Pertanyaan:
1. Apa yang melatarbelakangi konflik perairan Natuna antara Indonesia dengan
Cina!
Konflik perairan Natuna antara Indonesia dengan Tiongkok dilatarbelakangi
peristiwa masuknya kapal ikan Tiongkok ke Laut Natuna tanpa izin pada Maret 2016.
Pemerintah Indonesia berencana menangkap kapal ilegal tersebut, namun gagal karena
adanya campur tangan dari kapal Coast Guard Tiongkok yang dengan sengaja
menghalangi proses hukum dari penyidik KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)
dengan menabrak kapal KM Kway Fey 10078. Pihak Indonesia diwakili Retno Marsudi,
Menteri Luar Negeri atas permintaan Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan
Perikanan menyampaikan protes keras kepada Tiongkok atas dua hal. Pertama,
pelanggaran yang dilakukan oleh kapal Coast Guard China terhadap kedaulatan dan
yurisdiksi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen. Kedua, pelanggaran
oleh Coast Guard China dalam upaya penegakkan hukum oleh otoritas Indonesia di ZEE
dan landas kontinen.
Sementara itu, Indonesia dan Filipina sudah bersama menyepakati serta
meratifikasi perjanjian batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tersebut. Namun, tindakan
ini memicu kritik dari pihak Tiongkok. Geng Shuang, seorang juru bicara bagi
Kementerian Luar Negeri Tiongkok, mengatakan bahwa pengubahan nama laut tersebut
cenderung tidak masuk akal.
Tepat tiga tahun setelah konflik ini selesai, konflik antara Tiongkok dan Indonesia
kembali terjadi setelah kapal penangkap ikan milik Tiongkok diketahui memasuki
wilayah perairan Natuna, Kepulauan Riau tanpa adanya izin yang resmi. Kapal-kapal ini
memasuki perairan Indonesia tepatnya pada tanggal 19 Desember 2019. Tak hanya
melanggar regulasi terkait ZEE di Indonesia, kapal-kapal ini juga tercatat melakukan
kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF). Selain itu, Coast Guard
dari Tiongkok juga dinyatakan telah melanggar kedaulatan yang ada di perairan Natuna.
2. Jelaskan cara-cara yang telah dilakukan dua negara tersebut untuk menghindari
konflik tersebut!
Cara yang dilakukan kedua negara tersebut adalah memanfaatkan mekanisme
hubungan bilateral Indonesia dan Tiongkok dengan melakukan manajemen bersama
usaha penangkapan ikan di perairan tersebut antara BUMN Indonesia dan Cina. Pola
kerjasama ini menguntungkan kedua pihak dan telah banyak diterapkan oleh beberapa
negara yang semula juga memiliki konflik perbatasan laut, seperti antara Rusia dan
Norwegia di Laut Utara atau antara Bangladesh dan Myanmar di Teluk Benggala. Jika
manajemen bersama ini berhasil, maka Indonesia dapat juga mengundang negara lain
yang ikut mengklaim Laut Cina Selatan untuk merubah konflik menjadi keuntungan
bersama. Perspektif ini dikenal dengan blue economy.
Dari perspektif keamanan, maka Indonesia melalui ASEAN berupaya
mempercepat penyelesaian Code of Conduct (COC) di Laut Cina Selatan antara
Angkatan Laut ASEAN dengan Angkatan Laut Cina. Dengan berlakunya COC, maka
masing-masing Angkatan Laut menerapkan mekanisme pencegahan konflik di laut.
Mekanisme COC ini sangat penting untuk meredam eskalasi konflik untuk tidak
meningkat menjadi perang.
Pada 2015, Wakil Menteri Luar Negeri indonesia A.M. Fachir menyatakan bahwa
Indonesia mengupayakan solusi untuk negara-negara yang terlibat dalam konflik natuna.
Hal ini dilakukan dengan cara Indonesia mendudukan para stakeholders dan segala pihak
terkait dalam 1 meja. Menurutnya, hal yang menjadi kepentingan bersama adalah
stabilitas, bukan konflik.
Pada saat itu, untuk sementara negara-negara terlibat sedang dalam proses
penyelesaian code of conduct, yang berisi kesepahaman antar negara mengenai hak-hak
dan kewajiban yang dapat mereka lakukan di Kawasan perairan laut Tiongkok Selatan.
Bersamaan dengan itu, Direktur jenderal Kerjasama ASEAN, I Gusti Wesaka
Puja, menjelaskan bahwa wilayah RRC sudah diminta oleh negara lain untuk menahan
diri dan tidak melakukan Tindakan provokatif, sementara COC masih dalam proses
negosiasi dan penyelesaian. Pihak ASEAN juga memohon Kerjasama dari negara lain
untuk menjaga keamanan dan stabilitas wilayah tersebut, sebab dikhawatirkan apabila
ada hal yang terjadi dapat memengaruhi proses negosiasi dan pelobian.
Secara kesimpulan, fokus pihak-pihak yang terlibat adalah untuk memastikan
semua negara menjaga sikap dan diri, sehingga Code Of Conduct dapat diselesaikan
secepatnya dan disetujui oleh semua pihak, agar tidak selamanya open-handed.
https://www.beritasatu.com/dunia/273085/indonesia-terus-upayakan-solusi-untuk-konflik
-laut-china-selatan
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/07/15301411/cara-mencegah-masuknya-kapal
-kapal-china-di-perairan-natuna?page=all
https://rm.id/baca-berita/nasional/25759/solusi-redam-konflik-di-laut-natuna
https://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf