Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SEJARAH

REVOLUSI HIJAU PADA MASA ORDE BARU

DISUSUN OLEH :

LENI TRINOVIA

No. 17

XII – IPS 2
SMA NEGERI 3 BANGKALAN
TAHUN PELAJARAN 2015-2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Rasullullah S.A.W karena berkah rahmat serta
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang
“Revolusi Hijau Pada Masa Orde Baru” ini.
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang memberi bantuan, dorongan, dan arahan kepada penyusun. Dalam
makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran
dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para
pembaca pada umumnya.

Bangkalan, 07 Desember 2015

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................i

Kata Pengantar.......................................................................................................ii

Daftar Isi................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................1

1.3 Tujuan..................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pelaksanaan Revolusi Hijau................................................................2

2.2 Dampak Pelaksanaan Revolusi Hijau..................................................6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................12

3.2 Saran....................................................................................................12

Daftar Pustaka.......................................................................................................13

Lampiran................................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk
menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi
budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di
banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah
tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di
beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan
(pokok). Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan
Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan
produksi pangan, khususnya swasembada beras.

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana pelaksanaan revolusi hijau?
 Bagaimana dampak pelaksanaan revolusi hijau?

1.3 Tujuan Penelitian


 Mengetahui pelaksanaan revolusi hijau
 Mengetahui dampak pelaksanaan revolusi hijau

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pelaksanaan Revolusi Hijau


Perubahan-perubahan di bidang pertanian sebenarnya telah berkali-
kali terjadi dalam sejarah kehidupan manusia yang biasa dikenal dengan
istilah revolusi. Perubahan dalam bidang pertanian itu dapat berupa
peralatan pertanian, perubahan rotasi tanaman, dan perubahan sistem
pengairan.
Usaha ini ada yang cepat dan lambat. Usaha yang cepat inilah
disebut revolusi, yaitu peru-bahan secara cepat menyangkut masalah
pembaruan teknologi pertanian dan peningkatan produksi pertanian, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif.
Revolusi Hijau merupakan bagian dari perubahan-perubahan yang
terjadi dalam sistem pertanian pada abad sekarang ini. Revolusi Hijau pada
dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional
ke cara modern. Revolusi Hijau ditandai dengan makin berkurangnya
ketergantungan petani pada cuaca dan alam, digantikan dengan peran ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam upaya meningkatkan produksi pangan.
Revolusi Hijau sering disebut juga Revolusi Agraria. Pengertian
agraria meliputi bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
kehutanan. Lahirnya Revolusi Hijau melalui proses panjang dan akhirnya
meluas ke wilayah Asia dan Afrika. Revolusi Hijau mulai mendapat
perhatian setelah
Thomas Robert Malthus (1766–1834) mulai melakukan penelitian
dan me-maparkan hasilnya. Malthus menyatakan bahwa kemiskinan
adalah masalah yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Kemiskinan terjadi
karena pertumbuhan penduduk dan peningkatan produksi pangan yang
tidak seimbang.
Pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan dengan
peningkatan hasil pertanian (pangan). Malthus berpendapat bahwa
pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 31, 64, dan

2
seterusnya), sedangkan hasil pertanian mengikuti deret hitung (1, 3, 5, 7,
9, 11, 13, 15, dan seterusnya). Hasil penelitian Malthus itu menimbulkan
kegemparan di Eropa dan Amerika.
Akibatnya, muncul berbagai gerakan pengendalian pertumbuhan
penduduk dan usaha penelitian pencarian bibit unggul dalam bidang
pertanian. Revolusi Hijau menjadi proyek penelitian untuk meningkatkan
produksi pangan di berbagai negara di dunia. Sejumlah varietas padi-
padian baru yang unggul, khususnya gandum, padi, dan jagung
dikembangkan dalam upaya melipat-gandakan hasil pertanian.
Pelaksanaan penelitian pertanian disponsori oleh lembaga Ford and
Rockefeller Foundation.
Penelitian itu dilakukan di negara Meksiko, Filipina, India, dan
Pakistan. Di Meksiko pada tahun 1944 didirikan sebuah pusat penelitian
benih jagung dan gandum. Pusat penelitian ini mendapat bimbingan
langsung dari Rockefeller Foundation. Hanya dalam beberapa tahun, para
peneliti di lembaga tersebut berhasil menemukan beberapa varietas baru
yang hasilnya jauh di atas rata-rata hasil varietas lokal Meksiko.
Diilhami oleh kesuksesan hasil penelitian di Meksiko, pada tahun
1962 Rockefeller Foundationbekerja sama dengan Ford
Foundationmendirikan sebuah badan penelitian untuk tanaman padi di
Filipina. Badan penelitian ini dinamakan International Rice Research
Institute(IRRI) yang bertempat di Los Banos, Filipina. Pusat penelitian ini
ternyata juga menghasilkan suatu varietas padi baru yang hasilnya jauh
melebihi rata-rata hasil varietas lokal di Asia. Varietas baru tersebut
merupakan hasil persilangan genetik antara varietas padi kerdil dari
Taiwan yang bernama Dee-Geowoogendan varietas padi jangkung dari
Indonesia yang bernama Peta. Hasil dari persilangan tersebut diberi nama
IR 8-288-3atau biasa dikenal dengan IR-8 dan di Indonesia dikenal dengan
sebutan padi PB-8. Setelah penemuan padi PB-8, disusul oleh penemuan
varietas-varietas baru yang lain. Jenis-jenis bibit dari IRRI ini di Indonesia
disebut padi unggul baru (PUB). Pada tahun 1966, IR-8 mulai disebarkan
ke Asia diikuti oleh penyebaran IR-5 pada tahun 1967.

3
Revolusi Hijau dapat memberikan keuntungan bagi kehidupan
umat manusia, tetapi juga memberikan dampak negatif bagi kehidupan
umat manusia. Keuntungan Revolusi Hijau bagi umat manusia, antara lain
sebagai berikut.
Revolusi Hijau menyebabkan munculnya tanaman jenis unggul
berumur pendek sehingga intensitas penanaman per tahun menjadi
bertambah (dari satu kali menjadi dua kali atau tiga kali per dua tahun).
Akibatnya, tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak. Demikian juga
keharusan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit akan menambah
kebutuhan tenaga kerja.
Revolusi Hijau dapat meningkatkan pendapatan petani. Dengan
paket teknologi, biaya produksi memang bertambah. Namun, tingkat
produksi yang dihasilkannya akan memberikan sisa keuntungan jauh lebih
besar daripada usaha pertanian tradisional.
Revolusi Hijau dapat merangsang kesadaran petani dan masyarakat
pada umumnya akan pentingnya teknologi. Dalam hal ini, terkandung
pandangan atau harapan bahwa dengan masuknya petani ke dalam arus
utama kehidupan ekonomi, petani, dan masyarakat pada umumnya akan
menjadi sejahtera.
Revolusi Hijau merangsang dinamika ekonomi masyarakat karena
dengan hasil melimpah akan melahirkan pertumbuhan ekonomi yang
meningkat pula di masyarakat. Hal ini sudah terjadi di beberapa negara,
misalnya di Indonesia.
Revolusi Hijau di Indonesia diformulasikan dalam konsep
‘Pancausaha Tani’ yaitu:

 pemilihan dan penggunaan bibit unggul atau varitas unggul;


 pemupukan yang teratur;
 pengairan yang cukup;
 pemberantasan hama secara intensif;
 teknik penanaman yang lebih teratur.

4
Revolusi Hijau adalah istilah untuk perubahan secara cepat dalam
bidang pertanian ( yang dapat berupa peralatan pertanian, cara bercocok
tanam, perubahan rotasi tanaman, atau sistem pengairan. ) dari tradisional
ke modern dengan peran ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam upaya
meningkatkan produksi pangan.
Revolusi hijau atau Revolusi Agraria di tandai makin berkurangnya
ketergantungan petani pada cuaca dan alam. Pengertian ini merujuk juga
pada sebuah kondisi dimana para pakar tekhnologi pertanian melakukan
persilangan (breeding) antar jenis tanaman tertentu sehingga menghasilkan
jenis tanaman unggul yang mempunyai ciri ; berumur pendek,
memberikan hasil produksi berlipat ganda, dan mudah beradaptasi dalam
lingkungan apapun. Asal memenuhi syarat, antara lain :
a.) Tersedia cukup air
b.) Pemupukan teratur
c.) Tersedia bahan kimia pemberantas hama dan penyakit serta pemberantas
rerumputan pengganggu.

Sedangkan industrialisasi adalah suatu proses modernisasi dan


perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat
agraris menjadi masyarakat industri, dimana masyarakat berfokus pada
ekonomi yang meliputi
pekerjaan yang semakin beragam, gaji, dan penghasilan yang semakin
tinggi.
Revolusi Hijau mulai mendapat perhatian setelah Thomas Robert
Malthus (1766 – 1834) mulai melakukan penelitian dan memaparkan
hasilnya. Malthus menyatakan bahwa kemiskinan adalah masalah yang
tidak bisa di hindari leh manusia. Kemiskinan terjadi karena pertumbuhan
penduduk lebih cepat daripada peningkatan produksi pangan, yang
notabene tidak seimbang.
Hasil penelitian Malthus itu menimbulkan kegemparan di Eropa
dan Amerika. Akibatnya, muncul berbagai gerakan pengendalian
pertumbuhan penduduk dan usaha penelitian untuk meningkatkan

5
produksi pangan. Penelitian ini dilakukan di negara Meksiko, Filipina,
India, dan Pakistan. Dan di sponsori oleh lembaga Ford and Rockefeller
Foundation. Pusat penelitian ini menghasilkan suatu varietas baru yang
biasa dikenal dengan IR-8 atau PB-8 dan hasilnya jauh melebihi rata-rata
hasil varietas lokal. Varietas tersebut adalah hasil persilangan genetik
antara varietas padi kerdil dari Taiwan yang bernama Dee Geowoogen dan
varietas padi jangkung dari Indonesia yang bernama Peta.
Pada tahun 1966 IR-8 mulai disebarkan ke Asia diikuti penyebaran
IR-5 pada tahun 1967. Kemudian pada Tahun 1968 sebagian negara Asia
termasuk Indonesia telah melaksanakan penanaman padi jenis IR secara
luas di masyarakat. Hingga pada tahun 1976 areal sawah di Asia yang
ditanami IR sudah mencapai 24 juta hektar.
Konsep Revolusi Hijau di Indonesia dan Upaya Pemerintah
Indonesia Meningkatkan Produksi Pangan Revolusi Hijau di indonesia di
formulasikan dalam konsep ‘Panca Usaha Tani’ yaitu :
a.) Pemilihan dan penggunaan bibit unggul atau varietas unggul
b.) Pemupukan teratur
c.) Pengairan yang cukup
d.) Pemberantasan hama secara intensif
e.) Teknik penanaman yang teratur.

Adapun usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian


dan pangan, dilakukan dengan empat usaha pokok, yaitu :
a.) Ekstensifikasi : Usaha meningkatkan produksi pertanian dengan membuka
lahan baru termasuk usaha penangkapan ikan dan penanaman rumput untuk
makan ternak.
b.) Intensifikasi : Usaha meningkatkan produksi pertanian dengan menerapkan
panca usaha tani.
c.) Diversifikasi : Usaha meningkatkan produksi pertanian dengan
keanekaragaman usaha tani.
d.) Rehabilitasi : Usaha meningkatkan produksi pertanian dengan pemulihan
kemampuan daya produksivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis.

6
2.2   Dampak Pelaksanaan Revolusi Hijau
Seiring dengan berkembangnya revolusi hijau berkembang pula
individualisasi hak atas tanah dan komersialisasi produk pertanian telah
mengakibatkan perubahan dalam struktur sosial yang berlawanan
kepentingan. Sistem kekerabatan yang pada mulanya menjadi pengikat di
antara lapisan masyarakat kian memudar.
Dampak lain yang ditimbulkan dari revolusi hijau adalah
kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena pengalihan hak milik atas
tanah melalui jual beli. Harga tanah membumbung tinggi dan menjadi
tidak terjangkau oleh petani lapisan bawah, namun petani kaya
mempunyai peluang yang sangat besar untuk menambah luas tanahnya.
Banyak sedikitnya tanah yang dimiliki berpengaruh pada tingkat
pendapatan.
Revolusi hijau memberikan pengaruh yang sangat positif dalam
pengadaan bahan pangan. Sejak tahun 1950 Indonesia telah masuk
menjadi anggota FAO (Food Agriculture Organization), dan Indonesia
telah banyak mendapatkan bantuan dari FAO dalam usaha pengembangan
pertanian. Pada tahun 1988, Indonesia mendapat penghargaan FAO karena
telah berhasil mencapai swasembada pangan.

Dampak Positif
Bagi kehidupan umat manusia, revolusi hijau dapat memberikan
dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif revolusi hijau sebagai
berikut :

1. Menyebabkan munculnya tanaman jenis unggul berumur pendek, sehingga


intensitas penanaman pertahun menjadi bertambah dari satu kali menjadi dua
kali atau lima kali per dua tahun. Akibatnya, tenaga kerja yang dibutuhkan
lebih banyak.

7
2. Dapat meningkatkan pendapatan petani. Dengan paket teknologi, biaya
produksi memang bertambah. Namun, tingkat produksi yang dihasilkan akan
memberikan sisa keuantungan jauh lebih besar daripada keuntungan dalam
usaha pertanian tradisional.
3. Dapat merangsang kesadaran petani dan masyarakat pada umumnya akan
pentingnya teknologi.
4. Merangsang dinamika ekonomi masyarakat, arena dengan hasil yang
melimpah akan melahirkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pula di
masyarakat.

Sebelum Revolusi Hijau, produksi padi yang merupakan bahan


pangan utama di Indonesia masih bergantung pada cara pertanian dengan
mengandalkan luas lahan dan teknologi yang sederhana. Pada periode
kemudian, intensifikasi pertanian menjadi tumpuan bagi peningkatan
produksi pangan nasional. Usaha peningkatan produksi pangan di
Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1950-an. 
Pada waktu itu, pemerintah menerapkan kebijakan Rencana
Kemakmuran Kasimo. Program itu dilakukan pada kurun waktu tahun
1952–1956. Keinginan mencapai produksi pangan yang tinggi kemudian
dilanjutkan. Beberapa program baru dilaksanakan, seperti program padi
sentra pada tahun 1959– 1962 dan program bimbingan masyarakat (bimas)
pada tahun 1963–1965.
Program-program tersebut telah merintis penerapan prinsip-prinsip
Revolusi Hijau di Indonesia melalui pelaksanaan kegiatan Pancausaha
Tani yang mencakup intensifikasi dan mekanisasi pertanian. Berbagai
usaha telah dilakukan oleh pemerintah (departemen pertanian), seperti
“Bimas (Bimbingan Massal), Intensifikasi Masal (Inmas), Insus
(Intensifikasi Khusus), Opsus (Operasi Khusus).
Insus dan Opsus lebih menekankan pada peningkatan partisipasi
petani secara kelompok dan aparat pembina dalam meningkatkan
produksi. Insus merupakan upaya intensifikasi kelompok guna

8
meningkatkan potensi lahan, sedangkan opsus merupakan upaya
menjangkau lahan yang belum diintensifikasi dan mencoba memberi
rangsangan dalam peningkatan produksi.
Berbagai usaha yang telah dilakukan belum berhasil menutupi
kebutuhan pangan yang besar. Produksi beras per tahun menunjukkan
kenaikan dari 5,79 juta ton pada tahun 1950 menjadi 8,84 juta ton pada
tahun 1965. Namun, jumlah beras yang tersedia per jiwa masih tetap
rendah sehingga impor beras masih tetap tinggi. Ketika ekonomi nasional
memburuk pada awal tahun 1960-an, persediaan beras nasional juga
menurun. 
Akibatnya, harga beras meningkat dan masyarakat sulit
mendapatkan beras di pasar. Ketika Pelita I dimulai pada tahun 1969,
sebuah rencana peningkatan hasil tanaman pangan khususnya beras
dilakukan melalui program intensifikasi masyarakat (inmas). Program
inmas tersebut untuk melanjutkan program bimbingan masyarakat (bimas).
Pusat-pusat penelitian itu tidak hanya bergantung pada
pembudidayaan jenis padi yang telah dikembangkan oleh IRRI. Para
peneliti Indonesia juga melakukan penyilangan terhadap jenis padi lokal.
Mereka berhasil menemukan jenis padi baru yang lebih berkualitas, baik
dalam penanaman, tingkat produksi, maupun rasa dengan memanfaatkan
teknologi baru yang ada. Hasilnya, beberapa jenis benih unggul yang
dikenal sebagai padi IR, PB, VUTW, C4, atau Pelita ditanam secara luas
oleh para petani Indonesia sejak tahun 1970-an.
Perkembangan Revolusi Hijau di Indonesia mengalami pasang
surut karena faktor alam ataupun kerusakan ekologi. Hal ini tentu saja
memengaruhi persediaan beras nasional. Pada tahun 1972, produksi beras
Indonesia terancam oleh musim kering yang panjang. Usaha peningkatan
produksi beras nasional sekali lagi terganggu karena serangan hama
dengan mencakup wilayah yang sangat luas pada tahun 1977. Produksi
pangan mengalami kenaikan ketika program intensifikasi khusus (insus)
dilaksanakan pada tahun 1980. 

9
Hasilnya, Indonesia mampu mencapai tingkat swasembada beras
dan berhenti mengimpor beras pada tahun 1984. Padahal, pada tahun 1977
dan 1979 Indonesia merupakan pengimpor beras terbesar di dunia. Selain
memanfaatkan jenis padi baru yang unggul, peningkatan produksi beras di
Indonesia didukung oleh penggunaan pupuk kimia, mekanisasi pengolahan
tanah, pola tanam, pengembangan teknologi pascapanen, penggunaan
bahan kimia untuk membasmi hama pengganggu, pencetakan sawah baru,
dan perbaikan serta pembangunan sarana dan prasarana irigasi. 
Selain kebijakan intensifikasi, Indonesia juga melakukan
pencetakan sawah baru. Sampai tahun 1985, sudah terdapat 4,23 juta
hektar sawah beririgasi terutama di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat
dibandingkan sekitar 1,8 juta hektar pada tahun 1964. Selama empat
pelita, telah dibangun dan diperbaiki sekitar 8,3 juta hektar sawah
beririgasi.
Dengan demikian Revolusi Hijau memberikan pengaruh yang
positif dalam pengadaan pangan. Sejak tahun 1950 Indonesia masuk
menjadi anggota FAO (Food and Agricultur Organization). FAO telah
banyak memberi bantuan untuk pengembangan pertanian. Keberhasilan
Indonesia dalam swasembada pangan dibuktikan dengan adanya
penghargan dari FAO pada tahun 1988. Hal ini berarti Indonesia telah
dapat mengatasi masalah pangan.

Dampak Negatif
a.) Sistem bagi hasil mengalami perubahan. Sistem panen secara bersama-sama
pada masa sebelumnya mulai di geser oleh sistem upah. Pembeli memborong
semua hasil dan biasanya menggunakan sedikit tenaga kerja. Akibatnya,
kesempatan kerja di pedesaan makin berkurang.
b.) Pengaruh ekonomi uang di dalam berbagai hubungan sosial di daerah pedesaan
makin kuat.
c.) Ketergantungan pada pupuk dan zat kimia pembasmi hama juga berdampak
pada tingginya biaya produksi yang harus di tanggung petani.

10
d.) Peningkatan produksi pangan tidak di ikuti oleh pendapatan petani secara
keseluruhan karena penggunaan tekhnologi modern hanya di rasakan oleh
petani kaya.

Sebelumnya pada sektor pertanian di Indonesia banyak


mengandalkan tekhnologi tradisional. Pemerintah melakukan banyak
upaya hingga pada saat Revolusi Hijau muncul. Tetapi upaya-upaya
tersebut belum menutupi kebutuhan pangan yang besar.
Para peneliti dari Indonesia juga tidak bergantung pada pusat-pusat
penelitian pembudidayaan jenis padi internasional. Mereka melakukan
penyilangan terhadap jenis padi lokal. Dan mereka juga berhasil
menemukan jenis padi yang lebih berkualitas.
Perkembangan Revolusi Hijau di Indonesia mengalami pasang
surut karena faktor alam dan kerusakan ekologi. Hal ini tentu saja
mempengaruhi persediaan besar nasional. Pada tahun 1972, produksi beras
indonesia terancam musim kering yang panjang dan pada tahun 1977
terganggu serangan hama yang mencakup wilayah luas. Namun, pertanian
Indonesia berhasil meningkat kembali pada tahun 1980 dan menjadikan
Indonesia mencapai tingkat swasembada beras dan berhenti menjadi
mengimpor beras terbesar di dunia.
Dengan demikian, Revolusi Hijau memberikan pengaruh yang
positif dalam pengadaan pangan.
Pada periode kemudian, Revolusi Hijau ini tampaknya
menyebabkan modernisasi yang akhirnya berdampak pada perkembangan
industrialisasi.
Industrialisasi ini juga berhasil menjerat Indonesia untuk masuk
didalamnya, dimana Industrialisasi di Indonesia ditandai oleh :
a.) Tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja.
b.) Banyaknya tenaga kerja terserap ke dalam sektor- sektor industri.
c.) Terjadinya perubahan pola-pola perilaku yang lama menuju pola-pola perilaku
yang baru yang bercirikan masyarakat industri modern diantaranya
rasionalisasi.

11
d.) Meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat di berbagai daerah khususnya
di kawasan industri.
e.) Menigkatnya kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan hasil-hasil industri
baik pangan, sandang, maupun alat-alat untuk mendukung pertanian dan
sebagainya.

Dari hal diatas, pemerintah Indonesia mulai tertarik akan


perkembangan industrialisasi di Indonesia. Untuk itu pemerintah berupaya
untuk meningkatkan industrialisasi di Indonesia. Upaya yang dilakukan
pemerintah diantaranya yaitu :
a.) Meningkatkan perkembangan jaringan informasi, komunikasi, transportasi
untuk memperlancar arus komunikasi antarwilayah di Nusantara.
b.) Mengembangkan industri pertanian.
c.) Mengembangkan industri non pertanian terutama minyak dan gas bumi yang
mengalami kemajuan pesat.
d.) Perkembangan industri perkapalan dengan dibangun galangan kapal di
Surabaya yang dikelola olrh PT.PAL Indonesia.
e.) Pembangunan Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) yang kemudian
berubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia. Pembangunan kawasan industri di
daerah Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan, dan Batam.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara
berkembang dan Indonesia dijalankan sejak rezim Orde Baru berkuasa.
Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia
tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang
berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima
tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga
telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan
karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang
memiliki tanah lebih dari setengah hektare, dan petani kaya di pedesaan, serta
penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau
dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah
timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah
mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965.

3.2 Saran
Seharusnya para pemimpin Orde Baru sadar diri akan pentingnya
perekonomian Indonesia yang bersih dan tidak berdampak pada lingkungan
terutama berdampak pada ekonomi masyarakat rendah di masanya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2014. “Dampak Positif dan Negatif Revolusi Hijau di Indonesia ”


(online) (http://www.sejarah-negara.com/2014/09/dampak-positif-
dan-negatif-revolusi.html, diakses 05 Desember 2015)

Sri Syarifah Husnul Khotimah. 2014. “Perkembangan Industrialisasi Masa Orde


Baru” (online) (http://ifamyumyu.blogspot.co.id/2014/12/
perkembangan-industrialisasi-masa-orde.html, diakses 05 Desember
2015)

14
LAMPIRAN

15

Anda mungkin juga menyukai