Anda di halaman 1dari 5

Sejak pergantian Menteri Kelautan dan Perikanan dari Susi Pudjiastuti ke Edhy

Prabowo, pengawasan laut di wilayah perbatasan Negara seketika menjadi perbincangan


publik yang hangat. Pengawasan di kawasan tersebut dinilai semakin lemah dan tidak jelas.
Akibat pelemahan itu, kapal ikan asing (KIA) berbendera Vietnam dan Tiongkok dalam
waktu singkat kembali berlayar dan mencari ikan di perairan di wilayah zona ekonomi
eksklusif (ZEE) Indonesia yaitu di Laut Natuna Utara di Kabupaten Natuna, Provinsi
Kepulauan Riau.Yang mengejutkan, KIA itu dikawal langsung oleh kapal penjaga laut
(coastguard) masing-masing negara itu, yang diketahui ikut masuk ke wilayah ZEE Indonesia
dan mengawal proses pencurian ikan. Pengawasan Pemerintah terhadap ZEE Indonesia
melemah dinilai karena berbagai hal seperti sinergi perencanaan dan strategi pengawasan
antar lembaga pemerintah lemah dan anggaran pengawasan dari KKP yang menurun.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menyatakan protes keras kepada Tiongkok tentang
peristiwa tersebut.

Kawasan perairan Laut Natuna Utara yang secara administrasi masuk wilayah
Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, kembali menjadi buah bibir dalam beberapa
pekan terakhir. Kabupaten yang menjadi gerbang terluar Indonesia di bagian barat itu
menjadi pembicaraan publik, karena di wilayah lautnya kembali hadir kapal-kapal ikan asing
yang secara yuridis dilarang masuk ke Indonesia. Tak hanya kapal ikan asing dari Vietnam
saja yang diketahui dalam beberapa pekan terakhir kembali beraksi mencuri ikan di kawasan
Laut Natuna Utara, namun juga di saat yang sama ikut masuk pula kapal ikan asing dari
negeri Tirai Bambu, Tiongkok.

Kedua negara tersebut, bahkan sengaja melibatkan kapal penjaga laut mereka
(coastguard) untuk mengamankan kapal-kapal ikan kedua negara tersebut saat sedang
berlayar di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Kondisi itu berlangsung dalam
beberapa pekan terakhir, dan diduga mulai marak kembali setelah pergantian jabatan Menteri
Kelautan dan Perikanan terjadi. Direktur Eksekutif Pusat Studi Maritim untuk Kemanusiaan
Abdul Halim memberi tanggapan tentang kejadian yang terus memanas di Natuna tersebut.
Menurut dia, kembali maraknya praktik pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal ikan asing
(KIA) di Laut Natuna Utara, merupakan imbas dari banyak hal yang terjadi pada waktu
sebelumnya.

Halim menyebutkan, salah satu hal yang yang dinilai sangat signifikan ikut
memengaruhi penjagaan wilayah Laut Natuna Utara, adalah karena Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) pada tahun anggaran 2018-2019 telah menurunkan anggaran untuk
pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (PSDKP) pada Direktorat Jenderal PSDKP.
Menurut Halim, penurunan anggaran pengawasan di laut yang dilakukan KKP, ternyata juga
terjadi di tingkat provinsi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan. Salah satu contohnya,
adalah alokasi anggaran PSDKP yang ada di DKP Provinsi Maluku Utara yang menurun
selama kurun waktu dari 2017 hingga 2019.

Penurunan anggaran untuk PSDKP itu dinilai menjadi salah satu sumber utama
melemahnya pengawasan di wilayah laut Indonesia, terutama yang berbatasan langsung
dengan negara tetangga sepeti Sulawesi Utara, Maluku Utara, Kepulauan Riau, dan yang
lainnya. Selain faktor anggaran, Halim mengatakan, penyebab semakin melemahnya
pengawasan di wilayah laut karena tidak adanya sinergi kelembagaan yang memiliki
kewenangan untuk melaksanakan pengawasan di laut. Kondisi itu sudah berlangsung selama
bertahun-tahun dan tidak memperlihatkan perbaikan. Menurut Halim, ketiadaan sinergi antar
lembaga yang berwenang sebenarnya bisa diatasi jika saja ada itikad dari masing-masing
lembaga terkait untuk melakukan perbaikan melalui perencanaan pengawasan di laut.
Perencanaan itu mencakup analisa ancaman di setiap wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia (WPP-NRI).

Langkah kedua perbaikan sinergi antar lembaga, kata Halim adalah dengan
melakukan sinergi anggaran di antara kementerian/lembaga (K/L) Pemerintah yang
berwenang melaksanakan pengawasan di laut. Hal itu dinilai mempercepat proses sinergi dan
menciptakan kinerja pengawasan lebih baik lagi.Langkah ketiga adalah sinergi strategi
pengawasan di laut diantara K/L yang berwenang mengawasi laut. Hal itu menjadi kunci
peningkatan kinerja pengawasan saat berada di laut. Di luar langkah untuk mengatasi kendala
sinergi antar lembaga, Abdul Halim menambahkan bahwa perbaikan kinerja pengawasan di
wilayah laut juga harus menjadi fokus dari Menteri KP Edhy Prabowo. Namun, dia menilai,
Edhy Prabowo cukup untuk fokus pada dua hal saja.

Fokus pertama, adalah memperbaiki kekurangan kebijakan yang sudah dibuat oleh
Susi Pudjiastuti. Dengan cara lebih dulu melakukan kajian intensif tentang pemberlakuan
aturan, dampaknya, dan apa langkah yang perlu diperbaiki oleh Menteri KP sekarang. Fokus
kedua adalah jangan gegabah mewacanakan kebijakan yang didasari argumentasi yang
lemah. Karena ada prinsip ketidakpastian yang tinggi dalam pengelolaan perikanan saat ini.
Sementara itu, Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia Achmad
Taufiqoer rochman pada akhir pekan lalu mengatakan bahwa munculnya kembali KIA
berbendera Vietnam di kawasan ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara, menegaskan bahwa
ada yang tidak beres dalam perjanjian laut dengan negara tersebut.

Untuk itu, Taufiq menyebut kalau Pemerintah terus berupaya melakukan diplomasi
agar perjanjian laut di kawasan ZEE dengan negara tetangga bisa lebih jelas. Tetapi, proses
diplomasi itu tidak gampang dan bukan wewenang Bakamla RI.Di sisi lain, Taufiq mengakui
pengawasan laut saat ini mengalami penurunan jumlah hari setelah anggaran diturunkan
dalam dua tahun terakhir. Tetapi, kondisi itu dinilai bukan menjadi alasan untuk menurunkan
intensitas pengawasan, sehingga tidak menjadi sumber kelemahan bagi Indonesia di wilayah
perbatasan laut. Dengan pengubahan pola pengawasan seperti itu, Taufiq mengakui
pengawasan menjadi lebih terarah dan fokus. Dengan demikian, armada pengawasan yang
disiagakan pun akan bergerak lebih cepat dan pada saat yang tepat. Adapun, armada yang
disiagakan tersebut adalah armada milik TNI.

Sedangkan Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo menjelaskan bahwa


pengawasan di laut akan terus didorong dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Selain itu,
KKP juga mendorong partisipasi dari masyarakat untuk memberikan laporan yang cepat dan
lengkap jika ditemukan ada praktik pencurian ikan ataupun pelanggaran kedaulatan Negara
lainnya. Sementara, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan bahwa Pemerintah
Indonesia akan terus berperang melawan klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok di
wilayah ZEE Indonesia di Natuna. Klaim yang dimaksud tersebut, tidak lain adalah
penyebutan Laut Natuna Utara sebagai bagian dari pusat tangkapan ikan tradisional bagi
Tiongkok. Secara resmi, Menteri Luar Negeri Tiongkok Geng Shuang menyebut bahwa Laut
Natuna Utara sebagai bagian dari nine dash line atau sembilan garis putus-putus yang ada di
Laut Cina Selatan dan meluas hingga 2 juta km2 sampai ke Indonesia.

Atas klaim tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri dalam
websitenya mengeluarkan enam poin sikap tegas, yaitu

1. Pada hari Senin (30/12/19) hasil rapat antar Kementerian di Kemlu mengkonfirmasi
terjadinya pelanggaran ZEE Indonesia, termasuk kegiatan IUU fishing, dan
pelanggaran kedaulatan oleh Coast Guard RRT di perairan Natuna.
2. Kemlu telah memanggil Dubes RRT di Jakarta dan menyampaikan protes keras
terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan.
3. ZEE Indonesia ditetapkan berdasarkan UNCLOS. RRT sebagai pihak pada UNCLOS,
harus menghormatinya.
4. Menegaskan kembali bahwa Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dgn
RRT. Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 dash-line RRT karena penarikan garis
tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling
Tribunal UNCLOS tahun 2016.
5. RRT adalah salah satu mitra strategis Indonesia di Kawasan dan kewajiban kedua
belah pihak untuk terus meningkatkan hubungan yang saling menghormati, dan
membangun kerjasama yang saling menguntungkan.
6. Dubes RRT mencatat berbagai hal yang disampaikan dan akan segera melaporkan ke
Beijing. Kedua pihak sepakat untuk terus menjaga hubungan bilateral yang baik
dengan Indonesia
7. Kemlu akan terus lakukan koordinasi erat dengan TNI, KKP dan Bakamla guna
memastikan tegaknya hukum di ZEE Indonesia.

Apa yang terjadi?


Masuknya kapal ikan asing (KIA) berbendera Vietnam dan Tiongkok dalam waktu singkat
yang berlayar dan mencari ikan di perairan di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE)
Indonesia yaitu di Laut Natuna Utara di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Kedua
negara tersebut, bahkan sengaja melibatkan kapal penjaga laut mereka (coastguard) untuk
mengamankan kapal-kapal ikan kedua negara tersebut saat sedang berlayar di wilayah zona
ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Hal ini bisa terjadi karena melemahnya pengawasan pemerintah terhadap ZEE Indonesia.
Kelemahan pengawasan ini disebabkan karena Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
pada tahun anggaran 2018-2019 telah menurunkan anggaran untuk pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan (PSDKP) pada Direktorat Jenderal PSDKP. Selain itu, juga
dikarenakan tidak adanya sinergi kelembagaan yang memiliki kewenangan untuk
melaksanakan pengawasan.
Solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut?
 Melakukan sinergi anggaran di antara kementerian/lembaga (K/L) Pemerintah yang
berwenang melaksanakan pengawasan di laut. Hal itu dinilai mempercepat proses
sinergi dan menciptakan kinerja pengawasan lebih baik lagi.
 Melakukan sinergi strategi pengawasan di laut diantara K/L yang berwenang
mengawasi laut. Hal itu menjadi kunci peningkatan kinerja pengawasan saat berada di
laut.
 Melakukan perbaikan kinerja pengawasan di wilayah laut

Anda mungkin juga menyukai