Disusun oleh:
Aaliya Elzamzami
Hisyam Nuruliman
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Order Baru: Revolusi Hijau dan Kekuatan Pangan”
dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhin tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan mengenai masa orde baru dan revolusi hijau bagi para
pembaca dan juga bagi kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapa Ashfa selaku guru mata pelajaran sejarah. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikannya
makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Revolusi hijau ini mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1960-an yaitu pada masa
kepemimpinan Soeharto. Loekman Soetrisno (2002) menjelaskan bahwa, tujuan utama revolusi
hijau adalah untuk menaikkan produktivitas sektor pertanian, khususnya sub-sektor pertanian
pangan. Paket tersebut terdiri atas pupuk non- organik, obat-obatan pelindung tanaman, dan bibit
padi unggul.
Revolusi hijau ini tidak terlepas dari pengaruh perkembangan IPTEK di bidang pertanian.
Banyak teknologi modern yang digunakan untuk Revolusi hijau pada masa orde baru.
BAB II
PEMBAHASAN
Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di
Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960). Revolusi hijau menekankan pada serelia, tanaman
biji-bijian, diantaranya padi, jagung, gandum, dan lain-lain.
Gagasan tentang revolusi hijau bermula dari hasil penelitian dan tulisan ThomasvRobert Malthus
(1766-1834) yang berpendapat bahwa “Kemiskinan dan kemelaratan adalah masalah yang
dihadapi manusia yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan penduduk dengan
peningkatan produksi pertanian.”
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan
masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya
swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas
strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga
komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan
kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.
Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.
a. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan menerapkan formula
pancausaha tani (pengolahan tanah, pemilihan bibit unggul, pemupukan, irigasi, dan
pemberontasan hama).
b. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan memperluas lahan
pertanian, biasanya di luar Pulau Jawa.
c. Diversifikasi Pertanian
Diversifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan cara
penganekaragaman tanaman, misal dengan sistem tumpang sari (di antara lahan sawah ditanami
kacang panjang, jagung, dan sebagainya)
d. Rehabilitasi Pertanian
Rehabilitasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan cara pemulihan
kemampuan daya produktivitas sumber saya pertanian yang sudah kritis.
Melalui program ini, pada tahun 1984, Indonesia berhasil menjadi negara swasembada
pangan terbesar. Dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 20 tahun, program revolusi hijau
juga telah berhasil mengubah kebiasaan dan sikap para petani Indonesia yang awalnya memakai
sistem bertani secara tradisional menjadi sistem bertani yang modern dimana para petani mulai
menggunakan teknologi-teknologi pertanian yang ditawarkan oleh program revolusi hijau.
Perubahan sikap tersebut sangat berpengaruh terhadap kenaikan produktifitas sub-sektor
pertanian pangan, sehingga Indonesia mampu mencapai swasembada pangan.
Gerakan Revolusi Hijau yang telah umum dikenal di Indonesia tidak dapat
menghantarkan Indonesia menjadi suatu negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi
hanya dapat dalam waktu lima tahun, yakni selang tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi
Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan sebab
ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah semakin dari
setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan.
Sebab sebelum Revolusi Hijau diterapkan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia
sudah timpang, dampak dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai
diterapkan pada tahun 1960 mencapai dengan tahun 1965.