Politik luar negeri Indonesia pada masa reformasi bertujuan untuk mengatasi krisis di
segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Semangat demokrasi dan liberalisasi sangat terlihat dalam pembuatan kebijakan politik
luar negeri Indonesia pasca reformasi. Berikut kondisi politik luar negeri yang dilakukan
oleh Indonesia masa reformasi:
Masa BJ Habibie
Pada awal reformasi, BJ Habibie menerapkan kebebasan pers dan liberalisasi partai
politik demi memulihkan kepercayaan dunia internasional terhadap pemerintah
Indonesia.
Selain itu, Habibie juga bekerja sama dengan organisasi Multilateral seperti CGI, IMF,
Wrold Bank, ADB dan ILO untuk realisasi reformasi pembangunan ekonomi Indonesia.
Dalam jurnal Reformasi Menuju Demokrasi: Kebijakan Luar Negeri masa Presidensi B.J
Habibie (2019) karya Iskandar Hamonangan, mengenai masalah Timor Timur, Habibie
memberikan pilihan terhadap rakya Timor Timur untuk merdeka agar tidak menjadi
persoalan berat Indonesia pada masa mendatang.
Pada masa pemerintahan Abdurahman Wahid (Gus Dur), politik luar negeri yang
diterapkan Indonesia adalah diplomasi persatuan.
Kebijakan tersebut berupa kunjungan perjalanan internasional Gus Dur menuju lebih dari
80 negara untuk memperoleh dukungan internasional terhadap wilayah kedaulatan
Indonesia yang sedang menghadapi masalah disintegrasi bangsa.
Melalui diplomasi persatuan, Gus Dur mampu mendapat dukungan dan pengakuan atas
integrasi nasional Indonesia dari pemimpin negara ASEAN, Jepang, RRC dan negara
Timur Tengah.
Masa Megawati
Dalam jurnal Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Politik Luar Negeri
Indonesia (2016) karya R.S Inayati, Presiden SBY berusaha menggunakan karisma
pribadinya dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia.
Selain itu, politik luar negeri Indonesia masa SBY juga berusaha untuk meningkatkan
aktivitas perdagangan dan investasi tingkat internasional.