6. Sengketa Internasional antara Georgia , Republik Abkhazia dan Republik Ossetia Selatan
Abkhazia dan Ossetia Selatan adalah dua negara republik pecahan Georgia di Kaukasus. Keduanya telah berupaya
melepaskan diri dari Georgia sejak tahun 1920-an. Setelah Revolusi Rusia tahun 1917, Abkhazia dan Ossetia Selatan
ditetapkan sebagai dua republik otonom yang merupakan bagian dari Georgia dan termasuk di dalam wilayah Uni Soviet.
Namun setelah perang tahun 1920-an, Abkhazia dan Ossetia Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1923 dan
1922. Masalah kedaulatan keduanya semakin kompleks di masa keruntuhan Uni Soviet dan Georgia mendeklarasikan
independensinya yang akhirnya berujung pada perang di tahun 1992 dan 2008. Rusia pada akhirnya mengakui kedua
republik tersebut sebagai negara yang terpisah dan berdiri sendiri. Namun PBB, Uni Eropa dan NATO menolak mengakui
kedaulatan Abkhazia dan Ossetia Selatan.
11. Sengketa Internasional antara Pemerintah Adminsitrasi Tibet dan Republik Rakyat China
Sejarah kedaulatan Tibet terentang panjang sejak abad 13. Secara hukum, pemerintah Republik Rakyat China (RRC)
melihat Tibet sebagai bagian tak terpisahkan sejak Dinasti Yuan. Fakta ini didukung peta kuno dan negara-negara lain
sehingga menjadikan Tibet sebagai wilayah otonom China. Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan Perancis serta banyak
negara lain mengakui Tibet sebagai bagian dari China. Akar konflik yang terus berlanjut hingga saat ini terjadi saat Invasi
China ke Tibet pada tahun 1950, ketika pemerintahan baru komunis memulai "Pembebasan Seluruh Wilayah China"
sehingga menimbulkan pecahnya perang. Setalah perang berakhir, Pemerintah Administrasi Tibet (PAT), yang diwakili Dalai
Lama, menyerahkan Tibet kepada China dengan 17 poin kesepakatan. Namun, delegasi Tibet dipaksa menandatangani
kesepakatan tersebut. Hingga saat ini PAT berada di pengasingan di India dan tidak ada tanda-tanda Tibet akan
memperoleh kemerdekaannya.
12. Sengketa Internasional antara Republik Siprus dan Republik Turki Siprus Utara
Siprus merupakan kelanjutan konflik Yunani dan Turki di era modern. Konflik kedua negara sendiri telah
berlangsung selama berabad-abad. "Kepemilikan" Siprus selalu berpindah tangan antara Turki dan Inggris sepanjang sejarah
sejak pertama kali dikuasai Kekaisaran Turki Ottoman. Diantara penguasaan kedua negara tersebut, muncul pula beberapa
kali pemberontakan yang mendukung kedaulatan penuh dari salah satu negara. Salah satunya dilakukan kelompok
perlawanan Siprus Turki EOKA yang menginginkan penyatuan Siprus dengan Turki. Dari sekian lama pergolakan yang masih
terjadi hingga sekarang, Turki menguasai 37% bagian utara pulau tersebut dan mengklaim secara de facto berdirinya
Republik Turki Siprus Utara. Meski begitu, pertempuran antara Yunani dan Siprus Turki masih jadi pemandangan harian
hingga saat ini. Inggris, Yunani, dan Turki pun harus meminta NATO untuk turut menjaga perdamaian. Sementara di sisi lain,
hanya Turki yang mengakui Republik Turki Siprus Utara sebagai sebuah negara dan sampai sekarang tidak ada tanda-tanda
pulau tersebut akan bersatu dalam sebuah negara utuh.
13. Sengketa Internasional antara Republik Rakyat China dan Republik China (Taiwan)
Republik China (Taiwan) memperoleh dukungan internasional atas keputusannya memisahkan diri dari Republik
Rakyat China (RRC). Beberapa negara bahkan menyarankan untuk menanggalkan nama China dan menggantinya menjadi
Republik Taiwan untuk melepaskan hubungan dari negara komunis itu. Sebelum Perang Dunia (PD) 2, Taiwan dimiliki oleh
Jepang sedangkan nama Republik China mengacu pada negeri China daratan. Setelah PD 2, Jepang menyerahkan Taiwan
kepada Republik China. Namun karena perang saudara yang terjadi antara RRC dan Republik China, kepemilikan Taiwan pun
jadi tidak jelas sehingga pada akhirnya mendeklarasikan diri sebagai sebuah negara berdaulat yang terlepas dari RRC yang
menguasai China daratan. RRC menolak mengakui Taiwan sebagai sebuah negara dan tidak menjalin hubungan diplomatik
dengan negara-negara yang mengakui Taiwan. Sampai sekarang, Taiwan belum memperoleh pengakuan penuh sebagai
sebuah negara. Hanya 23 negara yang menjalin hubungan diplomatik resmi dengan negara pulau itu sementara negara
lainnya, meskipun mengakui Taiwan sebagai sebuah negara, memilih untuk menjalin hubungan diplomatik tidak resmi.
5 Permasalahan yang Melibatkan Indonesia dan Negara Lain yang Berkaitan Dengan Masalah Perbatasan serta
penyelesaiannya.
Ini hanya sebagian kecil permasalahan perbatasan Indonesia dengan negara tentangga, sebenarnya masih banyak yang
belum sempat saya tuturkan.Usaha pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI bukanlah isapan jempol
belaka, berkali-kali wilayah Indonesia terselamatkan atas klaim-klaim negara luar. Meskipun beberapa wilayah Indonesia
jatuh ketangan asing seperti Pulau Sipadan dan Ligitan. Kita sebagai calon penerus bangsa harus jeli dan ikut serta
mengawasi wilayah perbatasan negara kita. Semoga tidak terjadi lagipermasalahan wilayah perbatasan yang dapat
merugikan negara.
SENGKETA INTERNASIONAL
PENGERTIAN
Sengketa internasional adalah suatu perselisihan antara subjek-subjek hukum internasional mengenai fakta,
hukum atau politik dimana tuntutan atau pernyataan satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lainnya.
PENYEBAB
1. Kesalahpahaman tentang suatu hal.
2. Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.
3. Dua negara berselisih pendirian tentang suatu hal.
4. Pelanggaran hukum / Perjanjian Internasional.
CARA PENYELESAIAN
1. Secara damai :
Arbitrase: menyerahkannya kepada orang tertentu atau arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh mereka yang
bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex aequo et bono).
2. Penyelesaian secara paksa, kekerasan atau perang :
Perang dan tindakan bersenjata non perang, bertujuan untuk menaklukkan negara lawan dan membebankan syarat
penyelesaian kepada negara lawan.
3. Mekanisme normal :
1. Penyerahan perjanjian khusus yang berisi identitas para pihak dan pokok persoalan
sengketa.
2. Pembelaan tertulis, berisi fakta, hukum yang relevan, tambahan fakta baru,
penilakan atas fakta yang disebutkan dan berisi dokumen pendukung.
3. Presentasi pembelaan bersifat terbuka dan umum atau tertutup tergantung pihak
sengketa.
4. Keputusan bersifat menyetujui / sepakat dan penolakan. Kasus internasional
dianggap selesai apabila, para pihak mencapai kesepakatan atau para pihak menarik
diri dari prose persidangan mahkamah internasional. Mahkamah internasional telah
memutus kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dan telah dilakukan ssuai proses
hukum internasional yang berlaku.
4. Mekanisme khusus :
1. Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa karen mahkamah
internasional dianggap tidak memiliki yusidiksi atau kewenangan atas kasus
tersebut.
2. Ketidak hadiran salah satu pihak yang bersengketa, biasanya dilakukan oleh negara
tergugat atau respondent karena menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.
3. Keputusan sela, untuk memberikan perlindungan terhadap subyek persidangan,
supaya pihak sengketa tidak melakukan hal-hal yang mengancah efektivitas
persidangan Mahkamah Internasional.
1 . INDONESIA – AMERIKA
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization WTO) kembali memenangkan posisi Indonesia, dalam kasus
rokok kretek dengan Amerika Serikat (AS).
Keputusan tersebut dikeluarkan melalui laporan Appellate Body (AB) pada 4 April 2012, yang menyatakan bahwa AS
melanggar ketentuan WTO dan kebijakan AS dianggap sebagai bentuk diskriminasi dagang.
Indonesia menang baik ditingkat panel maupun banding, ini merupakan keberhasilan diplomasi perdagangan kita.
Kemenangan ini penting tidak hanya bagi Indonesia, tetapi semua negara dalam hal menghargai hasil keputusan WTO .
Kasus rokok kretek antara Indonesia dan AS, berawal dari diberlakukannya Family Smoking Prevention and Tobacoo Control
Act di AS. Undang-undang tersebut bertujuan untuk menurunkan tingkat perokok muda di kalangan masyarakat AS, dengan
melarang produksi dan perdagangan rokok beraroma, termasuk rokok kretek dan rokok beraroma buah-buahan.
Namun, ketentuan tersebut mengecualikan rokok beraroma mentol produksi dalam negeri AS.
Setelah proses konsultasi yang berlangsung panjang tanpa mencapai kesepakatan, Indonesia akhirnya mengajukan
pembentukan Panel ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO (Dispute Settlement Body DSB) atas dasar AS melanggar
ketentuan WTO mengenai National Treatment Obligation. Hal itu tercantum dalam Pasal 2.1 Technical Barrier to
Trade (TBT) Agreement.
Dalam prinsip National Treatment, setiap negara anggota WTO berkewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama
terhadap produk sejenis, baik yang diproduksinya di dalam negeri maupun yang berasal dari impor negara anggota WTO
lainnya.
Panel WTO menemukan bahwa kebijakan AS tersebut tidak sesuai dengan ketentuan WTO, karena rokok kretek dan rokok
mentol adalah produk sejenis (like products), dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda. Menurut WTO,
kebijakan yang membedakan perlakuan terhadap dua produk sejenis, merupakan tindakan yang tidak adil (less favourable).
Pemerintah AS yang tidak puas terhadap keputusan panel yang dikeluarkan pada 2 September 2011, melakukan banding ke
WTO pada 5 Januari 2012. Hasil banding yang dikeluarkan AB kemarin, menegaskan kembali bahwa keputusan panel
sebelumnya adalah benar, dan pemerintah AS telah mengeluarkan kebijakan yang tidak konsisten dengan ketentuan WTO.
Disamping itu, AB menemukan bahwa AS melanggar ketentuan Pasal 2.12 TBT Agreement di mana AS tidak memberikan
waktu yang cukup (reasonable interval) antara sosialisasi kebijakan dan waktu penetapan kebijakan.
Pemerintah Indonesia menyambut baik laporan AB tersebut, dan memberikan apresiasi yang tinggi atas kerja keras AB dan
kebijaksanaannya dalam mempertimbangkan pandangan indonesia terkait kasus ini.
Berdasarkan ketentuan Dispute Settlement Understanding (DSU) Pasal 17.14, keputusan AB akan diadopsi oleh DSB setelah
30 hari dikeluarkannya laporan AB, yaitu pada awal Mei 2012.
2 . INDONESIA – AUSTRALIA
Gugatan Indonesia atas kebijakan kemasan rokok polos (plain packaging) Australia di Badan Perdagangan Dunia (WTO)
mendapatkan perhatian banyak negara. Tidak hanya Indonesia, sebanyak 36 negara juga terlibat baik langsung maupun
tidak dalam kasus ini.
Dengan banyaknya negara yang terlibat, Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan
(Kemendag) Bachrul Chairi menyebut, sengketa dagang ini merupakan sengketa dagang terbesar yang pernah ditangani
WTO sampai saat ini.
Selain 36 negara lain yang terlibat, terdapat tiga anggota WTO lainnya yang mengikuti jejak yang sama dengan Indonesia.
Yaitu menggugat kebijakan yang diberlakukan Australia terkait kemasan rokok ini. Ketiga negara itu adalah Honduras,
Republik Dominika, dan Kuba.
Awalnya 5 negara mengajukan permohonan, tetapi Ukraina mengundurkan diri dengan alasan yang tidak bisa dibuka. Jadi
tinggal 4.
Jadi ada 36 negara yang disebut pihak terpati, atau negara-negara yang bakal terkena dampak baik langsung maupun tidak.
Bachrul merinci, dari total 36 negara tersebut hanya 20 negara yang mau menentukan pilihan suaranya.
Dari 36 negara, yang memberikan submisinya (pendapat/pilihan) ada 20 negara. Komposisinya 8 negara mendukung
persepsi Indonesia, 7 negara itu memihak Australia dan sisanya 5 negara ada di tengah-tengah.
3 . INDONESIA-ARGENTINA
Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) – WTO pada tanggal 14 Desember 1999 dalam Tingkat Banding
(Appellate Body) kasus tindakan safeguards Argentina atas impor produk alas kaki yang berasal dari Uni Eropa, Amerika
Serikat dan Indonesia, telah memutuskan bahwa tindakan safeguards yang diterapkan Argentina tersebut melanggar
ketentuan dalam pasal XIX: 1 (a) GATT 1994 dan Persetujuan Safeguards – WTO.
Sengketa dagang antara Argentina melawan Uni Eropa, Indonesia dan Amerika Serikat, berawal dari tindakan investigasi
Argentina atas impor sepatu dari berbagai negara termasuk Indonesia pada tanggal 14 Februari 1997 yang diikuti dengan
pengenaan tindakan safeguards yang bersifat sementara pada bulan September 1997 yang sangat merugikan pihak
eksportir sepatu Indonesia. Tindakan safeguards Argentina yang merupakan hambatan perdagangan serius (trade barrier)
bagi ekspor Indonesia di tetapkan dalam bentuk specific duty yang cukup tinggi dimana untuk alas kaki dengan HS.
Sebagai negara produsen dan eksportir alas kaki, maka Indonesia sangat berkepentingan dalam sengketa ini. Dengan
demikian, keputusan dari Tingkat Banding WTO ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan ekspor khususnya alas kaki,
Indonesia tidak pernah melanggar ketentuan perdagangan dalam kerangka WTO.
Sebagai ilustrasi, Indonesia adalah negara pengekspor alas kaki nomor 3 ke Argentina dengan nilai ekspor sebesar USD
22,030,351 pada tahun 1997, USD 15,516,357 pada tahun 1998 dan USD 4,558,332 untuk periode Januari – Juni 1999.
Sedangkan pangsa pasar produk alas kaki Indonesia untuk tahun 1997 adalah sebesar 14,06%, untuk tahun 1998 sebesar
8,72% dan untuk periode Januari – Juni 1999 sebesar 5,4%.
Keputusan Appellate Body WTO tersebut merupakan keberhasilan yang kedua kalinya untuk Indonesia dalam menghadapi
sengketa perdagangan dengan pihak Argentina, dimana sebelumnya Indonesia telah berhasil menggagalkan rencana pihak
Argentina untuk mengenakan tindakan safeguards transisi dalam rangka persetujuan tekstil dan pakaian jadi .
Indonesia berharap agar pihak Argentina segera melaksanakan keputusan WTO tersebut dan memberikan komitmennya
pada pertemuan Badan Penyelesaian Sengketa Dagang – WTO yang akan diselenggarakan pada tanggal 27 Januari 2000.
4 . INDONESIA-AUSTRALIA
Pemerintah Indonesia akhirnya mengambil sikap untuk melaporkan Australia ke Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO
atas penerapan kebijakan plain packaging (wajib kemasan rokok polos). Kebijakan itu dinilai berpengaruh terhadap kinerja
ekspor tembakau dan rokok Indonesia.
Langkah Indonesia melaporkan Australi ke WTO dinilai sebagai langkah yang tepat. Kebijakan ini sudah diperhitungkan sejak
dikeluarkan Tobacco Plain Packaging Act oleh Australia tahun 2012 lalu.
Dalam peraturan tersebut dikatakan, seluruh rokok dan produk tembakau yang diproduksi sejak Oktober 2012 dan
dipasarkan sejak 1 Desember 2012 wajib dikemas dalam kemasan polos tanpa mencantumkan warna, gambar, logo, dan
slogan produk.
Indonesia adalah negara produsen rokok kretek terbesar di dunia dan secara peringkat, Indonesia menempati posisi nomor
2 terbesar di dunia, setelah Uni Eropa, sebagai negara produsen-pengekspor produk tembakau manufaktur.
Data Kementerian Perindustrian menyebutkan, kinerja ekspor tembakau dan rokok pada 2009 menyentuh angka 52.515
ton dan pada 2012 mengalami penurunan 15.405 ton menjadi 37.110 ton. Sementara kapasitas produksi rokok nasional
hingga akhir tahun mencapai 308 miliar batang, meningkat 6 miliar batang dibandingkan realisasi tahun lalu sebanyak 302
miliar batang.
Kebijakan kemasan polos untuk seluruh produk tembakau dinilai sebagai ancaman nyata bagi produk tembakau dari
Indonesia, karena dengan penerapan peraturan terkait kemasan polos tersebut, daya saing produk diyakini akan menurun.
5 . INDONESIA-PAKISTAN
Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah membawa masalah kebijakan pajak tinggi yang diterapkan Pakistan terhadap
kertas duplex asal Indonesia ke forum Penyelesaian Sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Menurut catatan Kemendag, kasus ini bermula sejak November 2011, Pakistan telah melakukan memberlakukan kebijakan
anti-dumping dan anti-subsidi terhadap produk kertas Indonesia yang dinilai menerapkannya tak sesuai dengan kaidah-
kaidah WTO.
Kemendag memperkirakan tindakan Pakistan tersebut telah menyebabkan hilangnya peluang ekspor kertas Indonesia
sebesar US$ 1 juta per bulan. Sehingga dibawanya kasus ini ke WTO adalah jalan yang tepat bagi Indonesia.
6 . INDONESIA-UNI EROPA
Pemerintah Indonesia berencana untuk mengadukan Uni Eropa ke WTO menyusul pengenaan anti dumping produk
biodiesel asal Indonesia oleh Uni Eropa. Produk biodiesel Indonesia dikenakan bea masuk anti dumping sementara 2,8%
hingga 9,6% oleh otoritas perdagangan Uni Eropa sejak setahun lalu.
Sementara ini, keinginan Indonesia untuk membawa masalah ini ke sidang panel (dispute settlement) Organisasi
Perdagangan Dunia atau WTO tinggal menunggu waktu. Delegasi Indonesia sudah mempersiapkan bukti-bukti yang cukup
sambil menunggu negosiasi bilateral antara Indonesia dan Uni Eropa.
Seperti diketahui, awal Mei 2013 lalu produk turunan sawit yaitu biodiesel asal Indonesia kena anti dumping oleh Uni
Eropa. Tercatat ada 4 dari 5 perusahaan di Indonesia dikenakan bea masuk tambahan saat akan ekspor ke Uni Eropa.
Eropa menyimpulkan produk biodiesel asal Indonesia memiliki harga lebih murah bila dibandingkan produk biodiesel dari
bahan lain, seperti dari minyak kedelai, matahari, Rapeseed, dan lain-lain. Hal ini dianggap tak wajar dan diskriminatif,
karena produktivitas minyak sawit lebih tinggi dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Sementara menurut data Kementerian Perdagangan, ekspor CPO Indonesia ke Eropa cukup besar. Bahkan Indonesia adalah
pemasok utama kebutuhan CPO Eropa. Setiap tahun rata-rata ekspor CPO Indonesia ke Eropa mencapai 3,5 juta ton,
sedangkan kebutuhan CPO Eropa mencapai 6,3 juta ton.
7 . JEPANG-INDONESIA
Berbeda dari kasus sebelumnya, Jepang berniat gugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) terkait pelarangan
ekspor tambang mentah. Jepang melaporkan Indonesia ke WTO karena mendapatkan tekanan dari salah satu produsen
otomotif terbesar Jepang Mitsubishi.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui, Jepang keberatan atas aturan pelarangan ekspor tambang mentah. Oleh
sebab itu, kehadiran Menlu Marty di Jepang adalah berupaya keras meminta pengertian pemerintah Jepang atas
konsekuensi dari pelarangan ekspor tambang mentah itu.
Namun, hingga saat ini Jepang belum melaporkan keberatan atas aturan pelarang ekspor tambang mentah ke Badan
Perdagangan Dunia atau WTO.
Seperti diketahui, Mitsubhisi menyerap nikel sebagai bahan baku utama di sektor otomotif yang cukup besar. Data dari
Kementerian Keuangan Jepang tercatat, Jepang mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel tahun 2011. Dari jumlah itu sebanyak
1,95 juta ton atau 53% berasal dari Indonesia.
8 . INDONESIA-BRAZIL
Brasil kini tengah berupaya mengangkat status sengketanya dengan Indonesia ke ranah yang lebih tinggi melalui campur
tangan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sengketa tersebut menyusul aksi pembatasan impor daging sapi ke Indonesia
dari negara Amerika Selatan tersebut.
Dewan Kementerian Perdagangan Asing (CAMEX) Brasil kini tengah memperjuangkan sejumlah peluang agar bisa membuka
akses masuk ke pasar daging di Indonesia.
Memanasnya sengketa tersebut muncul setelah beredar kabar bahwa pemerintah Indonesia telah mencabut larangan
impor ternak dan daging yang seharusnya berlaku selama empat tahun dari Jepang. Brasil juga berharap Indonesia
membuka akses ke pasar daging agar negara tersebut mampu memperluas pilihan target impornya.
Sejumlah menteri terkait di Brasil akan menyerahkan kasus ini pada WTO guna mengidentifikasi validitas aturan larangan
imor yang ditentukan Mahkamah Agung di Indonesia.
Asosiasi Ekportir Daging Brasil mengatakan, aturan yang dijatuhkan Indonesia berjalan tidak efektif dan tidak adil karena
melarang produk negaranya masuk ke Tanah air.
Aturan tersebut berkaitan dengan hukum perlindungan hewan yang dikeluarkan parlemen Indonesia pada 2009. Dengan
aturan tersebut, Indonesia hanya mengimpor daging dari negara-negara yang bebas penyakit.
Brasil akan memberikan bantahan terhadap regulasi di Indonesia yang dianggap telah melanggar kewajibannya di bawah
sejumlah aturan perdagangan internasional. Sejauh ini, Brasil telah berhasil membuat sejumlah kemajuan dalam usahanya
membuka pasar Indonesia.
Tapi kasus tersebut kembali mengendap sejak awal tahun mengingat ramainya pemilihan presiden di Indonesia.
Meski Brasil merupakan eksportir daging sapi terbesar di dunia, pasar Indonesia masih tertutup pada produk kami dan
Australia telah berkonsolidasi menjadi eksportir sapi ke Indonesia,” ungkap perwakilan CAMEX. ((Sis/Nrm)
9 . INDONESIA-JEPANG
Jepang menjadi salah satu negara yang merasa keberatan dengan penerapan undang-undang mengenai larangan ekspor
mineral mentah. Tak hanya keberatan, Jepang bahkan mengancam akan membawa masalah tersebut ke World Trande
Organisation (WTO).
Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan Republik Indonesia Muhammad Lutfi mengaku siap jika nantinya Jepang
membawa sikap keberatannya tersebut ke WTO.
Lutfi, Indonesia dan Jepang adalah dua negara yang memiliki hubungan yang baik dari sisi politik maupun dari sisi bisnis.
Untuk itu dia menegaskan bahwa permasalahan ini akan dapat diselesaikan secara bermartabat.
Sebagai bukti, dirinya mencontohkan pada beberapa tahun lalu, Jepang juga pernah memprotes Indonesia terkait kebijakan
Pemerintah yang melarang ekspor kayu ke berbagai negara manapun.
Di Tahun 1978 itu Indonesia melarang ekspor kayu ke luar negeri, yang terjadi tutup semua perusahaan playwood di
Jepang, tapi ya kita mesti mencari kerja sama baru, sehingga persahabatan tetap berjalan .
Untuk menjelaskan persoalan kebijakan larangan ekspor mineral mentah kepada Jepang, Indonesia telah mengirimkan
Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa untuk bertemu dengan pemerintah Jepang pada 13 April 2014.