Anda di halaman 1dari 16

Konflik Perbatasan di

Asia Tenggara
Anggota Kelompok:
1. Diah Wahyu Istiningsih (13)
2. Septya Diah Ayu Ningsih (33)
3. Setiya Ningsih (34)
4. Nima Ayu Wardani (31)
5. Alfanji Dwi Prasetya (05)
6. M. Diva Fauzi N.R (25) 3
Konflik Pulau
Sipadan dan Ligitan
Konflik Sipadan dan Ligitan adalah
persengketaan antara Indonesia dan
Malaysia atas kepemilikan terhadap dua
pulau yang berada di Selat Makassar
yaitu Pulau Sipadan (50.000 m²) dan
Pulau Ligitan (18.000 m²).
Konflik Indonesia dengan Malaysia
ini berawal pada tahun 1967 ketika
dalam pertemuan teknis hukum
laut antara kedua negara, yang
secara bersamaan memasukkan
Pulau Sipadan dan Ligitan dalam
batas-batas wilayahnya.
Tanggal 22 September 1969, keduanya menyetujui
Memorandum of Understanding (MoU) yang
menetapkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dalam
status quo yang berarti tidak boleh ditepati, diduduki
maupun dimanfaatkan baik oleh Indonesia maupun
Malaysia. Akan tetapi Malaysia memanfaatkan
kesempatan ini untuk membangun fasilitas
pariwisata di kedua pulau tersebut.
Sikap Indonesia semula ingin membawa
masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN
namun akhirnya sepakat untuk
menyelesaikan sengketa ini melalui ICJ
(Internasional Court of Justice). Namun
dalam sidang di Mahkamah
Internasional pada tahun 2002, bukti-
bukti yang diajukan Malaysia lebih
memperkuat kedudukannya.
Bukti yang diajukan Malaysia adalah
pernyataan bahwa sejak tahun 1971, Malaysia
telah membuktikan pemberian perlindungan
terhadap kedua wilayah tersebut seperti
mengeluarkan perlindungan penyu, dan adanya
pembangunan mercusuar di Pulau Sipadan dan
Pulau Ligitan pada tahun 1962. Atas bukti
tersebut akhirnya Pulau Sipadan dan Pulau
Ligitan resmi menjadi milik Malaysia.

Konflik Laut Cina


Selatan dan
Kepulauan Spratly
Kepulauan spratly dikelilingi oleh
beberapa negara yaitu,
Indonesia, Malaysia, Vietnam,
Brunei Darussalam, Tiongkok,
Taiwan, dan Filipina.
Kepulauan Spratly pada awalnya
merupakan sebuah pulau yang tidak
layak huni. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar pulau ini berupa gugusan
karang laut. Namun klaim wilayah
kepemilikan terhadap kepulauan Spratly
mulai bermunculan setelah ditemukan
banyak potensi keuntungan SDA, seperti
kandungan minyak yang melimpah.
Selain itu di Kepulauan Spratly terdapat
pula kandungan gas alam dan
mempunyai letak yang strategis karena
berada di lintas layar dan perdagangan
antarnegara.
Konflik Laut Cina Selatan memanas pada 1947.
Tiongkok, Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei
Darussalam, dan Taiwan menjadi pihak yang
bersengketa atas masalah ini. Akibat perebutan
klaim wilayah atas Laut Cina Selatan beserta
Kepulauan Spratly antara Tiongkok dan negara-
negara lain yang bersengketa, terjadi insiden antara
Angkatan Laut Cina dan angkatan laut Vietnam
pada sekitar tahun 1988 yang mengakibatkan
putusnya hubungan diplomatik antara kedua
negara tersebut.
Proses damai di Laut Cina Selatan yang
diprakarsai ASEAN tidak hanya dimulai dari
pertemuan ASEAN regional forum (ARF) dari tahun
ke tahun, tetapi juga dari prakarsa Indonesia sejak
1990-an melalui lokakarya Laut Cina Selatan sejak
1980-an. Hingga disepakatilah di declaration on
Conduct of the Parties in South China Sea (DOC)
antara Tiongkok dengan ASEAN di Kamboja, pada
4 November 2002. Namun hingga saat ini, upaya
yang dilakukan ASEAN belum dapat menjadi solusi
bagi penyelesaian konflik Laut Cina Selatan.
Konflik Thailand
dan Kamboja
Konflik antara Thailand dan Kamboja terjadi terkait
kepemilikan Kuil Preah Vihear, yang termasuk daftar
warisan sejarah dunia oleh UNESCO. Kuil abad XI ,
Preah Vihear terletak diantara distrik Choam Khsant
di Provinsi Preah Vihear, Kamboja dan distrik
Kantharalak di Provinsi Sisaket, Thailand.
Pada bulan Juni 2008 Kuil Preah
Vihear yang telah berumur 900
tahun dimasukkan dalam daftar
warisan budaya dunia (World
Heritage List) oleh UNESCO. Hal ini
disambut gembira oleh pemerintah
Kamboja, namun memicu masalah
di Thailand. Akibatnya, terjadi
kontak senjata antara tentara
militer Kamboja dengan Thailand di
perbatasan dekat Kuil Preah Vihear
yang menjadi jantung sengketa
antara kedua negara. Baku tembak
yang pecah antara tentara militer
kedua negara terjadi pada tanggal
15 Oktober 2008 dan 3 April 2009
yang Mengakibatkan jatuhnya
korban dari kedua anggota militer.
Thailand kemudian
meminta Dewan Keamanan
(DK) PBB untuk
mengerahkan pasukan
pemeliharaan perdamaian
PBB ke perbatasan itu. Akan
tetapi PBB memutuskan
akan mengadakan
Perundingan di New York
yang akan dihadiri Menlu
Thailand Kasit Piromya, Hun
Sen, dan Menlu Marty
Natalegawa dari Indonesia
sebagai ketua ASEAN pada
14 Februari 2011.
Pertemuan trilateral
antara Menlu Indonesia
Marty Natalegawa,
Menlu Thailand Kasit
Piromya, dan Menlu
Kamboja Hor Namhong,
memastikan bahwa
Thailand dan Kamboja
memastikan untuk
tetap menyelesaikan
masalah konflik mereka
dengan cara damai.

Sekian presentasi dari


kelompok kami
Jika ada kesalahan mohon di
bicarakan baik baik bukan malah
pergi mencari yang lebih baik

Anda mungkin juga menyukai