“ REVOLUSI HIJAU ”
Disusun Oleh :
Satrio 2013
JURUSAN GEOGRAFI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Revolusi Hijau” ini.
Tidak dapat dipungkiri lagi, hambatan demi hambatan selalu kami temui dalam
halnya penyusunan setiap makalah. Tapi dengan kerja keras serta dorongan dari semua pihak
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kekurangan demi kekurangan selalu ada, karena kami hanyalah manusia biasa. Oleh
sebab itu, kritik serta saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan
pembuatan makalah dimasa yang akan datang.
BAB I
PENDAHULUAN
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan
masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya
swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas
strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga
komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani,
penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan
infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.
Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia
dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa.
Melalui program ini, pada tahun 1984, Indonesia berhasil menjadi negara swasembada
pangan terbesar. Dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 20 tahun, program revolusi
hijau juga telah berhasil mengubah kebiasaan dan sikap para petani Indonesia yang awalnya
memakai sistem bertani secara tradisional menjadi sistem bertani yang modern dimana para
petani mulai menggunakan teknologi-teknologi pertanian yang ditawarkan oleh program
revolusi hijau. Perubahan sikap tersebut sangat berpengaruh terhadap kenaikan produktifitas
sub-sektor pertanian pangan, sehingga Indonesia mampu mencapai swasembada pangan.
Keberhasilan Indonesia ini adalah akibat dari meningkatnya hasil panen sebagai akibat
berjuta-juta petani di Indonesia, khususnya di Jawa, menggunakan bibit unggul baru dan
pupuk kimia.
Tetapi dibalik itu semua, banyak dampak negatif yang dialami oleh para petani
Indonesia. Salah satunya adalah banyak petani yang malah kehilangan pekerjaan bertani
mereka sehingga tidak sedikit petani yang hidup semakin miskin. Sikap dan kebiasaan petani
pun mulai berubah yang awalnya “anti teknologi” menjadi ketergantungan terhadap teknologi
pertanian yang modern. Selain itu pemakaian bahan-bahan kimia yang digunakan pada hasil
pertaian juga menyebabkan khususnya para petani mengalami kesusahan dan berpengaruh
juga pada masyarakat luas pada umumnya.
Makalah ini akan membahas secara lebih jelas mengenai pengaruh apa saja yang
diakibatkan oleh revolusi hijau terhadap petani di Indonesia. Dalam makalah ini akan dibahas
sedikit banyak mengenai pengaruh dan dampak apa saja yang telah ditimbulkan oleh adanya
revolusi hijau.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain yaitu:
Gagasan tentang revolusi hijau bermula dari hasil penelitian dan tulisan Thomas
Robert Malthus (1766 – 1834) yang berpendapat bahwa “Kemiskinan dan kemelaratan adalah
masalah yang dihadapi manusia yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan
penduduk dengan peningkatan produksi pertanian. Pertumbuhan penduduk sangat cepat
dihitung dengan deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, dst.) sedangkan peningkatan produksi
pertanian dihitung dengan deret hitung (1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dst.)”. Pengaruh tulisan
Robert Malthus tersebut, yaitu:
a. Gerakan pengendalian pertumbuhan penduduk dengan cara pengontrolan jumlah kelahiran;
b. Gerakan usaha mencari dan meneliti bibit unggul dalam bidang pertanian.
1.3 Perkembangan Revolusi Hijau
Revolusi hijau dimulai sejak berakhirnya PD I yang berakibat hancurnya lahan
pertanian. Penelitian disponsori oleh Ford and Rockefeller Foundation di Meksiko, Filipina,
India, dan Pakistan. IMWIC (International Maize and Wheat Improvement Centre)
merupakan pusat penelitian di Meksiko. Sedangkan di Filipina, IRRI (International Rice
Research Institute) berhasil mengembangkan bibit padi baru yang produktif yang disebut padi
ajaib atau padi IR-8.
Pada tahun 1970 dibentuk CGIAR (Consultative Group for International Agriculture
Research) yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada berbagai pusat penelitian
international. Pada tahun 1970 juga, Norman Borlang mendapatkan hadiah nobel karena
gagasannya mencetuskan revolusi hijau dengan mencari jenis tanaman biji-bijian yang
bentuknya cocok untuk mengubah energi surya menjadi karbohidrat pada tanah yang diolah
menjadi subur dengan tanaman yang tahan terhadap hama penyakit. Upaya meningkatkan
produktivitas pertanian antara lain dengan cara sebagai beriku :
a. Pembukaan areal pertanian dengan pengolahan tanah.
b. Mekanisme pertanian dengan penggunaan alat-alat pertanian modern seperti bajak
dan mesin penggiling.
c. Penggunaan pupuk-pupuk baru.
d. Penggunaan metode yang tepat untuk memberantas hama, misalnya dengan alat
penyemprot hama, penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida.
Upaya untuk memperbaiki lahan pertanian antara lain dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut.
1) Reboisasi untuk kawasan hutan/nonhutan.
2) Melakukan tebang pilih.
3) Pembibitan kembali.
4) Penanaman sejuta pohon.
5) Penanaman tanah lembah/pegunungan dengan terasering/sengkedan.
6) Seleksi tanaman (tanaman pelindung/tua).
Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi
Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan
menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Memang Revolusi Hijau
telah menjawab satu tantangan ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat.
Namun keberhasilan itu bukan tanpa dampak dan efek samping yang jika tanpa pengendalian,
dalam jangka panjang justru mengancam kehidupan dunia pertanian.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu,
pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia,
pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras.
Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama,
kesuburan tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan
pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah
Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak
struktur, kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan
habitat beberapa binatang yang justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu.
Disamping itu pestisida telah menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko
kerusakan ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat
ongkos produksi pertanian cenderung meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan
melemahkan kegairahan bertani. Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi
gabah. Namun berakibat:
Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah
peradaban manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan
potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani merupakan komunitas
mandiri. Namun dalam revolusi hijau, petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit
yang telah disediakan merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk
dan pestisida kimia —yang membuat banyak petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan
bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini.
Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki
kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat
tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta
dalam mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program
pemerintah). Dengan begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.
Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk,
pestisida, benih, serta petani bermodal kuat. Revolusi Hijau memang membuat hasil produksi
pertanian meningkat, yang dijadikan tolak ukur sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru.
Namun, di balik itu semua, ada penderitaan kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem
ekologi pertanian yang kerugiannya tidak dapat dinilai dengan uang. Mitos akan kehebatan
Revolusi Hijau lahir karena ditopang oleh teknologi yang dikembangkan dari sistem ilmu
pengetahuan modern, mulai dari genetika sampai kimia terapan. Pantas jika Masanobu
Fukuoka, pelopor pertanian alami di Jepang, pernah berkata: “Peranan ilmuwan dalam
masyarakat itu analog dengan peranan diskriminasi di dalam pikiran-pikiran Anda sendiri.”.
Telah terbukti bahwa penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif pada
lingkungan karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Dan Revolusi Hijau di Indonesia
tidak selalu mensejahterakan petani padi Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah
Orde Baru adalah produksi pangan yang tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang
terus meningkat. Oleh karena itu pemerintah Orde Baru memasukkan Revolusi Hijau dalam
program Pelita. Revolusi Hijau ini dilaksanakan secara nasional.
III. Dampak Adanya Revolusi Hijau
Kesimpulan
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Revolusi hijau merupakan suatu program
yang dikhususkan pada pembangunan sektor pertanian. Melalui program ini pada tahun 1984,
Indonesia berhasil menjadi negara swasembada pangan terbesar.
Dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 20 tahun, program revolusi hijau juga
telah berhasil mengubah kebiasaan dan sikap para petani Indonesia yang awalnya memakai
sistem bertani secara tradisional menjadi sistem bertani yang modern dimana para petani
mulai menggunakan teknologi-teknologi pertanian yang ditawarkan oleh program revolusi
hijau.
DAFTAR PUSTAKA
http://kampus.okezone.com/read/2011/03/11/95/433941/revolusi-hijau-dan-dampak-
industrialisasi. Diakses pada 19 Oktober 2016
Lestari V.2005. Aplikasi Barisan untuk Mengkaji Teori Malthus pada Pertumbuhan
Penduduk dan Produksi Pangan.(Internet,http://student-research.umm.ac.id) .Diakses tanggal
19 Oktober 2016
Sh. Musthofa, Suryandari, Tutik Mulyati. Buku Sejarah SMA/MA Kelas XII Program