Anda di halaman 1dari 7

“ANALISIS NOVEL HARIMAU! HARIMAU!

KARYA MOCHTAR LUBIS”

Oleh :
1. Annisya Alfanny N. (04)
2. Deah Putri L. (10)
3. Gilang Wahyu H. (18)
4. Ratih Purwaningsih (28)
5. Sabina Vidyasfarah V. (30)
 Struktur Pembangun
1. Orientasi
Telah seminggu Haji Rakhmat (Pak Haji), Wak Katok, Sutan, Talib, Sanip, Buyung,
Pak Balam berada di hutan mengumpulkan damar, tidak jauh dari pondok Wak Hitam.
Mereka bertujuh disenangi dan dihormati orang-orang kampung karena mereka
dikenalsebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam
agama. Semua anak-anak muda itu adalah murid pencak Wak Katok. Mereka juga belajar
ilmu sihir dan gaib padanya. Dan anggota rombongan yang ketujuh dan terakhir ialah Pak
Bayam yang sebaya dengan Wak Katok. Orangnya pendiam dan kurus namun ia masih kuat
untuk bekerja. Mereka bertujuh paling disenangi dan dihormati oleh orang-orang kampung
karena mereka dikenal sebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan
taat dalam agama. Mereka semua sudah berkeluarga terkecuali Buyung.
2. Komplikasi
Pada suatu hari mereka melihat hal-hal yang aneh ketika Wak Hitam sakit. Banyak
orang yang berpakaian serba hitam datang ke pondok dan menyerahkan bungkusan rahasia
kepada Wak Hitam. Mereka juga menjumpai seorang tukang cerita dan juru ramal di pondok
tersebut. Berbagai ramalan disampaikan peramal itu tentang jalan hidup Buyung, Sutan,
Talib, dan Sanip.  Pada suatu kesempatan, Rubiyah dan Buyung bercengkrama. Hingga
Rubiyah menceritakan kepadanya kalau dirinya jatuh ke tangan Wak Hitam sebagai istri
karena terpaksa dan dia menceritakan pula mengenai penderitaan yang ditanggungnya selama
menjadi istri Wak Hitam. Buyung merasa merasa wajib melindungi untuk menyelamatkan
Rubiyah dari tangan Wak Hitam dan sepertinya Buyung telah jatuh cinta. Setelah lama
bercengkrama, hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku. Terjadilah hal yang tak
seharusnya dilakukan antara keduanya. Setelah Buyung kembali ke tempat rombongan
bermalam di hutan ia merasa bimbang dan menyesal telah berbuat dosa. Maka dari itu untuk
menebus dosanya ia ingin membebaskan Rubiyah dengan menjadikannya sebagai istrinya.
Namun ia masih mencintai Zaitun.
3. Resolusi
Wak Katok memutuskan mengambil jalan pintas, ternyata jalan pintas itu melewati
hutan yang sangat lembab. Hutan ini pun seperti tak pernah disentuh makhluk hidup kecuali
babi dan badak. Mereka ingin keluar dari rimba jahat tersebut, tetapi Wak Katok yang
menjadi pemimpin rombongan tersebut hanya membuat mereka berputar-putar di jalan yang
sama karena sebenarnya Wak Katok takut memburu harimau. Setelah itu, Wak Katok malah
marah-marah sendiri, dan memaksa satu persatu orang untuk mengakui dosa-dosanya.
Semuanya mau menurut kecuali Buyung. Wak Katok memaksa Buyung dengan cara
meletakkan senapan di dadanya, dan saat itu pula suara auman harimau terdengar. Setelah
harimau pergi, Wak Katok tak dapat diajak berbicara lagi yang akhirnya Wak Katok pun
mengusir mereka.
4. Evaluasi
Buyung, Pak Haji, dan Sanip menyusun rencana untuk mengambil senapan. Akhirnya
terjadi pertikaian di antara mereka dan jatuhlah korban. Pak Haji meninggal setelah di tembak
Wak Katok dengan senapan miliknya. Senapan berhasil diambil setelah melalui
perkelahian itu. Buyung menyusun rencana yang sangat bagus hingga akhirnya dapat
membunuh harimau tersebut. Ia membunuh dengan cara melepaskan bidikan tepat mengenai
sasaran dan harimau pun mati. Ketika itu ia menggunakan Wak Katok sebagai umpan dengan
cara Wak Katok diikat di sebuah batang pohon yang besar. Sebelum meninggal, Pak Haji
pernah berkata bahwa “Bunuhlah lebih dahulu harimau dalam hatimu dan percayalah pada
Tuhan”. Kata-kata itu menyadarkan Buyung bahwa ia harus percaya adanya Tuhan yang
selalu melindungi dan jangan menaruh dendam pada orang lain.
5. Koda
Kini mengertilah Buyung maksud kata-kata Pak Haji bahwa untuk keselamatan kita
hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita. Untuk membina kemanusiaan
perlu adanya rasa kecintaan antar sesama manusia. Manusia tidak akan bisa menjalani hidup
seorang diri tanpa orang lain. Satu sama lain akan saling membutuhkan. Buyung menyadari
bahwa ia harus mencintai sesama manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai Zaitun.
Buyung merasa lega bahwa ia terbebas dari hal-hal yang bersifat takhayul, mantera-
mantera, jimat yang penuh kepalsuan dari Wak Katok.

 Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema utama dari novel tersebut adalah novel ini mengisahkan masalah takhayul dan
ilmu kebatinan yang berkembang pada masyarakat Indonesia . Namun, diatas semua itu, tetap
ada Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya. Dalam novel ini mengisahkan tentang keadaan
masyarakat dimana masih mempercayai ilmu magis, bahkan mereka percaya dengan adanya
magis bisa melakukan apapun termasuk bisa menyembunyikan dosa. Namun selanjutnya,
manusia yang punya ilmu itu pun bisa sakit, berarti jika Tuhan berkendak ia sakit, orang
sehebat apapun bisa sakit. Misalnya saja ketika Wak Hitam yang sakti itu sedang sakit parah.
Lalu yang kedua, manusia itu saling membutuhkan. Manusia harus mencintai manusia,
seperti pada kutipan yang diucapkan Pak Haji berikut ini:
“….. Manusia perlu manusia lain… manusia harus belajar hidup dari kesalahan dan
kekurangan manusia lain. Wak Katok jangan dibenci. Maafkan dia. ……” (hal. 198)
2. Alur
 Alur dalam novel Harimau! Harimau! adalah alur maju. Hal ini dikarenakan
cerita tersebut menceritakan kejadian dari awal sampai akhir tanpa adanya unsur kejadian
masa lampau. Secara rinci tahap alur cerita dapatdiuraikan sebagai berikut :
o Pengenalan cerita : “Tujuh orang pencari damar yakni, Pak Haji Rakhmad,
Wak Katok, Buyung, Sanip, Talib, Sutan, dan Pak Balam secara bersama-sama
mencari damar di hutan sekitar tempat tinggal Wak Hitam.”
o Munculnya Konflik : “Pak Balam menjadi korban terkaman harimau dan
merasa bahwa harimau tersebut merupakan utusan Tuhan sebagaihukuman
akibat dosa yang dilakukan. Kemudian Pak Balam mulai menyuruh yang
lain untuk mengakui dosa-dosanya jugasatu persatu di depan mereka semua
yang akhirnya mulai menimbulkan perdebatan dan penolakan keras.”
o Konflik Memuncak (Klimaks) : “Pak Balam disusul Talib dan Sutan, yang
kesemuanya akhirnya meninggal diterkam harimau. Kemudian terjadilah
perdebatan hebat antara Wak Katok dan Buyung.Hal ini disebabkan kedok
Wak Katok sebagai dukun palsu telah terkuak, karena ia tak dapat
menyelamatkan nyawaketiga rekannya dari terkaman harimau. Wak Katok
yang tidak terima menembak Pak Haji hingga akhirnya Pak Haji pun turut
meninggal.”
o Konflik Menurun (Anti-klimaks) : “Buyung membuat siasat bersama Sanip
untuk menggunakan Wak Katok sebagai umpan supaya harimau mau keluar
danbisa dibunuh, agar mereka bisa kembali ke kampung.5)
PenyelesaianBuyung berhasil menembak harimau yang diumpankan melalui
Wak Katok. Dan akhirnya mereka bertiga bisa kembali kekampung dengan
selamat.”

3. Latar
Susunan latar dalam novel Harimau! Harimau! adalah sebagai berikut :
o Latar Waktu
- Petang
“Ini terjadi pada suatu petang, ketika Zaitun datang membawa makanan untuk ibu
Buyung dan ….” (hal. 12)
- Malam hari
“Dalam malam serupa itu, Sanip akan mengeluarkan dangung-dangungnya dan
menyanyikan lagu-lagunya.” (hal. 30)
- Pagi hari
“Esok paginya, apabila yang lain masih tidur, lama sebelum subuh, Buyung telah
membangunkan Wak Katok dan Sutan.” (hal. 80)
o Latar Tempat
- Di hutan
“Mereka bertujuh telah seminggu lamanya tinggal di dalam hutan mengumpulkan
damar.” (hal. 2)
- Di rumah Buyung
“… ketika ayah dan ibunya ayah dan ibunya menyangka, bahwa dia tak ada di
rumah.” (hal. 12)
- Di kamar
“… setelah Zaitun pergi, Buyung mendengar dari kamar di sebelah …” (hal. 12)
- Rumah Wak Hitam
“Mereka beruntung, karena tak berapa jauh dari hutan damar, ada sebuah huma
kepunyaan Wak Hitam. Disebuah pondok dilating Wak Hitamlah mereka selalu
bermalam selama berada di hutan damar.” (hal. 25)
- Di pinggir sungai
“Mereka bertemu di tanah terbuka di pinggir sungai. Buyung perlahan-lahan
mendekati mereka.” (hal. 82)
o Latar Suasana
- Gembira
“Untung hujan, kita sempat beristirahat
Dan mereka semua tertawa” (hal. 19)
- Menegangkan
“Napas Buyung terasa sesak, dan mengencang. Belum pernah dia merasa apa yang
dirasakannya …” (hal. 68)
4. Tokoh dan Penokohan
o Pak Haji Rakhmad
Dihormati karena usianya yang sudah tua, ketaatannya beribadah, dan
kebijaksanaannya. Namun ia tertutup pada orang lain) adapun karakterisasinya adalah
sebagai berikut :
- Realistis
“Manusia yang mau hidup sendiri tak mungkin mengembangkan kemanusiaannya.
Manusia perlu manusia lain…” (hal.198)
- Taat pada Tuhan
“… ingatlah ucapan ‘Bismillahirrokhmanirrohhiim’… Tuhan adalah yang Maha
Pemurah dan Pengampun….” (hal. 199)
o Wak Katok
Seorang tua yang dianggap sebagai dukun dan pandai silat. Dia mempunyai perguruan
silat sehingga murid silatnya banyak, Dia juga salah seorang pencari damar. Adapun
karakterisasinya adalah sebagai berikut :
- Pemaksa
“Jika perlu aku paksa dengan ini,” (hal. 132)
- Penipu
“Jimat-jimatmu palsu, mantera-manteramu palsu. Inikah jimat-jimat juga yang
dipakai oleh Pak Balam ….” (hal. 192)
o Buyung
Pemuda pemberani, cakap, mandiri, & memiliki jiwa kepemimpinan, seorang pemuda
pencari damar. Dia murid Wak Katok yang pandai silat. Adapun karakterisasinya
adalah sebagai berikut :
- Pemalas
“Tetapi, aku malas kembali. Kita telah jauh,” (hal. 58)
- Suka menolong
“Aku tolong engkau, Rubiah,” (hal. 67)
- Pandai
“Sungguh pandai engkau menembak, Buyung,” (hal. 83)
o Sanip
Periang, humoris, dan ia berani mengakui kesalahannya sendiri, murid Wak Katok,
pencari damar. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
- Jujur
“Memang kami berdosa, kami…Talib, aku, dan ….,”(hal. 128)
- Ingkar janji
“Biarlah Sutan marah padaku karena aku melanggar janji atau sumpah ….,” (hal.
129)
- Suka mencuri
“Kami bertiga, Talib, Sutan, dan aku, enam bulan yang lalu, yang, yang mencuri
empat ekor kerbau milik Haji Serdang di kampong Kerambi,” (hal. 129)
o Pak Balam
Pendiam, dianggap pemberani, salah seorang pencari damar. Adapun karakterisasinya
adalah sebagai berikut :
- Jujur
“Aku merasa ringan kini aku sudah menceritakan kepada kalian di depan Wak Katok
beban dosa yang selama ini ….,” (hal. 100)
o Sutan
Tidak tahan godaan terutama terhadap wanita. Dia digambarkan seorang pengecut
karena tidak berani mengakui kesalahan dan lari dari masalah, Pencari damar, murid
Wak Katok. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
- Suka menyindir
“Asal sungguh dia hanya dapat kancil,” (hal. 71)
- Penakut,
“  Huusss, jangan sebut-sebut namanya, engkau ingin dia datang menyerang kita ?”
(hal. 125)
- Suka mencuri
“Kami bertiga, Talib, Sutan, dan aku, enam bulan yang lalu, yang, yang mencuri
empat ekor kerbau milik Haji Serdang di kampong Kerambi,” (hal. 129)
o Talib
Pendiam, tidak tegas, kurang berani sebagai seorang lelaki, namun ia mau mengakui
kesalahannya, seorang pemuda pencari damar, murid Wak Katok. Adapun
karakterisasinya :
- Suka mencuri
“… dosa … aku berdosa … mencuri … curiiiii, ampun Tuhan….” (hal. 126)
o Wak Hitam
Misterius & sakti, seorang tua yang tinggal menyepi dalam hutan belantara dengan
keempat istrinya. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :
- Suka mengeluh
“Aduh, beginilah kalau sudah tua dan sakit-sakit, tak ada lagi yang mengurus
awak,” (hal. 50)
o Siti Rubiah
Tertutup, haus akan kasih sayang, istri muda Wak Hitam. Adapun karakterisasinya
adalah sebagai berikut:
- Suka melamun
“Rubiah, mengapa engkau bermenung-menung sendiri ?” (hal. 62)

 Unsur Ekstrinsik
1. Biografi Pengarang
Mochtar Lubis, sosoknya dikenal sebagai seorang sastrawan, wartawan pejuang, dan
penulis top Indonesia. Ia berasal dari Padang, Sumatera Barat. Pria kelahiran 7 maret 1922 di
Padang, Sumatera Barat ini merupakan anak dari pasangan Raja Pandapotan Lubis dan Siti
Madinah Nasution. Dalam buku biografi Mochtar Lubis yang ditulis oleh David T. Hill,
diketahui bahwa Ayah Mochtar Lubis dikenal sebagai seorang bangsawan suku Mandailing
yang digelari Raja Pandapotan. Ayahnya juga merupakan Binnenlands Bestuur (BB) atau
pegawai pemerintahan kolonial Belanda yang ketika pensiun dengan pangkat asisten bupati.
Mochtar Lubis diketahui merupakan anak keenam dari 10 bersaudara.
2. Riwayat Pendidikan Pengarang
Mochtar Lubis memulai pendidikannya dengan bersekolah di sekolah untuk
bumiputera atau Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang berbahasa Belanda setingkat SD
yang berada di sungai penuh. Setelah lulus dia melanjutkan sekolah di sekolah ekonomi
partikelir kayutanam yang didirikan oleh S.M. Latif di Bukittinggi. Di sekolah ini
mengajarkan mengenai ekonomi, bahasa, matematika dan politik, Namun disini, Mochtar
lebih tertarik pada politik. Ia banyak membaca karya-karya dari Karl Marx dan Adam Smith.
Ia juga biasa membaca tulisan-tulisan mengenai nasionalisme dari Soekarno, Sutan Sjahrir
serta Mohammad Hatta. Ia percaya bahwa dengan pendidikan dapat mengubah masyarakat.
Di sekolah ini pula, Ia bisa belajar bahasa inggris serta Belanda. Mochtar tamat pada tahun
1939.
3. Kehidupan Sosial yang Melatarbelakangi Cerita
Ketika ia masih muda, Mochtar Lubis sering bertualang ke belantara Sumatra. Lubis
kelak menulis bahwa dua peristiwa selama masa itu, yaitu melihat rumah bagus yang
terabaikan dan bertemu dengan harimau, menjadi inspirasinya dalam penulisan Harimau!
Harimau!. Inspirasi lain berasal dari masa penahanannya, saat ia berpikir tentang
kepemimpinan karismatik Soekarno maupun dukun tradisional serta kelemahan kekuatan
seperti itu.

 Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerita

1. Nilai Moral
Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap
diri sendiri maupun terhadap orang lain. Kejujuran dari tokoh tersebut adalah keberanian
mengakui keterlibatannya dalam berbagai peristiwa kejahatan meski hal tersebut merusak
citra yang dibangunnya bertahun-tahun.
- “Aku ada bersama Wak katok dan aku berusahauntuk melarang Wak Katok bebuat dosa”.
(hal. 102)
2. Nilai Agama
Tergambar pada tokoh Pak Balam, seorang yang religius dan jujur mengakui adanya
Tuhan, sehingga taat menjalankan ibadah.
- “Dia seorang yang saleh, dan mengakui adanya Tuhan” (hal. 05)

3. Nilai Sosial
Sikap peduli merupakan suatu sikap untuk ikut merasakan penderitaan orang lain, ikut
merasakan ketika penderitaan sesama sedang sakit, ikut merasakan sedih ketika sebagian
saudara- ditimpa kesulitan. Hal itulah yang disebut dengan nilai-nilai karakteristik peduli
sesama. Hal ini terlihat sikap Siti Rubiyah dalam hal memperlakukan tamu-tamu yang datang
berkunjung atau bahkan menumpang tinggal sementara.
- “Istri Wak Hitam (Siti Rubiah) selalu memasak nasi dan lauk pauk untuk mereka.” (hal. 30)

Anda mungkin juga menyukai