Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Konflik Natuna dan Upaya Indonesia

Sejarah Natuna

Natuna terdiri dari tujuh pulau dengan Ibu Kota di Ranai.Pada 1957, Kepulauan
Natuna masuk dalam wilayah Kerajaan Pattani dan Kerajaan Johor di Malaysia.Namun pada
abad ke-19, Kepulauan Natuna akhirnya masuk ke dalam kepenguasaan Kedaulatan Riau dan
menjadi wilayah dari Kesultanan Riau.Natuna sampai saat ini masih menjadi jalur strategis
dari pelayaran internasional.

Setelah Indonesia merdeka, delegasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada
Republik Indonesia yang berpusat di Pulau Jawa. Pada 18 Mei 1956, pemerintah Indonesia
resmi mendaftarkan Kepulauan Natuna sebagai wilayah kedaulatan ke Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB).

Konflik Natuna

Berada di kawasan dengan sumber daya alam melimpah dan berbatasan langsung
dengan laut bebas membuat Natuna menjadi incaran banyak negara tetangga.Kontraversi
diawali dari Malaysia yang menyatakan bahwa Natuna
secara sah seharusnya milik Malaysia.Namun untuk
menghindari konflik panjang, pada era konfrontasi 1962-
1966 Malaysia tidak menggugat status Natuna.
Lepas dari konflik tersebut, Indonesia membangun
berbagai infrastruktur di kepulauan seluas 3.420 kilometer
persegi.Etnis Melayu menjadi penduduk mayoritas di
Natuna, mencapai sekitar 85 persen. Suku Jawa sekitar 6,34
persen dan etnis Tionghoa sekitar 2,52 persen.
Selepas kofrontasi Indonesia-Malaysia, sentimen
anti China di kawasan Natuna muncul.Dari 5.000-6.000 orang, tersisa 1.000 orang etnis
China.Kemudian muncul slentingan warga keturunan Tionghoa menghubungi Presiden China
saat itu, Deng Xiaoping untuk mendukung kemerdekaan Natuna.Meski banyak pihak yang
memaksa merebut Natuna, secara Hukum Internasional, negosiasi yang dibangun China tidak
dapat dibuktikan sampai saat ini.
Pada 2009 secara nyata China melanggar Sembilan Titik ditarik dari Pulau Spartly
ditengah Laut China Selatan, lalu diklaim sebagai wilayah Zona Ekonomi Eksklusifnya.Saat
itu Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memprotes langkah China
melalui Komisi Landas Kontinen PBB.Di mana garis putus-putus yang diklaim China sebagai
Pembaharuan peta 1947 membuat pemerintah Indonesia atas negara-negara yang berkonflik
akibat Laut China Selatan.
Meski saat itu China tidak pernah menyinggung isu Natuna dihadapan PBB, sejak
1996 Indonesia telah mengerahkan lebih dari 20.000 personil TNI untuk menjaga Natuna
yang memiliki cadangan gas terbesar di Asia.
Memasuki era Presiden Joko Widodo, pihaknya kembali menegaskan dengan keras,
bahwa Sembilan Titik yang diklaim China tidak memiliki dasar hukum internasional
apapun.Bahkan dikutip dari Surat Kabar Jepang Yomiuri Shimbun, Presiden Joko Widodo
mengatakan China perlu hati-hati dalam menentukan peta perbatasan lautnya.Indonesia salah
satu negara yang terancam dirugikan akibat Sembilan Titik yang digambar China. Menurut
Kementrian Luar Negeri, klaim China atas Natuna telah melanggar Zona Ekonomi Eksklusif
milik Indonesia.
Posisi Natuna sangat jauh dari China.Natuna justru berdekatan dengan batas Vietnam
dan Malaysia.Sehingga tidak masuk akal jika China mengklaim Natuna masuk wilahnya.
Sampai saat ini Natuna masih menjadi sasaran negara-negara asing untuk berlayar
masuk ke wilayah tersebut.Bahkan Indonesia beberapa kali masih menangkap kapal-kapal
asing yang masuk ke Natuna.
Dilansir dari Kompas.com kapal penangkap ikan dan coast guard China diduga
melakukan pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif dengan memasuki Perairan Natuna pada 31
Desember 2019.Mereka juga melakukan pelanggaran ZEE seperti melakukan praktik illegal,
Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di wilayan tertitori Indonesia.Pemerintah
Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Masudi meminta China untuk patuh terhadap
ketentuan yang telah ditetapkan UNCLOS 1982 tentang batas teritori.
Selain itu kementrian Luar Negeri telah mengirimkan nota protes resmi dan
memanggil Dubes China untuk Indonesia di Jakarta.

Keberadaan Natuna dilihat dari hukum


Landas Kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari
daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar teritorial.
Teritorial yang dimaksud adalah sepanjang 200 mil laut dari garis pangkal.Landas
Kontinen negara pantai tidak boleh melebihi batas-batas yang sudah diatur dalam Pasal 76
ayat 4 hingga 6.Salah satu masalah penting dari klaim China adalah garis demarkasi. Tidak
ada peta yang bisa menunjukkan seperti apa bentuk garis tersebut. Pasalnya tidak ada
penjelasan dari pihak China.Sembilan Titik atau Nine Dash Line China tidak bisa disahkan
sebagai perbatasan teritorial karena tidak sesuai dengan hukum internasional.
Dalam hukum internasional mengatakan bahwa perbatasan teritorial harus stabil dan
terdefinisi dengan baik.Sembilan Titik yang dibuat China tidak stabil karena dari 11 menjadi
sembilan garis tanpa alasan.Kemudian tidak ada definisi secara jelas dan kuat.Selain itu tidak
memiliki koordinat geografis dan tidak menjelaskan bentuk bila semua garis dihubungkan.
Pemerintah Indonesia tetap melakukan beberapa upaya diplomatik dengan China, agar
sengketa Laut China Selatan tidak meluas sampai ke Natuna.Kedua belah pihak sudah
sepakat mengedepankan diplomasi dengan mengimplementasikan Declaration on the
Conduct of Parties in the South China Sea (DOC).
Selain itu, Indonesia juga sudah mengusulkan zero draft code of conduct South China
Sea yang bisa dijadikan senjata bagi diplomasi Indonesia. Tiga poin tersebut, yaitu:
Menciptakan rasa saling percaya. Mencegah terjadinya insiden.Mengelola insiden, jika
memang insiden terjadi dan tidak dapat dihindari.

Keterlibatan ASEAN
Indonesia bersama ASEAN serta China dalam upaya menyelesaikan masalah Laut
China Selatan dengan terciptanya Declaration on the Conduct of Parties in the South China
Sea pada tahun 2002 dianggap sebagai salah satu implementasi Doktrin Natalegawa. Baca
juga: Kabupaten Natuna, Jalur Pelayaran Internasional ASEAN juga mengupayakan
perubahan DOC menjadi Code of Conduct (COC) sehingga kesepakatan perjanjian
konstruktif terkait sengketa wilayah tersebut bisa mengikat masing-masing pihak.
ASEAN juga memaksimalkan fungsi mekanisme kerja lembaga internalnya yang
telah disepakati khususnya di bidang maritim dan implementasi di lapangan. ASEAN
memperkuat upaya kerja sama bilateral secara berkelanjutan untuk tujuan pemanfaatan
bersama dalam potensi sumber daya alam di wilayah sengketa baik antara sesama anggota
ASEAN maupun yang sedang bersengketa.
(Sumber:KOMPAS.com/Luthfia Ayu Azanella | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary,
Muhammad Idris)
Buntut Konflik Natuna, Kedubes Tiongkok Minta Warganya Berhati-hati
Kedutaan Besar Republik Tiongkok di Jakarta memperingatkan warga negaranya
untuk berhati-hati seiring memanasnya protes anti-Tiongkok dan konflik di
Natuna.Peringatan tersebut dikeluarkan Senin (6/1) lalu dan berlaku efektif hingga akhir
Januari 2020."Warga negara dan organisasi Tiongkok di Indonesia harus meningkatkan
kewaspadaan dan menambah pengamanan sembari memperhatikan perkembangan situasi
lokal dan menghindari tempat-tempat keramaian," kata Kedubes Tiongkok seperti dikutip
South China Morning Post, Selasa (7/1).

Kedubes Tiongkok menyatakan, peringatan itu dikeluarkan seiring meningkatnya


protes terhadap Tiongkok di Indonesia.Hubungan Indonesia-Tiongkok memanas setelah
selusin kapal penangkap ikan Tiongkok yang dikawal oleh kapal penjaga pantai beroperasi di
Laut Natuna Utara, bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.Pemerintah
Indonesia menyatakan kapal-kapal Tiongkok menolak meninggalkan kawasan tersebut
walaupun telah diperingatkan melalui komunikasi radio.Menteri Luar Negeri Retno Marsudi
pun telah memanggil duta besar Tiongkok di Jakarta dan mengajukan protes. Di sisi lain,
Pemerintah Tiongkok juga berkukuh bahwa Laut Cina Selatan merupakan area penangkapan
ikan tradisional bagi kapal-kapal nelayannya. Keberadaan kapal penjaga pantai yang
mengawal kapal-kapal nelayan Tiongkok dilakukan agar mereka beroperasi sesuai
peraturan.Tiongkok mengklaim 80% Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya.Namun, negara-
negara tetangga dan sebagian besar negara di dunia menyatakan klaim Tiongkok tidak
berdasar.Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyatakan, masalah di perairan Natuna harus
diselesaikan melalui dialog antara Indonesia dan Tiongkok.

Kunjungan Kerja Presiden ke Natuna Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan


mengadakan kunjungan kerja ke Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada Rabu
(8/1) pagi. Seperti dilansir Antara, Presiden Jokowi dan rombongan akan berangkat dari
Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Presiden didampingi
oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko,
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Wakil Menteri Agraria dan
Tata Ruang (ATR) Surya Chandra, dan Jubir Presiden Fadjroel Rahman.

Pasukan TNI telah melaksanakan operasi pengamanan untuk Presiden Jokowi di


Lapangan Dirgantara, Pangkalan Udara TNI AU Raden Sadjad, Natuna pada Selasa (7/1)
sore. Sebanyak 500 personel terlibat dalam operasi pengamanan tersebut mencakup TNI-
Polri, pemadam kebakaran (Damkar), Basarnas, dinas perhubungan (Dishub), dan Satpol PP
Kabupaten Natuna.TNI Angkatan Udara juga telah mengerahkan empat unit pesawat tempur
F-16 dan satu pesawat Boeing untuk berjaga-jaga di sekitar Kabupaten Natuna. Satu pesawat
CN 235 milik TNI Angkatan Laut juga akan melaksanakan patroli udara maritim hari ini.

Anda mungkin juga menyukai