Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

WAWASAN KEMARITIMAN
“Ekonomi Maritim”

DOSEN PENGAMPU

Wa Ode Reni, S.Pd.,MH

OLEH

NAMA : NURHIDAYA

NIM : A1I1 19 009

KELAS : A

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
Makalah ini.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan
makalah ini. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Kendari, 26 Sertember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Ekonomi Marintim

2.2 Ekonomi Marintim Indonesisa di Kuasai Asiang

2.3 Industri

2.3 Perikanan

2.4 Zona Ekonomi Eksklusif

2.5 Sumber Daya Migas dan Mineral

2.6 Pariwisata Bahari

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional perlu
dikembangkan dalam rangka mewujudkan wawasan nusantara yang
mempersatukan seluruh wilayah indonesia, termasuk lautan nusantaa sebagai
kesatuan wilayah nasional. Pengembangan transportasi laut harus mampu
menggerakkan pembangunan indonesia. Transportasi laut memberikan kontribusi
yang sangat besar bagi perekonomian dunia dimana pengangkutan barang
merupakan bagian terpenting dalam bisnis transportasi laut dimana barang lebih
dari tujuh miliar ton barang dikirim lewat jalur laut setiap tahunnya. Keefektifan
terhadap operasional pelayaran aran akan menurunkan biayaa operasional yang
memberikan dampak yang besar baik bagi konsumen maupun penyedia layanan
transportasi itu sendiri. Perlu diketahui bahwa kontribusi transportasi laut menjadi
semakin penting karena nilai biaya yang dikeluarkan adalah paling kecil bila
dibandingkan dengan biaya transportasi darat ataupun udara. Selain itu efisiensi
dalam proses transportasi dan distribusi menjadi salah satu hal yang penting
karena proporsi biaya transportasi bisa mencapai 66 % keseluruhan biaya logistik.
Mengingat keadaan geografis Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di
dunia dan dua pertiga wilayahnya merupakan perairan, Indonesia membutuhkan
angkutan laut masal dalam jumlah yang cukup besar untuk mendukung distribusi
barang serta untuk mobilisasi penumpang. Sistem transportasi yang efektif dan
efisien serta terpadu antar moda transportasi, merupakan hal yang penting untuk
menciptakan pola distribusi nasional yang handal dan dinamis. Tidak dapat
dipungkiri bahwa sarana transportasi laut di Negara kepulauan seperti Indonesia
telah menjadi tulang punggung utama seperti pergerakan distribusi barang dalam
skala besar dengan menggunakan kapal laut. Data Badan Pusat Statistik dalam
laporan bulan September 2015, jumlah barang yang diangkut melalui transportasi
laut sepanjang bulan Januari- Juli 2015 yang mencapai 130,4 juta ton mengalami
penurunan hingga 1,73% dari periode yang sama tahun sebelumnya mencapai
132,7 juta ton.
Dari segi ekonomi dan bisnis penggunaan sarana transportasi dengan kapal
laut lebih efektif dan besar manfaatnya. Sehingga dengan adanya sarana prasarana
transportasi laut untuk pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya,
diharapkan akan dapat diikuti oleh aktifitas ekonomi masyarakat tempat lainnya,
yang berdampak positif dalam yang berdampak positif dalam peningkatan
ekonomi suatu wilayah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Ekonomi Marintim
2. Bagaimana Industri dan Jasa Marintim
3. Bagaimana Perikanan
4. Bagaimana Zona Ekonomi Eksklusif
5. Bagaimana Sumber Daya Migas dan Mineral
6. Bagaimana Pariwisata Bahari

1.3 Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ekonomi Marintim

posisi geopolitis strategis memberikan peluang Indonesia sebagai jalur ekonomi.


Pasalnya beberapa selat strategis yang merupakan jalur perekonomian dunia berada di
wilayah NKRI, yakni, Selat Malaka, selat sunda, selat Lombok, selat Makassar dan
selat ombai-wetar. Potensi geopolitis ini dapat digunakan Indonesia sebagai kekuatan
Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi antar bangsa.

sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia memiliki wilayah laut


seluas 5,8 juta km persegi yang terdiri dari wirayah teritorial sebesar 3,2 juta km
prersegi dan wilayah Zona Ekonomi Eksktusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km persegi.
selain itu terdapat 17.504 pulau di lndonesia dengan garis pantai sepanjang 81.000
km persegi. Dengan cakupan yang demikian besar dan luas, tentu saja maritim
Indonesia mengandung keanekaragaman alam laut yang potensial, baik hayati dan
nonhayati.

Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sumbangan


sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) memiliki Peranan strategis.
Terutama dibandingkan sektor lain dalam sektor perikanan maupun PDB nasional.

sektor maritim sangat potensial dikembangkan sebagai penunjang ekonomi


nasional. Tentu saja, sektor kelautan tidak hanya menghasilkan produk perikanan.
Ironis, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam
berlimpah, perekonomian Indonesia malah semakin terpuruk. Hutang negara pun
terus menggunung. jumlahnya tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp164,4 triliun
atau mengambil 13,68 persen dari anggaran belanja negara 2011. Total hutang
pemerintah yang membengkak pada Januari 2011, mencapai Rp1.695 triliun atau naik
Rp17,l3 triliun dibanding akhir 2010. Bila dikonversi ke kurs dolar Amerika Serikat,
hutang Indonesia sekitar 197,19 miliar dolar AS.
pemerintah harus fokus pada perekonomian nasional di bidang maritim. Ini
karena Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi maritim yang besar dan
beragam serta belum sepenuhnya dikelola. Berbagai sektor dapat dikembangkan
dalam upaya memajukan dan memakmurkan perekonomian negara, mulai dari
perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan, hasil perikanan, industri
bioteknologi maritim, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, angkutan laut, jasa
perdagangan, industri maritim, pembangunan maritim (konstruksi dan rekayasa),
benda berharga dan warisan budaya (cultural heitage), jasa lingkungao konservasi
sampai dengan biodiversitasnya.

Konsenterasi pembangunan perekonomian di bidang maritim diharapkan dapat


mengatasi keterbatasan pengembangan ekonomi berbasis daratan dan stagnasi
pertumbuhan ekonomi. Terlebih, laut Indonesia memiliki potensi besar yang mampu
menghasilkan produk-produk unggulan. Banyak pihak memprediksi, permintaan
produk maritim akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk dunia.
sehingga, ekonomi maritim diyakini dapat menjadi unggulan kompetitif dalam
memecahkan persoalan bangsa. Berdasarkan kajian yang dilakukan Pusat Kajian
Sumber Daya pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB dan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Puslitbang oseanologi LIPI pada tahun l997-1998
Incremental Capital output Ratio (ICOR) untuk sektor perikanan berkisar antara 2,75-
3,95. Ini mengindikasikan subsektor tersebut mempunyai prospek cukup baik bagi
investasi. Sementara sektor pariwisata bahari, merupakan sektor yang paling efisien
dan mempunyai resiko paling kecil dalam penanaman modal dibandingkan dengan
sub sektor lain.

Adapun selama ini kontribusi bidang maritim masih didominasi sektor


pertambangan, diikuti perikanan dan sektor-sektor lain. Hal itu mengindikasikan jika
sektor tersebut dipisah, maka gub bidang yang ada akan memiliki kontribusi
signifikan terhadap pertumbuhan PDB nasional.
2.2 Ekonomi Marintim Indonesi Dikuasi Asing

Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia adalah
sumber minyak bumi dan gas. Sayangnya Indonesia belum bisa memanfaatkannya
secara maksimal. Ironisnya, sebagian besar sumber-sumber,energi tidak terbaharukan
ini dikuasai pihak asing. Padahal sangat jelas, Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyebut
"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" .

Sikap pemerintah yang berpihak pada kepentingan perusahaan asing terlihat dari
beberapa kebijakannya. Pertama, Pertamina sejak Mei 2008 telah lima kali meminta
kepada pemerintah agar blok West Madura sepenuhnya dikelola BUMN. Di sisi lain
proses pengalihan saham dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo Citra Harapan
(SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya berlangsung dalam beberapa hari
saja. Itupun tanpa tender yang transparan.

Kedua porsi saham Pertamina di West Madura adalah yang paling besar. Namun
pada kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco dengan kemampuan
produksi hanya berada pada level 13-14 ribu bph. Di sisi lain, Pertamina menyatakan
sanggup menyedot minyak di ladang itu hingga 30 ribu barel per hari.

Ketiga, potensi cadangan blok tersebut menurut Federasi Serikat Pekerja


Pertamina Bersatu (FSPPB) cukup besar, yalai 22,22 iuta barel minyak dan gas
sebesar 219,8 BCFG. Jika diasumsikan harga minyak mentah 100 dolar AS per barrel
dan gas 4 dolar AS per MMbtu, maka nilai potensi migas blok tersebut dapat
mencapai Rp28 triliun.

ironi negara yang kaya migas namtin pengelolaannya justru didominasi pihak
asing. Padahal Pertamina sebagai satu-satunya BUMN di bidang migas memiliki
kemampuan yang tak kalah hebatnya dibanding perusahaan asing. Kondisi ini terjadi
karena terpasung regulasi yang kapitalistis, khususnya UU Migas No 2212001,,
Pertamina disejajarkan dengan perusahaan-perusahan swasta termasuk asing. Dalam
praktiknya bahkan cenderung dianaktirikan. Walhasil kekayaan negara ini tidak dapat
dikuasai dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan rakyat.
Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang dikeluarkan Kementerian
ESDM, total cadangan minyak Indonesia mencapai 7,998 MMSTB (million standard
tanker barrel). Iumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil minyak
terbesar ke-29 di dunia. Sementara cadangan gas mencaPai 159,63 TSCF (triliun
standard cubic feet) atau terbesar ke-11 dunia.

Namun, kekayaan alam tersebut justru lebih banyak dinikmati negara lain
ketimbang penduduk Indonesia. Berdasarkan Neraca Energi 2009 dari 346 juta barel
minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri, 38 persm diekspor ke luar negeri.
Ironisnya pada saat yang sama Indonesia harus mengimpor minyak mentah 129 juta
BOE, atau 35 persen dari total produksi dalarn negeri. tri terjadi karena 85 persen
produksi minyak Indonesia dikuasai swasta termasuk asing. Di sisi lain, rakyat terus
dibuat sengsara akibat harga minyak dinaikkan agar sesuai dengan standar
intenasional.

Demikian pula dengan gas alam Indonesia. Produksinya dimonopoli swasta asing.
Sebagian besar hasilnya dijual ke luar negeri dengan kontrak-kontrak jangka paniang.
Dari total produksi 459 juta BOE (banel of oil equfualent) pada 2009, hampir 60
persen diekspor ke luar negeri yang terdiri dari gas alam (12 persen) dan dalam
bentuk LNG 48 persen. Sisanya dibagi-bagi untuk industri (19 persen), PLN (10
persen) dan lain-lain.

2.3 Industri dan Jasa Marintim

Sebagai negara maritim terbesar di dunia sudah seharusnya Indonesia menjadi


bangsa yang makmur dan disegani. Namun, kenyataannya dengan potensi sumber
daya alam yang berlimpah, negara ini seakan tak berdaya. Apalagi di bidang industri
maritim, roda perekonomian Indonesia lumpuh terpenjara oleh kepentingan asing.
Luas laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km persegi, terdiri dari Q3 juta km
persegi perairan teritorial, 2,8 juta km persegi perairan pedalaman dan kepulauan 2,7
juta km persegi Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), serta dikelilingi lebih dari 77.504
pulau, menyimpan kekayaan yang luar biasa. jika dikelola dengan baik, potensi
kelautan Indonesia diperkirakan dapat memberikan penghasilan lebih dari 100 miliar
dolar AS per tahun. Namun yang dikembangkan kurang dari 10 persen.
Melihat besarnya potensi laut nusantara, sudah seharusnya Indonesia mempunyai
infrastruktur maritim kuat, seperti, pelabuhan yang lengkap dan modern; sumber daya
manusia (SDM) di bidang maritim yang berkualitas; serta kapal berkelas, mulai untuk
jasa pengangkutan manusia, barang, migas, kapal penangkap ikan sampai dengan
armada TNI Angkatan Laut (AL).

kedepan industri kelautan Indonesia akan semakin strategis, seiring dengan


pergeseran pusat ekonomi dunia dari bagian Atlantik ke Asia-Pasifik. Hal ini terlihat
70 persen perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik. Secara detail 75
Persen produk dan komoditas yang diperdagangkan dikirim melalui laut Indonesia
dengan nilai sekitar 1.300 triliun dolar AS per tahun.

Potensi ini dimanfaatkan Singapura dengan membangun pelabuhan pusat


pemindahan (transhipment) kapal-kapal perdagangan dunia. Negara yang luasnya
hanya 692.7 km persegi, dengan penduduk 4,16 juta jiwa itu telah menjadi pusat jasa
transportasi laut terbesar di dunia. Bahkan ekspor barang dan komoditas Indonesia 70
persen melatri Singapura.

a) Penghambat Ekonomi Maritim


Banyak faktor yang menghambat pembangunan industri maritim nasional di
antaranya sebagai berikut:
1. Pertama, sistem finansial. Kebijakan sektor perbankan atau lembaga
keuangan di Indonesia yang sebagian besar keuntungannya diperoleh
dari penempatan dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), untuk
pembiayaan industri maritim sangat tidak mendukung. Ini karena bunga
pinjaman sangat tinggi.Berkisar antara 11-12 persen per tahun dengan
100 persen kolateral (senilai pinjaman).
2. Kedua,sesuai dengan Kepmenkeu No 370/KMK.03/2003 tentang
Pelaksanaan Pajak Pertambalnn Nilai yang Dibebasknn Atas impor
dan/atau Penyerahn Barang Kena Pajak Tirtentu dan/atau Penyerahan
jasa Kena Pajak Tertentu, bahwa sektor perkapalan mendapat
pembebasan pajak. Namun, semua pembebasan pajak itu kembali harus
dibayar jika melanggar pasal I6, tentang Pajak Pertambahan Nilai yang
terhutang pada impor atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak
Tertentu disetor kas negara apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sejak impor digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau
dipindahtangankan.
3. Ketiga,buruknya kualitas sumber daya maritim Indonesia menyebabkan
biaya langsung industri maritim menjadi tinggi. Meskipun gaji tenaga
Indonesia sepertiga gaji dari tenaga kerja asing, tetapi karena rendahnya
disiplin dan tanggungjawab, menyebabkan biaya yang harus ditanggung
pemilik kapal berbendera dan berawak 100 persen orang Indonesia
(sesuai dengan UU No 77/2008 tentang Pelayaran) sangat tinggi.
Sebaliknya, jika kapal berawak 100 persen asing yang mahal, ternyata
pendapatan perusahaan pelayaran bisa meningkat dua kali lipat.
4. Keempat, persoalan klasifikasi industri maritim di tangan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dengan kendali Kementerian BUMN dan
Kementerian Perhubungan PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI),
membuat industri maritim Indonesia semakin terpuruk. Semua kapal
yang diklasifikasi atau disertifikasi PT BKI, diduga tidak diakui asuransi
perkapalan kelas dunia. Kalaupun diakui, pemilik kapal harus membayar
premi asuransi sangat mahal.

b) Inusri Perkapalan
Industri perkapalan merupakan industri padat karya dan padat modal yang
memiliki daya saing tinggi. Karena itu, dukungan pemerintah sebagai
pemegang kewenangan sangat penting. Faktor kebijakan moneter dan fiskal,
masih sulitnya akses dana perbankan dan tingginya bunga menjadi beban para
pelaku usaha. Idustri kapal yaga diharuskan membayar pajak dua kali lipat.
Masalah lain adalah minimnya keterlibatan perbankan. Perbankan enggan
menyalurkan kredit kepada industri perkapalan. Mereka beranggapan, industri
perkapalan penuh risiko karena kontrol terhadap industri ini sulit.
Dalam pengernbangan jasa maritim hendaknya diarahkan untuk meraih
empat tujuan secara seimbang yakni: (1) pertumbuhan ekonomi tinggi, secara
berkelanjutan dengan industri dan jasa maritim sebagai salah satu penggerak
utama (Prime mover); (2) peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha,
khususnya para pemangku kepentingan yang terkait industri dan jasa maritim;
(3) terpeliharanya kelestarian lingkungan dan sumberdaya maritim; dan (4)
menjadikan industri dan jasa maritim sebagai salah satu modal bagi
pembangunan maritim nasional.
Pemerintah berupaya mendorong agar industri galangan kapal nasional
dapat menikmati pasar di dalam negeri yang terus berkembang. Terlebih lagi,
adanya kebijakan asas cabotage sebenarnya memberi peluang bagi pelaku
industri untuk meningkatkan produksi. Seperti yang diketahui, pada Agustus
2010 empat galangan kapal nasional mendapat kepercayaan untuk
membangun lima unit kapal baru milik Pertamina senilai 87,38 juta dolar AS.
Kelima kapal baru yang dikerjakan di galangan PT PAL Indonesia, PT DPS,
PT DRU dan PT Dumas Tanjung Perak tersebut, masing masing berukuran
3.500 Long Ton Dead Weight (LTDW), 6.500 LTDW, dan 17.500 LTDW.

c) Industri Perikanan Dan Bioteknologi


Industri perikanan dan bioteknologi diperkirakan memiliki nilai ekonomi
sebesar 82 miliar dolar AS per tahun. Namun karena pemerintah belum
serius menggarap sub sektor ini (berdasarkan kajian PKSPL IPB;
2006),Indonesia diperkirakan kehilangan potensi pendapatan dari produk-
produk bioteknologi maritim sekitar 1 miliar dolar AS per tahun. Hal ini
disebabkan karena lemahnya aplikasi bioteknologi maritim serta jarangnya
pengusaha yang terjun ke sektor tersebut. Padahal berdasarkan inventarisasi
Divisi Bioteknologi Kelautan PKSPL IPB, terdapat 35.000 biota laut,
sehingga Indonesia mempunyai potensi pendapatan miliaran dolar per tahun
dari produk-prodtk bioteknologi.
Negara-negara maju yang memiliki sumberdaya maritim terbatas, seperti
produk bioteknologi maritim Amerika Serikat mereka mendapat pendapatan
hingga 4,6 militr dolar AS, sedangkan Inggris meraup keuntungan dari
sektor ini sekitar 2,3 mihar dolar AS. Pemanfaatan industri perikanan dan
bioteknologi ini meliputi industri makanan dan minuman, farmasi,
kosmetika dan bio-energi. Semua bisa disediakan Indonesia dengan sumber
daya alam yang ada. Adapun produk-produk yang bisa dihasilkan dari hasil
rekayasa biota laut antara lain makanan, tablet, salep suspensi, Pasta gigi,
cat, tekstil perekat, karet, film, pelembab, shampo, lotion dan produk wet
look.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, dalam 'jamil’
(2004) pernah rnemprediksi potensi perikanan Indonesia adalah 32 miliar
dolarAS per tahun. Sementara hingga 2000, realisasi ekspor hanya 1,76
miliar dolar AS. Daniel Mohammad Rosyid dari Institut Teknologi
Surabaya (ITS), menggambarkan potensi tuna Indonesia mencapai 25
persen dari total produksi dunia yang mencapai 500.000 ton setahun atau
setara 160.000 ton per tahun. Namun realisasi yang ada justru baru ribuan
ton saja. Belum lagi praktik illegal fishing ribuan kapal telah merugikan
Indonesia triliunan rupiah setiap tahun dan pemimfaatan tambak yang jauh
dari efektif.
Pemerintah sebenarnya telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen)
Kelautan dan Perikanan No 5/2008 yang melarang ekspor langsung hasil
tangkapan perikanan. Peraturan ini, secara otomatis mewajibkan perusahaan
asing untuk bermitra dengan perusahaan lokal dalam membangun industri
pengolahan di Indonesia. Namun yang menjadi persoalan implementasi
Permen tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Sumber permasalah lainnya adalah penangkapan ikan ilegal (illegal
fishing), oleh pihak asing yang nilainya ditaksir mencapai Rp30 triliun per
tahun. Hal ini bisa diatasi bila Indonesia memiliki kapal kapal tangkapan
ikan dengan skala menengah ke atas. Saat ini jumIah kapal ukuran tersebut
hanya tiga persen dari kebutuhan. Pemerintah harus segera membangun dan
memperbaiki infrastruktur perikanan dan kelautan yang masih lemah ini.
Tanpa upaya itu, sektor perikanan Indonesia akan tertinggal jauh negara
lain. Sebagai contoh, pembangunan infrastruktur di Lampung yang
merupakan lumbung udang terbesar harus menjadi perhatian serius
pemerintah.

d) Indusri Pertanahan
Conie Rahakundini Bakrie Analis Pertahanan Maritim melihat banyak sumber
daya alam yang dimiliki Indonesia bisa dimanfaatkan untuk kepentingan industri
maritim. Salah satunya adalah baja. Menurutnya adalah dasar dari industri
pertahanan suatu negara. Seperti yarg dilakukan negara Taiwan. Mereka
membangun industri baja, di sebelahnya dibangun pabrik kapal. Ini strategis
karena kapal kapal besar yarrg mereka bangun sewaktu-waktu bisa mejadi kapal
perang. Dalam tiga menit, mereka mampu membuat satu lempeng baja. Taiwan
tercatat sebagai pembuat baja tercepat di dunia. Mereka bisa dengan mudah
mendistribusikan baja ke pabrik pembuatan kapal yang ada di sebelahnya. Mereka
mengekspor kapal-kapal besar ke luar negeri dengan proses pembuatan hanya
butuh waktu 10 minggu.
Sehingga Connie menilai industri baja sebagai national security, dasar dari
pembangunan industri militer. Baja menjadi bahan dasar kapal-kapal perang
termasuk kapal induk milik Amerika. Salah jika bangsa lndonesia menjualnya
begitu saja. Sebaiknya potensi logam ini diolah dengan baik, untuk mendukung
industri maritim nasional. Sebelumnya perlu dimengerti paham pentingnya
pertahanan, kita tidak akan pernah sampai semua itu. Kita perlu tentara, guna
memprotek kedaulatan, tentara perlu alutista, khususnya udara dan laut. Alutista
harus kita produksi dengan membangun industri baja sebagai dasar dari
pembangunan pertahanan kita.
Namun, pihak asing tidak menginginkan Indonesia besar dengan menguasai
bahan logam berharga ini. Sebagai bukti banyak industri pertambangan dalam
negeri dikuasi pihak asing. Mereka memiliki kepentingan dengan sumber-sumber
daya alam dan energi di tanah air. Mereka berusaha dengan berbagai cara
menguasai bangsa ini.

e) Barang Muatan Kapal Tenggelam


Geografis Indonesia yang strategis yakni di antara dua benua, Asia dan
Australia, dan di antara dua samudra Hindia dan Pasifik,menjadikan wilayah
perairan Indonesia sejak dahulu kala sebagai jalur lalu lintas pelayaran
internasional yang ramai yang menghubungkan negara-negara di wilayah Eropa
Afrika Timur tengah, Asia Selatan dan Asia Timur.
Direktur lnstitute for National Strategic lnterest &Development (INSIDe),
Muhammad Danial Nafis, mengatakan persoalan BMKT merupakan persoalan
yang sangat kompleks, dan membutuhkan penanganan secara khusus. Aktivitas
terhadap kegiatan ini skalanya besar, yaitu meliputi proses penelitian, survei,
pengangkatan, sampai pada lelang. Untuk itu, kata Nafis, Pemerintah RI perlu
membentuk lembaga yang legitimate dan mandiri yang bertanggung jawab
langsung kepada presiden dan operasionalnya dibedankan melalui APBN.
Lembaga yang terbentuk, tetap melakukan koordinasi dengan pejabat-pejabat
terkait.
Mengenai proses perjualan BMKT itu sendiri, Sudirman mengatakan sesuai
dengan Keputusan Presiden No 19/2007 Pasal 1 angka 5. Untuk tahap pertama,
dilakukan penjualan BMKT Cirebon yang diangkat dari Perairan Laut Jawa, 70
mil utara Cirebon pada koordinat 05o 14’ 55'LS dan 108o 58,39'BT, hasil
pengangkatan sejak April 2004 sampai Oktober 2005, kurang lebih 271.834
artefak yang sebagian besar berupa keramik, gelas, logam mulia dan batuan
berharga dari Abad ke-10 dari Lima Dinasti Cina (The Five Dymasties or Sung
Dynasty), Sasanian Empire dan Fatimid Dynasty dari Timur Tengah dan Afrika,
Pelelangan BMKT Cirebon bersifat terbuka dapat diikuti perseorangan atau
lembaga baik dari dalam maupun luar negeri yang dilakukan dalam satu lot
dengan harga limit 80 juta dolar AS. Peserta lelang harus menyetor uang jaminan
penawaran lelang sebesar 20 persen dari harga limit atau 1,6 juta dolar AS.
2.4 Perikanan

Berdasakan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, potensi sumberdaya


perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun, produksi perikanan tangkap di laut
sekitar 4,7 ton per tahun dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan maksimum 5,2
juta ton per tahun sehingga hanya tersisa 0,5 juta ton per tahun. Produksi Tuna
naik 20,17 persen pada 2007, akan tetapi produksi Tuna hanya 4,04 kementrian
Kelautan dan Perikanan telah merintis kelompok pengawas masyarakat
(POKWASMAS) di daerah pesisir di bawah pembinaan Direktorat jenderal
PSDKP
Jumlah RTP/Perusahaan Perikanan Tangkap 958.499 buah, naik 2,60 persen,
tetapi sebanyak 811.453 RTP atau 85 persen RTP berskala kecil tanpa perahu,
perahu tanpa motor, dan motor tempel. Armada perikanan tangkap di laut
sebanyak 590.3l4 kapal, akan tetapi 94 persen berukuran kurang dari 5 GT
dengan SDM berkualitas rendah dan kemampuan produksi rendah. Potensi
tambak seluas 1.224.076 ha, akan tetapi realisasi baru seluas 612.530 ha. potensi
budidaya laut seluas 8.363.501 ha, akan tetapi realisasi hanya seluas 74.543 ha.
Jumlah industri perikanan lebih dari 17.000 buah, akan tetapi sebagian besar
tradisionaf berskala mikro dan kecil.
Tenaga kerja budidaya ikan sebanyak 2.916.000 orang akan tetapi
kepemilikanlahan perkapita rendah dan hidupnya memprihatinkan. Industri
pengalengan ikan yang terdaftar lebih dari 50 perusahaan, akan tetapi yang
berproduksi kurang dari 50 persen dengan kapasitas produksi maksimum sekitar
60 persen. Ekspor produk perikanan 857.783 ton dengan nilai 2.300.000 dolar
AS, akan tetapi produksi turun 7,41 percen pada tahun 2006-2007, bahkan
volume ekspor udang turun 5,04 persen dan nilainya pun turun 6,05 persen.
Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sumbangan
sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki Peranan
strategis. Terutama dibandingkan sektor lain datam sektor perikanan maupun
PDB nasional.
Orientasi ekspor pada kebijakan perikanan nasional telah menggerus bahan
baku ikan pada akhirnya memaksa perusahaan dan konsumen domestik untuk
bergantung pada produk perikanan impor Hal ini dibuktikan dengan tingginya
permintaan izin impor ikan dalam dua bulan terakhir yang mencapai tiga juta ton
atau 60 persen dari produksi perikanan tangkap nasional. Volume yang sangat
besar, sehingga dapat dipastikan menghancurkan perekonomian nasional,
khususnya nelayan tradisional.
a. Ironi Impor Ikan
Di tengah upaya mernbangun industrialisasi perikanan dalam negeri,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jusru tidak bisa membendung
masuknya ikan impor. Bahkan, ikan dalam kemasan pun bebas masuk ke
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan dijual di pasar-pasar tradisional. Secara teori,
apa yang diwacanakan soal industrialisasi sangat ideal.
pemanfaatan sumber daya ikan di seluruh perairan Indonesia yang
diterbitkan Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan pada 2006
menunjukkan hal yang sama. Tidak mengherankan jika sering terjadi bentrokan
fisik antara nelayan tradisional dan ABK kapal asing akibat berebut wilayah
penangkapan di tengah laut. Tidak hanya itu, konflik antar nelayan tradisional
pun kerap terjadi. Berkaitan dengan industrialisasi, membangun gudang ikan,
sebagaimana diusulkan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), di
sentra-sentra perikanan tangkap, khususnya di Indonesia Timur, ada dua
perspektif industrialisasi perikanan.
 Pertama, Industrialisasi perikanan dalam arti sempit yakni
membangun pabrik-pabrik pengolahan ikan, yang tujuannya
meningkatkan produksi ikan olahan, baik untuk pasar domestik
maupun ekspor.
 Kedua, industrialisasi perikanan dalam arti luas, yakni transformasi
ke arah perikanan yang bemilai tambah. Tujuannya meningkatkan
nilai tambah produksi perikanan lokal yang dinikmati para pelaku
usaha kecil dan menengah.

industri tak semata teknologl tetapi orientasi nilai budaya baru. Perspektif
ini mirip resoutces-based industry. Di mana industri terkait dengan sumber daya
lokal secara mendalam yang menjamin keberlanjutan produksi. Namun langkah
ini terhambat oleh masalah teknis, seperti stok lkan dan pasokan listrik. Gudang
ikan kapasitas 30 ton atau seukuran kontainer 40 feet dengan biaya Rp1,5
miliar, memerlukan listrik 40 ribu wat dan biaya operasional Rp20 juta per
bulan. Pasokan listrik sebesar itu masih belum tersedia di daerah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Biaya lain yang harus dihitung adalah beban transportasi. Untuk
mencukupi kebutuhan bahm olahan industri perikanan di Jawa dan Sumatera,
dibutuhkan kapal carrier berukuran 200 gross-tonage (GT), mesin minimal 450
PK dengan kapasitas kapal 80-100 ton' Biaya solar (BBM) kapal tersebut sekitar
Rp100 juta untuk kebutuhan selama 10 hari melaut trayek putang-pergi.

Biaya gudang dan transportasi sebesar itu menyebabkan harga ikan lebih
mahal belum termasuk biaya Investasi kapal dan biaya rutin yang harus
dikeluarkan. Sementara masalah pada budidaya ikan, industri tambak harus
mengeluarkan biaya ekstra agar bisa bertahan. Untuk menyiasati penyakit dan
virus yang merebak akibat kontaminasi zat kimia dari konsentrat pakan, lahan
tambak harus dilapisi terpal plastik. Air laut yang sarat pencemaran untuk bahan
baku tambak udang, bandeng atau kerapu ltmpur memerlukan perawatan khusus
pula agar ikafl tetap sehat.

b. Kritis Ikan Mengancam


Sebagai negara maritim lndonesia semestinya menjadi penghasil komoditas
ikan yang diperhitungkan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya negara ini
terancam krisis ikan. World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia melihat
potensi paceklik sumber daya ikan di laut Indonesia semakin tingg. Indikasinya
terlihat dari ketidaktersedian ikan yang diekspor, sementara permintaan ikan
dari importir luar negeri semakin meningkat.
WWF merujuk pada penunrunan tangkapan ikan di perairan Kabupaten
Wakatobi, Sulawesi Tenggara dan sekitamya. Lokasi tersebut merupakan salah
tempat pertangkapan ikan Tuna di Indonesia, khususnya jenis tuna sirip kuning
(yellowfin Thunnus albacares).
Dari evaluasi WWF, kondisi tersebut disebabkan kurangnya Pengetahuan
masyarakat mengenai pentingnya menjaga ekosistem laut dalam menangkap
ikan. Nelayan sering menangkap ikan berukuran kecil sehingga ikan tidak bisa
berkembang biak dan lama kelamaan jumlahnya terus berkurang.
Krisis ikan diperkirakan akan mulai dirasakan Indonesia pada 2014. Tahun
itu kekurangan tersediaan ikan mencapai 11,15 juta ton. Ini akibat
meningkatnya konsumsi ikan tetapi tidak diimbangi dengan pertumbuhan
produksi dan perlindungan pasar dalam negeri. Pusat Kajian Pembangunan
Kelautan dan Peradaban Maritim melihat data itu dari rencana strategis
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2010-2014. Mereka
memproyeksikan produksi ikan nasional tangkap ataupun budidaya, sebesar
22,54 juta ton. Sementara kebutuhan ikan nasional 33,68 juta ton, dengan
asumsi konsumsi ikan 38,67 kilogram per kapita sehingga terjadi defisit ikan
11,15 juta ton.
Di sisi lain, beberapa pihak melihatkekurangan pasokanikanuntuk konsumsi
dalam negeri semakin parah karena orientasi produksi perikanan untuk ekspor.
Padahal, impor perikanan terus naik. Pada triwulan pertama tahun 20L0, impor
produk perikanan 7 juta dolar AS, atau naik 32 persen dibandingkan 2009,
yakni 58 juta dolar AS.
Ocean Watdr hndonesia (OWD meminta pemerintah memperketat regulasi
ekspor-impor dan memprioritaskan keamanan konsumsi nasional. Saat ini darya
saing nelayan Indonesia relatif rendah. Sekitar 90 persen nelayan menggunakan
kapal kecil berbobot mati di bawah 30 gross ton (GT). Selain itu, perikanan
budidaya terkendala permodalan dan mahabnya harga Pakan.

2.5 Zona Ekonomi Ekslusif


Pada 2005 muncul gagasan dari Dewan Maritime Indonesia untuk membentuk
Badan Penataan Batas wilayah dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang
bertujuan untuk mempertegas kedulatan Negara dan rneningkatan keamanan laut.
Diketahui Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah daerah di luar Laut Teritorial
Lrdonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang No 4/1960 tentang
Perairan Indonesia, cakupan yang meluas sampai 200 mil laut dari garis pangkal dari
mana lebar Laut Teritorial Indonesia diukur.
Dizona Ekonomi Eksklusif, lndonesia memberlakukan hak berdaulat untuk tujuan
eksplorasi dan eksploitasl pengelolaan dan pelestarian hidup dan sumber daya alam
yang tidak hidup dari tanah dan sub_ dasar laut dan perairan dan hak-hak kedaulatan
berkenaan dengan kegiatan lain untuk eksplorasi ekonomi dan eksploitasi zona,
seperti produksi energi dari arus arr, dan angin, dan dari segi yuridis yaitu
pembentukan dan penggunaan buatan, instalasi pulau dan struktur, penelitian ilmiah
kelautan, pelestarian lingkungan laut, dan hak-hak lain berdasarkan hukum
intemasional.
Dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, kebebasan navigasi dan
penerbangan dan peletakan sub-kabel laut dan pipa akan terus diakui sesuai dengan
prinsip-prinsip baru hukum internasional laut. Lalu berikutnya yaitu dimana garis
batas ZEE Indonesia menimbulkan masalah batas dengan negara berdekatan atau
sebaliknya Pemerintah Indonesia siap, pada waktu yang tepatuntuk masuk ke dalam
perundingan dengan negara yang bersangkutan dengan maksud untuk mencapai
kesepakatan.
Konsep ZEE mampu memberikan berbagai keuntungan. Misalnya, jka ZEE
mampu diterapkan dengan baik, maka keuntungan ekonomi akan mengikutinya
karena sumber daya perikanan dan lainnya di daerah tersebut sangat melimpah.
Selain itu, keuntungan politis juga bakal diperoleh pemerintah Indonesia, misalnya
hasil exercise penetapan garis batas ZEE di Selat Malaka dapat digunakan sebagai
dokumen teknis dalam perundingan batas ZEE di Selat Malaka dan apabila hasil
penetapan dipakai sebagai klaim unilateral garis batas ZEE Indonesia di Selat Malaka
maka dapat dipakai sebagai batas operasional kapal-kapal TNI AL dalam penegakkan
hak berdaulat NKRI di Selat Malaka.
Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial. Zona batas luas tidak
boleh melebihi 200 mil dari bibir pantai. Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200
mil akan memberikan 36 persen dari seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang
relatif kecil, di dalam area 200 mil yang diberikan menampilkan sekitar 90 persen
dari seluruh simpanan ikan komersial, 87 Persen dari simpanan minyak dunia, dan 10
persen simpanan mangan.
ZEE perlu mendapat dukungan, agar ekonomi maritim kedepan bisa terkelola
optimal. Mengenai hal itu, kelautan akan menjadi prioritas utama ditahun 2011
mendatang, namun memang hal tersebut perlu dilakukan kajian akademis dari
perguruan tinggi secara komperhensif. Dalam kacamatanya, pemanfaatan ZBB masih
jauh dari harapary hal itu disebabkan karena kurangnya SDM yang memadai,
ditambah minimnya infrastruktur dan teknologi yang tidak sebanding dengan luas
laut Indonesia.

a. ZEE Dalam Keterbatasan SDM dan Infrastruktur


Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar
sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945
untuk memperluas batas yurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbemya mengaor
pada persiapan rrntuk UNCLOS III. Namun dalam pengembangannya tidak begitu
maksimal, karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), Infrastruktur dan
Iptek yang dianggap sebagai faktor utama, sehingga dengan mudahnya negara-
negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia masuk kewilayah kedaulatan
Indonesia secara bebas.
Bicara mengenai SDM, harus diakui tidak mudah mengelola wilayah laut
NKRI yang luas dengan dana terbatas dan koordinasi terpadu dari berbagai
instansi pemerintah terkait yang belum efektif. Namun pemerintah harus melihat
bahwa pembangunan kelautan adalah satu kesatuan dengan pembangunam negara.
SDM, infrastruktur dan Iptek yang ada harus dikembangkan dan dibuat lebih
efektif dengan master plan jangka panjang yang jelas. Indonesia harus bisa
berkonsolidasi dari dalam agar kuat menghadapi 'serangan' dari luar dan bisa terus
mempertahankan kedaulatan NKRI. Penggunaan teknologi yang maju dan canggih
dan data satelit yang bisa diakses akan dapat memudahkan penentuan batas-batas
yang akurat. Pemanfaatan teknologi konrunikasi lainnya juga dapat rnemonitor
pengelolaan ZEE secara real time.
Indonesia harus berkomitmen dalam pengembangan kelautan yang merupakan
bagian penting dalam pembangunan negara secara keseluruhan. Komitmen
berinvestasi tidak hanya diartikan dalam pengalokasian dana, tetapi juga dalam
peningkatan SDM dan infrastruktur didukung Iptek yang maju serta dari segi
peraturan perundang-undangan dan penetapan garis batas yang jelas. Faktor
terakhir tersebut amat penting agar keabsahan penetapan garis batas ZEE tidak
hanya diterima sepihak, tetapi juga diakui secara intemasional. Iptek yang ada
sekarang akan dapatmembantlr melakukan hal itu dengan akurat dan dapat
memudahkan komunikasi antar negara menjadi lebih mudah dan cepat.

b. ZEE tanggung jawab bersama


Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia diatur dalam Undang-
Undang RI No 5/1983, Melalui pertimbangan presiden pada 2LMaret1980 telah
dikeluarkan pengumuman pemerintah RI, tentang ZEE Indonesia untuk
meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan memanfaatkan seluruh sumber daya
alam yang ada di dalamnya.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
Soe'nan H Pumomo mengatakan konsep ZEE itu tak hanya tugas Kementerian
Keluatan dan Perikanan, tapi tugas bersama misalkan KKP mengenai
perikanannya beserta riset kelautan, lalu Kemerrteria Pertahanan soal pertahanan
lautnya TNI AL mengenai kemanan lautnya sementara Kementerian ESDM
bicara mengenai pertambangan, migas, dan energi, Kementerian Luar Negeri
bicara batas wilayah, lalu kementerian PU bicara mengenai kawasan perbatasan.
Bicara ZEE, bukan berarti bicara Kementerian Keluatan dan Perikanaru
melainkan semua lembaga baik kementerian maupun lembaga lain yang terkait
dan semua mempunyai peran penting.
Sehingga dalam memperkuat ZEE, menurutnya, perlu ada strukturisasi
disemua ini, termasuk restrukturisasi amrada laut, baik untuk segi pertahanan
maupun segi pengelolaan ikan karena sampai saat ini menurut Soe'nan banyak
nelayan-nelayan Indonesia yang memang tidak bisa mermanfaatkan luas Laut
karena terkendala kapal yang tidak memadai. hanya beberapa kapal besar yang
bisa menjangkau luas laut.
Dewan Maritim Indonesia sendiri melalui Sekretaris Bidang Sosialisasi,
IrAbdulAlim Salam dalam keterangan terhrlisnya mengenai strategi pengelolaan
ZEE Indonesia menyebutkan ada beberapa konsep ZEE Indonesi4 yang terbagi
menjadi dua altematif, diantaranya altematif pertama pengelolaan secara telpusat
oleh negara. Altematif kedua yaitu keriasama penp;elolaan dengannegara lain dan
juga dengan pe. merintah daerah atau antar sektor.
Altematif pertama unfuk urusan pengawasan pemanfaatan SDA hayati dan non
hayati, pengamanan laut dan pulau-pulau perbatasan, dan pengurusan
wilayalirnaritim,,sementara altematif kedua mempunyai pengertian bahwa di
wilayah perbatasan koordinasi bersama untuk penanganan masalah-masalah
khusus, seperti keamanan lau! lalu di wilayah teritorial kerjas;una penanarnan
modal dengan swasta asing dan domestik, dan di wilayah ZEEI mengenai Special
Anangemenfs dengan negara lain untuk pengelolaan SDA.
Konsep lembaga yang ditrsulkan oleh Dewan Maritim Indonesia untuk
mengelola ZEE ada dua yaitq lembaga yang ada dengan pertimbangan dan
kekuatanrrya yaitu pertama Unit yang pelaksana sudah mempunyai dukungan
administrasistaf dan keuangan dan kedua Optimasi pemanfaatan sumberdaya
yang ada. Tentunya terdapat kelemahan yaitu perlu sistem koordinasi yang kuat
lalu sering tidak terhindarkan adanya conflict of intercst dan yrrg ketiga berbagai
kelemahan birokrasi yang ada akan tetap melekat.
Batas laut teritorial dengan Malaysia yang belum terselesaikan ada di tiga
wilayah, yaitu yang berada di Selat Malaka sepanjang 17 mll laut; 12 mil laut di
Tanjung Datuk, Kalimantan Bara! dan 18 mil di Sebatik, Kalimantan Timur.
Sedangkan dengan Timor Lestg Pemerintah Indonesia belum menyepakati lebih
dari 100 mil panjang batas laut teritorial.
Sementara itu, berdasarkan perjanjian pada 1973 tentang batas wilayah antara
Singapura-Indonesia telah ditetapkan enam titik pangkal yang berada di sebelah
barat hingga timur Pulau Batam. Bila dilihat dari sisi Singapur4 titik pangkal itu
berada di Sultan Shoul hingga ke timur Singapura atau sebelah barat Changi.
Titiktitik ini sudah definit, tidak terpengaruh dengan perluasan wilayah Singapura
karena reklamasi.
2.5 Sumber Daya Migas dan Mineral

Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak yang terkandung
dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut.
Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti
sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi
menghasilkan 1,06,2 miliar barel setara minyak, namun baru 1"6,7 miliar barel yang
diketahui dengan pastt, 7,5 miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi

Sisanya sebesar 89,5 miliar barel bempa kekayaan yang belum terjamah.
Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 523 miliar barel terkandung
di lepas pantai, dan lebih dari separuhnya . atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di
laut dalam. Sementara ifu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yang dimiliki
Indonesia sampai dengan 1998 mencapai136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan
ini rnengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6
Trrlhtn Kaki Kubik. Sedangkan potensi kekayaan tambang dasar laut seperti
aluminium, mal:rgan, tembaga zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium,
vanadium, dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan
baik masih diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi tersebut.

Laut juga menyimpan kandu ngan bahan tambang d an mineral yang bernilai
ekonomi tinggi. Sanra halnya di daratan, potensi mineral dan tambang terbagi atas
tiga kelas sesuai standar indonesia, yaitu A, B, dan C. Yang membedakan adalah
masalah teknis eksploitasi dan penambangannya.

2.6 Pariwisata Bahari

Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatrya adalah upaya mengembangkan


dan memanfaatkan obyek serta daya tarik wisata bahari di kawasan pesisir dan lautan
Indonesia. Apalagi indonesia memiliki kekayaan alam dan panorama pantainya yang
indah dengan anggota pantai yang menantang dibeberapa tempat serta keragaman
flora dan fauna seperti terumbu karang denganberbagaipnis ikan hias.

Sumber daya hayati pesisir dan lautan Indonesia seperti populasi ikan hias yang
diperkirakan sekitar 263 jenis, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan
berbagai bentimg alam pesisir atau coastal landscape yang rrnik lainnya membentuk
suatu pemandangan alamiah yang begitu menakjubkan.
12 kawasan wisata bahari indonesia

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) baru mempetakan 12


kawasan kepulauan di seluruh wilayah Indonesia sebagai destinasi bahari unggulan,
termasuk kepulauan Wakatobi danDerawan. Keduabelas pulau ini masuk dalam
rencana Pengembangan induk (blueprint) wisata bahari pemerintah.

 Kepulauan Padaido, Biak, Papua


Kawasan wisata bahari ini sangat ideal untuk kegiatan diaing, wisata
cruise. Program pengembangan wisata bahari di kepulauan Padaido,
antara lain diversifikasi kegiataan nelayan dengan pengembangan wisata
mernancing menggunakan perahu tradisional nelayan, paket wisata selanr
di daerah kapal tenggelam, serta pengembangan cruisercgionail dengan
menggunakan kapal pinisi dan seaplane untuk menjangkau pulau-pulau
kecil.
 Kepulauan Selayar, Takabone Rate, Sulawesi Selatan
Kawasan wisata bahari ini sangat cocok untuk dizting, snorkeli.ng,
berlayar, dan memancing. Program pengembangan wisata bahari di
Kepulauan Selayar adalah sebagai hub wisata uuise intemasionaf
regional, dart cruise kapal tradisional seperti pinisi Nusantara.
 Pulau Nias dan Kepulauan Mentawai, Sumatera Utara
Kawasan wisata bahari di Pulau Nias sangat ideal unfuk selancar dengan
pengembangannya ekowisata berbasis komunitas serta olahraga selancar.
Program pengembangan di kawasan ini lebih fokus pada
penganekaragaman daya tarik wisata dengan menampilkan budaya
daerah.
 Kepulauan Raia Ampat, Papua barat
Kawasan wisata bahari di kepulauan ini sangat ideal untuk kegiatan
menyelam. Pengembangan kawasan wisata bahari di Kepulauan Raja
Ampat dengan pola partnershrp MNC (Multi National Companies) yang
melibatkan pelaku industri wisata bahari, pemerintahan daerah dan
masyarakat setempat.
 Kepulauan Ujung Kulon dan Anak krakatau, Banten
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan dfuing dan cuise regional
dengan tema pengebangannya ekowisata berbasis konservasi. Program
pengembangan di Kepulauan Ujung Kulon, antara lain perencanaan tata
ruang yang jelas antara konservasi dengan areal pengembangan sesuai
dengan daya dukung lingkungan. Menyediakan fasilitas transportasi
menuju obyek wisata dengan kegiatan kapal pinisi dan sea plane untuk
menampung wisatawan domestik dari jakarta
 Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur
Kawasarr wisata bahari ini ideal untuk kegiatan dioing dart wisata cruise.
Program pengembangan di Pulau Komodo adalah wisata cruise regional
dengan fasilitas marina dan yacht. Untuk menjangkau pulau-pulau kecil
di sekitarnya perlu disediakan kapal pinisi dan sea plane.
 Teluk Tomini, Kepulauan Tongean, Sulawesi Tengah
Kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam dan snorkeling. Program
pengembangan di Teluk Tomini, antara lain penyediaan fasilitas marina,
yacht, kapal pinisi dan sea plane dengan kemitraan masyarakat dengan
pelaku usaha pariwisata.
 Kepulauan Bali dan Lombok
Wisata bahari di dua kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam,
selancar, cruise regional, dan intemasional. Program pengembangan
pariwisata bahari di kawasan ini, antara lain dibangun kemitraan
pemerintah daerafu masyarakat lokal, dan kalangan industri wisata
bahari. Menyediakan fasilitas pelabuhan, akomodasi, dan pertunjukan
budaya.
 Balerang, Kepulauan Riau
Kawasan'ini sangat ideal untuk kegiatan cruise, yacht dan rnarina serta
selancar. Program pengembangan wisata bahari di Balerang, yaitu
pelabuhan wisata bahari yang menunjang limpahan wisatawan dari
Singapura menuju daerah tujuan wisata kepulauan Riau. Pengembangan
wisata uuise re$onal sangat ideal karena letaknya pulau ini strategis di
selat malaka dan dekat dengan Singapura.
 Kepulauan Seribu, ]akarta
Wisata bahari yang sangat ideal untuk di kepulauan Seribu adalah
selancar, cruise rcgional, mernancing, dan olahraga bahari. Untuk itu
program pengembangan di kawasanini antara lain Perencanaan tata
ruang yang sangat jelas antara area konservasi dan pengembangan yang
disertai taman nasional. Serta pengembangan untuk fasilitas air adalah
marina, yacht, kapal pinisi dan sea plane untuk kegiatan olah raga air.
Seluruh kekayaan alam ini, merupakan sebagian kecil dari berjuta potensi
wisata laut di Indonesia. Jika tidak mendapat perhatian dan dikelola
dengan bail kekayaan alam yang berlimpah ini hanya akan sia-sia.
 Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan menyelam dan cruise
regional. Program pengembangan wisata bahari di Kepulauan Wakatobi ,
antara lain cruise international dan regional dengan pengembangan
pelabuhan Makassar sebagai hub, serta konservasi kekayaan laut dengan
pemberlakuan sertifikat penyelam dan penegakan hukum.
 Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur
Kawasan wisata bahari Derawan ideal untuk kegiatan menyelam dan
konservasi penyu. Program pengembangan wisata bahari di kepulauan ini
selain konservasi habitat penyu sebagai daya tarik wisata, juga untuk
konservasi pengembangan budaya di Pulau Kakaban dan Sangalaki
dengan pola partnership MNC (Multi National Companies)
memanfaatkan tenaga lokal.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu Indonesia sebagai Negara kepulauan
terbesar di dunia belum mampu memberdayakan potensi ekonomi maritime. Negara
ini juga belum mampu mentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi sumber
kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Indonesia bagaikan Negara raksasa
yang masih tidur. Indonesia juga memiliki posisi strategis, antara benua yang meng-
hubungkan negara-negara ekonomi maju. Posisi geopolitics strategis tersebut
memberikan peluang Indonesia sebagai jalur ekonomi.

3.2 Saran
Untuk pembuatan makalah ini sendiri sebaiknya harus lebih memperhatikan
pokok-pokok pembahasan yang lebih menekankan ke judul dari malakah ini sehingga
para pembaca dapat memahami secara jelas maksud dan tujuan dari pembuatan ini.
Selain itu, sebaiknya ulasan yang di berikan lebih spesifik.

Anda mungkin juga menyukai