WAWASAN KEMARITIMAN
“Ekonomi Maritim”
DOSEN PENGAMPU
OLEH
NAMA : NURHIDAYA
KELAS : A
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
Makalah ini.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan
makalah ini. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
2.3 Industri
2.3 Perikanan
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia adalah
sumber minyak bumi dan gas. Sayangnya Indonesia belum bisa memanfaatkannya
secara maksimal. Ironisnya, sebagian besar sumber-sumber,energi tidak terbaharukan
ini dikuasai pihak asing. Padahal sangat jelas, Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyebut
"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" .
Sikap pemerintah yang berpihak pada kepentingan perusahaan asing terlihat dari
beberapa kebijakannya. Pertama, Pertamina sejak Mei 2008 telah lima kali meminta
kepada pemerintah agar blok West Madura sepenuhnya dikelola BUMN. Di sisi lain
proses pengalihan saham dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo Citra Harapan
(SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya berlangsung dalam beberapa hari
saja. Itupun tanpa tender yang transparan.
Kedua porsi saham Pertamina di West Madura adalah yang paling besar. Namun
pada kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco dengan kemampuan
produksi hanya berada pada level 13-14 ribu bph. Di sisi lain, Pertamina menyatakan
sanggup menyedot minyak di ladang itu hingga 30 ribu barel per hari.
ironi negara yang kaya migas namtin pengelolaannya justru didominasi pihak
asing. Padahal Pertamina sebagai satu-satunya BUMN di bidang migas memiliki
kemampuan yang tak kalah hebatnya dibanding perusahaan asing. Kondisi ini terjadi
karena terpasung regulasi yang kapitalistis, khususnya UU Migas No 2212001,,
Pertamina disejajarkan dengan perusahaan-perusahan swasta termasuk asing. Dalam
praktiknya bahkan cenderung dianaktirikan. Walhasil kekayaan negara ini tidak dapat
dikuasai dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan rakyat.
Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang dikeluarkan Kementerian
ESDM, total cadangan minyak Indonesia mencapai 7,998 MMSTB (million standard
tanker barrel). Iumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil minyak
terbesar ke-29 di dunia. Sementara cadangan gas mencaPai 159,63 TSCF (triliun
standard cubic feet) atau terbesar ke-11 dunia.
Namun, kekayaan alam tersebut justru lebih banyak dinikmati negara lain
ketimbang penduduk Indonesia. Berdasarkan Neraca Energi 2009 dari 346 juta barel
minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri, 38 persm diekspor ke luar negeri.
Ironisnya pada saat yang sama Indonesia harus mengimpor minyak mentah 129 juta
BOE, atau 35 persen dari total produksi dalarn negeri. tri terjadi karena 85 persen
produksi minyak Indonesia dikuasai swasta termasuk asing. Di sisi lain, rakyat terus
dibuat sengsara akibat harga minyak dinaikkan agar sesuai dengan standar
intenasional.
Demikian pula dengan gas alam Indonesia. Produksinya dimonopoli swasta asing.
Sebagian besar hasilnya dijual ke luar negeri dengan kontrak-kontrak jangka paniang.
Dari total produksi 459 juta BOE (banel of oil equfualent) pada 2009, hampir 60
persen diekspor ke luar negeri yang terdiri dari gas alam (12 persen) dan dalam
bentuk LNG 48 persen. Sisanya dibagi-bagi untuk industri (19 persen), PLN (10
persen) dan lain-lain.
b) Inusri Perkapalan
Industri perkapalan merupakan industri padat karya dan padat modal yang
memiliki daya saing tinggi. Karena itu, dukungan pemerintah sebagai
pemegang kewenangan sangat penting. Faktor kebijakan moneter dan fiskal,
masih sulitnya akses dana perbankan dan tingginya bunga menjadi beban para
pelaku usaha. Idustri kapal yaga diharuskan membayar pajak dua kali lipat.
Masalah lain adalah minimnya keterlibatan perbankan. Perbankan enggan
menyalurkan kredit kepada industri perkapalan. Mereka beranggapan, industri
perkapalan penuh risiko karena kontrol terhadap industri ini sulit.
Dalam pengernbangan jasa maritim hendaknya diarahkan untuk meraih
empat tujuan secara seimbang yakni: (1) pertumbuhan ekonomi tinggi, secara
berkelanjutan dengan industri dan jasa maritim sebagai salah satu penggerak
utama (Prime mover); (2) peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha,
khususnya para pemangku kepentingan yang terkait industri dan jasa maritim;
(3) terpeliharanya kelestarian lingkungan dan sumberdaya maritim; dan (4)
menjadikan industri dan jasa maritim sebagai salah satu modal bagi
pembangunan maritim nasional.
Pemerintah berupaya mendorong agar industri galangan kapal nasional
dapat menikmati pasar di dalam negeri yang terus berkembang. Terlebih lagi,
adanya kebijakan asas cabotage sebenarnya memberi peluang bagi pelaku
industri untuk meningkatkan produksi. Seperti yang diketahui, pada Agustus
2010 empat galangan kapal nasional mendapat kepercayaan untuk
membangun lima unit kapal baru milik Pertamina senilai 87,38 juta dolar AS.
Kelima kapal baru yang dikerjakan di galangan PT PAL Indonesia, PT DPS,
PT DRU dan PT Dumas Tanjung Perak tersebut, masing masing berukuran
3.500 Long Ton Dead Weight (LTDW), 6.500 LTDW, dan 17.500 LTDW.
d) Indusri Pertanahan
Conie Rahakundini Bakrie Analis Pertahanan Maritim melihat banyak sumber
daya alam yang dimiliki Indonesia bisa dimanfaatkan untuk kepentingan industri
maritim. Salah satunya adalah baja. Menurutnya adalah dasar dari industri
pertahanan suatu negara. Seperti yarg dilakukan negara Taiwan. Mereka
membangun industri baja, di sebelahnya dibangun pabrik kapal. Ini strategis
karena kapal kapal besar yarrg mereka bangun sewaktu-waktu bisa mejadi kapal
perang. Dalam tiga menit, mereka mampu membuat satu lempeng baja. Taiwan
tercatat sebagai pembuat baja tercepat di dunia. Mereka bisa dengan mudah
mendistribusikan baja ke pabrik pembuatan kapal yang ada di sebelahnya. Mereka
mengekspor kapal-kapal besar ke luar negeri dengan proses pembuatan hanya
butuh waktu 10 minggu.
Sehingga Connie menilai industri baja sebagai national security, dasar dari
pembangunan industri militer. Baja menjadi bahan dasar kapal-kapal perang
termasuk kapal induk milik Amerika. Salah jika bangsa lndonesia menjualnya
begitu saja. Sebaiknya potensi logam ini diolah dengan baik, untuk mendukung
industri maritim nasional. Sebelumnya perlu dimengerti paham pentingnya
pertahanan, kita tidak akan pernah sampai semua itu. Kita perlu tentara, guna
memprotek kedaulatan, tentara perlu alutista, khususnya udara dan laut. Alutista
harus kita produksi dengan membangun industri baja sebagai dasar dari
pembangunan pertahanan kita.
Namun, pihak asing tidak menginginkan Indonesia besar dengan menguasai
bahan logam berharga ini. Sebagai bukti banyak industri pertambangan dalam
negeri dikuasi pihak asing. Mereka memiliki kepentingan dengan sumber-sumber
daya alam dan energi di tanah air. Mereka berusaha dengan berbagai cara
menguasai bangsa ini.
industri tak semata teknologl tetapi orientasi nilai budaya baru. Perspektif
ini mirip resoutces-based industry. Di mana industri terkait dengan sumber daya
lokal secara mendalam yang menjamin keberlanjutan produksi. Namun langkah
ini terhambat oleh masalah teknis, seperti stok lkan dan pasokan listrik. Gudang
ikan kapasitas 30 ton atau seukuran kontainer 40 feet dengan biaya Rp1,5
miliar, memerlukan listrik 40 ribu wat dan biaya operasional Rp20 juta per
bulan. Pasokan listrik sebesar itu masih belum tersedia di daerah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Biaya lain yang harus dihitung adalah beban transportasi. Untuk
mencukupi kebutuhan bahm olahan industri perikanan di Jawa dan Sumatera,
dibutuhkan kapal carrier berukuran 200 gross-tonage (GT), mesin minimal 450
PK dengan kapasitas kapal 80-100 ton' Biaya solar (BBM) kapal tersebut sekitar
Rp100 juta untuk kebutuhan selama 10 hari melaut trayek putang-pergi.
Biaya gudang dan transportasi sebesar itu menyebabkan harga ikan lebih
mahal belum termasuk biaya Investasi kapal dan biaya rutin yang harus
dikeluarkan. Sementara masalah pada budidaya ikan, industri tambak harus
mengeluarkan biaya ekstra agar bisa bertahan. Untuk menyiasati penyakit dan
virus yang merebak akibat kontaminasi zat kimia dari konsentrat pakan, lahan
tambak harus dilapisi terpal plastik. Air laut yang sarat pencemaran untuk bahan
baku tambak udang, bandeng atau kerapu ltmpur memerlukan perawatan khusus
pula agar ikafl tetap sehat.
Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak yang terkandung
dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut.
Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti
sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi
menghasilkan 1,06,2 miliar barel setara minyak, namun baru 1"6,7 miliar barel yang
diketahui dengan pastt, 7,5 miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi
Sisanya sebesar 89,5 miliar barel bempa kekayaan yang belum terjamah.
Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 523 miliar barel terkandung
di lepas pantai, dan lebih dari separuhnya . atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di
laut dalam. Sementara ifu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yang dimiliki
Indonesia sampai dengan 1998 mencapai136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan
ini rnengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6
Trrlhtn Kaki Kubik. Sedangkan potensi kekayaan tambang dasar laut seperti
aluminium, mal:rgan, tembaga zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium,
vanadium, dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan
baik masih diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi tersebut.
Laut juga menyimpan kandu ngan bahan tambang d an mineral yang bernilai
ekonomi tinggi. Sanra halnya di daratan, potensi mineral dan tambang terbagi atas
tiga kelas sesuai standar indonesia, yaitu A, B, dan C. Yang membedakan adalah
masalah teknis eksploitasi dan penambangannya.
Sumber daya hayati pesisir dan lautan Indonesia seperti populasi ikan hias yang
diperkirakan sekitar 263 jenis, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan
berbagai bentimg alam pesisir atau coastal landscape yang rrnik lainnya membentuk
suatu pemandangan alamiah yang begitu menakjubkan.
12 kawasan wisata bahari indonesia
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu Indonesia sebagai Negara kepulauan
terbesar di dunia belum mampu memberdayakan potensi ekonomi maritime. Negara
ini juga belum mampu mentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi sumber
kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Indonesia bagaikan Negara raksasa
yang masih tidur. Indonesia juga memiliki posisi strategis, antara benua yang meng-
hubungkan negara-negara ekonomi maju. Posisi geopolitics strategis tersebut
memberikan peluang Indonesia sebagai jalur ekonomi.
3.2 Saran
Untuk pembuatan makalah ini sendiri sebaiknya harus lebih memperhatikan
pokok-pokok pembahasan yang lebih menekankan ke judul dari malakah ini sehingga
para pembaca dapat memahami secara jelas maksud dan tujuan dari pembuatan ini.
Selain itu, sebaiknya ulasan yang di berikan lebih spesifik.