Dewan Keamanan PBB mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat
untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari
berbaliknya kekuatan militer negara-negara Arab yang dikhawatirkan akan
mengubah jalannya peperangan. Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan
koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan presiden Bush menyatakan perang
selesai.
3. Indonesia dan Timor Leste
Klaim wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia,
tetapi juga oleh Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari
negara kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah
Indonesia ini dilakukan oleh sebagian warga Timor Leste tepatnya di
perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah Indonesia, yaitu perbatasan
antara Kabupaten Timor Tengah Utara (RI) dengan Timor Leste.
Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam
rencana untuk dikoordinasikan antara pemerintah RI dengan pemerintah
Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) untuk mendapatkan penyelesaian masalah perbatasan antara
Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini belum
diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu
Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga
Timor Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu
dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara.
Berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan
penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan.
Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga dari kedua
negara:
1. Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan
persoalan pembagian tanah. Semula, pemerintah Indonesia dan Timor Leste
sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak
disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubah. Selain itu, ternak
milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal
batas kedua negara. Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak
bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara.
2. Warga negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi
tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas negara.
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan
Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan,
namun tahun 1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah
dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi China
memprotes tindakan Jepang atas pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara
telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan
sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum
ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut
merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping
antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum
terjawab oleh hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang
menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian
wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan
perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi
terhadap definisi equidistance line. Alternatif lain juga telah ditawarkan
untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan bersama (JDA, Joint
Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak
hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi
memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang,
karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara
harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan
dengan baik. Namun sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal
sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa
depan yang cerah bersama Jepang melihat sulitnya dicapai kesepakatan
China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah
melalui mahkamah internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup
beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.
Kronologi sengketa
Tahu
Peristiwa
n
Pengalaman dari Eropa Barat setelah Perang Dunia II merupakan suatu bukti
bahwa bangsa yang terbagi-bagi perlu dipertemukan kembali dalam
tingkatan personal. Apa yang diperlukan adalah naratif yang sama
sebagaimana dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Afrika Selatan
membawa cerita-cerita masa lalu dari mereka yang menderita. Bersama
dengan rencana untuk reintegrasi di mana termasuk dengan kompensasi
tempat tinggal dan moneter untuk para pelarian di pengasingan, hal
tersebut mungkin merupakan jalan terbaik untuk meyakinkan bukan hanya
terciptanya perdamaian, tetapi juga menghilangkan rasa trauma masa lalu.
1. Putusan Mahkamah Internasional: AS Langgar Hak Narapidana
Meksiko
Washington-Amerika Serikat (AS) mengaku akan mempelajari terlebih dahulu
keputusan Mahkamah Pengadilan Internasional, yang mengharuskannya
meninjau kembali vonis mati atas 51 narapidana asal Meksiko.
Permohonan Banding
Mahkamah memutuskan agar pihak berwenang di AS harus menerima
permohonan banding dari tiga narapidana asal Meksiko yang yang telah
divonis hukuman mati. Para pejabat Meksiko memuji putusan mahkamah
tersebut sebagai kemenangan hukum internasional. Mereka yakin bahwa AS
akan mematuhi putusan mahkamah tersebut.
Arturo Dajer, penasihat hukum Departemen Luar Negeri Meksiko,
mengatakan bahwa putusan tersebut merupakan perangkat hukum yang
penting yang menentukan masa depan narapidana asal Meksiko di AS.
Departemen Kehakiman AS sampai belum memberikan tanggapan. Namun
Duta Besar AS untuk Belanda, Clifford Sobel, mengatakan bahwa dia turut
gembira dengan beberapa bagian dari putusan tersebut.
Menurut Sobel pemerintahnya akan mempertimbangkan putusan tersebut
berdasarkan wewenang pemerintah federal kepada negara bagian yang
memroses kasus yang melibatkan warga Meksiko.
Putusan mahkamah tersebut bersifat mengikat, mutlak, dan tidak dapat
diajukan banding. Selama ini putusan dari mahkamah tersebut jarang
diabaikan. Bila salah satu pihak yang bersangkutan tidak mematuhi putusan
tersebut maka dapat diadukan ke PBB.
Putusan tersebut diambil berdasarkan Konvensi Wina 1963 yang menjamin
orang yang dituduh melakukan tindak kriminal serius di suatu negara asing
memiliki hak untuk menghubungi pemerintahnya untuk meminta bantuan
dan yang bersangkutan patut diberitahu hak hukumnya oleh pihak yang
menahan.
Pihak berwenang di AS dianggap lalai memberi tahu hak hukum tersebut
bagi 51 narapidana asal Meksiko. Namun, penasihat hukum AS, William Taft,
berargumen bahwa Meksiko tidak berhak mencampuri sistem pengadilan
negaranya berkaitan hak hukum 51 narapidana tersebut