Oleh :
Resky Austiandani
C1D120099
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum
mampu memberdayakan potensi ekonomi maritim. Negeri ini juga
belum mampumentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi
sumber kemajuan dankemakmuran rakyat Indonesia. Indonesia bagaikan
negara raksasa yang masihtidur. Indonesia juga memiliki posisi strategis,
antar benua yang menghubungkan negara-negara ekonomi maju. Posisi
geopolitics strategis tersebutmemberikan peluang Indonesia sebagai jalur
ekonomi. Pasalnya beberapaselat strategis yang merupakan jalur
perekonomian dunia berada di wilayah NKRI yakni, Selat Malaka,
Selat Sunda,. Selat Lombok, Selat Makassar danSelat Ombai-Wetar.
Potensi geopolitis ini dapat digunakan Indonesia sebagaikekuatan
Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi antar bangsa.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
b. Industri Perkapalan
Indonesia dengan perairan yang luas, membutuhkan sarana
transportasi kapal yang mampu menjangkau pulau pulau yang
jumlahnya mencapai lebih dari 17.504 pulau. Tidak heran jika
kebutuhan industri perkapalan setiap tahun terus meningkat. Sebagai
Negara kepulauan,sudah seharusnya Indonesia mengembangkan
industry perkapalan nasional. Kebijakan ini didukung dengan adanya
Inpres No 5/2005 yang intinya bahwa seluruh angkutan laut dalam
negeri harus diangkut kapal berbendera Indonesia. Tetapi, permintaan
tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan memproduksi kapal.
Industri perkapalan merupakan industri padat karya dan padat modal
yang memiliki daya saing tinggi. Karena itu dukungan pemerintah
sebagai pemegang kewenangan sangat penting.Faktor kebijakan
moneter dan fiskal, masih sulitrya akses dana perbankandan tingginya
bunga menjadi beban para pelaku usaha. Industri kapal juga
diharuskan membayar pajak dua kali lipat. Masalah lain adalah
minimnya keterlibatan perbankan. Perbankan enggan menyalurkan
kredit kepada industri perkapalan. Mereka beranggapan, industry
perkapalan penuhrisiko karena kontrol terhadap industri ini sulit.
Selain itu, masalah lahan yang digunakan industri perkapalan
terutama galangan kapal besar berada di daerah kerja pelabuhan dan
hak pengelolaan lahan (HI,L) dikuasai PT Pelindo. Sehingga Industri
perkapalan masih sangat tergantung pada HPL. Padahal, jika ada
keleluasaan lahan di pelabuhan bukan tidak mungkin industri kapal
lebih berkembang. Dalam pengernbangan jasa maritim hendaknya
diarahkanuntuk meraih empat tujuan secara seimbang yakni: (1)
pertumbuhanekonomi tinggi, secara berkelanjutan dengan industry
dan jasa maritimsebagai salah satu penggerak utama (Prime mover);
(2) peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha, khususnya para
pemangkukepentingan yang terkait industri dan jasa maritim; (3)
terpeliharanya kelestarian lingkungan dan sumberdaya maritim; dan
(a) menjadikanindustri dan jasa maritim sebagai salah satu modal bagi
pembangunanmaritim nasional. Sehingga ada benang merah yang
dapat terlihat antara ocean policy dan pengelolaan sumber daya
maritim dengan industri dan jasa maritim sebagai penggerak bagi
pertumbuhan sector maritim.
Negara bagian Queensland, Australia, dengan paniang garis pantai
2.100kilometer, mampu menghasilkan devisa 2 miliar doiarAS dari
sektor pariwisata pada tahun 2002. Sementara negara kepulauan Seychell
es yangamat kecil di Madagaskar berhasil mendapatkan 70 persen
pendapatan nasionalnya dari wisata bahari, dan menyokong GDP per
kapita (pada 2000)sebesar 7.700 dolar AS yang jumlahnya berlipat dari
Indonesia.
Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatrya adalah
upayamengembangkan dan memanfaatkan obyek serta daya tarik wisata
bahari dikawasan pesisir dan lautan Indonesia. Apalagi Indonesia
memiliki kekayaanalam dan panorama pantainya yang indah dengan
gelombang pantai yangmenantang dibeberapa tempat serta keragaman
flora dan fauna seperti terumbukarang dengan berbagai jenis ikan hias.
Adapun kawasan wisata bahariIndonesia antara lain :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan