Anda di halaman 1dari 51

Revolusi Hijau – Pengertian Revolusi Hijau

dan Dampak nya


admin October 23, 2010 biologi 11 Comments 63,022 Views

Pada artikel ini akan menjelaskan tentang revolusi hijau yaitu pengertian revolusi hijau serta
dampak positif dan negatif dari revolusi hijau. Seperti yang telah kita ketahui bahwa seiring
berjalannya waktu pertumbuhan penduduk dunia terus terus meningkat, terutama di negara-
negara berkembang. Tentunya keadaan tersebut harus diiringi atau didukung oleh peningkatan
pangan. Hal ini berdasarkan pernyataan Thomas Robert Malthus, perlu disadari bahwa
kemampuan sumber daya alam sebagai penghasil pangan adalah terbatas. Untuk itu diperlukan
upaya untuk pengembangan Sumber Daya Alam (SDA) yang nantinya akan ditujukan bagi
pengembangan produksi pangan.

pengertian revolusi hijau

Pengertian revolusi hijau adalah usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan
produksi pangan. Mengubah dari pertanian yang tadinya menggunakan teknologi tradisional
menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju atau modern.

Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di
Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960). Revolusi hijau menekankan pada SEREALIA: padi,
jagung, gandum, dan lain-lain. (serealia adalah tanaman biji-bijian)
Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting yaitu

1. penyediaan air melalui sistem irigasi,


2. pemakaian pupuk kimia secara optimal,
3. penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan
4. penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.
Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadilah peningkatan hasil tanaman pangan
berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-
tempat tertentu.

Revolusi hijau di Indonesia

Di negara kita Indonesia revolusi industri diterapkan dengan ekstensifikasi dan intensifikasi
pertanian. Ekstensifikasi dengan perluasan areal. Terbatasnya areal, menyebabkan
pengembangan lebih banyak pada intensifikasi. Intensifikasi dilakukan melalui Panca Usaha
Tani, (lima usaha tani)

1. Teknik pengolahan lahan pertanian


2. Pengaturan irigasi
3. Pemupukan
4. Pemberantasan hama
5. Penggunaan bibit unggul
Dampak Revolusi hijau

Hasil dari suatu metode tentunya mempunyai dampak positif dan negatif, begitu juga dengan
Revolusi hijau berikut ini merupakan dampak positif dan negatif dari revolusi hijau

Dampak positif revolusi hijau

Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat.
Salah satu contohnya bagi bangsa indonesia sendiri adalah Indonesia yang tadinya pengimpor
beras menjadi mampu swasembad beras.

Dampak Negatif Revolusi Hijau antara lain :

1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber


karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah
menjadi sawah.

2. Penurunan keanekaragaman hayati.

3. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.

4. Penggunaan peptisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.

Revolusi hijau juga mendapatkan kritik dari pihak pihak yang mempunyai kesadaran akan
kelestarian lingkungan karena telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh
mereka yang mendukung revolusi industri, mereka menyebutkan bahwa kerusakan tersebut
bukan karena revolusi industri tapi karena akses dalam penggunaan teknologi yang tidak
memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan.

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian
lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya,
kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan
teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Selain kritik tersebut di
atas masih ada kritik lain lagi yitu Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara
berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di wilayah Afrika.

Semoga penjelasan tentang revolusi hijau di atas bisa bermanfaat bagi kamu yang membutuhkan.

referensi : http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/Sponsor-
Pendamping/Praweda/Biologi/0146%20Bio%203-6a.htm , id.wikipedia.org

http://ridwanaz.com/umum/biologi/revolusi-hijau-pengertian-revolusi-
hijau-dan-dampak-nya/ dari vickyridwana
5 02 wib
Wednesday, 2 September 2015
REVOLUSI HIJAU PADA MASA ORDE BARU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Revolusi hijau atau revolusi agraria yaitu suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional
berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Definisi lain menyebutkan
revolusi hijau adalah revolusi produksi biji-bijian dari penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari
varietas gandum, padi, jagung yang membawa dampak tingginya hasil panen. Tujuan revolusi hijau
adalah meningkatkan produktivitas pertanian dengan cara penelitian dan eksperimen bibit unggul.

Gagasan revolusi hijau berula dari hasil penelitian dan tulisan Thomas Robert Malthus (1766 – 1834)
yang mengemukakan bahwa masalah kemiskinan dan kemelaratan adalah masalah yang tidak bisa
dihindari oleh manusia. Kemiskinan dan kemelaratan terjadi karena pertumbuhan penduduk dan
peningkatan produksi pangan tidak seimbang. Pertumbuhan penduduk berjalan lebih cepat
dibandingkan dengan peningkatan produksi pertanian (pangan). Menurut Malthus pertumbuhan
penduduk mengikuti deret ukur sedangkan peningktan produksi pertanian mengikuti deret hitung.

Tulisan Malthus itu telah mempengaruhi sebagian besar masyarakat eropa sehingga memunculkan
gerakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dan penelitian bibit unggul untuk
menambah jumlah produksi pangan. Dengan menekan jumah penduduk dan pemakaian bibit unggul
yang mampu melipatgandakan hasil pertanian diharapkan akan mampu mengatasi masalah kemiskinan
dan kemelaratan.

Sejak dimulainya Perang Dunia I banyak lahan-lahan pertanian yang dihancurkan karena menjadi area
perang, terlebih lagi beberapa dekade sebelumnya telah banyak lahan pertanian yang beralih menjadi
lahan industri sejak munculnya revolusi industri. Hal ini telah mengancam produktifitas pangan di
berbagai wilayah di eropa.

Revolusi hijau dimulai sejak berakhirnya PD I yang berakibat hancurnya lahan pertanian. Penelitian
disponsori oleh Ford and Rockefeller Foundation di Meksiko, Filipina, India, dan Pakistan. IMWIC
(International Maize and Wheat Improvement Centre) merupakan pusat penelitian di Meksiko.
Sedangkan di Filipina, IRRI (International Rice Research Institute) berhasil mengembangkan bibit padi
baru yang produktif yang disebut padi ajaib atau padi IR-8. Pada tahun 1970 dibentuk CGIAR
(Consultative Group for International Agriculture Research) yang bertujuan untuk memberikan bantuan
kepada berbagai pusat penelitian international.

Demikian juga setelah Perang Dunia II berakhir, revolusi hijau menjadi semakin giat untuk menggunakan
metode-metode pertanian demi meningkatkan hasil pertanian yang telah terbukti berhasil di beberapa
negara seperti india dan filipina serta di beberapa negara berkembang lainnya. Sedangkan di Indonesia
upaya pelaksanaan revolusi hijau telah dimulai sejak rezim orde baru dalam program pembangunan.
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menulis makalah ini untuk melihat bagaimanakah penerapan
revolusi hijau di Indonesia serta hasil dan dampak yang ditimbulkan dengan pelaksanaan revolusi hijau
tersebut.

BAB II

PERMASALAHAN
A. Analisis Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat di identifikasikan sebagai berikut:

a. Pengertian Revolusi Industri

b. Penerapan revolusi Industri di berbagai neagra di Eropa dan Asia

c. Penerapan Revolusi Industri di ndonesia

d. Dampak revolusi Industri di Indonesia

2. Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam makalah ini tidak terlalu luas jangkauannya, maka penulis membatasi

permasalahan tentang penerapan Revolusi Industri di ndonesia serta dampak yang ditimbulkan atas

penerapan revolusi Industri di Indonesia

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Seperti apakah penerapan revolusi hijau di Indonesia?

2. Apakah dampak revolusi hijau bagi masyarakat Indonesia?

BAB III

PEMBAHASAN
A. Penerapan Revolusi Hijau di Indonesia

Sejak orde baru berkuasa telah banyak perubahan yang dicapai oleh bangsa indonesia melalui tahap-
tahap pembangunan di segala bidang. Pemerintah orde baru berusaha meningkatkan peran negara
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan oleh pemerinth
Orde Baru adalah menciptakan stabilitas ekonomi politik. Tujuan perjuangan Orde Baaru adalah
menegakkan tata kehidupan bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD
1945. Pada Sidang Umum IV MPRS diambil suatu keputusan untuk menugaskan Jenderal Soeharto
selaku pengemban Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar, yang sudah ditingkatkan menjadi
ketetapan MPRS No.IX/MPRS 1996 untuk membentuk kabinet baru.

Pembentukan kabinet baru ini dinamakan Kabinet Ampera. Kabinet Ampera ditugaskan untuk
menciptakan stabilitas ekonomi dan politik sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan
nasional. Salah satu program yang dibebankan kepada Kabinet Ampera adalah untuk memperbaiki
kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan. Atas program tersebut maka dilaksanakanlah
berbagai upaya untuk meningkatkan ketersediaan pangan atau jumlah produksi pangan melalui gerakan
revolusi hijau.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah Orde Baru adalah produksi pangan yang tidak
seimbang dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat. Oleh karena itu pemerintah Orde Baru
memasukkan Revolusi Hijau dalam program Pelita

Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah
program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut
dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik
dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering
disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya
dukungan kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada
beras.

Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk
menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi
hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989.

Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting:


1. penyediaan air melalui sistem irigasi,

2. pemakaian pupuk kimia secara optimal,

3. penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan

4. penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.

Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat
ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat
tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru atau Revolusi Hijau merupakan perubahan cara
bercocok tanam dari cara tradisional ke cara modern. Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan
suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari
berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas
tersebut. Tujuan Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant) menjadi petani-
petani gaya baru (farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama guna memenuhi industrialisasi
ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan para petani
pada cuaca dan alam karena peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan
produksi bahan makanan.

Perkembangan revolusi hijau yang semakin bertambah pesat, juga berpengaruh terhadap masyarakat
Indonesia. Dengan tumbuhnya kesadaran akan pentingnya meningkatkan ekonomi dari sektor pertanian
yang disebabkan oleh kesadaran akan kebutuhan penduduk yang meningkat dengan pesat, tingkat
produksi pertanian yang masih sangat rendah, dan karena produksi pertanian belum mampu memenuhi
seluruh kebutuhan penduduk, maka upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan
revolusi hijau ditempuh dengan cara :

1. Intensifikasi Pertanian
Kegiatan pengembangan produksi hasil pertanian yaitu dengan menerapkan teknologi tepat guna (
panca usaha Tani) untuk tiap luas tanah pertanian.

Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi :

a. Pemilihan Bibit Unggul


b. Pengolahan Tanah yang baik
c. Pemupukan
d. Irigasi
e. Pemberantasan Hama

2. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan lahan-
lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi lahan yang dapat ditanami, membuka hutan, dsb).

3. Diversifikasi Pertanian
Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang sari.
Usaha ini menguntungkan karena dapat mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber devisa,
mencegah penurunan pendapatan para petani.

4. Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang membahayakan
kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di
daerah tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan makanan dan sekaligus sebagai
stabilisator lingkungan.

Sedangkan proses penerapan revolusi hijau di Indonesia dilakukan dengan berbagai upaya yang diatur
oleh pemerintah diantaranya :

1. Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.

2. Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan teknologi dan
komunikasi.

3. Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu menanami lahan
dengan satu jenis tumbuhan saja.

4. Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang diharapkan yang tahan
terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan tertentu.
5. Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi Internasional
(IRRI=International Rice Research Institute) yang bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi unggul
tersebut lebih dikenal dengan bibit IR.

6. Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan komersialisasi.

7. Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan industri pupuk
nasional.

8. Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit Desa).

Selain usaha-usaha pertanian diatas, pemerintah juga melakukan berbagai macam penelitian benih
tanaman. Maka berbagai macam penelitian yang dilakukan di Indonesia bertujuan untuk mendapatkan
varietas tanaman pertanian yang unggul yang sesuai dengan kondisi alam Indonesia. Disamping
melakukan penelitian dengancara menanam varietas-varietas unggul, penelitian juga diikuti pengolahan
lahan-lahan pertnian atau perluasan lahan pertanian yang disusul dengan program transmigrasi dari
daerah daerah yang padat ke daerah-daerah yang masih jarang penduduknya.

Sejak tahun 1950, pemerintah Indonesia berupaya untuk memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke
daerah-daerah yang masih jarang penduduknya seperti ke pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan
Irian Jaya. Pemindahan penduduk ini masih tetap berlanjut sampai sekarang dan merupakan suatu
upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, selain untuk meningkatkan produksi
pertanian.

Dengan menggunakan varietas-varietas unggul dan melaksanakan program transmigrasi, harapan


masyarakat dan bangsa indonesia dalam peningkatan produksi pertanian semakin cerah. Penghasilan
petani mulai mengalami peningkatan dibandingkan dengan ahun0tahun sebelumnya. Oleh karena itu
revolusi hijau sangat besar peran serta manfaatnya dalam mencapai peningkatan hasil produksi
pertanian.

B. Dampak Revolusi Hijau Di Indonesia

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan
karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya, kerusakan
dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak
memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul adalah bahwa Revolusi Hijau
tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di
Afrika.

Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial
pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih
dari setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan.
Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia
sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan
pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965.

Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu
pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah. Sebagaimana kita ketahui
diatas bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan hasil pertanian adalah dengan penggunaan pestisida
untuk membunuh hama dan gulma.

Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan pernapasan, penurunan
daya ingat, dan pada jangka panjang menyebabkan kanker. Bahkan jika ibu hamil mengkonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung residu pestisida, maka janin yang dikandungnya mempunyai
risiko dilahirkan dalam keadaan cacat. Penggunaan pestisida juga menyebabkan terjadinya peledakan
hama —suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan pembuatan pestisida— karena pestisida dalam
dosis berlebihan menyebabkan hama kebal dan mengakibatkan kematian musuh alami hama yang
bersangkutan.

Penyuluh pertanian tidak pernah menyampaikan informasi secara utuh bahwa pupuk kimia sebenarnya
tidak dapat memperbaiki sifat-sifat fisika tanah, sehingga tanah menghadapi bahaya erosi. Penggunaan
pupuk buatan secara terus-menerus juga akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak
keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman.
Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus
menurun.

1. Dampak Positif Revolusi Hijau di Indonesia


Disamping berbagai hal buruk seiring penerapan revolusi hijau kita tidak boleh melupakan bahwa pada
masa itu Indonesia juga mampu menjadikan produksi padi meningkat sehingga pemenuhan pangan
(karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada.
Keberhasilan pelaksanaan revolusi hijau sangat menggembirakan kehidupan para petani. Para petani
dapat meningkatkan produksi pertaniannya. Daerah-daerah yang sebelumnya memproduksi hasil
tanaman secara terbatas dan hanya untuk memenuhi kebutuhan minimum masyarakat, kini dapat
menikmati hasil yang lebih baik berkat revolusi hijau. Kekurangan bahan pangan yang selama ini dialami
telah berhasil diatasi. Bahkan ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi, semua sektor ekonomi
dihantam krisis, tetapi sektor pertanian dapat bertahan dan menjadi pilar penyangga pertumbuhan
ekonomi sehingga cukup banyak orang beralih ke sektor agribisnis.

Maka keberhasilan revolusi hijau dapat dirangkum dalam beberapa poin berikut :

a. Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh pertanian.


b. Daerah yang tadinya hanya dapat memproduksi secara terbatas dan hanya untuk memenuhi kebutuhan
minimal masyarakatnya dapat menikmati hasil yang lebih baik karena revolusi hijau.
c. Kekurangan bahan pangan dapat teratasi.
d. Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga perekonomian Indonesia terutama terlihat ketika
Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.

2. Permasalahan dan Dampak Negatif Revolusi Hijau di Indonesia


Memang Revolusi Hijau telah menjawab satu tantangan ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang
terus meningkat. Namun keberhasilan itu bukan tanpa dampak dan efek samping yang jika tanpa
pengendalian, dalam jangka panjang justru mengancam kehidupan dunia pertanian.

Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah
mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-
lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an,
petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan
pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol
pemerintah

Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak struktur, kimia dan
biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang
justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu pestisida telah
menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko kerusakan ekologi menjadi tak
terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat ongkos produksi pertanian cenderung
meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan melemahkan kegairahan bertani.

Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun berakibat:

a. Berbagai organisme penyubur tanah musnah


b. Kesuburan tanah merosot / tandus
c. Tanah mengandung residu (endapan pestisida)
d. Hasil pertanian mengandung residu pestisida
e. Keseimbangan ekosistem rusak
f. Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.
Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah peradaban
manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani merupakan komunitas mandiri. Namun dalam revolusi
hijau, petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan merupakan hasil
rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia —yang membuat banyak
petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas padi lokal telah
punah dalam 15 tahun terakhir ini.

Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki kebebasan
untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat tersebut dimentahkan
lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana
pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program pemerintah). Dengan begitu, kebebasan petani
tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.

Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk, pestisida, benih,
serta petani bermodal kuat. Revolusi Hijau memang membuat hasil produksi pertanian meningkat, yang
dijadikan tolak ukur sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di balik itu semua, ada
penderitaan kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem ekologi pertanian yang kerugiannya tidak dapat
dinilai dengan uang.
BAB IV

KESIMPULAN

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental
dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di
banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada
(kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu
kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta
Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller
Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960).

Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah
program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras.

Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi
ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan
teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi
serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada
swasembada beras.

Namun keberhasilan revolusi hijau di Indonesia dapat dikatakan semu, sebab berbagai akibat negatif
telah ditimbulkan karena revolusi hijau seperti polusi tanah yang mengakibatkan rusaknya lahan subur,
timbulnya penyakit yang kebal pestisida dan komersialisasi pupuk oleh pemerintah yang menekan
kehidupan para petani yang harus membeli dengan harga yang tidak sesuai bahkan tanpa memberikan
penjelasan mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan kimia secara terus-menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Sisworo W.H. Membangun Kembali Swa Sembada Beras. Makalah yang disampaikan tanggal 26 April
2007.

http://herydotus.wordpress.com/2012/01/25/revolusi-hijau-revolusi-agraria. Diakses tanggal 08 Juni


2012

https://w4hyu-ios.blogspot.co.id/2015/09/revolusi-hijau-pada-masa-orde-baru.html 5 03 wib oleh

oleh marcelinus wahyu

Revolusi adalah perubahan secara cepat. Revolusi Hijau adalah suatu perubahan cara bercocok
tanam, dari cara bercocok tanam, dari cara tradisionl ke cara modern. Revolusi hijau ditandai
dengan makin berkurangnya ketergantungan petani pada cuaca dan alam, digantikan dengan
peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya meningkatkan produksi pangan. Pengertian
revolusi hijau sering disebut Revolusi Agraria meliputi bidang pertanian, perkebunan,
peternakan, dan kehutanan.

Adapun latar belakang munculnya revolusi hijau adalah Hancurnya lahan pertanian akibat PD I
dan PD II. Pertambahan penduduk meningkat sehingga kebutuhan pangan juga meningkat.
Adanya lahan tidur. Upaya peningkatan produksi pangan. Gagasan tentang revolusi hijau
bermula dari hasil penelitian dan tulisan Thomas Robert Malthus (1766 – 1834) yang
berpendapat bahwa “Kemiskinan dan kemelaratan adalah masalah yang dihadapi manusia yang
disebabkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan penduduk dengan peningkatan produksi
pertanian. Pertumbuhan penduduk sangat cepat dihitung dengan deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 32, 64,
128, dst.) sedangkan peningkatan produksi pertanian dihitung dengan deret hitung (1, 3, 5, 7, 9,
11, 13, 15, dst.)”.

Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia
dijalankan sejak rezim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum
diketahui di Indonesia mampu membuat Indonesia memenuhi kebutuhan pangan. Pada masa
Orde baru digalakkan pertanian dikarenakan tanah Indonesia cocok dengan bidang pertanian dan
sebagian besar penduduk Indonesia bermatapencaharian sebagai petani Di Indonesia terkenal
dengan adanya Panca Usaha Tani yang terdiri dari:

1. Pengolahan tanah yang baik


2. Pengairan/irigasi yang teratur
3. Pemilihan bibit unggul
4. Pemupukan
5. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman

Seiring dengan perkembangan, Panca Usaha Tani kemudian berubah menjadi Sapta Usaha Tani:
dengan penambahan 6. Pasca Panen dan 7. Pemasaran.

Perkembangan Revolusi Hijau juga berpengaruh terhadap Indonesia. Upaya peningkatan


produktivitas pertanian Indonesia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.

Intensifikasi Pertanian. Intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian


dengan menerapkan formula pancausaha tani (pengolahan tanah, pemilihan bibit unggul,
pemupukan, irigasi, dan pemberantasan hama).

Ekstensifikasi Pertanian. Ekstensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian


dengan memperluas lahan pertanian, biasanya di luar Pulau Jawa.

Diversifikasi Pertanian. Diversifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian


dengan cara penganekaragaman tanaman, misal dengan sistem tumpang sari (di antara lahan
sawah ditanami kacang panjang, jagung, dan sebagainya).

Rehabilitasi pertanian. Rehabilitasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian


dengan cara pemulihan kemampuan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis.

Dampak dari revolusi hijau antara lain:

Dampak Positif

1. Lapangan pekerjaan, khususnya pertanian lebih terbuka.


2. Lahan pertanian menjadi luas.
3. Pendapatan para petani mengalami peningkatan, tercapainya efisiensi, dan efektivitas
dalam pengelolaan pertanian.
4. Peningkatan kualitas hasil pertanian.
5. Peningkatan kualitas hasil produksi dan penjualan hasil pertanian.

Dampak Negatif

1. Munculnya kesenjangan sosial antara petani kaya dan miskin akibat perbedaan ekonomi.
2. Sistem kekerabatan pada masing-masing lapisan masyarakat mulai memudar.
3. Masyarakat memiliki budaya industri yang berupa budaya konsumtif.
4. Munculnya kesengajaan ekonomi yang nampak dari adanya kemiskinan, kemelaratan,
tingkat kriminalitas yang tinggi, dan kenakalan remaja.
5. Pencemaran lingkungan yang tinggi.
https://donipengalaman9.wordpress.com/2014/
10/01/revolusi-hijau-di-indonesia/ doni 5 11
wib

Revolusi Hijau di Indonesia

Revolusi Hijau di Indonesia

Revolusi Hijau di Indonesia di mulai sejak berlakunya UU Agraria pada tahun 1870 yang
dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda, sehingga di Indonesia dapat dikembangkan
berbagai jenis tanaman. Dalam perkembangan kemudian , pada masa Orde Baru, program
Revolusi Hijau digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan produksi pangan di
Indonesia, terutama produksi beras. Revolusi Hijau ini dilaksanakan sebagai secara sistematis,
terprogram, dan terus –menerus sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan Indonesia mampu meningkatkan swasembada pangan
yaitu penghasil beras sehingga Presiden Soeharto mendapat penghargaan Nobel.

Usaha yang dilakukan pemerintah Orde Baru untuk meninggatkan swaembada pangan
nasional yaitu,

a. Program Bimbingan Massal (Bimas) untuk meningkatkan produksi beras.

b. Program Intensifikasi Massal (Inmas) yang merupakan kelanjutan Bimas.


c. Program Intensifikasi Khusus (Insus) yang merupakan upaya peningkatan
produksi per unit.
d. Program Supra Intensifikasi Khusus (Supra Insus) yang dapat meningkatkan
swasembada beras.
Program-program di atas dikembangkan melalui intensifikasi pertanian, yaitu upaya
peningkatan produksi per unit dan eksensifikasi, yaitu upaya perluasan areal pertanian.
Revolusi Hijau di Indonesia diformulasikan dalam konsep Pancausaha Tani dan Saptausaha
Tani.

Pancausaha Tani mamiliki langkah-langkah yaitu:

a. Pemilihan dan penggunaan bibit unggul atau varietas unggul.

b. Pempukukan yang teratur.


c. Pengairan yang cukup.
d. Pemberantasan hama secara intensif
e. Teknik penanaman yang lebih teratur
Untuk meningkatkan produksi pangan d an produksi pertanian umumnya dilakuan dengan
empat usaha pokok, yaitu sebagai berikut,
a. Intensifikasi pertanian : usaha meningkatkan produksi pertanian dengan menerapkan panca
usaha tani.

b. Ekstensifikasi pertanian : usaha meningkatkan produksi pertanian dengan


membuka lahan baru termasuk usaha penangkapan ikan dan penanaman rumput untuk
makanan tenak.
c. Diversifikasi pertanian : usaha meningkatkan produksi pertanian dengan
keanekaragaman usaha tani.
d. Rehabilitasi pertanian : usaha meningkatkan produksi pertanian dengan
pemulihan kemampuann daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah
kritis.
Sedangkan Saptasauna Tani memiliki langkah-langkah serupa Pancausaha Tani ditambah
pengolahan dan penjualan pascapanen.
Revolusi Hijau di Indonesia memiliki beberapa keuntungan dan kelemahan bagi masyarakat
Indonesia yaitu,

a. Keuntungan:

1) Masalah pangan nasional teratasi.

2) Menenal aneka jenis tanaman.

3) Ditemukan bibit unggul.

4) Keseejahteraan petani makin baik.

5) Pendapatan petani meningkat.

b. Kelemahan:
1) Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pengunaan pupuk buatan dan pestisida hijau
secara berlebihan.
2) Berkurangnya keanekaragaman genetika jenis tanaman tertentu.

3) Kemampuan daya produksi tanah makin turun.

4) Timbul urbanisasi.

5) Pencemaran tanah.

Adapun usaha yang dilakukan pemerintah Orde Baru untuk membatasi kelemahan di atas
adalah dengan cara,
1) Membasmi serangga dan hama tanaman secara biologi.

2) Menggunakan pupuk buatan, yaitu pupuk kandang dan pupuk hijau.

3) Menerapkan sistem rotasi tanam, yaitu menanam tanaman secara bergantian.

Dampak Revolusi Hijau dan Industrialisi bagi Masyarakat Indonesia pada Masa Orde
Baru

Kebijakan modernisasi pertanian di Indonesia pada masa Orde Baru, yang sering dikenal
dengan sebutan Revolusi Hijau merupakan proses memodernisasikan pertanian gaya lama
menjadi pertanian gaya modern dengan melakukan pengembangan bibit unggul jenis IR dari
IRRI. Hal ini telah mengubah pola pertanian subsistensi menuju pertanian berbasis kapital dan
komersial. Untuk mendukung komersial tersebut, dilakukan dengan cara pembangunan sistam
ekonomi modern, pembangunan pabrik pupuk nasional, dan pendirian Koperasi Unit Desa
(KUD). Pelaksanaan Revolusi Hijau dan industrialisasi di Indonesia memberikan dampak positif
dan negatif yaitu,

a. Dampak Positif

1) Lapangan pekerjaan, khususnya pertanian lebih terbuka.

2) Lahan pertanian menjadi luas.

3) Pendapatan para petani mengalami peningkatan, tercapainya efisiensi, dan efektivitas dalam
pengelolaan pertanian.

4) Peningkatan kualitas hasil pertanian.

5) Peningkatan kualitas hasil produksi dan penjualan hasil pertanian.

b. Dampak Negatif
1) Munculnya kesenjangan sosial antara petani kaya dan miskin akibat perbedaan ekonomi.
2) Sistem kekerabatan pada masing-masing lapisan masyarakat mulai memudar.

3) Masyarakat memiliki budaya industri yang berupa budaya konsumtif.

4) Munculnya kesengajaan ekonomi yang nampak dari adanya kemiskinan, kemelaratan, tingkat
kriminalitas yang tinggi, dan kenakalan remaja.

5) Pencemaran lingkungan yang tinggi.

https://tragedisosialsejarah.blogspot.co.id/2016/01/empat-tahap-revolusi-hijau.html

Revolusi Hijau (Revolusi Agraria)


Pengertian Revolusi Hijau
Revolusi hijau atau revolusi agraria yaitu suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara
tradisional berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Definisi lain
menyebutkan revolusi hijau adalah revolusi produksi biji-bijian dari penemuan ilmiah berupa
benih unggul baru dari varietas gandum, padi, jagung yang membawa dampak tingginya hasil
panen. Tujuan revolusi hijau adalah meningkatkan produktivitas pertanian dengan cara penelitian
dan eksperimen bibit unggul.
Latar Belakang Munculnya Revolusi hijau
Adapun latar belakang munculnya revolusi hijau adalah sebagai berikut:
a.Hancurnya lahan pertanian akibat PD I dan PD II.
b.Pertambahan penduduk meningkat sehingga kebutuhan pangan juga meningkat.
c.Adanya lahan tidur.
d.Upaya peningkatan produksi pangan.
Gagasan tentang revolusi hijau bermula dari hasil penelitian dan tulisan Thomas Robert Malthus
(1766 – 1834) yang berpendapat bahwa “Kemiskinan dan kemelaratan adalah masalah yang
dihadapi manusia yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan penduduk dengan
peningkatan produksi pertanian. Pertumbuhan penduduk sangat cepat dihitung dengan deret ukur
(1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, dst.) sedangkan peningkatan produksi pertanian dihitung dengan deret
hitung (1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dst.)”. Pengaruh tulisan Robert Malthus tersebut, yaitu:
a.gerakan pengendalian pertumbuhan penduduk dengan cara pengontrolan jumlah kelahiran.
b.gerakan usaha mencari dan meneliti bibit unggul dalam bidang pertanian.
Perkembangan Revolusi Hijau
Revolusi hijau dimulai sejak berakhirnya PD I yang berakibat hancurnya lahan pertanian.
Penelitian disponsori oleh Ford and Rockefeller Foundation di Meksiko, Filipina, India, dan
Pakistan. IMWIC (International Maize and Wheat Improvement Centre) merupakan pusat
penelitian di Meksiko. Sedangkan di Filipina, IRRI (International Rice Research Institute)
berhasil mengembangkan bibit padi baru yang produktif yang disebut padi ajaib atau padi IR-8.
Pada tahun 1970 dibentuk CGIAR (Consultative Group for International Agriculture Research)
yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada berbagai pusat penelitian international. Pada
tahun 1970 juga, Norman Borlang Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia
133 mendapatkan hadiah nobel karena gagasannya mencetuskan revolusi hijau dengan mencari
jenis tanaman biji-bijian yang bentuknya cocok untuk mengubah energi surya menjadi
karbohidrat pada tanah yang diolah menjadi subur dengan tanaman yang tahan terhadap hama
penyakit.
Upaya meningkatkan produktivitas pertanian antara lain dengan cara sebagai berikut.
a.Pembukaan areal pertanian dengan pengolahan tanah.
b.Mekanisme pertanian dengan penggunaan alat-alat pertanian modern seperti bajak dan mesin
penggiling.
c.Penggunaan pupuk-pupuk baru.
d.Penggunaan metode yang tepat untuk memberantas hama, misalnya dengan alat penyemprot
hama, penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida.
Perkembangan Revolusi Hijau juga berpengaruh terhadap Indonesia. Upaya peningkatan
produktivitas pertanian Indonesia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a.Intensifikasi Pertanian Intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian
dengan menerapkan formula pancausaha tani (pengolahan tanah, pemilihan bibit unggul,
pemupukan, irigasi, dan pemberantasan hama).
b.Ekstensifikasi Pertanian Ekstensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian
dengan memperluas lahan pertanian, biasanya di luar Pulau Jawa.
c.Diversifikasi Pertanian Diversifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian
dengan cara penganekaragaman tanaman, misal dengan sistem tumpang sari (di antara lahan
sawah ditanami kacang panjang, jagung, dan sebagainya).
d.Rehabilitasi pertanian Rehabilitasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian
dengan cara pemulihan kemampuan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis.
Faktor-faktor penyebab timbulnya lahan kritis adalah sebagai berikut.
1)Penanaman yang terus menerus.
2)Penggunaan pupuk kimia (pestisida, herbisida).
3)Erosi karena penebangan liar.
4)Irigasi yang tidak teratur.
Upaya untuk memperbaiki lahan pertanian antara lain dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut.
1)Reboisasi untuk kawasan hutan/nonhutan.
2)Melakukan tebang pilih.
3)Pembibitan kembali.
4)Penanaman sejuta pohon.
5)Penanaman tanah lembah/pegunungan dengan terasering/sengkedan.
6)Seleksi tanaman (tanaman pelindung/tua).
Keuntungan Revolusi Hijau
Adapun keuntungan dari adanya Revolusi Hijau, adalah berikut ini.
1.Meningkatnya produksi pertanian yang berarti dapat mengatasi pangan.
2.Ditemukannya berbagai jenis tanaman dan biji-bijian/varietas unggul.
3.Pendapatan petani meningkat yang berarti meningkatnya kesejahteraan petani.
Tahun 1988, Indonesia mendapat penghargaan dari FAO karena berhasil dalam swasembada
pangan.
Kelemahan Revolusi Hijau
Sedangkan kelemahan dari Revolusi Hijau adalah berikut ini:
1.Menghabiskan dana yang besar untuk biaya penelitian.
2.Menurunnya daya produksi tanah karena ditanami terus menerus.
3.Polusi tanah dan air akibat penggunaan pupuk pestisida yang berlebihan.
4.Dengan mekanisasi pertanian mengakibatkan tenaga manusia digantikan mesin.

https://herydotus.wordpress.com/2012/01/25/revolusi-hijau-revolusi-agraria/ 5 11 wib anonim

Pengertian Revolusi Hijau


Munculnya beberapa teknik pertanian pada abad ke-17 dan abad ke-18 dapat dilacak dari jenis tanaman
baru dan beberapa perubahan ekonomi.

Pada masa sekarang ini di negara yang maju dan sedang berkembang terjadi perbedaan makin besar
dalam taraf hidup masyarakatnya. Hal ini disebabkan perbedaan antara efisiensi teknologi pertanian dan
kenaikan jumlah penduduk.
Perubahan-perubahan di bidang pertanian sebenarnya telah berkali-kali terjadi dalam sejarah kehidupan
manusia yang biasa dikenal dengan istilah revolusi.

Perubahan dalam bidang pertanian itu dapat berupa peralatan pertanian, perubahan rotasi tanaman,
dan perubahan sistem pengairan. Usaha ini ada yang cepat dan lambat.

Usaha yang cepat inilah disebut revolusi, yaitu perubahan secara cepat menyangkut masalah
pembaruan teknologi pertanian dan peningkatan produksi pertanian, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.

Revolusi Hijau merupakan bagian dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pertanian pada
abad sekarang ini.

Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara
modern.

Revolusi Hijau ditandai dengan makin berkurangnya ketergantungan petani pada cuaca dan alam,
digantikan dengan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya meningkatkan produksi pangan.

Revolusi Hijau sering disebut juga Revolusi Agraria. Pengertian agraria meliputi bidang pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.

Lahirnya Revolusi Hijau melalui proses panjang dan akhirnya meluas ke wilayah Asia dan Afrika. Revolusi
Hijau mulai mendapat perhatian setelah Thomas Robert Malthus (1766–1834) mulai melakukan
penelitian dan memaparkan hasilnya.

Malthus menyatakan bahwa kemiskinan adalah masalah yang tidak bisa dihindari oleh manusia.
Kemiskinan terjadi karena pertumbuhan penduduk dan peningkatan produksi pangan yang tidak
seimbang.
Pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan hasil pertanian (pangan).
Malthus berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 31, 64, dan
seterusnya), sedangkan hasil pertanian mengikuti deret hitung (1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dan seterusnya).

Hasil penelitian Malthus itu menimbulkan kegemparan di Eropa dan Amerika. Akibatnya, muncul
berbagai gerakan pengendalian pertumbuhan penduduk dan usaha penelitian pencarian bibit unggul
dalam bidang pertanian.

Revolusi Hijau menjadi proyek penelitian untuk meningkatkan produksi pangan di berbagai negara di
dunia. Sejumlah varietas padi-padian baru yang unggul, khususnya gandum, padi, dan jagung
dikembangkan dalam upaya melipatgandakan hasil pertanian.

Pelaksanaan penelitian pertanian disponsori oleh lembaga Ford and Rockefeller Foundation. Penelitian
itu dilakukan di negara Meksiko, Filipina, India, dan Pakistan. Di Meksiko pada tahun 1944 didirikan
sebuah pusat penelitian benih jagung dan gandum.

Pusat penelitian ini mendapat bimbingan langsung dari Rockefeller Foundation. Hanya dalam beberapa
tahun, para peneliti di lembaga tersebut berhasil menemukan beberapa varietas baru yang hasilnya jauh
di atas rata-rata hasil varietas lokal Meksiko.

Diilhami oleh kesuksesan hasil penelitian di Meksiko, pada tahun 1962 Rockefeller Foundation bekerja
sama dengan Ford Foundation mendirikan sebuah badan penelitian untuk tanaman padi di Filipina.

Badan penelitian ini dinamakan International Rice Research Institute (IRRI) yang bertempat di Los Banos,
Filipina. Pusat penelitian ini ternyata juga menghasilkan suatu varietas padi baru yang hasilnya jauh
melebihi rata-rata hasil varietas lokal di Asia.

Varietas baru tersebut merupakan hasil persilangan genetik antara varietas padi kerdil dari Taiwan yang
bernama Dee- Geowoogen dan varietas padi jangkung dari Indonesia yang bernama Peta.
Hasil dari persilangan tersebut diberi nama IR 8-288-3 atau biasa dikenal dengan IR-8 dan di Indonesia
dikenal dengan sebutan padi PB-8. Setelah penemuan padi PB- 8, disusul oleh penemuan varietas-
varietas baru yang lain.

Jenis-jenis bibit dari IRRI ini di Indonesia disebut padi unggul baru (PUB). Pada tahun 1966, IR-8 mulai
disebarkan ke Asia diikuti oleh penyebaran IR-5 pada tahun 1967.

Pada tahun 1968 di India, Pakistan, Sri Lanka, Filipina, Malaysia, Taiwan, Vietnam, dan Indonesia telah
dilaksanakan penanaman padi jenis IR atau PUB secara luas di masyarakat.

Pada tahun 1976 areal sawah di Asia yang ditanami PUB sudah mencapai 24 juta hektar. Revolusi Hijau
adalah proses keberhasilan para teknologi pertanian dalam melakukan persilangan (breeding) antarjenis
tanaman tertentu sehingga menghasilkan jenis tanaman unggul untuk meningkatkan produksi bahan
pangan.

Jenis tanaman unggul itu mempunyai ciri berumur pendek, memberikan hasil produksi berlipat ganda
(dibandingkan dengan jenis tradisional) dan mudah beradaptasi dalam lingkungan apapun, asal
memenuhi syarat, antara lain:

a. tersedia cukup air;

b. pemupukan teratur;

c. tersedia bahan kimia pemberantas hama dan penyakit;

d. tersedia bahan kimia pemberantas rerumputan pengganggu.

Revolusi Hijau dapat memberikan keuntungan bagi kehidupan umat manusia, tetapi juga memberikan
dampak negatif bagi kehidupan umat manusia. Keuntungan Revolusi Hijau bagi umat manusia, antara
lain sebagai berikut.

1. Revolusi Hijau menyebabkan munculnya tanaman jenis unggul berumur pendek sehingga
intensitas penanaman per tahun menjadi bertambah (dari satu kali menjadi dua kali atau tiga
kali per dua tahun). Akibatnya, tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak. Demikian juga
keharusan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit akan menambah kebutuhan tenaga
kerja.
2. Revolusi Hijau dapat meningkatkan pendapatan petani. Dengan paket teknologi, biaya produksi
memang bertambah. Namun, tingkat produksi yang dihasilkannya akan memberikan sisa
keuntungan jauh lebih besar daripada usaha pertanian tradisional.
3. Revolusi Hijau dapat merangsang kesadaran petani dan masyarakat pada umumnya akan
pentingnya teknologi. Dalam hal ini, terkandung pandangan atau harapan bahwa dengan
masuknya petani ke dalam arus utama kehidupan ekonomi, petani, dan masyarakat pada
umumnya akan menjadi sejahtera.
4. Revolusi Hijau merangsang dinamika ekonomi masyarakat karena dengan hasil melimpah akan
melahirkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pula di masyarakat. Hal ini sudah terjadi di
beberapa negara, misalnya di Indonesia.

Revolusi Hijau di Indonesia diformulasikan dalam konsep ‘Pancausaha Tani’ yaitu:

a. pemilihan dan penggunaan bibit unggul atau varitas unggul;

b. pemupukan yang teratur;

c. pengairan yang cukup;

d. pemberantasan hama secara intensif;

e. teknik penanaman yang lebih teratur.

Untuk meningkatkan produksi pangan dan produksi pertanian umumnya dilakukan dengan empat usaha
pokok, yaitu sebagai berikut.

1. Intensifikasi pertanian : usaha meningkatkan produksi pertanian dengan menerapkan


pancausaha tani.
2. Ekstensifikasi pertanian : usaha meningkatkan produksi pertanian dengan membuka lahan baru
termasuk usaha penangkapan ikan dan penanaman rumput untuk makanan ternak.
3. Diversifikasi pertanian : usaha meningkatkan produksi pertanian dengan keanekaragaman usaha
tani.
4. Rehabilitasi pertanian : usaha meningkatkan produksi pertanian dengan pemulihan kemampuan
daya produkstivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis.

Dampak negatif munculnya Revolusi Hijau bagi para petani Indonesia, antara lain sebagai berikut.

1. Sistem bagi hasil mengalami perubahan. Sistem panen secara bersamasama pada masa
sebelumnya mulai digeser oleh sistem upah. Pembeli memborong seluruh hasil dan biasanya
menggunakan sedikit tenaga kerja. Akibatnya, kesempatan kerja di pedesaan menjadi
berkurang.
2. Pengaruh ekonomi uang di dalam berbagai hubungan sosial di daerah pedesaan makin kuat.
3. Ketergantungan pada pupuk kimia dan zat kimia pembasmi hama juga berdampak pada
tingginya biaya produksi yang harus ditanggung petani.
4. Peningkatan produksi pangan tidak diikuti oleh pendapatan petani secara keseluruhan karena
penggunaan teknologi modern hanya dirasakan oleh petani kaya.

Pengaruh Revolusi Hijau terhadap Perubahan Sosial Ekonomi di Pedesaan dan Perkotaan
pada Masa Orde Baru
Sebelum Revolusi Hijau, produksi padi yang merupakan bahan pangan utama di Indonesia masih
bergantung pada cara pertanian dengan mengandalkan luas lahan dan teknologi yang sederhana.

Pada periode kemudian, intensifikasi pertanian menjadi tumpuan bagi peningkatan produksi pangan
nasional. Usaha peningkatan produksi pangan di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1950-an.

Pada waktu itu, pemerintah menerapkan kebijakan Rencana Kemakmuran Kasimo. Program itu
dilakukan pada kurun waktu tahun 1952–1956.
Keinginan mencapai produksi pangan yang tinggi kemudian dilanjutkan. Beberapa program baru
dilaksanakan, seperti program padi sentra pada tahun 1959–1962 dan program bimbingan masyarakat
(bimas) pada tahun 1963–1965.

Program-program tersebut telah merintis penerapan prinsip-prinsip Revolusi Hijau di Indonesia melalui
pelaksanaan kegiatan Pancausaha Tani yang mencakup intensifikasi dan mekanisasi pertanian.

Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah (departemen pertanian), seperti “Bimas (Bimbingan
Massal), Intensifikasi Masal (Inmas), Insus (Intensifikasi Khusus), Opsus (Operasi Khusus).

Insus dan Opsus lebih menekankan pada peningkatan partisipasi petani secara kelompok dan aparat
pembina dalam meningkatkan produksi.

Insus merupakan upaya intensifikasi kelompok guna meningkatkan potensi lahan, sedangkan opsus
merupakan upaya menjangkau lahan yang belum diintensifikasi dan mencoba memberi rangsangan
dalam peningkatan produksi.

Berbagai usaha yang telah dilakukan belum berhasil menutupi kebutuhan pangan yang besar. Produksi
beras per tahun menunjukkan kenaikan dari 5,79 juta ton pada tahun 1950 menjadi 8,84 juta ton pada
tahun 1965.

Namun, jumlah beras yang tersedia per jiwa masih tetap rendah sehingga impor beras masih tetap
tinggi. Ketika ekonomi nasional memburuk pada awal tahun 1960-an, persediaan beras nasional juga
menurun.

Akibatnya, harga beras meningkat dan masyarakat sulit mendapatkan beras di pasar. Ketika Pelita I
dimulai pada tahun 1969, sebuah rencana peningkatan hasil tanaman pangan khususnya akat (bimas).

Pusat-pusat penelitian itu tidak hanya bergantung pada pembudidayaan jenis padi yang telah
dikembangkan oleh IRRI.
Para peneliti Indonesia juga melakukan penyilangan terhadap jenis padi lokal. Mereka berhasil
menemukan jenis padi baru yang lebih berkualitas, baik dalam penanaman, tingkat produksi, maupun
rasa dengan memanfaatkan teknologi baru yang ada.

Hasilnya, beberapa jenis benih unggul yang dikenal sebagai padi IR, PB, VUTW, C4, atau Pelita ditanam
secara luas oleh para petani Indonesia sejak tahun 1970-an. Perkembangan Revolusi Hijau di Indonesia
mengalami pasang surut karena faktor alam ataupun kerusakan ekologi.

Hal ini tentu saja memengaruhi persediaan beras nasional. Pada tahun 1972, produksi beras Indonesia
terancam oleh musim kering yang panjang. Usaha peningkatan produksi beras nasional sekali lagi
terganggu karena serangan hama dengan mencakup wilayah yang sangat luas pada tahun 1977.

Produksi pangan mengalami kenaikan ketika program intensifikasi khusus (insus) dilaksanakan pada
tahun 1980. Hasilnya, Indonesia mampu mencapai tingkat swasembada beras dan berhenti mengimpor
beras pada tahun 1984.

Padahal, pada tahun 1977 dan 1979 Indonesia merupakan pengimpor beras terbesar di dunia. Selain
memanfaatkan jenis padi baru yang unggul, peningkatan produksi beras di Indonesia didukung oleh
penggunaan pupuk kimia, mekanisasi pengolahan tanah, pola tanam, pengembangan teknologi
pascapanen, penggunaan bahan kimia untuk membasmi hama pengganggu, pencetakan sawah baru,
dan perbaikan serta pembangunan sarana dan prasarana irigasi.

Selain kebijakan intensifikasi, Indonesia juga melakukan pencetakan sawah baru. Sampai tahun 1985,
sudah terdapat 4,23 juta hektar sawah beririgasi terutama di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat
dibandingkan sekitar 1,8 juta hektar pada tahun 1964.

Selama empat pelita, telah dibangun dan diperbaiki sekitar 8,3 juta hektar sawah beririgasi. Dengan
demikian Revolusi Hijau memberikan pengaruh yang positif dalam pengadaan pangan. Sejak tahun 1950
Indonesia masuk menjadi anggota FAO (Food and Agricultur Organization).
FAO telah banyak memberi bantuan untuk pengembangan pertanian. Keberhasilan Indonesia dalam
swasembada pangan dibuktikan dengan adanya penghargan dari FAO pada tahun 1988. Hal ini berarti
Indonesia telah dapat mengatasi masalah pangan.

http://www.kuttabku.com/2017/05/pengertian-tujuan-keuntungan-serta-dampak-negatif-dan-positif-
pelaksanaan-program-revolusi-hijau-pada-masa-orde-baru-di-indonesia.html 5 13 wib joy sitohang

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental
dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di
banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada
(kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu
kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta
Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel
Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini.

Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting: penyediaan air melalui sistem irigasi,
pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme
pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui penerapan
teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan
memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal
yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan
karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya, kerusakan
dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak
memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul adalah bahwa Revolusi Hijau
tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di
Afrika.

A.Revolusi Hijau

Teknologi genetika memicu terjadinya Revolusi Hijau (green revolution) yang sudah berjalan sejak 1960-
an. Dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian yang berlipat ganda
sehingga tercukupi bahan makanan pokok asal serealia.
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah
program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut
dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik
dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering
disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya
dukungan kredit dan infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada
beras.
Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia dijalankan sejak
rejim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak
mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara
tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu,
Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena
ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar,
dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi
Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari
gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai
dengan tahun 1965. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya
sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah.

B.Pestisida dan Pupuk Buatan

Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan pernapasan, penurunan
daya ingat, dan pada jangka panjang menyebabkan kanker. Bahkan jika ibu hamil mengkonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung residu pestisida, maka janin yang dikandungnya mempunyai
risiko dilahirkan dalam keadaan cacat. Penggunaan pestisida juga menyebabkan terjadinya peledakan
hama —suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan pembuatan pestisida— karena pestisida dalam
dosis berlebihan menyebabkan hama kebal dan mengakibatkan kematian musuh alami hama yang
bersangkutan.
Namun, mitos obat mujarab pemberantas hama tetap melekat di sebagian petani. Mereka tidak paham
akan bahaya pestisida. Hal ini disebabkan karena informasi yang sampai kepada mereka adalah ‘jika ada
hama, pakailah pestisida merek A’. para petani juga dibanjiri impian tentang produksi yang melimpah-
ruah jika mereka menggunakan pupuk kimia. Para penyuluh pertanian adalah ‘antek-antek’ pedagang
yang mempromosikan keajaiban teknologi modern ini. Penyuluh pertanian tidak pernah menyampaikan
informasi secara utuh bahwa pupuk kimia sebenarnya tidak dapat memperbaiki sifat-sifat fisika tanah,
sehingga tanah menghadapi bahaya erosi. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus juga akan
mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah,
sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang
menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun.

C.Revolusi Hijau dan Dampak Buruknya

Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah
proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi
modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Memang Revolusi Hijau telah menjawab satu tantangan
ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat. Namun keberhasilan itu bukan tanpa
dampak dan efek samping yang jika tanpa pengendalian, dalam jangka panjang justru mengancam
kehidupan dunia pertanian.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah
mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-
lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an,
petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan
pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol
pemerintah

Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak struktur, kimia dan
biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang
justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu pestisida telah
menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko kerusakan ekologi menjadi tak
terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat ongkos produksi pertanian cenderung
meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan melemahkan kegairahan bertani.

Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun berakibat:Berbagai organisme
penyubur tanah musnah. Kesuburan tanah merosot / tandus Tanah mengandung residu (endapan
pestisida) Hasil pertanian mengandung residu pestisida Keseimbangan ekosistem rusak. Terjadi
peledakan serangan dan jumlah hama.

Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah peradaban
manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani merupakan komunitas mandiri. Namun dalam revolusi
hijau, petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan merupakan hasil
rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia —yang membuat banyak
petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas padi lokal telah
punah dalam 15 tahun terakhir ini.
Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki kebebasan
untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat tersebut dimentahkan
lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana
pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program pemerintah). Dengan begitu, kebebasan petani
tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.
Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk, pestisida, benih,
serta petani bermodal kuat. Revolusi Hijau memang membuat hasil produksi pertanian meningkat, yang
dijadikan tolak ukur sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di balik itu semua, ada
penderitaan kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem ekologi pertanian yang kerugiannya tidak dapat
dinilai dengan uang.

Mitos akan kehebatan Revolusi Hijau lahir karena ditopang oleh teknologi yang dikembangkan dari
sistem ilmu pengetahuan modern, mulai dari genetika sampai kimia terapan. Pantas jika Masanobu
Fukuoka, pelopor pertanian alami di Jepang, pernah berkata: “Peranan ilmuwan dalam masyarakat itu
analog dengan peranan diskriminasi di dalam pikiran-pikiran Anda sendiri.”. Telah terbukti bahwa
penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif pada lingkungan karena penggunaan
pestisida dan pupuk kimia. Dan Revolusi Hijau di Indonesia tidak selalu mensejahterakan petani padi
Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah Orde Baru adalah produksi pangan yang tidak
seimbang dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat. Oleh karena itu pemerintah Orde Baru
memasukkan Revolusi Hijau dalam program Pelita. Revolusi Hijau ini dilaksanakan secara nasional. Apa
sih Revolusi Hijau itu? Revolusi Hijau adalah perubahan besar berkaitan dengan soal penggarapan tanah
dan pertanian.

Dampak positif Revolusi Hijau di Indonesia :

a. Meningkatkan produktivitas tanaman pangan.


b. Peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat industri menjadi
terpenuhi.
c. Indonesia berhasil mencapai swasembada beras.
d. Kualitas tanaman pangan semakin meningkat.

Sedangkan dampak negatif Revolusi Hijau di Indonesia antara lain :

a. Penggunaan pupuk buatan dan pwstisida secara berlebihan akan mengakibatkan lahan pertanian
menjadi tidak subur lagi.
b. Berkurangnya keanekaragaman genetic jenis tanaman tertentu yang disebabkan oleh penyeragaman
jenis tanaman tertentu yang dikembangkan.
c. Adanya mekanisme pertanian mengakibatkan cara bertani tradisional menjadi terpinggirkan.
d. Rasa kegotongroyongan semakin menurun.
e. Hasil panen dari beberapa kawasan Revolusi Hijau mengalami penurunan.

Pada dasarnya kebijakan-kebijakan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto telah berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Presiden Soeharto pun mendapatkan gelar
Bapak Pembangunan karena berhasil mewujudkan pembangunan nasional. Pembangunan nasional pada
masa ini juga menimbulkan sisi negative yang ditandai dengan munculnya gejala crony capitalism yaitu
istilah yang merujuk pada kapitalis-kapitalis yang melingkari pemerintahan Orde Baru berdasarkan asas-
asas kekerabatan. Adanya crony capitalism tersebut telah memunculkan ketidakmerataan ekonomi yang
imbasnya dirasakan masyarakat terutama kelas menengah ke bawah. Kondisi tersebut memunculkan
penyakit sosial yang menghinggapi elemen pemerintahan dan masyarakat yang kemudian dikenal
dengan praktik KKN.

PERKEMBANGAN REVOLUSI HIJAU, TEKNOLOGI dan INDUSTRIALISASI

Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau.
Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara modern.
Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-
penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung yang
mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.
Tujuan Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant) menjadi petani-petani gaya
baru (farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama guna memenuhi industrialisasi ekonomi
nasional. Revolusi hijau ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada cuaca
dan alam karena peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan produksi
bahan makanan.

Latar belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya masalah kemiskinan yang disebabkan
karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat tidak sebanding dengan peningkatan produksi
pangan. Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah kelahiran dan meningkatkan usaha pencarian dan
penelitian binit unggul dalam bidang Pertanian. Upaya ini terjadi didasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Thomas Robert Malthus.
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau ditempuh dengan cara :

1. Intensifikasi Pertanian

Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi :

a. Pemilihan Bibit Unggul

b. Pengolahan Tanah yang baik

c. Pemupukan

d. Irigasi

e. Pemberantasan Hama

2. Ekstensifikasi Pertanian

Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan lahan-
lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi lahan yang dapat ditanami, membuka hutan, dsb).

3. Diversifikasi Pertanian

Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang sari.
Usaha ini menguntungkan karena dapat mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber devisa,
mencegah penurunan pendapatan para petani.

4. Rehabilitasi Pertanian

Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang membahayakan
kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di
daerah tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan makanan dan sekaligus sebagai
stabilisator lingkungan.
Pelaksanaan Penerapan Revolusi Hijau:

1. Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.

2. Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan teknologi dan
komunikasi.

3.Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu menanami lahan
dengan satu jenis tumbuhan saja.

4.Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang diharapkan yang tahan
terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan tertentu.

5.Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi Internasional
(IRRI=International Rice Research Institute) yang bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi unggul
tersebut lebih dikenal dengan bibit IR.

6.Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan komersialisasi.

7.Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan industri pupuk
nasional.

8.Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit Desa).

Dampak Positif Revolusi Hijau :

1.Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh pertanian.

2.Daerah yang tadinya hanya dapat memproduksi secara terbatas dan hanya untuk memenuhi
kebutuhan minimal masyarakatnya dapat menikmati hasil yang lebih baik karena revolusi hijau.

3.Kekurangan bahan pangan dapat teratasi.

4.Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga perekonomian Indonesia terutama terlihat ketika
Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.
Dampak Negatif Revolusi Hijau :

5.Muncullah komersialisasi produksi pertanian

6.Muncul sikap individualis dalam hal penguasaan tanah

7.Terjadi perubahan struktur sosial di pedesaan dan pola hubungan antarlapisan petani di desa dimana
hubungan antar lapisan terpisah dan menjadi satuan sosial yang berlawanan kepentingan.

8.Memudarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat yang awalnya menjadi pengikat hubungan antar
lapisan.

9.Muncul kesenjangan ekonomi karena pengalihan hak milik atas tanah melalui jual beli.

10..Harga tanah yang tinggi tidak terjangkau oleh kemampuan ekonomi petani lapisan bawah sehingga
petani kaya mempunyai peluang sangat besar untuk menambah luas tanah.

11.menyebabkan tingkat pendapatanpun akan berbeda.

12.Muncul kesenjangan yang terlihat dari perbedaan gaya bangunan maupun gaya berpakaian
penduduk yang menjadi lambang identitas suatu lapisan sosial.

13.Mulai ada upaya para petani untuk beralih pekerjaan ke jenis yang lain seiring perkembagan
teknologi.

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

Perkembangan teknologi memberikan pengaruh positif bagi Indonesia khususnya bagi peningkatan
industri pangan:

~Digunakannya pupuk buatan dan zat-zat kimia untuk memberantas hama penyakit sehingga produksi
pertanianpun meningkat.

~Proses pengolahan lahanpun menjadi cepat dengan digunakan traktor

~Proses pengolahan hasil menjadi cepat dengan adanya alat penggiling padi

Adapun dampak negatif dari perkembangan teknologi tersebut adalah

~Timbulnya pencemaran pada air maupun tanah akibat penggunaan pestisida (pupuk kimia) yang
berlebih. Sebab jika unsur nitrat maupun fosfat yang terkandung dalam pupuk dalam jumlah banyak
masuk ke sungai akan menyebabkan pertumbuhan ganggang biru serta tanaman air lainnya yang
menyebabkan pengeringan sungai karena banyaknya tumbuhan air (eutrofikasi).

~Penggunaan pestisida dapat membunuh hama tanaman, serangga pemakan hama, burung, ikan dan
hewan lainnya. Bahkan dari unsur-unsur yang terkandung dalam pestisida dapat berubah menjadi
senyawa yang membahayakan kehidupan.

~Pelaksanaan monokultur menyebabkan hubungan yang tidak seimbang antara tanah, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan sehingga kesimbangan alam akan terganggu yang menyebabkan berjangkitnya hama
dan penyakit.

~Adanya sistem peladangan berpindah atau penebangan pohon dalam jumlah besar yang dilakukan oleh
pihak pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) guna dibuat pemukiman baru menyebabkan kerusakan
lingkungan kususnya pada ekosistem tanah.

~Semakin sempit lahan pertanian karena diubah menjadi wilayah pemukiman dan industri.

~Meningkatnya kegitan penggalian sumber alam, pertambangan liar yang kurang memperhatikan
kondisi lingkungan.

~Pengurangan jumlah tenaga kerja manusia yang terlibat dalam proses produksi karena telah
tergantikan oleh mesin-mesin sehingga bersifat padat modal dan hemat tenaga kerja. Berdampak pada
munculnya pengangguran.

INDUSTRIALISASI DI INDONESIA

Revolusi Hijau ini menyebabkan upaya untuk melakukan modernisasi yang berdampak pada
perkembangan industrialisasi yang ditandai dengan adanya pemikiran ekonomi rasional.Pemikiran
tersebut akan mengarah pada kapitalisme.Dengan industrialisasi juga merupakan proses budaya dimana
dibagun masyarakat dari suatu pola hidup atau berbudaya agraris tradisional menuju masyarakat
berpola hidup dan berbudaya masyarakat industri. Perkembangan industri tidak lepas dari proses
perjalanan panjang penemuan di bidang teknologi yang mendorong berbagai perubahan dalam
masyarakat.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan industrialisasi adalah :

- Meningkatkan perkembangan jaringan informasi, komunikasi, transportasi untuk memperlancar arus


komunikasi antarwilayah di Nusantara.

- Mengembangkan industri pertanian

- Mengembangkan industri non pertanian terutama minyak dan gas bumi yang mengalami kemajuan
pesat.

- Perkembangan industri perkapalan dengan dibangun galangan kapal di Surabaya yang dikelola olrh
PT.PAL Indonesia.

- Pembangunan Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) yang kemudian berubah menjadi PT.
Dirgantara Indonesia.
- Pembangunan kawasan industri di daerah Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan, dan Batam.

- Sejak tahun 1985 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di bidang industri dan investasi.

Industrialisasi di Indonesia ditandai oleh :

Tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja.

Banyaknya tenaga kerja terserap ke dalam sektor-sektor industri.


Terjadinya perubahan pola-pola perilaku yang lama menuju pola-pola perilaku yang baru yang bercirikan
masyarakat industri modern diantaranya rasionalisasi.
Meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat di berbagai daerah khususnya di kawasan industri.

Menigkatnya kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan hasil-hasil industri baik pangan, sandang,
maupun alat-alat untuk mendukung pertanian dan sebagainya.

Dampak positif industrialisasi adalah tercapainya efisiensi dan efektifitas kerja.

Dampak negatif dari industrialisasi adalah Munculnya kesenjangan sosial dan ekonomi yang ditandai
oleh kemiskinan serta Munculnya patologi sosial (penyakit sosial) seperti kenakalan remaja dan
kriminalitas.

http://planthospital.blogspot.co.id/2011/09/revolusi-hijau.html 5 15 wib Qolamul Hasna

Pengertian Revolusi Hijau


Pengertian Revolusi Hijau adalah usaha pengembangan teknologi pertanian untuk
meningkatkan produksi pangan. Revolusi Hijau sering dikenal dengan Revolusi Agraria,
yaitu suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara yang tradisional berubah menjadi
lebih modern. Definisi lain menyebutkan Revolusi Hijau adalah revolusi produksi biji-
bijian dari penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari varietas gandum, padi dan
jagung. Revolusi Hijau menekankan pada empat metode, yaitu :
1. Penyediaan air melalui sistem irigasi
2. Pemakaian pupuk kimia secara optimal
3. Penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu
4. Penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.
Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman
pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk
padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

B. Latar Belakang dan Tujuan Revolusi Hijau


Jumlah penduduk di bumi akan selalu meningkat seiring berjalannya waktu.
Keadaan tersebut menuntut kebutuhan pangan yang juga harus meningkat. Namun
faktanya perkembangan jumlah penduduk berbanding terbalik dengan persediaan
pangan yang ada. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kelaparan dan kemiskinan.
Thomas Robert Malthus pada tahun 1766–1834 mulai melakukan penelitian lalu
memaparkan hasilnya. Malthus menyatakan bahwa kemiskinan adalah masalah yang
tidak bisa dihindari oleh manusia. Pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan
dengan peningkatan hasil pertanian atau produksi pangan. Malthus berpendapat bahwa
pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 31, 64, dan seterusnya),
sedangkan hasil pertanian mengikuti deret hitung (1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dan
seterusnya). Inilah yang menjadi bahan pertimbangan banyak orang untuk menemukan
teknologi yang dapat meningkatkan produksi pangan, yaitu Revolusi Hijau.
Pada dasarnya Revolusi hijau ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian.
Namun peningkatan produksi pertanian tidak hanya mengacu pada peningkatan
produksi tanaman per hektar, tetapi juga untuk meningkatkan bahan pangan dengan
kadar nutrisi tinggi, menyeleksi varietas dengan tingkat resisten tinggi terhadap
keragaman cuaca, hama, dan penyakit. Selain itu juga untuk mendapatkan tanaman
yang cocok pada kondisi iklim dan tanah tertentu.
C. Perkembangan dan Pelaksanaan Revolusi Hijau
Revolusi Hijau dikenalkan pertama kali pada tahun 1968 oleh William Gaud, mantan
direktur sebuah lembaga donor milik Amerika Serikat. Hasil nyata yang telah tercapai
karena adanya Revolusi Hijau adalah swasembada sejumlah bahan pangan di
beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan bahan pangan
terutama bahan pangan pokok seperti di negara India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam,
Thailand, serta Indonesia.
Pada tahun 70-an dikenal dengan Revolusi Hijau Indonesia yang dikenal sebagai
Bimas (Bimbingan Massal), yaitu program nasional untuk meningkatkan produksi
pangan, khususnya swasembada beras. Bermacam-macam usaha telah dilakukan
untuk mensukseskan program ini namun gagal. Bimas dianggap gagal memacu
pertumbuhan di sector pertanian tanaman pangan, sehingga pemerintah
memperkenalkan Inmas (Intensifikasi Massal). Dengan tambahan program
penanggulangan hama dan penyakit tanaman melalui Inmas, tetap saja tidak jauh
berbeda hasilnya dengan Bimas. Jika dilihat dari segi ekonominya, pelaksanaan Inmas
dan Bimas sebenarnya dapat dikatakan berhasil. Ditahun 80-an, produktivitas pertanian
padi meningkat mencapai duka kali lipat dibanding tahun 60-an. Bahkan pada tahun
1985, Indonesia bias mewujudkan swasembada beras selama empat tahun. Namun
setelah itu Indonesia menjadi Negara pengimpor beras hingga saat ini.
Bagi petani kelas menengah ke atas, program Inmas dan Bimas memang dapat
meningkatkan kesejahteraan. Tetapi bagi petani menengah ke bawah, justru membuat
mereka semakin miskin. Dengan paket yang ada dalam Bimas ataupun Inmas, petani
harus mengikuti pola produksi yang telah dientukan. Pupuk kimia, pola tanaman yang
seragam, penggunaan bibit yang terkadang dengan merk tertentu, serta pestisida dan
obat-obat pertanian juga telah distandarkan. Semua itu membuat petani tergantung
pada industry bibit, pupuk, dan pestisida kepada produsen tertentu. Keragaman bibit
lokalpun semakin menurun. Sebelum adanya Revolusi hijau, ada hamper 10.000
macam jenis bibit padi lokal. Kini hanya tinggal sekitar 25 jenis bibitt padi lokal yang
tersisa di Indonesia.
Upaya peningkatan produksi pertanian oleh pemerintah di Indonesia dilakukan
dengan cara ekstensifikasi, intensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi pertanian. Berikut
adalah penjelasannya.
a. Ekstensifikasi Pertanian
Yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan memperluas lahan pertanian atau
membuka lahan baru.
b. Intensifikasi Pertanian
Yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan mengintensifkan lahan yang ada
supaya produktivitas meningkat. Keterbatasan areal menyebabkan metode intensifikasi
banyak digunakan. Intensifikasi dilakukan melakui panca usaha tani, yaitu:
1. Pengolahan Tanah
2. Pemilihan bibit unggul
3. Pemupukan
4. Irigasi
5. Pemberantasan hama.
c. Diversifikasi Pertanian
Yaitu upaya peningkaan produksi pertanian dengan cara penganeragaman tanaman,
misalnya dengan system tumpang sari.
d. Rehabilitasi Pertanian
Yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan cara pemulihan kemampuan daya
produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis. Misalnya dengan reboisasi,
melakukan tebang pilih dan, sebagainya.

D. Dampak Positif dan Negatif Revolusi Hijau


Loekman Soetrisno (1995:197) mengungkapkan bahwa, di tengah-tengah
keberhasilan Revolusi Hijau muncul keprihatinan, terutama dalam pemanfaatan
teknologi kimiawi. Sektor pertanian yang padat teknologi kimiawi pada jangka waktu
tertentu akan merugikan petani. Berikut dijelaskan dampak positif Revolusi Hijau.
a. Teratasinya masalah kekurangan bahan pangan karena meningkatnya produksi
pertanian
b. Sektor pertanian menjadi pilar penunjang perekonomian karena hasil pangan yang
melimpah.
c. Meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan menggunakan teknologi, modal yang
dikeluarkan memang besar, namun tingkat produksi yang dihasilkan memberikan
keuntungan yang besar pula.
d. Revolusi Hijau menyebabkan munculnya tanaman jenis unggul berumur pendek
sehingga intensitas penanaman per tahun menjadi bertambah (dari satu kali menjadi
dua kali atau tiga kali per dua tahun). Akibatnya, tenaga kerja yang dibutuhkan lebih
banyak. Demikian juga prosentase pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit
akan menambah kebutuhan tenaga kerja.
e. Ditemukannya berbagai jenis tanaman dan biji-bijian varietas unggul karena
kecanggihan teknologi.
f. Pengerjaan lahan akan semakin mudah dengan teknologi. Contohnya pembajakan
lahan sawah tidak perlu menggunakan cara manual, cukup dengan mesin jetor.
g. Semakin berkurangnya ketergantungan petani pada iklim dan cuaca karena peran
pengetahuan dan teknologi.
Disamping peranannya yang positif dan bermanfaat, Revolusi Hijau juga mendapat
kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan dan sosial. Berikut
dijelaskan dampak negatif Revolusi Hijau.
a. Menimbulkan kesenjangan ekonomi. Karena Revolusi Hijau hanya dapat dipenuhi
oleh petani kelas menengah ke atas, sehingga petani kaya akan semakin kaya, petani
miskin akan semakin miskin.
b. Kesempatan kerja di pedesaan menjadi berkurang karena sistem panen secara
bersama-sama mulai digeser dengan sistem upah. Pembeli biasanya memborong
seluruh hasil panen sehingga tenaga kerja yang diperlukan sedikit.
c. Beresiko terjadi peledakan hama, dan menyebabkan hama menjadi kebal jika
penggunaan pestisida tidak terukur.
d. Kesejahteraan petani terancam. Karena pada tahun 1990-an petani mulai koalahan
menghadapi serangan hama, kemerosotan kesuburan tanah, ketergantungan
pemakaian pupuk, dan sebagainya.
e. Penggunaan pupuk secara terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman
pada pupuk. Selain itu, penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus juga
menyebabkan lahan menjadi tidak subur.
f. Adanya mekanisme pertanian modern mengakibatkan cara bertani tradisional
menjadi terpinggirkan.
g. Rasa kegotong royongan semakin menurun karena munculnya sikap indivudualisme
dalam penguasaan tanah.
h. Bahaya yang mengancam lingkungan. Keseimbangan lingkungan terganggu akibat
penggunaan bahan-bahan kimia non-organik tinggi seperti pupuk buatan, pestisida,
insektisida, fungisida, dan lain-lain.
i. Penggunaan pestisida mengganggu kesehatan manusia. Bagi manusia, pestisida
dapat menyebabkan gangguan pernapasan, iritasi, menurunnya daya ingat, bahkan
bagi ibu hamil dapan menyebabkan kecacatan pada janin.

E. Kegagalan Revolusi Hijau


Oleh para pendukung gerakan Revolusi Hijau, kerusakan yang terjadi dipandang
bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena akses dalam penggunaan teknologi yang
tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Namun kekhawatiran terhadap
dampak negatif Revolusi Hijau terhadap kelestarian lingkungan, keselamatan petani,
keamanan konsumsi pangan, keberlanjutan sistem pertanian, dan bahkan terhadap
kelestarian keaneragaman hayati telah mendorong berbagai kalangan, ilmuan,
Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi petani, kelompok konsumen dan pedagang
pada tingkat pedesaan regional, propinsi, nasional dan internasional untuk menyatakan
“Anti Revolusi Hijau”. Revolusi Hijau diposisikan sebagai teknologi yang tidak ramah
lingkungan, produknya tidak mmenyehatkan, dan mengakibatkan kemiskinan para
petani.

Sumber Referensi:
Plant Science: Growth, Development, and Utilization of Cultivated Plants. M. McMahon,
A. Kofranek, and V. Rubatzky, Pearson.
Surwignyo, A.R. 1979. “Prospek dan Perkembangan Pertanian pada Era Ketiga Revolusi
Hijau”. Vol.31. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
http://exactstudy.blogspot.co.id/2013/11/revolusi-hijau.html malik muqtadir 5 17 wib

http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/risalah/article/viewFile/927/852

REVOLUSI HIJAU DAN PERUB


AH
AN SOSIAL EKONOMI PETANI
WANITA DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 1970
-
1984
http://soil.blog.ugm.ac.id/files/2006/11/1995-Revolusi-hijau.pdf REVOLUSI HIJAU DAN
KONSERVASI TANAH
1

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=394786&val=6422&title=Teknologi%20Revolusi%
20Hijau%20Lestari%20untuk%20Ketahanan%20Pangan%20Nasional%20di%20Masa%20Depan
teknologi revolusi hijau lestari

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan
fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an
hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah
tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara
yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh,
Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman
Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai
konseptor utama gerakan ini. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang
mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960)[1].Konsep Revolusi
Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program
nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras[2]. Tujuan tersebut
dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi,
politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi
yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi
serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia
pada swasembada beras.

Revolusi hijau di Indonesia

Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia
dijalankan sejak rezim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum
diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara
yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni
antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya
kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah
menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di
pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau
dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari
gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960
sampai dengan tahun 1965.[3]

Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting[4]: penyediaan air melalui sistem
irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat
serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam
berkualitas. Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman
pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada
tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian
lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya,
kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan
teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul
adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena
ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.

Dampak positif revolusi hijau

Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat.
Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada dan bisa mengekspor beras
ke India.

Permasalahan dan dampak negatif

1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat)


tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi
sawah.
2. Penurunan keanekaragaman hayati.
3. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.
4. Penggunaan pestisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten[5].

http://pusat-jurnal-berbahasa-indonesia-q.sttbinatunggal.ac.id/id3/2821-2687/Revolusi-
Hijau_31155_pusat-jurnal-berbahasa-indonesia-q-sttbinatunggal.html Revolusi Hijau adalah
sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam
pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di
banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada
(kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu
kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam,
Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima
penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama
gerakan ini. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang
mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960)[1].Konsep Revolusi
Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program
nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras[2]. Tujuan tersebut
dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi,
politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi
yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi
serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia
pada swasembada beras.

Revolusi hijau di Indonesia

Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia
dijalankan sejak rezim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum
diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara
yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni
antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya
kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah
menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di
pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau
dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari
gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960
sampai dengan tahun 1965.[3]

Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting[4]: penyediaan air melalui sistem
irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat
serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam
berkualitas. Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman
pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada
tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian
lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya,
kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan
teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul
adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena
ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.

Dampak positif revolusi hijau

Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat.
Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada dan bisa mengekspor beras
ke India.
Permasalahan dan dampak negatif

1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat)


tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi
sawah.
2. Penurunan keanekaragaman hayati.
3. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.
4. Penggunaan pestisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten[5].

Oleh Riccard allen

PERTANIAN BERKELANJUTAN BERBASIS


KESEHATAN
TANAH
DALAM MENDUKUNG
KETAHANAN PANGAN
https://journal.unsika.ac.id/index.php/solusi/article/viewFile/80/84

hierra
Blog mahasiswa Universitas Brawijaya

 Home
 about sang penulis (DESI HERAWATI)

Type and h

REVOLUSI HIJAU
Posted by Desi Herawati

May 13

2.1 Revolusi Hijau

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan
fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an
hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah
tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara
yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh,
Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman
Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai
konseptor utama gerakan ini.Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting:
penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan
pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas
unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi
peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam
setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin
terjadi.

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian
lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya,
kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan
teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul
adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena
ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.

Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan
masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya
swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas
strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga
komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan
kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.
Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.

Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia
dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum
diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara
yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni
antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya
kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah
menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di
pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau
dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari
gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960
sampai dengan tahun 1965. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena
produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan
kesuburan tanah.

2.2 Pestisida dan Pupuk Buatan

Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan pernapasan,
penurunan daya ingat, dan pada jangka panjang menyebabkan kanker. Bahkan jika ibu hamil
mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung residu pestisida, maka janin yang
dikandungnya mempunyai risiko dilahirkan dalam keadaan cacat. Penggunaan pestisida juga
menyebabkan terjadinya peledakan hama —suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan
pembuatan pestisida— karena pestisida dalam dosis berlebihan menyebabkan hama kebal dan
mengakibatkan kematian musuh alami hama yang bersangkutan. Namun, mitos obat mujarab
pemberantas hama tetap melekat di sebagian petani. Mereka tidak paham akan bahaya pestisida.
Hal ini disebabkan karena informasi yang sampai kepada mereka adalah ‘jika ada hama, pakailah
pestisida merek A’. para petani juga dibanjiri impian tentang produksi yang melimpah-ruah jika
mereka menggunakan pupuk kimia. Para penyuluh pertanian adalah ‘antek-antek’ pedagang
yang mempromosikan keajaiban teknologi modern ini. Penyuluh pertanian tidak pernah
menyampaikan informasi secara utuh bahwa pupuk kimia sebenarnya tidak dapat memperbaiki
sifat-sifat fisika tanah, sehingga tanah menghadapi bahaya erosi. Penggunaan pupuk buatan
secara terus-menerus juga akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan
zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya,
kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus
menurun.

2.3 Revolusi Hijau dan Dampak Buruknya

Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau,
sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan
menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Memang Revolusi Hijau
telah menjawab satu tantangan ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat.
Namun keberhasilan itu bukan tanpa dampak dan efek samping yang jika tanpa pengendalian,
dalam jangka panjang justru mengancam kehidupan dunia pertanian.

Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah
mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan
lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade
1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot,
ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan
harga gabah dikontrol pemerintah

Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak struktur,
kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa
binatang yang justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu
pestisida telah menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko kerusakan
ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat ongkos produksi
pertanian cenderung meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan melemahkan
kegairahan bertani.

Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun berakibat:

Ø Berbagai organisme penyubur tanah musnah

Ø Kesuburan tanah merosot / tandus

Ø Tanah mengandung residu (endapan pestisida)

Ø Hasil pertanian mengandung residu pestisida


Ø Keseimbangan ekosistem rusak

Ø Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.

Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah peradaban
manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam
untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani merupakan komunitas mandiri. Namun
dalam revolusi hijau, petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan
merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia —
yang membuat banyak petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul, sekitar
1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini.

Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki
kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat
tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta dalam
mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program pemerintah).
Dengan begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.

Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk, pestisida,
benih, serta petani bermodal kuat. Revolusi Hijau memang membuat hasil produksi pertanian
meningkat, yang dijadikan tolak ukur sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di
balik itu semua, ada penderitaan kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem ekologi pertanian
yang kerugiannya tidak dapat dinilai dengan uang.

Mitos akan kehebatan Revolusi Hijau lahir karena ditopang oleh teknologi yang dikembangkan
dari sistem ilmu pengetahuan modern, mulai dari genetika sampai kimia terapan. Pantas jika
Masanobu Fukuoka, pelopor pertanian alami di Jepang, pernah berkata: “Peranan ilmuwan
dalam masyarakat itu analog dengan peranan diskriminasi di dalam pikiran-pikiran Anda
sendiri.”. Telah terbukti bahwa penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif
pada lingkungan karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Dan Revolusi Hijau di Indonesia
tidak selalu mensejahterakan petani padi.

2.4 Dampak positif Revolusi Hijau di Indonesia :

a. Meningkatkan produktivitas tanaman pangan.

b. Peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat industry menjadi


terpenuhi.

c. Indonesia berhasil mencapai swasembada beras.

d. Kualitas tanaman pangan semakin meningkat.

2.5 PERKEMBANGAN REVOLUSI HIJAU, TEKNOLOGI dan INDUSTRIALISASI


Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan sebutan Revolusi
Hijau.Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara
modern. Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari
hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum,
padi, dan jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut. Tujuan Revolusi
hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant) menjadi petani-petani gaya baru
(farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama guna memenuhi industrialisasi ekonomi
nasional. Revolusi hijau ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada
cuaca dan alam karena peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan
produksi bahan makanan. Latar belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya
masalah kemiskinan yang disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat
tidak sebanding dengan peningkatan produksi pangan. Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah
kelahiran dan meningkatkan usaha pencarian dan penelitian binit unggul dalam bidang Pertanian.
Upaya ini terjadi didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas Robert Malthus.

Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau ditempuh dengan
cara :

1. Intensifikasi Pertanian Intensifikasi Pertanian

di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi :

a. Pemilihan Bibit Unggul

b. Pengolahan Tanah yang baik

c. Pemupukan

d. Irigasi

e. Pemberantasan Hama

2. Ekstensifikasi Pertanian

Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan
lahan-lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi lahan yang dapat ditanami, membuka
hutan, dsb).

3. Diversifikasi Pertanian

Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang sari.
Usaha ini menguntungkan karena dapat mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber
devisa, mencegah penurunan pendapatan para petani.
4. Rehabilitasi Pertanian

Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang
membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan
makanan dan sekaligus sebagai stabilisator lingkungan.

Pelaksanaan Penerapan Revolusi Hijau:

1. Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.

2. Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan teknologi
dan komunikasi.

3.Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu menanami
lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.

4.Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang diharapkan yang
tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan tertentu.

5.Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi Internasional
(IRRI=International Rice Research Institute) yang bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi
unggul tersebut lebih dikenal dengan bibit IR.

6.Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan komersialisasi.

7.Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan industri
pupuk nasional.

8.Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit Desa).

Dampak Positif Revolusi Hijau :

1.Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh pertanian.

2.Daerah yang tadinya hanya dapat memproduksi secara terbatas dan hanya untuk memenuhi
kebutuhan minimal masyarakatnya dapat menikmati hasil yang lebih baik karena revolusi hijau.

3.Kekurangan bahan pangan dapat teratasi.

4.Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga perekonomian Indonesia terutama terlihat
ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.
Dampak Negatif Revolusi Hijau :

5.Muncullah komersialisasi produksi pertanian


6.Muncul sikap individualis dalam hal penguasaan tanah

7.Terjadi perubahan struktur sosial di pedesaan dan pola hubungan antarlapisan petani di desa
dimana hubungan antar lapisan terpisah dan menjadi satuan sosial yang berlawanan kepentingan.

8.Memudarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat yang awalnya menjadi pengikat hubungan
antar lapisan.

9.Muncul kesenjangan ekonomi karena pengalihan hak milik atas tanah melalui jual beli.

http://blog.ub.ac.id/hierra/2011/05/13/revolusi-hijau-2/

tinjauan pustakla
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/24978/Chapter%20II.pdf;jsessionid=C5FD0343
D2BB1B72097A9154390DD0C8?sequence=4

Anda mungkin juga menyukai