Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PERJALANAN

SITUS-SITUS DI TROWULAN MOJOKERTO

DISUSUN OLEH:
SITI AISYAH
VII-D / 25

SMP NEGERI 2 KAMAL


TAHUN PELAJARAN 2015-2016
CANDI WRINGIN LAWANG

Candi Wringin Lawang atau Gapura Wringin Lawang ini ada di Dukuh Wringin Lawang,
Desa Jati Pasar, Kec. Trowulan Mojokerto. Dari jalan raya Mojokerto-Jombang masuk ke
arah selatan sekitar 200 meter. Gapura Wringin Lawang merupakan bangunan kuno bentuk
Gapura Belah yang tidak memiliki atap (tipe candi bentar).
Konon katanya, Gapura ini
diperkirakan sebagai pintu
gerbang masuk salah satu
kompleks bangunan yang berada
di kota Mojopahit tersusun dari
susunan bata yang kini menjadi
platform gapura di Jawa Timur.
Gapura Wringin Lawang juga
disebut juga Candi Jati Purno,
yang terletak di Desa Jati Pasar
(dulu merupakan pasar kerajaan
Majapahit). Sebutan yang
digunakan terkadang Gapura,
terkadang Candi.Kalau sobat
traveler mau tahu, disebut
Wringin Lawang karena
bentuknya seperti pintu (lawang) dan di dekatnya tumbuh sepasang pohon beringin.
Bangunan terrbuat dari bahan bata merah dan dalam keadaan polos tanpa hiasan. Bentuk
bangunan seperti sebuah candi yang dibelah menjadi dua, dari atas ke bawah, sama bentuk
dan kemudian diletakkan renggang. Bagian atap tidak tertutup. Bentuk gapura seperti itu
disebut model “Candi Bentar” atau “Gapura Gapit” atau “Gapura Belah”.

PATUNG BUDHA TIDUR

Sesuai dengan namanya, patung itu


menggambarkan Sang Budha sedang
tidur dengan posisi tubuh yang
menyamping. Patung seperti itu biasa
dijumpai  dalam beberapa tempat
yang berkaitan dengan agama Budha.
Salah satunya adalah di MahaVihara
Mojopahit yang berada di Desa
Bejijong, Kecamatan Trowulan
Kabupaten Mojokerto – Jawa Timur.
Di tempat peribadatan umat Budha
ini, Patung Budha tersebut berada di
halaman bagian samping di dalam
kawasan wihara.
Selain tubuh dan pakaiannya yang berwarna emas, ukuran patung itu juga monumental
karena  merupakan yang terbesar di Indonesia dan terbesar ketiga didunia, setelah Thailand
dan Nepal. Dengan ukuran panjang 22 m, lebar 6 m dan tinggi 4,5 m, Rupang ini telah
mendapatkan penghargaan dari MURI ( museum rekor Indonesia ). Dibawah rupang terdapat
relief-relief yang menggambarkan kehidupan Buddha Gotama, hukum Karmaphala dan
hukum Tumimbal Lahir.
KUBURAN SITI INGGIL

Makam Tersebut adalah makam Raden Wijaya, pendiri


Kerajaan Majapahit. Makam Raden Wijaya yang
terletak di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan,
Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ini telah dikunjungi
banyak presiden Indonesia. Makam ini memang
menjadi tempat ziarah bagi calon pemimpin dan
pemimpin Indonesia sejak zaman Presiden Soekarno
sampai sekarang.

Petilasan Raden Wijaya dipercaya sebagai tempat


pertama kali Raden Wijaya mendirikan kerajaan. Di
sini juga dipercaya menjadi tempat peristirahatan
terakhirnya. Bersama makan Raden Wijaya, terdapat
pula makam Garwo Selir Gayatri, Garwo Selir Ndoro
Jinggo, Garwo Selir Doro Petak dan Abdi Kinasih Kaki
Regel.

CANDI BRAHU

Candi Brahu merupakan salah


satu candi yang terletak di
dalam kawasan situs
arkeologi Trowulan, bekas
ibu kota Majapahit. Tepatnya,
candi ini berada di Dukuh
Jambu Mente, Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan,
Kabupaten Mojokerto, Jawa
Timur dengan titik koordinat
GPS 7°32'34"S   112°22'27"E
atau sekitar dua kilometer ke
arah utara dari jalan raya
Mojokerto-Jombang.

Candi Brahu dengan bentuk badan lekuk bertingkat tiga dan mengecil di bagian atas. Candi
Brahu memiliki ciri khas bangunan gaya Majapahitan, yang terbuat dari batu bata merah yang
direkatkan dengan sistem gosok, karenanya cenderung lebih cepat tergerus zaman ketimbang
candi yang terbuat dari batu gunung. Bentuk tubuh Candi Brahu tidak tegas persegi
melainkan bersudut banyak, tumpul dan berlekuk.

Bagian tengah tubuhnya melekuk ke dalam seperti pinggang. Lekukan tersebut dipertegas
dengan pola susunan batu bata pada dinding barat atau dinding depan candi. Atap candi juga
tidak berbentuk berbentuk prisma bersusun atau segi empat, melainkan bersudut banyak
dengan puncak datar.
KUBURAN PUTRI CAMPA

Putri Campo sendiri dimakamkan di


Dusun Unggahan, Desa\/Kecamatan
Trowulan Mojokerto. Di pelataran
makam ini, terdapat dua makam yang
berada di posisi paling atas, yakni
Makam Putri Campo dan Prabu
Brawijaya V alias Damar Wulan.

Makam Putri Campa sendiri ditandai


dengan nisan hanya di bagian kepala
saja. Sementara Prabu Brawijaya V
ditandai dengan dua nisa di kaki dan
kepala. Kedua makam ini terletak di
tengah-tengah makam Islam kuno.
Selain itu, makam juga sangat dekat
sekali dengan Candi Menak Jinggo.

Putri Campo adalah pemeluk agama Islam. Konon, dia diyakini mampu mengajak Prabu
Brawijaya V untuk memeluk agama Islam setelah menikahinya. Sebab, dalam ajaran Islam,
pernikahan beda agama merupakan larangan.

KOLAM SEGARAN

Kolam kuno yang biasa disebut


Segaran –Trowulan-Kabupaten
Mojokerto-Jawa Timur , konon luasnya
6,5 hektar dengan panjang 375 m dan
lebar 175 m .

Sekeliling kolam bersusun batu bata


setebal 1,6 m dengan kedalaman kolam
sekitar 2,8 meter Diketemukan oleh
Maclain Pont , seorang insinur dibidang
gula , yang tertarik pada arkeologi ,
pada tahun 1926 dalam keadaan
tertimbun.. Dahulu dipakai sebagai
tempat rekreasi Raja Majapahit,juga
sebagai waduk air yang berbentuk telaga. Dibangun pada abat 14, juga untuk mengatasi
banjir dan mengelola perairan masyarakat Trowulan.

Ditulis pula oleh bu Bidan kita itu , dibawah kolam terdapat semacam gorong2 air atau
terowongan yang cukup besar dibeberapa tempat untuk mengatur masuk dan keluarnya air.
Jadi sejak abat ke 13-14 , masyarakat Trowulan/Majapahit sudah bisa mengatasi banjir
dengan tehnologi sederhana dan dengan usaha arsitek sendiri. Sebenarnya disamping untuk
waduk air , untuk mengatasi banjir , mengatur perairan didaerah itu , ada lagi kegunaan
segaran Trowulan itu.
MUSEUM TROWULAN

Sejarah Museum Trowulan berkaitan


erat dengan sejarah situs arkeologi
Trowulan. Reruntuhan kota kuna di
Trowulan ditemukan pada abad ke-19.
Sir Thomas Stamford Raffles, gubernur
jenderal Jawa antara tahun 1811 sampai
tahun 1816 melaporkan keberadaan
reruntuhan candi yang tersebar pada
kawasan seluas beberapa mil.

Saat itu kawasan ini ditumbuhi hutan jati


yang lebat sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan survei
yang lebih terperinci.Keperluan
mendesak untuk mencegah penjarahan dan pencurian artefak dari situs Trowulan adalah
alasan utama dibangunnya semacam gudang penyimpanan sederhana yang akhirnya
berkembang menjadi Museum Trowulan.

Museum ini didirikan oleh Henri Maclaine Pont, seorang arsitek Belanda sekaligus seorang
arkeolog, serta berkat peran Bupati Mojokerto, Kanjeng Adipati Ario Kromodjojo
Adinegoro.[3]Museum baru secara resmi dibuka pada tahun 1987. Bangunan museum ini
mencakup lahan seluas 57.625 meter persegi, bangunan ini menampung koleksi Museum
Trowulan lama serta berbagai arca batu yang sebelumnya disimpan di Museum
Mojokerto.Pembangunan museum baru telah diajukan di kawasan ini dan lokasi ini telah
diusulkan untuk menjadi kawasan Warisan Dunia UNESCO

PENDOPO AGUNG

Dalam komplek Pendopo Agung


Trowulan di sebelah kiri setelah
gerbang masuk terlihat sebuah
cungkup dan prasasti dimana
terdapat Patung Gajah Mada di
dalamnya. Patung itu diresmikan
oleh Komando Pusat Polisi
Militer pada tanggal 22 Juni
1986.

Ketika pengangkatannya sebagai


patih Amangkubhumi pada tahun
1258 Saka (1336 M) Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa yang berisi bahwa ia tidak akan menikmati palapa atau
rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) bila seluruh kerajaan yang namanya
disebut dalam sumpahnya telah dipersatukan  dalam Nusantara.
CANDI BAJANG RATU

Gapura Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama


Candi Bajang Ratu adalah sebuah gapura / candi
peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa
Timur, Indonesia. Bangunan ini diperkirakan dibangun
pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar
pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatan
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto,
candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi
bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja
Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut
"kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar
tahun 1328 M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya
Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu
belakang kerajaan. Dugaan ini didukung adanya relief
"Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan
penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan
sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang
meninggal diharuskan lewat pintu belakang.

CANDI TIKUS

Candi ini terletak di kompleks


Trowulan, sekitar 13 km di sebelah
tenggara kota Mojokerto. Dari jalan raya
Mojokerto-Jombang, di perempatan
Trowulan, membelok ke timur, melewati
Kolam Segaran dan Candi Bajangratu
yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi
Tikus juga terletak di sisi kiri jalan,
sekitar 600 m dari Candi Bajangratu.

Candi Tikus yang semula telah terkubur


dalam tanah ditemukan kembali pada
tahun 1914. Penggalian situs dilakukan
berdasarkan laporan bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya
miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada
tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama ‘Tikus’ hanya merupakan sebutan yang digunakan
masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat candi tersebut berada merupakan
sarang tikus.

Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan,
untuk apa, dan oleh siapa Candi Tikus dibangun. Akan tetapi dengan adanya miniatur menara
diperkirakan candi ini dibangun antara abad ke-13 sampai ke-14 M, karena miniatur menara
merupakan ciri arsitektur pada masa itu.

Anda mungkin juga menyukai