Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN STUDY TOUR

TROWULAN MOJOKERTO (SITUS MAJAPAHIT)

DISUSUN OLEH:
SINTA RAHMAWATI
VII-E

SMP NEGERI 2 KAMAL


TAHUN PELAJARAN 2015-2016
GAPURA WRINGIN LAWANG

Gapura Wringin Lawang adalah sebuah


gapura peninggalan kerajaan Majapahit
abad ke-14 yang berada di Jatipasar,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia.
Bangunan ini terletak tak jauh ke
selatan dari jalan utama di Jatipasar.

Dalam bahasa Jawa, Wringin Lawang


berarti 'Pintu Beringin'.

Gapura agung ini terbuat dari bahan


bata merah dengan luas dasar 13 x 11
meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan dibangun pada abad ke-14. Gerbang ini lazim
disebut bergaya candi bentar atau tipe gerbang terbelah. Gaya arsitektur seperti ini diduga
muncul pada era Majapahit dan kini banyak ditemukan dalam arsitektur Bali. Kebanyakan
sejarawan sepakat bahwa gapura ini adalah pintu masuk menuju kompleks bangunan penting
di ibu kota Majapahit. Dugaan mengenai fungsi asli bangunan ini mengundang banyak
spekulasi, salah satu yang paling populer adalah gerbang ini diduga menjadi pintu masuk ke
kediaman Mahapatih Gajah Mada.

MAHAWIHARA MAJAPAHIT

Patung Buddha Tidur berukuran raksasa yang konon merupakan patung Buddha terbesar
ketiga di dunia, setelah patung serupa yang ada di Thailand dan Nepal.

Patung Buddha Tidur di Maha Vihara Trowulan ini panjangnya mencapai 22 meter, dengan
lebar 6 meter, dan tinggi mencapai 4,5 meter. Sepasang arca Dwarapala tampak berjaga di
sisi kanan jembatan belah dua yang dipakai sebagai akses jalan untuk menuju ke patung itu.

Di bawah patung, memanjang di sepanjang dinding pondasi, terdapat relief yang tampaknya
menceritakan kehidupan dan ajaran Sang Buddha. Wajah patung raksasa ini terlihat bersih
dan bercahaya, namun pada bagian badannya sudah memerlukan pembersihan akibat terkena
hujan dan panas yang berketerusan.
CANDI BRAHU

Candi Brahu merupakan salah satu candi yang


terletak di dalam kawasan situs arkeologi
Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Tepatnya,
candi ini berada di Dukuh Jambu Mente, Desa
Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Mojokerto, Jawa Timur, atau sekitar dua kilometer
ke arah utara dari jalan raya Mojokerto—Jombang.

Candi Brahu dibangun dengan batu bata merah,


menghadap ke arah barat dan berukuran panjang
sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m, dan
berketinggian 20 meter.

Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur


Budha. Diperkirakan, candi ini didirikan pada abad
ke-15 Masehi meskipun masih terdapat perbedaan
pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengatakan
bahwa candi ini berusia jauh lebih tua daripada
candi-candi lain di sekitar Trowulan.

KOLAM SEGARAN

Kolam Segaran merupakan salah satu


situs peninggalan Kerajaan
Majapahit, yang dituahkan dan
dibanggakan masyarakat Trowulan
khususnya dan Mojokerto pada
umumnya. Nama Kolam Segaran
berasal dari bahasa Jawa 'segara' yang
berarti 'laut', mungkin masyarakat
setempat mengibaratkan kolam besar
ini sebagai miniatur laut. Tembok dan
tanggul bata merah mengelilingi
kolam yang sekaligus memberi
bentuk pada kolam tersebut.Kolam
ini memiliki panjang 375 meter, lebar
175 meter, tebal tepian 1,6 meter dengan kedalaman 2,88 meter. Kolam segaran  ini bpada
masa Kerajaan Majapahit berfungsi sebagai waduk dan penampung air, yang merupakan
wujud kemampuan Kerajaan Majapahit akan teknologi bangunan basah, para ahli
memperkirakan kolam ini sama dengan kata ”Telaga” yang disebut dalam kitab
Negarakertagama.

Selain itu, ada cerita yang menyebutkan bahwa kolam tersebut sering dimanfaatkan para
Maharaja Majapahit untuk bercengkerama dengan permaisuri dan para selir kedatonnya.
MUSEUM MAJAPAHIT

Museum Trowulan atau Museum Majapahit


merupakan museum arkeologi terbesar di
Indonesia yang terletak di Trowulan,
Mojokerto, Jawa Timur. Untuk menuju ke
tempat ini sangatlah mudah, bisa melalui
Surabaya maupun Jombang. Jika dari
terminal Bungurasih Surabaya ambil bis
jurusan Jombang dan turun di perempatan
Trowulan, Mojokerto. Sedangkan dari
Jombang bisa ambil jalur bis arah Surabaya
dan turun di perempatan Trowulan,
Mojokerto.

Saat ini koleksi Museum Trowulan tidak


hanya menyimpan peninggalan arkeologi dari masa majapahit saja, tetapi juga menampilkan
berbagai temuan arkeologi dari seluruh Jawa Timur. Mulai dari era raja Airlangga, Kediri,
hingga era singosari, malang.

PENDOPO AGUNG

Pendopo Agung Trowulan adalah sebuah bangunan pendopo Jawa bergaya Joglo yang
dibangun antara tahun 1964 – 1973 oleh Kodam-V Brawijaya, berada di Dusun Nglinguk,
Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan. Bangunan itu konon berada di lokasi dimana dahulu
berdiri Pendopo Agung Kerajaaan Majapahit, tempat Mahapatih Gajahmada mengucapkan
Sumpah Palapa yang terkenal itu.
Memasuki area Pendopo Agung Trowulan terlihat sebuah pintu gerbang berbentuk
candi bentar bergaya Jawa kuno yang berada di pintu masuk ke Pendopo. Candi bentar adalah
bentuk pintu gerbang yang bagian atasnya terpisah atau tidak bertangkup, sedangkan jika
bagian atasnya terhubung maka disebut gapura paduraksa.
Setelah melewati gerbang candi bentar, di sebelah kiri terlihat sebuah cungkup dan
prasasti dimana terdapat Patung Gajah Mada di dalamnya. Patung itu diresmikan oleh
Komando Pusat Polisi Militer pada tanggal 22 Juni 1986.
CANDI BAJANG RATU

Candi Bajang Ratu, yang juga disebut


Gapura Bajang Ratu, adalah sebuah
struktur bangunan berupa gerbang atau
candi dari sebuah penggal waktu di
jaman kebesaran Kerajaan Majapahit.
Candi Bajang Ratu letaknya berada di
Desa Temon, Kecamatan Trowulan,
Mojokerto, Jawa Timur.

Struktur candi yang seluruhnya terbuat


dari batu bata merah ini, dan
diperkirakan dibangun pada abad ke-14,
masih tampak terlihat sangat baik dan berada di tengah sebuah taman luas yang juga terawat
rapi dengan pepohonan yang rindang di tepiannya.

Sebagaimana juga bisa ditemui di bangunan Pura milik masyarakat Hindu Bali, seperti
misalnya di Pura Aditya Jaya Rawamangun, struktur candi seperti Candi Bajang Ratu ini
berfungsi sebagai kori agung untuk memasuki daerah tempat ibadah yang disucikan.

CANDI TIKUS

Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914.
Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo
Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran
secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama ‘Tikus’ hanya
merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan,
tempat candi tersebut berada merupakan sarang tikus.

Mengenai kenapa namanya Candi Tikus, konon karena penemuannya. Candi ini ditemukan
ketika penduduk sibuk berburu tikus yang menggerogoti sawahnya. Ketika memburu tikus
sampai ke lubang-lubangnya tanpa sengaja malah menemukan reruntuhan candi tersebut, dan
banyak ditemukan tikus juga ketika ditemukan, sehingga dinamai Candi Tikus.

Anda mungkin juga menyukai