istilahnya bersurawe
atau lipatan sampai dada, belahan penutup pada bagian muka baik langsung maupun menggunakan
bef dengan peniti atau kancing, serta berlengan panjang dengan bagian pergelangan tangan melebar
atau menyempit, busana ini terus menghadapi modernisasi.

Sebutlah nama-nama besar perancang tanah air seperti, Anne Avantie, Biyan, Ramli, Ferry Sunarto,
Raden Sirait, Adjie Notonegoro, dan Marga Alam. Mereka adalah para jenius kreatif yang tercuri
perhatiannya melakukan inovasi kebaya.

Salah satu jenis kebaya yang lumayan klasik adalah kebaya dengan bef atau kutubaru. Kutubaru
adalah secarik kain yang menghubungkan lipatan kebaya di bagian dada. Kita mengenal sebagian
besar ibu negara kita sebagai pengguna kebaya berkutubaru. Mulai dari Ibu Tien Soeharto, Ibu Ani
Yudhoyono, juga Megawati Sukarnoputri.

Desainer Anne Avantie terkesan dengan kebaya kutubaru yang mewakili kebersahajaan yang
memesona. Kebaya kutubaru adalah inspirasi pertama yang menggugahnya untuk segera terjun ke
dalam dunia rancang kebaya modern.

Bentuknya yang khas, memiliki gier/ bef/ kutubaru (lapisan tengah berbentuk segi empat di muka
kebaya) menyalakan semangat kreativitas.

Kebaya kutubaru biasanya berkolaborasi dengan korset, long torso, atau kamisol. Dengan kancing
pengait yang terbuat dari benang (kutubaru), ciri klasik kebaya ini bagi Anne menyiratkan
keanggunan hakiki seorang perempuan.

Perempuan pedagang di pasar, perempuan terdidik yang sangat intelek, dan perempuan ningrat
yang duduk dalam singgasana agung keraton menyukai potongan kebaya ini, kata perempuan yang
akrab disapa Bunda Anne itu saat ditemui CNN Indonesia di Butik Anne Avantie, Mall Grand
Indonesia, Jakarta Pusat (30/8).

Efek sensualitasnya sangat kuat dan mencirikan citra feminin. Anne mengatakan, di banyak
kesempatan resmi pemerintahan, kaum perempuan yang menggunakan kebaya kutubaru sebagai
seragam yang paling tepat karena sifatnya yang universal.

Kebaya merupakan busana yang umumnya dikenal diseluruh Indonesia, tetapi kebaya identik dipakai
oleh perempuan-perempuan Jawa. Perempuan Jawa mengenakan kebaya pendek dengan tambahan
bahan berbentuk persegi panjang di bagian penutup depan (bef/ kutubaru). Berlengan panjang
dengan bagian pergelangan tangan tidak terlalu lebar.

Pemakaiannya dikombinasikan dengan sebuah batik ber-wiron (berlipat-lipat) yang ditempatkan


tengah dengan cara melilitkan kain tersebut melingkari badan dari kiri ke kanan.

Sebenarnya asal mula bef adalah dari kemben yang dipakai di dalam kebaya, dimana kebaya
dibiarkan terbuka tanpa dikancingkan. Tetapi karena kepraktisan dan nilai estetis maka kemben
sudah tidak dipakai lagi digantikan fungsinya dengan bef. Sebagai pelengkapnya biasanya digunakan
selendang batik.

****

Busana nasional yang berasal dari desain kebaya Jawa merupakan keterlibatan dominasi serta
hegenomi budaya Jawa terhadap dua ratus suku di Indonesia. Kebaya tersebut dikembangkan dari
persamaan pola dasar yang memiliki hampir sebagian besar busana daerah.

Pada zaman kolonial, kain kebaya dapat menunjukkan perbedaan kelas sosial perempuan dari
berbagai kalangan. Perempuan Belanda pun mengenakan kebaya dengan motif-motif yang berbeda
dari yang dipakai oleh perempuan Jawa.

Kaum ningrat mengenakan batik tulis dengan kebaya berbahan sutra, beludru, atau brokat.
Sementara, kalangan biasa mengenakan batik dan kebaya buatan pabrik.

Kebaya dapat membedakan perempuan ke dalam kotak-kotak sosial mereka yang sudah baku.
Memberikan indikasi kelompok etnis, pekerjaan dan status sosial dari laki-laki yang menjadi bapak
atau suami mereka.

Setelah Indonesia merdeka, kain kebaya mempunyai makna dan manifestasi berbeda. Di era revolusi
ia merupakan lambang identitas pribumi, maka dalam era Soekarno saat Indonesia sedang
membangun, kebaya terkait identitas nasional.

Kebaya menjadi ciri khas Indonesia sejak dicanangkannya kebaya dan batik sebagai pakaian nasional
oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1968. Kebaya pada saat itu lebih dititikberatkan pada
kesan resmi.

ISIGOOD.COM] Kamu mungkin sudah tidak asing dengan istilah paes ageng. Paes ageng
adalah riasan adat tradisional Jawa yang biasa dikenakan oleh sepasang pengantin. Paes
ageng bukan sembarang riasan, ia memiliki makna yang sangat mendalam. Bahkan konon,
perias paes ageng harus melakukan puasa sebelum melakukan tugasnya. Tujuan utamanya
adalah untuk membersihkan jiwa dan menguatkan batin agar dapat melaksanakan tugas
dengan baik dan terhindar dari petaka. Ini dipercaya dapat membuat pengantin terlihat
semakin cantik dan bercahaya.

Ada dua jenis paes, yaitu Paes Solo dan Paes Jogja. Keduanya memiliki khas masing-masing
dan makna yang berbeda. Artikel ini kemudian akan fokus untuk membicarakan tentang Paes
Ageng Jogja. Pada zaman dulu, busana dan tata rias paes ageng Jogja hanya boleh dikenakan
oleh kerabat raja. Baru pada masa Sultan HB IX dengan prinsipnya tahta untuk rakyat
tahun 1940, masyarakat umum diijinkan memakai busana ini dalam upacara pernikahan.
Maka mulai tahun inilah riasan paes ageng mulai banyak digunakan.

Nah, tapi tahukah kamu bahwa setiap atribut dalam riasan paes ageng memiliki makna yang
mendalam? Untuk wanita, paes ageng mengandung unsur doa, panduan dan tuntunan terkait
bagaimana menjadi seorang perempuan yang semestinya. Penasaran? IsiGood merangkum
makna dari riasan paes ageng sebagai berikut:
Cunduk Mentul
Paes ageng Jogja (1.bp.blogspot.com)

Cunduk mentul adalah atribut yang letaknya di kepala yang menjulang tinggi ke atas.
Cunduk mentul biasanya terdiri dari 5 sampai 7 bulatan. Namun sebenarnya cunduk mentul
dapat berjumlah 1, 3, 5, atau 9. Cunduk mentul yang jumlahnya satu sebagai simbol atas
keesaan Tuhan. Berjumlah tiga sebagai simbol trimurti. Jika berjumlah 5, adalah simbol
rukun Islam. Jika berjumlah 7 sebagai simbol pertolongan karena tujuh dalam bahasa jawa
adalah pitu yang dipercaya sebagai simbol pitulungan. Terbanyak berjumlah 9, sebagai
simbol walisongo. Selain itu, cunduk mentul seharusnya dipasang menghadap belakang.
Sebagai simbol bahwa perempuan harus cantik saat terlihat dari depan maupun belakang.

Gunungan

Gunungan dalam paes ageng (ecs7.tokopedia.net)

Gunungan juga diletakkan di kepala dan berbentuk seperti gunung. Kenapa berbentuk
gunung? Karena gunung dipercaya oleh masyarakat terdahulu sebagai tempat yang sakral dan
tempat bernaungnya para dewa. Simbol ini diletakkan di kepala perempuan menandakan
bahwa perempuan harus juga dihormati oleh suaminya.
Centhung

Cethung (ecs7.tokopedia.net)

Centhung berbentuk seperti gerbang sebanyak dua yang terpasang di sisi kanan dan kiri. Ini
adalah simbol tentang gerbang kehidupan. Artinya, perempuan harus siap untuk memasuki
gerbang baru dalam kehidupannya. Perempuan harus siap masuk memasuki kehidupan dalam
rumah tangga dan memerankan diri sebagai seorang istri.
Prada

Prada (www.mantenhouse.com)

Ini adalah riasan yang dibuat di kening sang Pengantin wanita. Biasanya berwarna hitam dan
berbentuk garis lengkung. Kalau kita lihat, besar lengkungan di kening berbeda-beda.
Terdapat satu lengkungan besar yang dibuat di tengah, dan diapit oleh lengkungan-
lengkungan kecil. Lengkungan yang besar adalah simbol kebesaran Tuhan. Sedangkan
lengkungan yang kecil disebut pengapit. Sebagai simbol bahwa istri nanti harus siap menjadi
penyeimbang dalam rumah tangga. Selain itu, di dalam lengkungan tersebut terdapat tiga
titik. Titik ini sebagai simbol Trimurti (Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa)

Busana Kejawen (Jangkep) ing Surakarta Ngrembag bab busana kejawen ing Surakarta
punika boten saged oncat saking budaya jawi. Sabab busana kejawen makaten kalebet
"Pangipun Budaya Jawi". Dene budaya jawi ing ngriki, tegesipun budaya jawi ingkang
sumberipun saking Keraton Surakarta Hadiningrat inggih punika busana kejawen ingkang
dumugi sapriki adhakan sami dipun wuningani. Cethanipun manawi wonten tiyang gadhah
damel mantu umpamanipun, dipun temaha itawi mboten dipun temaha, ngertos utawi mboten
ngertos nyatanipun sa'emper kaliyan busana tatanan ing Keraton Surakatra Hadiningrat.
Menggah busana tatanan Keraton Surakarta Hadiningrat punika sakawit ing jaman Juneneng
Dalem Ingkang Sinoehoen Kanjeng Soesoehoenan Paku Buwana Kaping III rikala
hamarengaken Pangeran Mangkubumi (Bapa Paman piyambak ISKS PB III) utawi rayi
Dalem Ingkang Sinoehoen Kanjeng Seosoehoenan Pakoe Buwono Kaping II; kagem
hangrenggani Keraton Ngayojakarta (Perjanjian Giyanti warsa 1755) Busana lami ingkang
kalebet tetilaran saking Majapahit lan Demak Bintara Kanjeng Pangeran Mangkubumi (HB I)
kagem ing Ngayojakarta kados ingkang sami dipun uningani ngantos dumugi, salajengipun
lumampahipun pamarintah wonten ewah-ewahan sawetawis ing jaman ISKS PB IX
kalajengaken ewah-ewahan malih ing jaman ISKS PB X tuwin PB XI. Dene ingkang badhe
kaandharaken ing ngandhap punika busana jawi ing jaman Ingkang Sinoehoen Paku
Boewono Kaping XII sawargi ngantos punika. Busana kejawen ing Surakarta sakpunika,
kados wonten ing Keraton Surakarta tumrap kakung wonten kalih inggih punika: Busana
Jawi Jangkep (Ageman warni Cemeng) Busana Jawi Jangkep Padintenan (Saugeran boten
Cemeng) Busana Jawi saking Nginggil mangandhap antawisipun : Udheng (Blangkon,
dhestar) Kulambi (Rasukan krowok wingking) Setagen (paningset) Sabuk (paningset) Epek -
Timang - Lerep Sinjang (nyamping) Keris ( Dhuwung, Wangkingan) Cenela utawi selop
(namung kagem sanjawining Keraton) FILOSOFI BUSANA PRIA JAWA Busana adat Jawa
biasa disebut dengan busana kejawen mempunyai perlambang tertentu bagi orang Jawa.
Busana Jawa penuh dengan piwulang sinandhi (ajaran tersamar) kaya akan ajaran Jawa.
Dalam busana Jawa ini tersembunyi ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini
secaraharmoni yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan
sesama manusia, diri sendiri maupun Tuhan Yang Maha Kuasa Pencipta segalanya. Pakaian
adat yang dikenakan pada bagian kepala adalah, seperti iket, udheng Dibagian tubuh ada
rasukan (baju): jarik sabuk, epek, timang Dibagian belakang tubuh yakni keris Dikenakan
dibagian bawah atau bagian kaki yaitu canela. busana pria jawa Penutup Kepala Untuk
bagian kepala biasanya orang Jawa kuna (tradisional) mengenakan iket yaitu ikat kepala yang
dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi penutup kepala. Cara mengenakan iket harus
kenceng (kuat) supaya ikatan tidak mudah terlepas. Makna iket dimaksudkan manusia
seyogyanya mempunyai pemikiran yang kenceng, tidak mudah terombang-ambing hanya
karena situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang matang. Hampir sama penggunaannya
yaitu udheng juga, dikenakan di bagian kepala dengan cara mengenakan seperti mengenakan
sebuah topi. Jika sudah dikenakan di atas kepala, iket dan udheng sulit dibedakan karena ujud
dan fungsinya sama. Udheng dari kata kerja Mudheng atau mengerti dengan jelas, faham.
Blangkon Jogja Blangkon Solo Maksudnya agar manusia mempunyai pemikiran yang kukuh,
mengerti dan memahami tujuan hidup dan kehidupan atau sangkan paraning dumadi. Selain
itu udheng juga mempunyai arti bahwa manusia seharusnya mempunyai ketrampilan dapat
menjalankan pekerjaannya dengan dasar pengetahuan yang mantap atau mudheng. Dengan
kata lain hendaklah manusia mempunyai ketrampilan yang profesional. BESKAP
LANDHUNG BESKAP ATELA Beskap Sikepan Busana Busana kejawen seperti beskap
selalu dilengkapi dengan : Benik (kancing baju) disebelah kiri dan kanan. Lambang yang
tersirat dalam benik itu adalah agar orang (jawa) dalam melakukan semua tindakannya
apapun selalu diniknik, diperhitungkan dengan cermat. Apapun yang akan dilakukan
hendaklah jangan sampai merugikan orang lain, dapat, menjaga antara kepentingan pribadi
dan kepentingan umum. Sabuk (ikat pinggang) dikenakan dengan cara dilingkarkan
(diubetkan) ke badan. Ajaran ini tersirat dari sabuk tersebut adalah bahwa harus bersedia
untuk tekun berkarya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah manusia harus ubed
(bekerja dengan sungguh-sungguh) dan jangan sampai kerjanya tidak ada hasil atau buk
(impas/tidak ada keuntungan). Kata sabuk berarti usahakanlah agar segala yang dilakukan
tidak ngebukne. Jadi harus ubed atau gigih. Epek bagi orang jawa mengandung arti bahwa
untuk dapat bekerja dengan baik, harus epek (apek, golek, mencari) pengetahuan yang
berguna. Selama menempuh ilmu upayakan untuk tekun, teliti dan cermat sehingga dapat
memahami dengan jelas. Timang bermakna bahwa apabila ilmu yang didapat harus dipahami
dengan jelas atau gamblang, tidak akan ada rasa samang (khawatir) samang asal dari kata
timang. Timang dan Lerep Jarik atau sinjang merupakan kain yang dikenakan untuk menutup
tubuh dari pinggang sampai mata kaki. Jarik bermakna aja gampangserik (jangan mudah iri
terhadap orang lain). Menanggapi setiap masalah harus hati-hati, tidak grusa-grusu
(emosional). Wiru Jarik atau kain dikenakan selalu dengan cara mewiru (meripel) pinggiran
yang vertikal atau sisi saja sedemikian rupa. Wiru atau wiron (rimple) diperoleh dengan cara
melipat-lipat (mewiru). Ini mengandung pengertian bahwa jarik tidak bisa lepas dari wiru,
dimaksudkanwiwiren aja nganti kleru, kerjakan segala hal jangan sampai keliru agar bisa
menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan harmonis. Bebed adalah kain (jarik) yang
dikenakan oleh laki-laki seperti hal nya pada perempuan, bebed artinya manusia harus ubed,
rajin bekerja, berhati-hati terhadap segala hal yang dilakukan dan tumindak nggubed ing rina
wengi (bekerja sepanjang hari) Canela Canela mempunyai arti Canthelna jroning nala
(peganglah kuat dalam hatimu) canela sama artinya Cripu, Selop, atau sandal. Canela selalu
dikenakan di kaki, artinya dalam menyembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, hendaklah
dari lahir sampai batin sujud atau manembah di kaki-NYA. Dalam hati hanyalah sumeleh
(pasrah) kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Curiga lan warangka Curiga atau keris
berujud wilahan, bilahan dan terdapat di dalam warangka atau wadahnya. Curiga dikenakan
di bagian belakang badan. Keris ini mempunyai pralambang bahwa keris sekaligus warangka
sebagaimana manusia sebagai ciptaan dan penciptanya Yatu Allah Yang Maha Kuasa,
manunggaling kawula Gusti. Karena diletakkan di bagian belakang tubuh, keris mempunyai
arti bahwa dalam menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa hendaklah manusia bisa untuk
ngungkurake godhaning setan yaitu menjauhkan godaan setan yang senantiasa mengganggu
manusia ketika manusia akan bertindak kebaikan. Demikianlah filosofi yang terkandung
dalam busana pria jawa . Semoga bisa menjadikan kita pelajaran hidup. dan menambah
wawasan kita tentang budaya jawa yang adiluhung ini. sumber :
http://semarasanta.wordpress.com/, http://kisahbangsa.wordpress.com/,
http://pakwoadijawa.blogspot.com/, http://busanaadatjawa.blogspot.com/ Seni Busana Jawa
bersumber pada seni busana yang ada dikaraton , dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ; (1) seni
busana untuk putra dan (2) seni busana untuk putri. Dari dua jenis seni busana ini
pembahasaannya sebagai berikut. a. Seni Busana Putra Busana putra bagi karaton Surakarta
dapat dikatakan sebagai pengagemen kejawen Surakarta atau juga disebut busana Jawi
Jangkep. Berdasarkan keperluaannya, busana Jawi Jangkep dibedakan menjadi dua yaitu :
Pakaian harian (padintenan) warna bukan hitam Pakaian bukan harian (sanes padintenan)
yaitu pakaian untuk upacara dan warnanya selalu hitam. Mengenai busana ini Ingkang
Sinuhun Paku Buwana IX menyatakan sebagai berikut: Nyandang nganggo iku dadya sarana
hamengku mangusa jaba jero. Marmane pantese panganggonira. Trep pangentraping
panganggon, cundhukna kalawan kahaning badanira apadene pangatira. Berbusana itu
menjadi sarana menjaga manusia luar dan dalam. Sesuai pengetrapan busana, cocokkan
dengan keadaan dan pangkat. Berdasarkan penrnyataan diatas bahwa busana karaton
Surakarta dapat mencerminkan keadaan dan pangkat bagio yang memakainya. Sebagai
contoh bagio Abdi dalem yang belum berpangkat bupati sepuh tidak diperkenankan memakai
sikepan. Adapun yang menjadi kelengkapan busana Jawi Jangkep, khusus bagi busana laki-
laki adalah sebagai berikut : Destar (Ikat belangkon) dan kuluk Rasukan krowok artinya
berlubang dibelakang sebagai tempat keris, yang jenisnya ada 5 macam : Atelah : kancing
baju ditengah dari leher ke bawah Beskap : kancing baju di kanan dan kiri Takwa : seperti
beskap yang bagian bawah lancip memanjang Langenharjan : seperti beskap tetapi di depan
seperti jas-bukak Sikepan : seperti atelah tetapi kancing baju tidak dimasukkan dan didalam
memakai rompi berwarna putih. Sabuk : semacam setagen Epek, timang, dan lerep : semacam
ikat pinggang Nyamping : kain Wangkingan atau keris Lambaran suku atau selop/canela
Perlengkapan Busana Jawi Jangkep bagi kerabat karaton ada aturan yang disesuaikan dengan
kedudukan dan kepangkatan. Adapun aturan yang dimaksud secara garis besar antara lain
sebagai berikut : 1. Dhestar, kuluk Bagi abdi dalem jajar sampai dengan bupati dhestarnya
harus menggunakan kuncung dan mondholannya cekok. Akan tetapi bagi tiya Nginggil
sampai dengan Pangeran Putra dhestarnya tidak memakai kuncung dan mondholannya
jebehan. Kuluk untuk keperluan khusus misalnya untuk Raja dan Pengantin Karaton. 2.
Rasukan Krowok Bagi abdi dalem jajar sampai dengan bupati, Santana Panji dan Riyo
Ngandhap busananya atelah, akan tetapi bagi santana dalem Riyo Nginggil Pangeran Wayah
dan Pangeran. 3. Sabuk Khusus sabuk yang tergolong cindhe hanya untuk raja. 4. Epek
Untuk para pangeran putra, pangeran sentana dan Riyo Nginggil diperkenankan memakai
sabuk yang bermotif untu walang berbordir, dan abdi dalem selain itu epeknya polos. 5.
Nyamping Khusus kain yang bermotif lereng hanya boleh dipakai oleh pangeran wayah dan
pangeran putra. Bagi abdi dalem motif lereng tersebut tidak diperkenankan memakainya.
Busana Jawi Jangkep yang merupakan tradisi Jawa ini mencerminkan adanya suatu
pandangan bahwa: Ajining raga ana busana yang berarti harga diri seseorang dapat
tercerminkan pada busana. Hal yang demikian diperhatikan dalam lingkungan karaton. Hal
ini berdasarkan pertimbangan bahwa masalah busana juga termasuk dalam tatakrama. Untuk
busana Jawa ini memiliki prospek yang cerah, sebab bagi masyarakat Jawa khususnya
Surakarta, dalam kegiatan upacara adat misalnya upacara perkawinan ada kecenderungan
untuk memakai Jawa dan bagi masyarakat ada kebanggaan untuk memakai busana itu.
Keadaan yang demikian dapat dikatakan sebagai usaha melestarikan kebudayaan Karaton
Surakarta Hadiningrat. Sehubungan dengan kelengkapan busana yang telah disebutkan, di
Karaton Surakartaada beberapa model busana. Model busana itu merupakan sebuah kostum
yang menunjukkan identitas pemakainya. Adapun model busana yang dimaksud adalah
sebagai berikut. 1. Cothan 2. Chotan Sikepan Cekak 3. Sikepan Cekak 4. Prajuritan Truno
Kembang 5. Beskap 6. Beskap Kembang 7. Takwa 8. Dhotdhot Gedhedheran Sikepan Ageng
9. Langenharjan 10.Busana Pengantin Putra Basahan. Model-model busana tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut : 1. Putra Cothan Busana ini dikenakan oleh para putra raja
sebelum mereka dewasa pada setiap upacara Pasowanan. Busana ini tanpa baju/bagian atas.
Mereka mengenakan pakaian batik berpola parang seperti Parangbarong, ikat pinggang lebar,
gesper ikat pinggang dan kalung ulur. 2. Busana Cothan Sikepan Cekak Busana ini dikenakan
oleh para pangeran yang memakai Sikepan berwarna putih, rompi putih di bagian dalam,
kalung, tanpa dhestar. Busana ini dikenakan untuk mengiringi pengantin pria. 3. Pangeran
Sikepan Cekak Busana ini dikenakan oleh putra raja yang dinobatkan menjadi pangeran.
Busana ini juga dikenakan dalam upacara untuk memperingati ulang tahun penobatan sang
raja dan dalem upacara pernikahan para putra dan putri raja. Busana ini terdiri atas dhestar,
beskap, sikepan dengan rompi, lencana di bagian dalam, kalung ulur, pakaian batik pola
parang, ikat pinggang, ikat pinggang lebar, gesper ikat pinggang dan boro. 4. Pangeran
Prajuritan : Truno Kembang Dalam kesempatan parade serdadu Karaton, para pangeran
mengenakan busana Prajuritan. Busana ini terdiri atas kuluk, sikepan cekak dengan rompi di
bagian dalamnya. Busana prajuritan ini dilengkapi dengan kalung ulur, ikat pinggang, kain
celup, ikat pinggang lebar, gesper ikat pinggang keris dan anggar, pantalon panjen dan
cancutan. 5. Pangeran Beskap Kembang Busan aini dikenakan oleh para pangeran. Busana
Beskap Kembang dilengkapi dengan dhestar biru, ikat pinggang, ikat pinggang lebar, gesper
ikat pinggang. Busana ini dikenakan pada upacara Pasowanan pada malam hari. 6. Putra
Dhodhot Gedhedheran Sikepan Ageng Dhotdhot Gedhedheran dikenakan oleh para pangeran
dalem kesempatan Festival Grebeg Mulud. Mereka juga mengenakan Kuluk Mathak, Sikepan
Ageng yang disulam dengan benang keemas-emasan, selop, keris, ikat pinggang, ikat
pinggang lebar, gesper ikat pinggang, kalung ulur, pantalon celup dengan Dhodhot Ageng
Gedhedheran. Busan aini juga dikenakan dalam upacara-upacara pernikahan. 7. Putra
Langenharjan Menurut sejarah, busana Langenharjan diciptakan oleh Mangkunegaran VII
ketika beliau menghadap Sri Susuhunan Paku Buwana IX di Pesanggrahan Langenharjan.
Nam aLangenharjan diberikan oleh Sri Susuhunan Paku Buwana IX pada busana yang
diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegara. Dewasa ini busana Langenharjan dikenakan oleh
pengantin pria selama upacara Sang-keran. Dalam tradisi perkawinan Jawa, busana ini
dikenakan oleh pengantin pria dan dikenal sebagai busana Langenharjan. b. Seni Busana
Putri Busana Putri bagi karaton Surakarta merupakan busana tradisional Jawa yang
mencerminkan putri karaton. Istilah putri karaton ini mengisyaratkan adanya makna keibuan,
keanggunan, kelembutan, kesopanan, dan sejenisnya, dan bukanlah mengisyaratkan makna
yang sebaliknya. Sama halnya dengan busana putra, busana putri juga disesuaikan dengan
kedudukan atau kepangkatan bagi pemakainya. Kelengkapan busana putri karaton Surakarta
adalah sebagai berikut : 1. Ungkel atau sanggul 2. Kebayak 3. Semekan 4. Setagen 5. Januran
dan Slepe mirip epek dan timang (busana putra) 6. Kain panjang (sinjang dan dhodhotan)
atau nyamping Kelengkapan busana tersebut pemakainya disesuaikan dengan umur,
kepangkatan dan keperluannya. Sehubungan dengan hal tersebut di karaton Surakarta dikenal
adanya jenis atau model busana putri sebagai berikut : 1. Sabuk Wala 2. Sabuk Wala Kebayak
Cekak 3. Dhodhot Ageng Ngumbar Kunca 4. Semekan kancing Wingking 5. Pincung
Kencong 6. Bedhaya Dhodhot Klembrehan 7. Kebaya Cekak 8. Kebaya panjang 9. Busana
pengantin Putri Basahan Model-model busana tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Putri Sabukwala Busana ini terdiri atas pakaian pola dringin dengan slepe, ukel welah
sawelit, cunduk jungkat, cunduk mentul, kalung, anting-anting, gelang dan cincin. Busana ini
juga dikenakan untuk mengiringi pengantin wanita. 2. Putri Sabukwala Kebaya Cekak
Busana ini dikenakan oleh para putri raja pada upacara tetesan dan supitan. Para putri raja
mengenakn busana ini dengan pakaian Kebaya Cekak gesper penuh hiasan, slepe, ukel welah
sawelit, dilengkapi dengan kokar, cunduk Jungkat, cunduk mentul dengan asesoris. 3. Putri
Dhodhot Ageng Ngumbar Kunca Dalam kesempatan Festival Garebeg Maulud di karaton,
para putri raja yang sudah menikah mengenakan busana Ngumbar Kunco, konde Ukel Ageng
yang dihiasi dengan kembang Banguntulak, dilengkapi dengan borokan, untaian bungan
melati, cunduk jungkat, anting-anting berbentuk Brumbungan, kalung, gelang, kain batik
celup. Diatasnya dikenakan selendang, ikat pinggang, pending dan slepe. 4. Putri Semekan
Kancing Wingking setiap hari Senin dan Kamis ketika para putri raja menghadap raja,
mereka mengenakan busana Semakan Kancing Wingking dan pakaian batik pola parang,
misalnya: parang Baris dengan busana semekan pola dringin yang bagian belakangnya
dikancing dengan peniti. Konde Ukel Ageng mereka dihiasi daun pandan. Busana ini
dikenakan oleh para putri raja ke suatu tempat yang disebut Sangkeran. Untuk upacara
pernikahan, mereka mengenakan kalung, gelang, anting-anting, cunduk jungkat, cincin. 5.
Putri Pinjung Kencong Busana ini dikenakan oleh para putri raja yang telah berusia lebih dari
8 tahun, sebelum mereka menginjak dewasa. Para putri raja mengenakan pakaian celup,
mekak, dan Ukel Welah Sawelit dilengkapi dengan kokar cunduk jungkat, cunduk mentul dan
perhiasan lengkap. 6. Bedhaya Dhodhot Klembrehan (Ampil-ampil Miyos Bakda) Busana ini
dikenakan oleh para pembantu wanita dari pejabat tinggi istana selama upacara besar karaton.
Mereka mengiringi raja dan membawa harta milik raja. 7. Putri Kebaya Cekak Dalam
kesempatan mendampingi raja untuk menyambut tamu-tamu penting di Karaton, para putri
raja yang masih lajang dan sedang tumbuh dewasa mengenakan kebaya Cekak yang disulam
dengan benang keemas-emasan, dilengkapi dengan konde ukel ageng yang dihiasi dengan
daun pandan, mengenakan pakaian batik berpola parang (seperti Parangkusumo), kalung,
anting-anting, cunduk jungkat, gelang. 8. Putri Kebaya Panjang Dalam kesempatan
Pasowanan besar, para putri raja yang telah menikah mengenakan Kebaya Panjang, konde
berbentuk ukel ageng banguntulak, dihiasi bunga melati, borokan asesoros dan cunduk
jungkat. Kebaya Panjang ini dilengkapi dengan setumpuk bros, kalung, anting-angting dan
gelang. Busana ini juga dikenakan dalam upacara pernikahan. c. Busana Pengantin 1 Busana
Pengantin Pria Pengatin pria mengenakan pantalon merah dengan pakaian pola alas-alasan,
ikat pinggang lebar, gesper ikat pinggang berbentuk biji jagung, kalung ulur dan mengenakan
Kuluk Mathak. 2 Pengantin Wanita Pengantin wanita mengenakan pakaian berwarna merah,
pada bagian luar mengenakan dodot berpola alas-alasan, konde berbentuk mangkok terbalik
dengan krukup, dihiasi dengan kembang melati berbentuk biji ketimun, cunduk metul,
asesoris, borokan dan beberapa untaian kembang melati.

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Citak

Citak (www.mantenhouse.com)

Ini yang dilukis di tengah kening seperti riasan India. Citak berada tepat di tengah-tengah.
Sebagai simbol bahwa perempuan harus fokus, berpandangan lurus ke depan, dan setia.
Alis Menjangan

Alis menjangan (jogjareview.net)

Adalah bentuk alis yang bercabang seperti tanduk rusa. Ini memang terinspirasi dari hewan
rusa. Karena, rusa adalah hewan yang cerdik, cerdas dan anggun. Artinya perempuan harus
memiliki ketiga karakter ini. Perempuan harus cerdik, cerdas dan anggun.
Sumping

Sumping (simomot.files.wordpress.com)

Adalah hiasan yang diletakkan di telinga. Saat ini sumping yang digunakan oleh pengantin
terbuat dari lempengan logam. Namun pada awalnya, sumping yang digunakan oleh trah raja
terbuat dari daun pepaya. Karena, daun pepaya rasanya pahit. Menandakan bahwa menjadi
istri harus siap untuk merasakan berbagai kepahitan.
Kalung Sungsun

Kalung sungsun (www.mantenhouse.com)

Kalung ini bersusun tiga. Simbol dari tiga fase kehidupan yang harus dilalui oleh seorang
perempuan. Fase ini terdiri dari kelahiran, pernikahan dan kematian. Artinya perempuan
harus siap untuk menghadapi fase-fase tersebut.
Kelat Bahu

Kelat bahu (wikimedia.org)

Kelat bahu adalah hiasan yang disematkan di bahu pengantin perempuan. Kelat ini berbentuk
hewan naga. Hewan naga adalah hewan yang dipercaya memiliki kekuatan besar. Artinya,
menjadi perempuan harus kuat. Kuat menghadapi banyak masalah yang terjadi setelah
menikah.
Gelang

Gelang paes ageng (http://cdn.klimg.com)

Dalam paes ageng, gelang yang dipakai pengantin perempuan berbentuk bulat tanpa putus.
Ini adalah simbol dari cinta abadi antara dia dan suaminya. Wow, so sweet!

Nah demikianlah ulasan tentang makna riasan paes ageng. Gimana, kamu tertarik untuk
menggunakannya di pesta pernikahanmu kelak?

Anda mungkin juga menyukai