Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“ REVOLUSI HIJAU ”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi Pertanian

yang Dibimbing Oleh Bapak Hendri Purwito

Disusun Oleh :

Lisa Devita Sari 2014

Moch. Zakariya Al A 2014

Sormaida Siahaan 2014

Vanny Dharma W 2014

Satrio 2013

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN GEOGRAFI

PROGRAM STUDI GEOGRAFI


2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Revolusi Hijau” ini.
Tidak dapat dipungkiri lagi, hambatan demi hambatan selalu kami temui dalam
halnya penyusunan setiap makalah. Tapi dengan kerja keras serta dorongan dari semua pihak
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kekurangan demi kekurangan selalu ada, karena kami hanyalah manusia biasa. Oleh
sebab itu, kritik serta saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan
pembuatan makalah dimasa yang akan datang.
BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Latar belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya masalah


kemiskinan yang disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat tidak
sebanding dengan peningkatan produksi pangan. Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah
kelahiran dan meningkatkan usaha pencarian dan penelitian binit unggul dalam bidang
Pertanian. Upaya ini terjadi didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas Robert
Malthus.
Revolusi hijau merupakan suatu program yang dikhususkan pada pembangunan sektor
pertanian. Program ini mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1960-an, yaitu pada masa
kepemimpinan Soeharto. Loekman Soetrisno (2002) menjelaskan bahwa, Tujuan utama
revolusi hijau adalah untuk menaikkan produktifitas sektor pertanian, khususnya sub-sektor
pertanian pangan, melalui paket teknologi pertanian modern. Paket tersebut terdiri atas pupuk
non-organik, obat-obatan pelindung tanaman, dan bibit padi unggul.

Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan
masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya
swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas
strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga
komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani,
penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan
infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.
Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia
dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa. 

Melalui program ini, pada tahun 1984, Indonesia berhasil menjadi negara swasembada
pangan terbesar. Dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 20 tahun, program revolusi
hijau juga telah berhasil mengubah kebiasaan dan sikap para petani Indonesia yang awalnya
memakai sistem bertani secara tradisional menjadi sistem bertani yang modern dimana para
petani mulai menggunakan teknologi-teknologi pertanian yang ditawarkan oleh program
revolusi hijau. Perubahan sikap tersebut sangat berpengaruh terhadap kenaikan produktifitas
sub-sektor pertanian pangan, sehingga Indonesia mampu mencapai swasembada pangan.
Keberhasilan Indonesia ini adalah akibat dari meningkatnya hasil panen sebagai akibat
berjuta-juta petani di Indonesia, khususnya di Jawa, menggunakan bibit unggul baru dan
pupuk kimia.

Tetapi dibalik itu semua, banyak dampak negatif yang dialami oleh para petani
Indonesia. Salah satunya adalah banyak petani yang malah kehilangan pekerjaan bertani
mereka sehingga tidak sedikit petani yang hidup semakin miskin. Sikap dan kebiasaan petani
pun mulai berubah yang awalnya “anti teknologi” menjadi ketergantungan terhadap teknologi
pertanian yang modern. Selain itu pemakaian bahan-bahan kimia yang digunakan pada hasil
pertaian juga menyebabkan khususnya para petani mengalami kesusahan dan berpengaruh
juga pada masyarakat luas pada umumnya.

Makalah ini akan membahas secara lebih jelas mengenai pengaruh apa saja yang
diakibatkan oleh revolusi hijau terhadap petani di Indonesia. Dalam makalah ini akan dibahas
sedikit banyak mengenai pengaruh dan dampak apa saja yang telah ditimbulkan oleh adanya
revolusi hijau.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain yaitu:

a. Bagaimana Proses perkembangan Revolusi Hijau ( Pengertian, Latar belakang dan


Perkembangan ) ?
b. Bagaimana Penerapan Revolusi hijau ?
c. Apa Dampak dari adanya Revolusi Hijau ?

3.      Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah:


a.    Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah geografi pertanian
b.    Mengetahui isi apa saja yang terdapat dalam kebijakan revolusi hijau
c.    Mengetahui latar belakang revolusi hijau
BAB II
PEMBAHASAN

I. Proses Revolusi Hijau dalam Meningkatkan Produksi Pertanian

1.1      Pengertian Revolusi Hijau


Revolusi hijau sering dikenal dengan revolusi agraria yaitu suatu perubahan cara bercocok
tanam dari cara tradisional berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas
pertanian. Definisi lain menyebutkan revolusi hijau adalah revolusi produksi biji-bijian dari
penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari varietas gandum, padi, jagung yang
membawa dampak tingginya hasil panen. Tujuan revolusi hijau adalah meningkatkan
produktivitas pertanian dengan cara penelitian dan eksperimen bibit unggul.

1.2      Latar Belakang Munculnya Revolusi hijau


Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan
gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960). Revolusi hijau menekankan pada
SEREALIA: padi, jagung, gandum, dan lain-lain. (serealia adalah tanaman biji-bijian)

Adapun latar belakang munculnya revolusi hijau adalah sebagai berikut :


a.       Hancurnya lahan pertanian akibat PD I dan PD II.
b.      Pertambahan penduduk meningkat sehingga kebutuhan pangan juga meningkat.
c.       Adanya lahan tidur.
d.      Upaya peningkatan produksi pangan.

Gagasan tentang revolusi hijau bermula dari hasil penelitian dan tulisan Thomas
Robert Malthus (1766 – 1834) yang berpendapat bahwa “Kemiskinan dan kemelaratan adalah
masalah yang dihadapi manusia yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan
penduduk dengan peningkatan produksi pertanian. Pertumbuhan penduduk sangat cepat
dihitung dengan deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, dst.) sedangkan peningkatan produksi
pertanian dihitung dengan deret hitung (1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dst.)”. Pengaruh tulisan
Robert Malthus tersebut, yaitu:
a. Gerakan pengendalian pertumbuhan penduduk dengan cara pengontrolan jumlah kelahiran;
b.  Gerakan usaha mencari dan meneliti bibit unggul dalam bidang pertanian.
1.3      Perkembangan Revolusi Hijau
Revolusi hijau dimulai sejak berakhirnya PD I yang berakibat hancurnya lahan
pertanian. Penelitian disponsori oleh Ford and Rockefeller Foundation di Meksiko, Filipina,
India, dan Pakistan. IMWIC (International Maize and Wheat Improvement Centre)
merupakan pusat penelitian di Meksiko. Sedangkan di Filipina, IRRI (International Rice
Research Institute) berhasil mengembangkan bibit padi baru yang produktif yang disebut padi
ajaib atau padi IR-8.
Pada tahun 1970 dibentuk CGIAR (Consultative Group for International Agriculture
Research) yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada berbagai pusat penelitian
international. Pada tahun 1970 juga, Norman Borlang mendapatkan hadiah nobel karena
gagasannya mencetuskan revolusi hijau dengan mencari jenis tanaman biji-bijian yang
bentuknya cocok untuk mengubah energi surya menjadi karbohidrat pada tanah yang diolah
menjadi subur dengan tanaman yang tahan terhadap hama penyakit. Upaya meningkatkan
produktivitas pertanian antara lain dengan cara sebagai beriku :
a. Pembukaan areal pertanian dengan pengolahan tanah.
b. Mekanisme pertanian dengan penggunaan alat-alat pertanian modern seperti bajak
dan mesin penggiling.
c. Penggunaan pupuk-pupuk baru.
d. Penggunaan metode yang tepat untuk memberantas hama, misalnya dengan alat
penyemprot hama, penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida.

Perkembangan Revolusi Hijau juga berpengaruh terhadap Indonesia. Upaya peningkatan


produktivitas pertanian Indonesia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a.         Intensifikasi Pertanian


Intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan menerapkan
formula pancausaha tani (pengolahan tanah, pemilihan bibit unggul, pemupukan, irigasi, dan
pemberantasan hama).

b.        Ekstensifikasi Pertanian


Ekstensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan memperluas
lahan pertanian, biasanya di luar Pulau Jawa.

c.       Diversifikasi Pertanian


Diversifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan cara
penganekaragaman tanaman, misal dengan sistem tumpang sari (di antara lahan sawah
ditanami kacang panjang, jagung, dan sebagainya).
d.      Rehabilitasi Pertanian
Rehabilitasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan cara pemulihan
kemampuan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis.

Faktor-faktor penyebab timbulnya lahan kritis adalah sebagai berikut.


1)      Penanaman yang terus menerus.
2)      Penggunaan pupuk kimia (pestisida, herbisida).
3)      Erosi karena penebangan liar.
4)      Irigasi yang tidak teratur.

Upaya untuk memperbaiki lahan pertanian antara lain dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut.
1)      Reboisasi untuk kawasan hutan/nonhutan.
2)      Melakukan tebang pilih.
3)      Pembibitan kembali.
4)      Penanaman sejuta pohon.
5)      Penanaman tanah lembah/pegunungan dengan terasering/sengkedan.
6)      Seleksi tanaman (tanaman pelindung/tua).

II. Pelaksanaan Penerapan Revolusi Hijau:


        

 Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.


  Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan
teknologi dan komunikasi.
 Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu
menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.
 Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang
diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan
tertentu.
 Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi
Internasional (IRRI=International Rice Research Institute) yang bekerjasama dengan
pemerintah, bibit padi unggul tersebut lebih dikenal dengan bibit IR.
 Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan komersialisasi.
 Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan
industri pupuk nasional.
 Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit
Desa).

Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi
Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan
menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Memang Revolusi Hijau
telah menjawab satu tantangan ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat.
Namun keberhasilan itu bukan tanpa dampak dan efek samping yang jika tanpa pengendalian,
dalam jangka panjang justru mengancam kehidupan dunia pertanian.

Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu,
pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia,
pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras.
Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama,
kesuburan tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan
pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah

Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak
struktur, kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan
habitat beberapa binatang yang justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu.
Disamping itu pestisida telah menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko
kerusakan ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat
ongkos produksi pertanian cenderung meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan
melemahkan kegairahan bertani. Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi
gabah. Namun berakibat:

a)      Berbagai organisme penyubur tanah musnah

b)      Kesuburan tanah merosot / tandus

c)      Tanah mengandung residu (endapan pestisida)


d)     Hasil pertanian mengandung residu pestisida

e)      Keseimbangan ekosistem rusak

f)       Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.

Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah
peradaban manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan
potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani merupakan komunitas
mandiri. Namun dalam revolusi hijau, petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit
yang telah disediakan merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk
dan pestisida kimia —yang membuat banyak petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan
bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini.
Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki
kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat
tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta
dalam mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program
pemerintah). Dengan begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.

Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk,
pestisida, benih, serta petani bermodal kuat. Revolusi Hijau memang membuat hasil produksi
pertanian meningkat, yang dijadikan tolak ukur sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru.
Namun, di balik itu semua, ada penderitaan kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem
ekologi pertanian yang kerugiannya tidak dapat dinilai dengan uang. Mitos akan kehebatan
Revolusi Hijau lahir karena ditopang oleh teknologi yang dikembangkan dari sistem ilmu
pengetahuan modern, mulai dari genetika sampai kimia terapan. Pantas jika Masanobu
Fukuoka, pelopor pertanian alami di Jepang, pernah berkata: “Peranan ilmuwan dalam
masyarakat itu analog dengan peranan diskriminasi di dalam pikiran-pikiran Anda sendiri.”.
Telah terbukti bahwa penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif pada
lingkungan karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Dan Revolusi Hijau di Indonesia
tidak selalu mensejahterakan petani padi Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah
Orde Baru adalah produksi pangan yang tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang
terus meningkat. Oleh karena itu pemerintah Orde Baru memasukkan Revolusi Hijau dalam
program Pelita. Revolusi Hijau ini dilaksanakan secara nasional.
III. Dampak Adanya Revolusi Hijau

3.1 Keuntungan Revolusi Hijau


Adapun keuntungan dari adanya Revolusi Hijau, adalah berikut ini.
a.       Ditemukannya berbagai jenis tanaman dan biji-bijian/varietas unggul.
b.      Meningkatnya produksi pertanian yang berarti dapat mengatasi pangan.
c.       Pendapatan petani meningkat yang berarti meningkatnya kesejahteraan petani.
Tahun 1988, Indonesia mendapat penghargaan dari FAO karena berhasil dalam swasembada
pangan.

3.2 Kelemahan Revolusi Hijau


Sedangkan kelemahan dari Revolusi Hijau adalah berikut ini.
a.       Menghabiskan dana yang besar untuk biaya penelitian.
b.      Menurunnya daya produksi tanah karena ditanami terus menerus.
c.       Polusi tanah dan air akibat penggunaan pupuk pestisida yang berlebihan.
d.      Dengan mekanisasi pertanian mengakibatkan tenaga manusia digantikan mesin.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Revolusi hijau merupakan suatu program
yang dikhususkan pada pembangunan sektor pertanian. Melalui program ini pada tahun 1984,
Indonesia berhasil menjadi negara swasembada pangan terbesar.
Dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 20 tahun, program revolusi hijau juga
telah berhasil mengubah kebiasaan dan sikap para petani Indonesia yang awalnya memakai
sistem bertani secara tradisional menjadi sistem bertani yang modern dimana para petani
mulai menggunakan teknologi-teknologi pertanian yang ditawarkan oleh program revolusi
hijau.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas S.1997. Revolusi Hijau dengan Swasembada Beras dan jagung.


Jakarta( Dept.Pertanian PDF)

http://kampus.okezone.com/read/2011/03/11/95/433941/revolusi-hijau-dan-dampak-
industrialisasi. Diakses pada 19 Oktober 2016

Lestari V.2005. Aplikasi Barisan untuk Mengkaji Teori Malthus pada Pertumbuhan
Penduduk dan Produksi Pangan.(Internet,http://student-research.umm.ac.id) .Diakses tanggal
19 Oktober 2016

Sh. Musthofa, Suryandari, Tutik Mulyati. Buku Sejarah SMA/MA Kelas XII Program

Anda mungkin juga menyukai