Anda di halaman 1dari 18

RESUME HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Oleh : Stanley Joshua Siagian & Pahrur Rozi Dalimunthe Pengertian Hak Kekayaan

Intelektual (HaKI) Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind)seperti apa yang disebutkan oleh WIPO (World Intellectual Property Organization) .Jadi HaKI merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya dalam kurun waktu tertentu. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan Dan sebaginya Yang tidak mempunyai bentuk tertentu. Pengantar cabang-cabang utama HaKI A. Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, yang telah diundangkan pada tanggal 29 juli 2002 dan mulai berlaku 12 bulan sejak tanggal pengundangannya.berdasarkan UU tersebut: Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1)

Hukum Hak Kekayaan Intelektual bertujuan melindungi ciptaan-ciptaan para pencipta yang dapat terdiri dari pengarang, artis , musisi, dramawan, pemahat, programer komputer dan sebagainya. Pada dasarnya, Hak Cipta adalah sejenis kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan yang perwujudan dari suatu ide pencipta dibidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Karya-karya yang harus dilindungi oleh hak cipta di Indonesia berdasarkan pasal 12 UU Hak Cipta Indonesia tahun 2002: 1. Buku, program komputer, pamflet, lay out karya tulis yang diterbitkan, semua hasil karya tulisan lain. 2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis 3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan 4. Lagu dan musik dengan atau tanpa teks 5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim 6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan. 7. Arsitektur 8. Peta 9. Seni batik 10. Fotografi 11. Sinematografi 12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Tidak ada ketentuan yang mewajibkan untuk mendaftarkan ciptaan untuk mendapatkan hak cipta, tetapi dapat dilakukan dengan suka rela. Penjelasan umum dijelaskan pada pasal 5 ayat 1. Masa berlakunya: ketentuan konvensi Bern dan TRIPs ( selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia). Menurut UUHC No. 19 tahun 2002 sesuai dengan konvensi Bern dan TRIPs, Tetapi terdapat perubahan untuk ciptaanciptaan tertentu seperti fotografi,database, dan karya haasil pengalihwujudan

serta perwajahan(lay out) karya tulis yang diterbitkan menjadi berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan. Pelanggaran pidana diatur dalam pasal 72 ayat 1 s.d ayat 9 UUHC No. 19 tahun 2002. B. Paten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten setelah mengalami perubahan-perubahan dari UU No.6 tahun 1989, UU No. 13 tahun 1997: Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1). Keuntungan mendaftarkan paten: 1. Membantu menggalakkan perkembangan teknologi dan ekonomi suatu negara, 2. Menciptakan suasana yang kondusif bagi tumbuhnya industri-industri lokal,3. Membantu perkembangan teknologi dan ekonomi negara lain dengan fasilitas lisensi,4. Membantu tercapainya alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Kerugiannya: 1. Biaya paten relatif mahal,2. Jangka waktu perlindungan yang singkat hanya 20 tahun untuk paten biasa, 3. 10 tahun untuk paten sederhana. Syarat-syarat paten: berdasarkan pasal 2 UU No. 14 tahun 2001, paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri. Invensi yang tidak dapat diberikan paten: pasal 7 UU No. 14 tahun 2001 menetapkan bahwa invensi yang tidak bisa diberikan paten di Indonesia: 1. Paten tidak dapat diberikan untuk Invensi yang pengumumannya, penggunaannya dan pembuatannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan , moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan 2. Paten tidak dapat diberikan untuk hewan metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dab/ atau

3. Paten tidak dapat diberikan untuk pengetahuan yang tidak ada kegunannya secara praktis seperti teori dan metode dibidang ilmu pengetahuan dan matematika 4. Semua makhluk hidup kecuali jasad renik 5. Proses biologis yang essensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non biologis atau proses mikrobiologis Pengumuman menurut UU paten Indonesia diatur dalam pasal 3 atau pasal 4 UU No. 14 tahun 2001, dan sesuai perkembangannya, pengumuman paten menurut pasal 3 tersebut harus diartikan secara luas, mencakup pengumuman yang dilakukan secara online. C. Desain Industri Desain Industri diatu dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang desain industri adalah UU desain Industri pertama yang dimiliki Indonesia. UU ini disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 desember 2000. Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1) Hak desain Industri diberikan untuk desain Industri yang baru, hal itu dapat dilihat dari tanggal pengungkapan desain yang telah ada sebelumnya. Jangka perlindungan adalah 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan ruang lingkup Hak Desain Industri mencakupn hak ekslusif melaksanakan hak desain industri miliknya dan melarang orang lain tanpa persetujuannya membuat, memakai, mengimpor, mengekspor, dan /atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Pelanggaran terhadap Hak desain Industri ini dipidana penjara paling lama 4 tahun dan / atau denda paling banyak rp. 300.000.000,00.

D. Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek : Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(Pasal 1 Ayat 1) Yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek adalah: 1. Merek yang permohonannya diajukan atas dasar itikad tidak baik.(pasal 4) 2. Merek yang bertentangan dengan moral, perundang-undangan dan ketertiban umum (pasal 5) 3. Merek yang tidak memiliki daya pembeda ( pasal 5 (b)) 4. Tanda tanda yang telah menjadi milik umum (pasal 5 (c)) Jika ingin mendaftarkan ke kantor HaKI, hal-hal yang harus dicantumkan antara lain: contoh merek yang akan didaftarkan(detil), penjelasan mengenai kelas barangdan atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya(pasal 7 dan pasal 8) Jika kantor HaKI menyatakan lolos, selanjutnya dilakukan pengumuman yang berlangsung selama 3 bulan (pasal 20 (1) jo pasal 21,22,23). Diumumkan dalam berita resmi merek. Merek dapat dialihkan ke orang lain menurut UU pada pasal 40(1). Dengan cara seperti : pewarisan,wasiat,hibah,perjanjian atau sebab lain yang dibenarkan UU. Merek tersebut akan dihapus pendaftrannya oleh kantor HaKI jika merek tersebut tidak digunakan dalam perdagangan selama 3 tahun berturut-turut, merek tersebut digunakan untuk barang atau jasa yang berbeda dari barang atau jasa yang tercantum di dalam permohonan merek. (pasal 61) Perlindungan merek adalah selama 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tersebut dapat diperpanjang. E. Rahasia Dagang

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang : Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. Ada 6 prinsip dasar rahasia dagang: 1. Informasi harus bersifat rahasia 2. Tergugat memiliki kewajiban terhadap penggugat untuk menjaga kerahasiaan informasi 3. Harus ada penggunaan informasi rahasia tanpa izin oleh tergugat 4. Penggunaan tanpa izin atas informasi harus mengakibatkan kerugian terhadap penggugat 5. Pengungkapan informasi rahasia dapat dibenarkandemi kepentingan umum dalam keadaan tertentu 6. Berbahai upaya hukum dapat diterapkan pengadilan 7. Prinsip-prinsip ini akan dibahas secara berurutan Rahasia dagang dapat memperoleh perlindungan hukum jika(pasal 3 ayat 1): 1. Harus bersifat rahasia 2. Harus bernilai komersial 3. Pemilik informasi harus telah mengambil langkah yang layak dan patut untuk memelihara atau melindungi sifat kerahasiaan informasi tersebut Pelanggaran atas rahasia dagang dapat dituntut pidana sesuai UU rahasia dagang pasal 16. Pengalihan hak terdapat pada pasal 5 dan memindah tangankan lisensi pada pasal 6 Konvensi Internasional yang telah di Ratifikasi Oleh Indonesia tentang Hak Kekayaan Internasional adalah Keputusan Presiden No. 15 tahun 1997, Keputusan Presiden No. 16 tahun 1997, Keputusan Presiden No. 17 tahun 1997, Keputusan Presiden No. 18 tahun 1997, Keputusan Presiden No. 19 tahun 1997 dan Keputusan Presiden No. 74 tahun 2004 1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization.

Konvensi ini berisi tentang HKI pertama yang berlangsung pada tahun 1880 sampai dengan 1883. Konvensi ini terdiri dari 30 pasal. Pasal 1 sampai dengan pasal 4 mengatur ketentuan-ketentuan umum seperti ruang lingkup kekayaan industri, perlakuan nasional, dan pasal 4 (A sampai I)terdapat penjelasan mengenai paten sederhana, desain, merek, sertifikat penemu: hak prioritas paten: pembagian permohonan. Sementara itu, inti dari konvensi ini Mengatur 3 aspek HKI yaitu tentang :
1. Invensi (Paten) 2. Merek 3. desain Industri

: diatur mulai pasal 4 bis sampai pasal 5 quarter : diatur mulai pasal 6 sampai pasal 10 ter : diatur pasal 11, pasal 12 dan pasal 5 quinqieis

pasal-pasal setelahnya mengatur mengenaipenjelasan-penjelasan lain yang berhubungan dengan ketiga bahasan pokok diatas dan juga mengatur tentang ketentuan sengketa atau perkara. Hal yang berhubungan dengan konvensi ini adalah Keputusan Presiden No. 15 tahun 1997 tentang perubahan keputusan presiden nomor 24 tahun 1979 . setelah diberlakukannya keputusan presiden ini, maka pasal 1 sampai 12 yang awalnya hanya sebagai persyaratan telah dicabut, sehingga semua hasil konvensi berlaku bagi Indonesia. 2. Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation Under the PCT Merupakan perjanjian khusus yang mengatur masalah paten secara teknis dan prosedural.perjanjian ini juga menjadikan adanya jalinan internasional untuk mewadahi dan memfasilitasi dalam memudahkan perlindungan hukum terhadap paten. Pengaturan teknis dijabarkan kedalam 8 bagian/BAB, yakni : 1. Teknis permohonan perlindungan secara Internasional dan penelusuran invensi secara internasioanal. 2. Menjabarkan mengenai prosedur pemohonan serta hal-hal teknis khusus mengenai pemeriksaan pendahuluan Internasional. 3. Mengatur mengenai ketentuan-ketentuan biasa 4. Jasa teknis

5. Ketentuan-ketentuan administratif 6. Perkara-perkara 7. Revisi dan perubahan 8. Ketentuan-ketentuan akhir Konvensi ini memuat 69 pasal yang terbagi kedalam 8 BAB diatas. Hal yang berhubungan dengan konvensi ini adalah Keputusan Presiden No. 16 tahun 1997 tentang pengesahan PATENT COOPERATION TREATY (PCT) AND REGULATION UNDER THE PCT. 3. Trademark Law Treaty (TLT) Meupakan produk hukum yang dihasilkan dalam sidang WIPO di Jenewa pada tanggal 27 Oktober 1994. Konvensi ini juga menguatkan Paris Convention mengenai merek. TLT dilengkapi dengan seperangkat aturanaturan yang menjadi petunjuk teknis atas pendeskripsian dan permohonan merk. Aturan tersebut terdiri atas daftar peraturan dan model formulir internasional. Penyempurna tentang konvensi ini dalam UU Indonesia adalah UU No 15 tahun 2001, setelah mengalami perubahan dari versi awalnya yang keberlakuannya diawali dengan kepres no 17 tahun 1997. TLT Terdiri atas 25 pasal yang masing-masing berdiri sendiri yang secara keseluruhan mengatur tentang merek. 4. Beme Convention for the Production Of Literary and artistic Works Pengesahan konvensi ini oleh Kepres No. 18 tahun 1997. Konvensi ini menjadi dasar peletak peerlindungan hak cipta yang telah disempurnakan beberapa kali. Obyek pengaturan konvensi ini adalah ekspresi dari karya cipta dan karya seni yang mencakup produksi dibidang sastra, ilmu pengetahuan dan bidang seni, apapun yang dapat berupa contoh atau bentuk dari ekspresi teresebut. Penyempurna tentang hak cipta dari konvensi ini terlihat dengan adanya kewajiban negara untuk melindungi hak moral dan hak ekonomi dari hak cipta. Selain itu terdapat perubahan terhadap masa perlindungan hak cipta, dimana tidak semua hak cipta masa

perlindungannya yakni 50 tahun tetapi ada beberapa ciptaan yang berbeda sesuai dengan persyaratannya. Ketentuan- ketentuan baru yang dasarnya diperoleh dari konvensi ini dituangkan dalam sebuah UU baru yakni Undang-Undang Hak Cipta No. 24 tahun 2002. Konvensi ini terdiri dari 38 pasal yang masing-masing berdiri sendiri. 5. World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (WCT) Pengesahan Konvensi ini melalui Kepres No. 19 tahun 1997. Dasarnya WCT merupakan perjanjian khusus yang dimaksud oleh pasal 20 Bern Convention. Dalam WCT ini mencakup lebih luas lagi, yakni hak cipta terhadap ekspressi dan bukan ide-ide, prosedur, metode-metode operasi, atau konsep matimatis, melindungi program komputer. Dalam konvensi ini juga mengatur mengenai hak atas sewa, komunikasi umum dan distribusi. Juga mengenai prosedur pembuatan traktat. Konvensi ini terrtuang kedalam 25 pasal. Dan hasil dari WCT ini juga tercantum dalam UUHC tahun 2002. 6. World Intellectual Property Organization Performances And Phonograms Treaty 1996.(WPPT) Pengesahannya melalui kepres nomor 74 tahun 2004. Wppt adalah traktat khusus yang mengatur mengenai aturan perlindungan atas hak-hak pelaku dan prosedur rekaman suara. Hak untuk pelaku antara lain: hak moral, hak ekonomi dalam pertunjukan yang tidak direkam, hak reproduksi,hak distribusi, hak penyewaan dan hak menyediakan rekaman pertunjukkan. Sementara itu untuk produser rekaman suara mencakup hak reproduksi, hak distribusi, hak penyewaan, hak untuk menyediakan rekaman suara. Untuk menjamin itu semua, pada pasal 18 mewajibkan peserta konvensi untuk menyediakan perlindungan hukum dan sanksi bagi yang melanggar. Wppt juga sudah termasuk dalam UUHC tahun 2002. WPPT terdiri dari 33 pasal, yang dibagi kedalam 5 BAB. BAB 1 berisi ketentuan umum, BAB 2 berisi tentang hak-hak pelaku, BAB 3 berisi tentang hak-hak

produser rekaman, BAB 4 berisi ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dan BAB 5 berisi klausula administratif dan klausula akhir. Hak Kekayaan Intelektual dalam Jaringan Internet Masalah HaKI dalam jaringan internet terutama adalah masalah Hak Cipta dan Merek. Sebuah website biasanya terdiri dari homepage yang isinya bervariasi bergantung kepada siapa yang memasang website tersebut. Akibatnya, sebuah website di internet dipenuhi dengan karya-karya artistik, karya drama, karya musikal, sinematografi, fotografi dan karya-karya seni lainnya yang kesemuanya merupakan karya-karya yang juga dilindungi oleh prinsip-prinsip tradisional UU Hak Cipta. Undang-Undang Hak Cipta juga mengatur mengenai batas-batas tertentu yang membebaskan seseorang dari pelanggaran Hak Cipta, misalnya pengutipan dianggap bukan pelanggaran jika disebutkan sumbernya secara jelas. Istilah yang dipergunakan untuk hal ini adalah Fair Dealing atau Fair Use. Menurut Angela Bowne seorang pengakses internet dianggap melanggar Hak Cipta jika si pengakses mendownload isi dari situs yang dibukanya dan kemudian menyimpannya ke dalam hard disc komputernya. Belum diperoleh jawaban yang pasti apakah perbuatan seorang pengakses internet yang tidak menyimpan isi situs yang dibukanya tetapi mengubah bentuk dari karya digital ke bentuk lain yang dapat dilihat, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Cipta atau tidak. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua prinsip-prinsip tradisional yang terdapat di dalam UU Hak Cipta dapat diberlakukan secara otomatis terhadap pelanggaran Hak Cipta di jaringan internet. Contoh kasus pelanggaran Hak Cipta di Internet : Seseorang tanpa izin membuat situs internet berisikan lagu-lagu penyanyi terkenal, lirik, foto, dan cover album penyanyi tersebut. Contoh : Bulan Mei 1997, Grup musik asal Inggris, Oasis, menurut ratusan situs internet tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta liriknya serta video klip dari pemusik tersebut. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut, pembuatan

situs tersebut dapat menimbulkan peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa izin. Seseorang tanpa izin membuat situs internet berisikan lagu-lagu milik penyanyi lain yang lagunya belum dipasarkan. Seseorang tanpa izin membuat situs internet yang dapat mengakses langsung isi berita yang termuat dalam situs internet milik orang lain atau perusahaan lain. Domain Names Dalam istilah internet, alamat situs web disebut dengan Domain Name. Alamat situs web tersebut berfungsi sebagai media penghubung antara seseorang atau badan hukum yang memasang informasi dalam situs web internet dengan para pemakai jasa internet. Sistim pendaftaran domain name dilakukan dengan menerapkan prinsip first come first served artinya siapa yang mendaftar terlebih dahulu dialah yang berhak atas domain name tersebut. Menurut Charlotte Waelde, ada tiga hal yang dapat menjadi pemicu permasalahan hukum di bidang merek akibat pemakaian domain name di jaringan internet, yaitu : Jika pihak ketiga secara sengaja mendaftarkan sebuah domain name yang menurutnya akan banyak diminati orang lain. Contoh : Pada tahun 1995, seorang mahasiswa di Utah yang tidak memiliki hubungan apapun dengan perusahaan Microsoft, telah mendaftaran merek Windows95 milik Microsoft sebagai domain name dengan nama windows95.com. Jika pihak ketiga mendaftarkan sebuah domain name yang sama atau mirip dengan merek orang lain dengan maksud untuk digunakan sendiri oleh si pendaftar. Contoh : Konflik perusahaan piranti lunak teknologi Amerika Serikat bernama Teubner & Associates dengan pesaing usahanya yang mendaftarkan merek perusahaan tersebut sebagai domain name dengan nama teubner.com Jika pihak ketiga berdasarkan merek yang dimilikinya dan tanpa disadari memiliki kesamaan dengan merek perusahaan lain, tetapi dalam kategori kelas barang dan jasa yang berbeda.

Pada kategori pertama, pihak ketiga melakukan hal tersebut dengan motif mencari keuntungan. Dalam kasus windows95, motif mahasiswa Utah untuk mendaftarkan nama tersebut adalah bukan untuk keperluan perusahaan promosi perusahaannya, tetapi lebih kepada strategi untuk menjual kembali domain name terdaftar tersebut kepada perusahaan Microsoft. Strategi ini dipergunakan karena kelemahan asas pendaftaran domain name first come first served. Sebagai konsekuensi asas ini, maka telah tertutup kemungkinan bagi perusahaan Microsoft untuk menggunakan nama tersebut sebagai domain namenya. Solusi terbaik untuk memecahkan konflik yang pada saat itu belum diatur dalam hukum Amerika Serikat adalah Microsoft membeli domain name yang telah didaftarkan oleh mahasiswa tersebut. Perbuatan mendaftarkan domain name dari nama perusahaan maupun produk terkenal milik pihak lain tanpa izin dengan tujuan untuk menjual kembali domain name yang telah didaftar kepada pihak yang seharusnya memiliki domain name tersebut, dinamakan Cybersquatting dan pelakunya disebut Cybersquatter. Pada kategori kedua motif melakukannya adalah untuk kepentingannya sendiri. Tujuannya adalah untuk menyesatkan konsumen agar konsumen lebih banyak mengakses informasi perusahannya di jaringan internet. Orang-orang yang melakukan pendaftaran domain name melalui cara ini disebut dengan typosquatters. Kategori ketiga, pendaftaran tidak dilakukan untuk merugikan orang lain, dan secara universal Undang-Undang Merek memperbolehkan seseorang untuk mendaftarkan mereknya sama dengan merek orang lain asalkan tidak berada dalam kelas barang dan jasa yang sama. Prinsip ini dianut juga oleh Indonesia, tetapi sebaliknya dalam sistem pendaftaran domain name, berlaku peraturan bahwa hanya ada satu domain name saja yang boleh didaftar tanpa memandang perbedaan antara kelas barang dan jasa. Aspek HaKI di bidang Rekayasa Genetika Jenis makhluk hidup baru sekalipun dapat dipatenkan, asalkan invensi tersebut baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Jenis makhluk hidup baru adalah setiap invensi yang berhubungan dengan bentuk kehidupan di bidang flora dan fauna baik sebagai satu kesatuan maupun per bagian, dari yang paling besar

sampai yang paling kecil. Contoh : bakteri, sel, mikroorganisme dan pecahan pecahan DNA atau virus dan vectors yang umum dikenal dalam dunia bioteknologi. Secara teoritis semua invensi yang berkaitan dengan hal ini dapat dipatenkan tetapi setiap negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda menyangkut invensi di bidang makhluk hidup baru. Dalam UU Paten Indonesia, semua makhluk hidup tidak dapat dipatenkan, kecuali jasad renik. Sedangkan untuk proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan juga tidak dapat dipatenkan kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis (pasal 7). Permohonan paten harus disertai dengan spesifikasi yang memuat uraian lengkap mengenai invensi yang dimintakan paten. Mengingat rumitnya seluk beluk dan pengetahuan tentang ilmu-ilmu yang bersangkutan, kadang tidak mudah memberi penjelasan lengkap mengenai makhluk yang ditemukan tersebut dengan uraian biasa. Maka menurut Perjanjian Budapest jika terdapat kesulitan dalam membuat spesifikasi paten, syarat invensi harus diungkapkan secara rinci sehingga dapat diketahui oleh pihak yang biasa bekerja dalam bidang teknologi yang diajukan paten dianggap telah dipenuhi bila inventor menitipkan contoh dari makhluk baru tersebut di tempat penyimpanan. Tempat penyimpanannya adalah International Depository Authority (IDA) atau disingkat Depository.

Lisensi dan Waralaba Menurut undang-undang yang berlaku, kepada seseorang atau perusahaan yang mempunyai aset HaKI diperbolehkan untuk memberikan hak atas aset HaKI yang dimilikinya kepada perusahaan lain untuk pemanfaatan sebesar-besarnya suatu aset HaKI berdasarkan Lisensi atau Waralaba. Lisensi adalah bentuk pemberian izin oleh Pemilik Lisensi kepada Penerima Lisensi untuk memanfaatkan atau menggunakan (bukan mengalihkan hak) suatu kekayaan intelektual yang dipunyai Pemilik Lisensi berdasarkan syara-syarat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu yang umumnya disertai dengan imbalan berupa royalti. Umumnya, pemilik dan pemegang lisensi akan bernegosiasi dan mengadakan mufakat tentang pemberian pemanfaatan ekonomi HaKI dalam cakupan lisensi. Cakupan lisensi yaitu, batasan mengenai apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pemegang

lisensi terhadap HaKI yang dialihkan dan biasanya diuraikan dalam perjanjian lisensi. Perjanjian ini biasanya tertulis. Kontrak lisensi tersebut akan mencakup paling tidak : Memerinci HaKI yang diberlakukan haknya; Mengidentifikasi pemilik HaKI dan hak-hak mereka; Menjelaskan pemegang HaKI dan hak-hak mereka dalam menggunakan HaKI; Menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk mendaftarkan dan melindungi HaKI; Menentukan jangka waktu lisensi; Menentukan apakah lisensi tersebut dapat diperpanjang dan dengan persyaratan yang bagaimana; Menguaraikan tindakan atau kejadian yang melanggar kesepakatan; Menguaraikan tindakan atau kejadian yang secara otomatis mengakhiri kontrak; Memutuskan prosedur penyelesaian sengketa; Menentukan hukum yang mengatur masalah kontrak ini;

Di beberapa negara, pemerintah akan meneliti apakah kontrak lisensi sesuai dengan Hukum Perjanjian, Undang-Undang HaKI, Undang-Undang Anti Monopoli, UndangUndang Penanaman Modal, serta kebijakan publik dan kepentingan umum. Waralaba berarti hak untuk menjalankan usaha/bisnis di daerah yang telah ditentukan. Di Indonesia pengaturan tentang Waralaba terdapat pada Peraturan Pemerintah R.I No. 16 Tahun 1997 yang merumuskan tentang arti : 1. Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa; 2. Pemberi Waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya;

3. Penerima Waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak utuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba; Yang dimaksud dengan penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemiliknya. Waralaba memiliki sejumlah ciri khas yang lebih ditekankan dalam waralaba tersebut dibanding dengan lisensi biasa, sebagai berikut : 1. Bisnis dengan format waralaba umumnya memperoleh jaminan bisnis karena pemberi waralaba telah mengetes sistem bisnisnya dan dapat memberikan jaminan kepada pemegang waralaba akan bekerjanya sistem tersebut. 2. Pemberi waralaba melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap penerima waralaba. Dengan demikian, penerima waralaba harus mengikuti sistem yang ada dan memproduksi barang dan jasa yang identik dengan barang dan atau jasa produk pemberi waralaba. 3. Pemberi waralaba melindungi HaKI-nya secara seksama, hal ini diatur dalam kontrak waralaba yang cenderung banyak syara-syaratnya dan sangat detil serta memungkinkan pemberi waralaba tersebut untuk mengajujkan tuntutan hukum jika dilanggar. 4. Pemberi waralaba mungkin mengoperasika produknya sendiri tetapi mereka tidak benar-benar mempercayakan distribusi produk/jasanya kepada pemegang waralaba. 5. Pemberi waralaba dapat mengontrol unsur-unsur transaksi seperti tempat pendirian bisnis waralaba itu, gerai atau materi promosi macam apa yang dapat digunakan penerima waralaba, resep-resep macam apa yang dapat digunakan penerima waralaba dan lain sejenisnya. Hukum Anti Monopoli dan HaKI HaKI memberikan hak monopoli yakni hak untuk mencegah orang lain mempergunakan haknya tanpa izin. Sifat monopoli yang melekat pada HaKI dapat menciptakan permasalahan tertentu jika HaKI tersebut disalahgunakan. Hukum Anti

Monopoli di Indonesia (UU No. 5 Tahun 1999) berusaha untuk mencegah monopoli perdagangan dan praktik-praktik komersial yang menghambat dan mencegah persaingan pasar. Pertentangan antara HaKI dengan Hukum Anti Monopoli adalah sebagai berikut : Hak eksklusif yang diberikan oleh HaKI baik di bidang hak cipta, paten, merek, atau rahasia dagang dapat diperalihkan kepada orang lain dengan beberapa cara, salah satunya melalui perjanjian lisensi. Dengan mengadakan perjanjian lisensi, seseorang atau sebuah perusahaan dapat menggunakan invensi atau ciptaan orang lain. Perjanjian ini hanya dapat berlangsung jika setelah dianalisis syarat-syarat dari perjanjian lisensi tersebut membawa pengaruh yang jelas terhadap persaingan usaha. Kadang perjanjian lisensi berisikan syarat-syarat yang mengakibatkan monopoli. Hukum Anti Monopoli membatasi penyalahgunaan pelaksanaan HaKI yang sah.

PENEGAKAN HAKI DI INDONESIA Pada umumnya dapa dikatakan bahwa masalah penegakan HaKI dapat dilakukan baik melalui hukum perdata maupun pidana. Upaya hukum penegakan HaKI tidak hanya sanksi pidana tetapi juga upaya hukum perdata, pemeriksaan dan sanksi administratif, serta saksi perdagangan internasional. Contoh penegakan HaKI : a. Pemegang hak memakai upaya hukum perdata untuk menuntut si pelanggar (misalnya karena tergugat mengingkari perjanjian atau melakukan PMH); b. Pemegang hak melaksanakan haknya dengan melapor pada yang berwenang tentang dugaan terjadinya pelanggaran yang bersifat pidana terhadap HaKI yang dimilikinya (misalnya terhadap orang yang menjiplak HaKI) c. Aparatur negara, misalnya kepolisian melaksanakan penyelidikan dan penyidikan pelanggaran HaKI atau misalnya bea cukai menyidik dugaan adanya pelanggaran HaKI dan menyita barang-barang bajakan di pelabuhan udara atau laut d. Pemegang hak asing mengajukan keberatan kepada pemerintahnya sendiri tentang pelanggaran HaKI di negara lain; pemerintahnya mengajukan protes diikuti dengan tindakan di bidang perdagangan yang dapat berupa pencabutan kuota ekspor atau penolakan ekspor dari negara-negara pelanggar HaKI, atau

mengadukan dan menggugat negara pelanggar HaKI ini kemuka Forum WTO melalui Dispute Settlement Bond (DSB). Keanggotaan Indonesia dalam Persetujuan TRIPs-WTO sungguh-sungguh memacu Indonesia untuk melakukan penegakan HaKI secara efektif. Isu yang sangat memprihatinkhan dalam tahun-tahun terakhir ini adalah perdagangan barang-barang palsu atau tiruan yang masih terus berlangsung dan bahkan sudah melewati batas-batas wilayah antar satu negara dengan negara lainnya. Sebagai salah satu negara anggota penandatangan Persetujuan WTO yang didalamnya memuat Persetujuan TRIPS, sebaiknya Indonesia terus mempersiapkan diri dengan perlindungan HaKI atas karyakarya intelektual dari dalam negeri. Ratifikasi perjanjian WTO telah diberlakukan di Indonesia, dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization Aspects of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs). Perlindungan Hukum Terhadap HaKI di Indonesia 1. Provisional Measures Dalam persetujuan TRIPs diatur ketentuan ketentuan mengenai provisional measures dalam Section 3, dan alasan-alasan diterapkannya ketentuan ini penting karena merupakan langkah-langkah sementara yang dapat ditempuh untuk mempertahankan status quo atau menghindari terjadinya kerugian yang lebih besar lagi bagi pemilik HaKI yang dirugikan. Ketentuan Pasal 50 Persetujuan TRIPs menetapkan bahwa instansi pengadilan berwenang untuk memerintahkan langkah-langkah sebagai upaya awal secara segera dan efektif. Instansi pengadilan juga dapat menempuh tindakan sementara tanpa didengar pihak lawan secara sewajarnya, khususnya apabila penundaan mungkin menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki, atau terdapat risiko bukti hendak dimusnahkan atau dihilangkan. Instansi pengadilan berwenang untuk meminta kepada pihak yang dirugikan agar memberikan bukti yang wajar yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas HaKI dan adalah pemegang HaKI serta hak pemohon memang sedang dilanggar. Pemohon juga dapat diperintahkan untuk menaruh uang jaminan yang harus diberikannya kepada pihak yang diduga melanggar. Bila telah diambil tindakan sementara tanpa

mendengar pihak lawan, maka pihak yang dirugikan ini harus segera diberitahu mengenai hal itu, termasuk juga hak untuk didengar bagi pihak yang dikenai tindakan sementara tersebut. Dalam hal tindakan sementara dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta tindakan sementara atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara tersebut. 2. Penyelesaian Sengketa Ketentuan dalam Pasal 64 Persetujuan TRIPs menetapkan bahwa untuk konsultasi dan dispute settlement akan mempergunakan Pasal XXII dan XXIII dari Persetujuan GATT (1994) sebagaimana ditegaskan dalam understanding on Rules and Procedures Concerning the Settlement of Disputes. GATT memiliki suatu cara penyelesaian sengketa sendiri. Kewenangan Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan Sengketa HaKI Pengadilan Niaga dapat memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya diatur oleh Peraturan Pemerintah dan pasal 28 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1998. Perkara lain tersebut dapat meliputi HaKI, Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Persaingan Usaha, Hukum Perbankan, Hukum Asuransi dan Hukum Pasar Modal. Langkah-langkah penyelesaian sengketa dapat pula ditempuh di luar pengadilan seperti Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan undang-undang yang berlaku). Sumber : 1. Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar, Penerbit : Asian Law Group Pty Ltd & PT. Alumni, Editor : Prof. Tim Lindsey BA, LL.B., Blitt., Ph.D dkk. 2006. 2. Kompilasi Konvensi Internasioanl HKI yang Diratifikasi Indonesia Penerbit DirJen HKI DEPKUMHAM RI. 3. Hak Kekayaan Intelektual Tantangan Masa Depan oleh Cita Citrawinda Priapantja.

Anda mungkin juga menyukai