DISUSUN OLEH:
SITI AISYAH
VII-D / 25
Candi Wringin Lawang atau Gapura Wringin Lawang ini ada di Dukuh Wringin Lawang,
Desa Jati Pasar, Kec. Trowulan Mojokerto. Dari jalan raya Mojokerto-Jombang masuk ke
arah selatan sekitar 200 meter. Gapura Wringin Lawang merupakan bangunan kuno bentuk
Gapura Belah yang tidak memiliki atap (tipe candi bentar).
Konon katanya, Gapura ini
diperkirakan sebagai pintu
gerbang masuk salah satu
kompleks bangunan yang berada
di kota Mojopahit tersusun dari
susunan bata yang kini menjadi
platform gapura di Jawa Timur.
Gapura Wringin Lawang juga
disebut juga Candi Jati Purno,
yang terletak di Desa Jati Pasar
(dulu merupakan pasar kerajaan
Majapahit). Sebutan yang
digunakan terkadang Gapura,
terkadang Candi.Kalau sobat
traveler mau tahu, disebut
Wringin Lawang karena
bentuknya seperti pintu (lawang) dan di dekatnya tumbuh sepasang pohon beringin.
Bangunan terrbuat dari bahan bata merah dan dalam keadaan polos tanpa hiasan. Bentuk
bangunan seperti sebuah candi yang dibelah menjadi dua, dari atas ke bawah, sama bentuk
dan kemudian diletakkan renggang. Bagian atap tidak tertutup. Bentuk gapura seperti itu
disebut model “Candi Bentar” atau “Gapura Gapit” atau “Gapura Belah”.
CANDI BRAHU
Candi Brahu dengan bentuk badan lekuk bertingkat tiga dan mengecil di bagian atas. Candi
Brahu memiliki ciri khas bangunan gaya Majapahitan, yang terbuat dari batu bata merah yang
direkatkan dengan sistem gosok, karenanya cenderung lebih cepat tergerus zaman ketimbang
candi yang terbuat dari batu gunung. Bentuk tubuh Candi Brahu tidak tegas persegi
melainkan bersudut banyak, tumpul dan berlekuk.
Bagian tengah tubuhnya melekuk ke dalam seperti pinggang. Lekukan tersebut dipertegas
dengan pola susunan batu bata pada dinding barat atau dinding depan candi. Atap candi juga
tidak berbentuk berbentuk prisma bersusun atau segi empat, melainkan bersudut banyak
dengan puncak datar.
KUBURAN PUTRI CAMPA
Putri Campo adalah pemeluk agama Islam. Konon, dia diyakini mampu mengajak Prabu
Brawijaya V untuk memeluk agama Islam setelah menikahinya. Sebab, dalam ajaran Islam,
pernikahan beda agama merupakan larangan.
KOLAM SEGARAN
Ditulis pula oleh bu Bidan kita itu , dibawah kolam terdapat semacam gorong2 air atau
terowongan yang cukup besar dibeberapa tempat untuk mengatur masuk dan keluarnya air.
Jadi sejak abat ke 13-14 , masyarakat Trowulan/Majapahit sudah bisa mengatasi banjir
dengan tehnologi sederhana dan dengan usaha arsitek sendiri. Sebenarnya disamping untuk
waduk air , untuk mengatasi banjir , mengatur perairan didaerah itu , ada lagi kegunaan
segaran Trowulan itu.
MUSEUM TROWULAN
Museum ini didirikan oleh Henri Maclaine Pont, seorang arsitek Belanda sekaligus seorang
arkeolog, serta berkat peran Bupati Mojokerto, Kanjeng Adipati Ario Kromodjojo
Adinegoro.[3]Museum baru secara resmi dibuka pada tahun 1987. Bangunan museum ini
mencakup lahan seluas 57.625 meter persegi, bangunan ini menampung koleksi Museum
Trowulan lama serta berbagai arca batu yang sebelumnya disimpan di Museum
Mojokerto.Pembangunan museum baru telah diajukan di kawasan ini dan lokasi ini telah
diusulkan untuk menjadi kawasan Warisan Dunia UNESCO
PENDOPO AGUNG
CANDI TIKUS
Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan,
untuk apa, dan oleh siapa Candi Tikus dibangun. Akan tetapi dengan adanya miniatur menara
diperkirakan candi ini dibangun antara abad ke-13 sampai ke-14 M, karena miniatur menara
merupakan ciri arsitektur pada masa itu.